PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • g90_No37 hlm. 20-21
  • Apakah Sains Membuat Alkitab Tidak Terpakai Lagi?

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Apakah Sains Membuat Alkitab Tidak Terpakai Lagi?
  • Sedarlah!—1990 (No. 37)
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Persoalan Gaya Berat
  • Dalam Sup Kosmik
  • Mengapa Alkitab Jauh Lebih Modern daripada Zamannya
  • Siapakah Pembuat Hukum Alam Semesta?
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—2011
  • Apakah Buku Ini Selaras dengan Sains?
    Buku bagi Semua Orang
  • Aristoteles
    Sadarlah!—2016
  • Sains dan Alkitab​—Apakah Benar-Benar Saling Bertentangan?
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—2005
Lihat Lebih Banyak
Sedarlah!—1990 (No. 37)
g90_No37 hlm. 20-21

Pandangan Alkitab

Apakah Sains Membuat Alkitab Tidak Terpakai Lagi?

APAKAH ilmu pengetahuan, dengan pengertiannya yang sudah maju mengenai alam semesta, membuat Alkitab menjadi kumpulan dongeng dan legenda? Banyak orang dewasa ini berpendapat demikian. Apakah anda juga begitu?

Mungkin, seperti banyak orang, anda diajar untuk berpikir demikian sejak remaja tetapi anda tidak pernah mempertanyakan gagasan itu. Kami mengundang anda untuk mempertanyakannya sekarang. Pertimbangkan satu contoh saja, sebuah pernyataan dalam Alkitab mengenai alam semesta. Pernyataan ini bukan saja sangat bertentangan dengan apa yang dikatakan oleh para pakar di abad itu tetapi juga bertentangan dengan apa yang masih dikatakan para ilmuwan ribuan tahun kemudian.

Persoalan Gaya Berat

Pada apa bumi bertumpu? Apa yang menyangga bulan, matahari, dan bintang-bintang? Pertanyaan-pertanyaan ini telah membangkitkan minat manusia selama ribuan tahun. Sehubungan dengan bumi, Alkitab memberikan jawaban yang sederhana. Di Ayub 26:7 dikatakan bahwa Allah ”menggantungkan bumi pada kehampaan”. Dalam bahasa Ibrani asli, kata ”kehampaan” (beli-mahˈ) yang digunakan di sini secara harfiah berarti ”tidak sesuatu pun”, dan kata ini hanya muncul di sini dalam Alkitab. Gambaran yang Alkitab berikan mengenai bumi yang dikelilingi ruang kosong diakui oleh para sarjana sebagai ”pandangan yang luar biasa”, terutama untuk zaman itu.a

Hal ini sama sekali bukan seperti yang umumnya dibayangkan orang pada zaman itu mengenai kosmos. Salah satu pendapat pada zaman dahulu adalah bahwa bumi ditopang oleh gajah-gajah yang berdiri di atas kura-kura raksasa.

Aristoteles, seorang filsuf Yunani yang terkemuka dan ilmuwan pada abad keempat S.M., mengajarkan bahwa bumi tidak mungkin tergantung pada ruang kosong. Sebaliknya, ia mengajarkan bahwa benda-benda langit masing-masing melekat pada suatu permukaan bulatan yang padat dan tembus pandang. Bulatan yang satu terletak aman di dalam bulatan yang lain. Bumi adalah yang paling dalam; bulatan paling luar memegang bintang-bintang. Seraya satu bulatan berputar di dalam bulatan yang lain, benda-benda yang terletak di atasnya—matahari, bulan, dan planet-planet—bergerak melintasi langit.

Pernyataan Alkitab bahwa bumi sebenarnya ’bergantung pada kehampaan’ mendahului Aristoteles lebih dari 1.100 tahun. Akan tetapi, Aristoteles dianggap pemikir paling terkemuka pada zamannya. Pendapatnya masih diajarkan bagaikan suatu fakta hampir 2.000 tahun setelah kematiannya! Menurut The New Encyclopædia Britannica, pada abad ke-16 dan ke-17 M. ajaran Aristoteles ”naik ke status dogma agama” di mata gereja.

Filsuf abad keenam belas Giordano Bruno berani menantang konsep bahwa bintang-bintang ”seolah-olah melekat pada suatu kubah”. Ia menulis bahwa pendapat itu ”adalah paham yang tidak masuk akal yang dicetuskan anak-anak, yang mungkin membayangkan bahwa jika [bintang-bintang] tidak dilekatkan pada permukaan benda angkasa dengan lem yang kuat, atau dengan paku-paku yang paling kokoh, benda-benda tersebut akan jatuh, menimpa kita seperti hujan es”. Tetapi sikap tidak menyetujui Aristoteles sungguh berbahaya pada zaman itu—gereja menyuruh Bruno dibakar hidup-hidup karena menyebarkan pendapat-pendapatnya yang tidak umum diterima mengenai alam semesta.

Dalam Sup Kosmik

Dengan ditemukannya teleskop, semakin banyak ahli astronomi meragukan Aristoteles. Jika matahari, bulan, dan bintang-bintang tidak melekat pada bulatan-bulatan yang bergerak mengitari bumi, apa yang menyangga dan memutarkan benda-benda ini? Ahli matematika abad ketujuh belas René Descartes mengaku mempunyai jawabannya. Ia setuju dengan Aristoteles bahwa ruang antara kita dengan benda-benda langit lainnya tidak mungkin kosong. Jadi ia membuat suatu dalil bahwa alam semesta dipenuhi dengan cairan tembus pandang—semacam sup kosmik.

Teori ini seakan-akan menjawab dua problem. Pertama, ada sesuatu yang ’menyangga’ benda-benda langit; semuanya mengambang dalam sup itu! Kedua, teori tersebut juga membantu menjelaskan gerakan planet-planet itu. Descartes mengemukakan bahwa planet-planet tersebut terjebak dalam pusaran air, dalam cairan, yang membuatnya berputar dalam orbitnya. ”Teori Pusaran Air” ini, demikian disebut, mungkin dianggap agak aneh dewasa ini. Namun di beberapa negeri ini adalah teori yang dominan dalam penyelidikan alam semesta selama lebih dari satu abad.

Banyak ilmuwan lebih menyukai teori ini daripada pendatang baru: Hukum gaya berat Isaac Newton, yang dinyatakan kepada umum pada tahun 1687. Newton menegaskan bahwa planet-planet tidak membutuhkan benda-benda mekanik yang dapat diraba atau zat-zat penyangga di angkasa. Adalah kekuatan gaya berat yang mengendalikan gerakannya dan menahannya pada orbit masing-masing. Sebagai hasilnya, benda-benda tersebut tergantung pada kehampaan. Banyak dari rekan-rekan sejawat Newton mengejek paham gaya beratnya. Dan bahkan Newton sendiri sukar untuk percaya bahwa angkasa itu kosong, sebagian besar bebas dari zat-zat.

Sekalipun demikian, pandangan Newton akhirnya menang. Dewasa ini, sangat mudah bagi kita untuk melupakan bahwa pertanyaan mengenai apa yang menahan planet-planet itu pernah menimbulkan perdebatan yang panas di kalangan para ilmuwan yang terpelajar dan brilian selama 32 abad setelah Alkitab menyatakan dengan kesederhanaan yang agung bahwa bumi ’bergantung pada kehampaan’. Bagaimana Ayub dapat menyatakannya dengan kata-kata demikian? Mengapa ia mengatakan bahwa kehampaan menahan bumi, sedangkan ”para pakar” membutuhkan waktu lebih dari 3.000 tahun untuk tiba pada kesimpulan yang sama?

Mengapa Alkitab Jauh Lebih Modern daripada Zamannya

Alkitab memberikan jawaban yang masuk akal. Di 2 Timotius 3:16 kita membaca, ”Semua yang tertulis dalam Alkitab diilhami oleh Allah.” Jadi Alkitab bukan hasil hikmat manusia, sebaliknya, hasil penyampaian pikiran Sang Pencipta yang saksama kepada kita.

Sangat penting agar anda menyelidiki sendiri apakah pernyataan Alkitab benar. (1 Tesalonika 2:13) Dengan cara demikian anda akan dapat memperoleh buah-buah pikiran dari Pribadi yang merancang dan menciptakan kita. Sumber yang lebih baik mana yang dapat memberi tahu kita mengenai bagaimana hari depan kita dan bagaimana menempuh hidup yang produktif dan bahagia dalam dunia yang penuh kesulitan ini?

[Catatan Kaki]

a Buku Theological Wordbook of the Old Testament mengatakan, ”Ayub 26:7 secara mencolok menggambarkan dunia yang dikenal pada waktu itu sebagai tergantung di angkasa, dengan demikian mendahului penemuan ilmiah di kemudian hari.”

[Keterangan Gambar di hlm. 20]

Dengan seizin British Library

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan