PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • g90_No34 hlm. 13-16
  • Bagian 11: 2 S.M.–100 M.—Jalan Iman, Pengharapan, dan Kasih

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Bagian 11: 2 S.M.–100 M.—Jalan Iman, Pengharapan, dan Kasih
  • Sedarlah!—1990 (No. 34)
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Tidak Baru tetapi Berbeda
  • Kasih kepada Siapa dan kepada Apa?
  • Pengharapan Macam Apa?
  • Kasih—Untuk Siapa dan Macam Apa?
  • Iman Dibuktikan oleh Pekerjaan
  • ’Itu Bukan Agama Kristen yang Saya Kenal!’
  • Kekristenan—Apakah Yesus Jalan menuju Allah?
    Pencarian Manusia akan Allah
  • Ibadat yang Allah Perkenan
    Apa yang Sebenarnya Alkitab Ajarkan?
  • Orang-Orang Kristen Saksi Yehuwa pada Abad Pertama
    Saksi-Saksi Yehuwa—Pemberita Kerajaan Allah
  • Perlihatkan Iman Akan Janji Yehuwa
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa (Edisi Pelajaran)—2016
Lihat Lebih Banyak
Sedarlah!—1990 (No. 34)
g90_No34 hlm. 13-16

Masa Depan Agama Ditinjau dari Masa Lalunya

Bagian 11: 2 S.M.–100 M.—Jalan Iman, Pengharapan, dan Kasih

”Kebenaran-kebenaran yang paling besar adalah yang paling sederhana: demikian juga halnya dengan orang-orang yang paling besar.”—Penulis-penulis Inggris abad ke-19, Yulius dan Agustus Hare

KIRA-KIRA 320 tahun setelah kematian Iskandar Agung, raja dari Makedonia, seorang penguasa dunia yang lebih besar dilahirkan. Ia berbeda dari Iskandar dalam dua hal utama, sebagaimana dinubuatkan di Lukas 1:32, 33, ’Ia akan disebut Anak Allah yang Maha Tinggi dan KerajaanNya tidak akan berkesudahan.’ Yesus Kristus adalah Penguasa ini, dan ia ditetapkan untuk hidup terus, bukan hanya dalam halaman-halaman buku sejarah yang berdebu.

Yesus seorang yang sederhana yang menempuh kehidupan sederhana. Ia tidak memiliki istana. Ia tidak dikelilingi oleh orang-orang yang kaya dan berkuasa; ia juga tidak memiliki barang-barang mahal dari dunia. Yesus dilahirkan kira-kira pada bulan Oktober tahun 2 S.M., dalam keluarga Yahudi yang tidak menonjol di bawah keadaan yang sangat sederhana di sebuah desa kecil Betlehem. Awal hidupnya tidak istimewa. Ia dilatih untuk menjadi tukang kayu, karena ”menurut anggapan orang, Ia adalah anak Yusuf”.—Lukas 3:23; Markus 6:3.

Bahkan orang-orang yang mengejek gagasan bahwa Yesus adalah Anak Allah tidak dapat menyangkal bahwa kelahirannya membawa suatu era baru, juga tidak seorang pun dapat memberi alasan yang kuat untuk membantah pernyataan yang dibuat oleh World Christian Encyclopedia bahwa ”agama Kristen telah menjadi agama yang paling tersebar dan universal dalam sejarah”.

Tidak Baru tetapi Berbeda

Agama Kristen bukan suatu agama yang sama sekali baru. Akarnya tertanam jauh dalam agama orang-orang Israel, dipelihara oleh Hukum yang tertulis dari Allah Yehuwa. Bahkan sebelum Israel menjadi suatu bangsa, ibadat kepada Yehuwa telah dipraktikkan oleh leluhur mereka, Nuh, Abraham, dan Musa dan sebenarnya merupakan kelanjutan dari agama tertua yang pernah ada, yaitu ibadat sejati kepada sang Pencipta yang pada mulanya dipraktikkan di Eden. Namun pemimpin-pemimpin bangsa dan agama dari Israel membiarkan agama palsu dengan unsur-unsur yang bersifat Babel menyusup ke dalam ibadat mereka dan dengan demikian mencemarinya. Sebagaimana dikatakan World Bible (Alkitab Dunia), ”Jemaat Yahudi pada waktu Yesus lahir telah dicemari dengan berbagai kemunafikan dan dikacaukan dengan formalisme yang mengaburkan kebenaran-kebenaran rohani yang mendasar yang diucapkan oleh nabi-nabi besar Ibrani.”

Dibandingkan dengan kerumitan manusiawi yang dimasukkan ke dalam iman Yahudi, ajaran Yesus dicirikan dengan kesederhanaan. Paulus, salah seorang misionaris Kristen abad pertama yang paling bergairah, menunjukkan hal ini ketika ia berbicara mengenai sifat-sifat utama agama Kristen, ”Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih.” (1 Korintus 13:13) Agama-agama lain juga berbicara mengenai, ”Iman, pengharapan dan kasih”, namun agama Kristen berbeda. Apa bedanya?

Kasih kepada Siapa dan kepada Apa?

Yesus menandaskan pentingnya ’percaya kepada Allah’, Pribadi yang ia gambarkan sebagai sang Pencipta. (Yohanes 14:1; Matius 19:4; Markus 13:19) Jadi agama Kristen berbeda dari aliran Jain dan agama Budha, karena keduanya menolak gagasan adanya Pencipta, dengan menyatakan bahwa alam semesta memang selalu ada. Dan karena Kristus berbicara mengenai ”satu-satunya Allah yang benar”, ia jelas tidak percaya kepada banyak dewa dan dewi sebagaimana diajarkan agama-agama Babel kuno, Mesir, Yunani, dan Roma, atau yang masih diajarkan oleh agama Hindu.—Yohanes 17:3.

Maksud-tujuan ilahi, menurut penjelasan Yesus, adalah bahwa ia menyerahkan ”nyawanya menjadi tebusan bagi banyak orang”, untuk ”menyelamatkan yang hilang”, supaya ”setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal”. (Markus 10:45; Lukas 19:10; Yohanes 3:16; bandingkan Roma 5:17-19.) Kepercayaan akan kematian sebagai korban untuk memperoleh tebusan bagi dosa berbeda dengan agama Shinto, yang tidak mau mengakui adanya dosa asal atau dosa sejak lahir.

Yesus mengajarkan bahwa hanya ada satu iman sejati. Ia menasihati, ”Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya.” (Matius 7:13, 14) Buku Imperial Rome mengatakan, ”Umat Kristiani [yang awal] berkukuh bahwa hanya merekalah yang memiliki kebenaran, dan bahwa semua agama lain . . . adalah palsu.” Ini jelas berbeda dari sikap Hindu-Budha, yang menganggap kebaikan dalam semua agama.

Pengharapan Macam Apa?

Pengharapan Kristen berpusat pada janji sang Pencipta bahwa pemerintahan-Nya akan mengakhiri semua problem dunia. Maka sejak permulaan pelayanan Yesus pada tahun 29 M., ia menganjurkan orang-orang untuk ’percaya kepada kabar baik’ bahwa ”Kerajaan Allah sudah dekat”. (Markus 1:15) Tidak seperti agama-agama Timur, misalnya Ch’ŏndogyo, ajaran Yesus tidak menekankan nasionalisme sebagai cara untuk mewujudkan harapan Kristen. Yesus malah menolak semua usul agar ia terjun dalam politik. (Matius 4:8-10; Yohanes 6:15) Jelaslah, ia tidak menyimpulkan, sebagaimana pemimpin-pemimpin Yahudi, bahwa ”umat manusia harus secara aktif membantu Allah mewujudkan Mesias”.

Pengharapan Kristen termasuk prospek menikmati hidup kekal di bumi di bawah keadaan yang benar. (Bandingkan Matius 5:5; Wahyu 21:1-4.) Bukankah itu sederhana dan mudah dimengerti? Tidak demikian halnya bagi pikiran yang sudah dibutakan oleh konsep Nirwana dari agama Budha, yang disebut dalam buku The Faith of Mankind (Kepercayaan-Kepercayaan Umat Manusia) sebagai ”penghentian” namun ”bukan pemusnahan”. Buku ini mengemukakan bahwa, dalam kenyataannya, Nirwana ”tidak mungkin digambarkan”.

Kasih—Untuk Siapa dan Macam Apa?

Yesus mengatakan bahwa perintah yang paling besar ialah, ”Kasihilah Tuhan [”Yehuwa”, NW] Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.” (Markus 12:30) Betapa berbeda dengan agama-agama yang menitikberatkan keselamatan manusia, seraya meremehkan kepentingan ilahi. Perintah kedua yang penting, Yesus berkata, adalah kasih yang positif untuk sesama. ”Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu,” ia menasihati, ”perbuatlah demikian juga kepada mereka.” (Matius 7:12; 22:37-39) Namun perhatikan bagaimana perintah ini berbeda dari ajaran yang negatif dari Kong Hu Cu, ”Apa yang tidak kamu kehendaki orang perbuat kepadamu, janganlah berbuat kepada orang lain.” Menurut anda, kasih yang mana yang lebih unggul, kasih yang mencegah orang-orang berbuat jahat terhadap anda atau kasih yang menggerakkan mereka untuk berbuat baik terhadap anda?

”Ujian pertama atas orang yang benar-benar besar adalah kerendahan hatinya,” demikian hasil pengamatan penulis Inggris abad ke-19, John Ruskin. Dengan rendah hati menyerahkan hidupnya demi kepentingan nama dan reputasi Bapanya dan, kedua, demi manusia, Yesus menunjukkan kasih kepada Allah dan kepada manusia. Betapa berbeda dengan aspirasi yang egosentris dari Iskandar Agung untuk menjadikan dirinya allah, yang menurut Collierˈs Encyclopedia, ”Dalam seluruh hidupnya, yang berulang kali ia pertaruhkan, tidak ada bukti bahwa ia pernah memikirkan masalah apa yang akan terjadi atas rakyatnya setelah ia mati.”

Juga dalam menggambarkan kasihnya terhadap Allah dan manusia, Yesus, tidak seperti orang-orang Hindu sezamannya di India, tidak menganut sistem kasta yang membeda-bedakan orang. Dan tidak seperti kelompok-kelompok Yahudi yang membiarkan anggota-anggotanya mengangkat senjata melawan penguasa-penguasa yang mereka benci, Yesus memperingatkan para pengikutnya bahwa ”barangsiapa menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang”.—Matius 26:52.

Iman Dibuktikan oleh Pekerjaan

Pusat perhatian agama Kristen abad pertama kepada iman, pengharapan dan kasih nyata terlihat dalam kelakuan. Umat Kristiani harus ”menanggalkan kepribadian lama” yang umum bagi umat manusia yang berdosa dan ”mengenakan kepribadian baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya”. (Efesus 4:22-24, NW) Hal inilah yang mereka lakukan. Almarhum Harold J. Laski, ilmiawan politik Inggris, mengatakan hal yang menarik, ”Ujian, yang benar, atas sebuah kredo bukanlah kesanggupan dari mereka yang menerimanya untuk mengumumkan iman mereka; ujiannya terletak pada kesanggupan kredo itu untuk mengubah kelakuan mereka dalam kehidupan sehari-hari mereka yang biasa.”—(Cetak miring redaksi.) Bandingkan 1 Korintus 6:11.

Digerakkan oleh iman yang tak tergoyahkan dan pengharapan yang pasti dan didorong oleh kasih sejati, umat Kristiani yang mula-mula segera menaati perintah Yesus yang terakhir sebelum ia naik ke surga, ”Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka . . . ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu.”—Matius 28:19, 20, NW.

Pada hari Pentakosta 33 S.M., roh Allah dicurahkan ke atas 120 murid Kristiani yang berkumpul di sebuah ruang atas di Yerusalem. Maka lahirlah sidang Kristen!a Pada hari itu anggota-anggotanya secara mukjizat dianugerahi kesanggupan untuk berbicara dalam bahasa-bahasa asing, dengan demikian mereka dapat berkomunikasi dengan orang-orang Yahudi dan proselit dari negeri-negeri lain yang sedang berada di Yerusalem untuk menghadiri suatu perayaan. (Kisah 2:5, 6, 41) Dan betapa hebat hasilnya! Dalam satu hari saja, jumlah orang Kristiani melonjak dari kira-kira 120 menjadi 3.000 lebih!

Yesus membatasi pemberitaannya terutama kepada orang-orang Yahudi. Tetapi tidak lama setelah Pentakosta, rasul Kristiani Petrus digunakan untuk membuka ”Jalan” bagi orang-orang Samaria, yang percaya kepada lima buku pertama dari Alkitab, dan kemudian, pada tahun 36 M., bagi semua orang yang bukan Yahudi. Paulus menjadi ”rasul untuk bangsa-bangsa bukan Yahudi” dan mengadakan tiga perjalanan utusan Injil. (Roma 11:13) Maka sidang-sidang terbentuk, dan ini tumbuh dengan subur. ”Gairah mereka dalam iman tidak terbendung,” demikian menurut buku From Christ to Constantine (Dari Kristus sampai Konstantin), dan menambahkan, ”Cara kesaksian Kristen meluas dan efektif.” Pengejaran atas umat Kristiani bahkan menguntungkan mereka, membantu menyebarluaskan berita, ibarat api yang ditiup angin. Buku Kisah Para Rasul dalam Alkitab mencatat sejarah yang mendebarkan tentang kegiatan umat Kristiani yang tak terhentikan selama masa remaja agama Kristen.

’Itu Bukan Agama Kristen yang Saya Kenal!’

Apakah demikian reaksi anda mendengar gambaran mengenai agama Kristen yang mula-mula? Apakah anda mendapati bahwa sebaliknya dari memiliki iman yang kuat, banyak orang yang mengaku diri beragama Kristen dewasa ini penuh dengan keraguan, tidak pasti akan apa yang mereka percayai? Apakah anda mendapati bahwa sebaliknya dari penuh pengharapan, banyak dari antara mereka dicekam ketakutan, tidak pasti akan hari depan mereka? Dan apakah anda mendapati, sebagaimana dinyatakan pengarang satire Inggris abad ke-18, Jonathan Swift, bahwa ”kita mempunyai cukup agama yang membuat kita saling membenci, namun tidak cukup membuat kita saling mengasihi”?

Paulus telah menubuatkan perkembangan negatif ini. ”Serigala-serigala yang ganas”—pemimpin-pemimpin Kristen hanya dalam nama—akan ’muncul dan dengan ajaran palsu mereka berusaha menarik murid-murid supaya mengikut mereka’. (Kisah 20:29, 30) Seberapa meluaskah hal ini? Artikel dalam majalah Sedarlah! berikut akan menerangkan hal tersebut.

[Catatan Kaki]

a Bagi orang luar, agama Kristen disebut sebagai ”Jalan Tuhan”. ”Di Antiokhialah [mungkin antara 10 sampai 20 tahun kemudian] murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen melalui ketetapan ilahi.”—Kisah 9:2; 11:16, NW.

[Gambar di hlm. 13]

Seorang Kristiani memiliki iman kepada Allah yang hidup

[Gambar di hlm. 14]

Pengharapan Kristen menantikan firdaus di bumi yang dipulihkan

[Gambar di hlm. 14]

Kasih Kristen tidak membedakan orang dalam membantu mereka melayani Allah

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan