PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • g 3/91 hlm. 23-26
  • Pembunuh yang Berhasil Dijinakkan

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Pembunuh yang Berhasil Dijinakkan
  • Sedarlah!—1991
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Pembunuh yang Patut Ditakuti
  • Senjata untuk Membantai si Pembunuh
  • Bersiap untuk Pembantaian
  • Dapatkah Ia Beraksi Kembali?
  • Perjuangan Panjang demi Kesehatan yang Lebih Baik
    Sedarlah!—2004
  • Keberhasilan dan Kegagalan dalam Memerangi Penyakit
    Sedarlah!—2004
  • ”Musim Dingin yang Gelap”
    Sedarlah!—2002
  • Perjuangan Melawan Penyakit dan Kematian​—Apakah Telah Dimenangkan?
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1991
Lihat Lebih Banyak
Sedarlah!—1991
g 3/91 hlm. 23-26

Pembunuh yang Berhasil Dijinakkan

FIRAUN Ramses V dari Mesir wafat kira-kira tiga ribu tahun yang lalu. Tidak ada yang tahu persis penyebab kematiannya, tetapi sampai hari ini, pada mayatnya yang dijadikan mumi terdapat tanda yang menjadi petunjuk hadirnya pembunuh misterius. Penjahat yang sama juga meninggalkan tanda pembantaiannya di India kuno, Cina, Yunani, dan hampir semua negara lain.

Ia adalah pembunuh yang begitu hebat sehingga telah mengubah jalannya sejarah. Menurut suatu sumber, di Lembah Indus yang lebih rendah, ia bahkan memberikan pukulan berat kepada tentara yang perkasa dari Iskandar Agung. Menemani perantau Cortés ke Meksiko, ia begitu banyak mengurangi jumlah penduduk setempat sehingga praktis memberikan kemenangan mudah bagi para penakluk. Di Eropa pada abad ke-18, dalam beberapa tahun tertentu sebanyak 600.000 orang tewas di tangan pembunuh itu. Mereka semua menjadi korban musuh yang tidak dapat mereka lihat—virus kecil, berbentuk batu bata, virus cacar.

Bahkan pada zaman modern, sebutan cacar air membawa rasa takut kepada banyak orang. Sebagai contoh, pada tahun 1947, karena 12 kasus dilaporkan di New York City, lebih dari 6 juta penduduknya divaksinasi. Juga telah diperkirakan bahwa pada tahun 1967 yang baru lalu, cacar air merenggut dua juta jiwa. Mengapa penyakit ini begitu menakutkan? Apakah ia masih merupakan ancaman dewasa ini?

Pembunuh yang Patut Ditakuti

Bagi kebanyakan kita, kita dapat mengenal penyakit ini hanya apabila melihat goresannya yang khas pada diri seseorang, karena wajahnya yang berburik menunjukkan bahwa ia masih selamat setelah dikunjungi sang pembunuh. Akan tetapi, banyak yang tidak selamat. Di beberapa tempat sebanyak 1 dari setiap 2 orang yang terkena penyakit ini meninggal.

Namun, bagi banyak orang, yang tidak kalah mengerikan dengan tingkat kematian tersebut adalah simtom buruknya. Biasanya, dalam waktu dua minggu sejak seseorang terkena virus, virus itu telah cukup berkembang biak untuk menimbulkan problem yang cukup besar. Demam yang sangat tinggi, sakit kepala dan menggigil akan mulai, tidak lama kemudian disusul dengan kejang dan rasa sakit yang menusuk di tulang belakang. Beberapa hari kemudian, bintik-bintik kecil berwarna merah mulai kelihatan, mula-mula di wajah, kemudian di tangan, dada, punggung, dan akhirnya di kaki. Bintik-bintik ini dengan cepat akan membesar dan menjadi bisul berisi nanah, membuat sang penderita tampak mengerikan. Yang lebih serius lagi adalah serangan atas organ-organ tubuh yang vital. Jika sistem kekebalan tubuh tidak sanggup membentuk pertahanan yang memadai, satu atau lebih dari organ-organ ini akan rusak, yang akan mengakibatkan kematian pasien.

Walaupun tidak dianggap sangat mudah menular, kesanggupan cacar air untuk bertahan hidup dalam waktu yang cukup lama di luar tubuh manusia mengartikan bahwa ia dengan mudah dapat menyebar kepada mereka yang berhubungan dekat dengan si penderita atau orang lain yang menangani tempat tidur dan pakaiannya yang terkontaminasi. Virus yang dapat membunuh ini, yang dikeluarkan oleh bisul yang pecah dari penderita sebelumnya, akan terbawa oleh partikel debu atau titik-titik air, dan dengan mudah dapat memasuki tenggorokan atau saluran pernapasan korban selanjutnya dan memulai lagi siklus infeksinya.

Tidak ada bahan kimia atau obat yang diketahui—sampai sekarang pun masih tidak ada—yang dapat menghentikan penyebaran cacar air. Dokter dan perawat biasanya hanya dapat berupaya membuat pasien setenang mungkin dan memberikan perawatan untuk mengurangi risiko penyebaran infeksi. Satu-satunya harapan untuk sembuh adalah dari sistem kekebalan yang dirancang dengan begitu hebat di dalam tubuh manusia sendiri. Di sinilah terjadi salah satu penemuan terbesar dalam pengobatan modern, dengan demikian menyediakan senjata untuk mengekang pembunuh yang kejam ini.

Senjata untuk Membantai si Pembunuh

”Bangsa-bangsa di masa yang akan datang hanya akan mengetahui melalui sejarah bahwa cacar air yang mengerikan pernah ada,” demikian tulis Thomas Jefferson, presiden Amerika Serikat pada waktu itu, di tahun 1806. Ia sedang menulis untuk memberi selamat kepada Edward Jenner, seorang dokter desa dan penyelidik alam berkebangsaan Inggris, yang telah menemukan suatu cara untuk melenyapkan cacar air. Pengobatan Jenner, yang belakangan disebut vaksinasi, pada dasarnya adalah proses yang sama seperti dikenal oleh para wisatawan abad ini.

Berabad-abad sebelum penyelidikan Jenner, bentuk pengobatan yang agak mirip untuk cacar air telah digunakan. Sebagai contoh, di Bengal, India, telah menjadi kebiasaan para pendeta purba dari Shitala Mata (dewi cacar air) untuk mengumpulkan bahan-bahan yang tercemar oleh kasus-kasus cacar air yang ringan, kemudian dengan cara yang terkendali memasukkannya ke dalam tubuh orang yang sehat. Akibat bentuk suntikan primitif ini biasanya berupa penyakit yang tidak terlalu parah. Akan tetapi, setelah sistem kekebalan orang itu mengatasi penyakit tersebut, ia akan menjadi sepenuhnya kebal terhadap serangan-serangan selanjutnya.

Meskipun mengandung bahaya, bentuk pengobatan ini diperkenalkan di Eropa pada periode pra-Jenner. Pada tahun 1757, sebagai seorang anak lelaki kecil berumur delapan tahun, Jenner sendiri sangat sadar akan risiko ini ketika para walinya, karena ingin melindungi dirinya dari penderitaan yang umum pada waktu itu, membawa dia ke salah satu ”pusat penyuntikan” yang umum pada waktu itu. Diikat dengan sebuah tali pengikat untuk membatasi gerakannya, ia ditidurkan seperti halnya penghuni lainnya, di atas suatu tempat tidur sederhana yang ditutupi dengan jerami. Di tempat itu ia menderita pengaruh berat akibat cacar air yang disuntikkan, dengan perawatan yang paling primitif.

Meskipun Jenner berhasil sembuh, ia tidak sepenuhnya pulih hingga bertahun-tahun kemudian. Sampai taraf tertentu pengalaman ini merupakan penyebab gairahnya untuk menemukan sistem imunisasi yang lebih baik kelak. Kesempatan ini muncul ketika ia mulai berpraktik sebagai dokter di desa Sodbury, Inggris. Ia begitu terkesan dengan kebenaran sebuah pepatah desa bahwa pekerja wanita di perusahaan susu yang terjangkit penyakit bernama cowpox (cacar sapi) tidak akan pernah kena smallpox (cacar air). Pada tahun 1796, setelah bertahun-tahun mengadakan studi kasus, ia menguji penemuannya dengan sengaja menularkan kepada anak lelaki yang masih kecil, James Phipps, virus cacar sapi yang sangat ringan. Teorinya adalah bahwa James akan sembuh dan kemudian menjadi kebal terhadap cacar air yang mematikan.

Tidak semua orang setuju dengan Jenner. Para penduduk desa setempat mengeluh bahwa ia akan memulai suatu wabah baru yang mengerikan atau bahwa anak-anak yang ia rawat akan mengembangkan sifat-sifat seperti sapi. Jenner bertekun menghadapi badai itu, dan ketika James pulih tanpa suatu problem, dan terutama ia sama sekali kebal terhadap cacar air, tentangan setempat mereda. Penelitian diteruskan hingga 1798, ketika Jenner menerbitkan penemuannya kepada dunia. Teorinya telah dibuktikan benar. Akhirnya senjata untuk membantai si pembunuh tersedia.

Bersiap untuk Pembantaian

Setelah perintisan yang dilakukan Jenner, para ilmuwan lainnya meneruskan penelitian tersebut. Metode-metode yang lebih baik untuk menghasilkan dan memberikan vaksin dikembangkan, dengan menajamkan kejituan senjata baru ini untuk membantai. Akan tetapi, meskipun adanya kemajuan, virus cacar air terus mengambil korban. Bahkan pada tahun 1966, kasus-kasus cacar air masih dilaporkan di 44 negeri, dan epidemi yang mengerikan sering terjadi di negara-negara berkembang.

Belakangan pada tahun yang sama itu, pada Pertemuan Kesehatan Sedunia ke-19, bangsa-bangsa akhirnya memutuskan untuk bersatu dalam tindakan positif guna menangkap dan menghancurkan pembunuh itu. Keberhasilannya bergantung pada fakta bahwa sekali berada di luar tubuh manusia, virus cacar air akan mati. Dengan kata lain, manusia adalah satu-satunya pembawanya. Jika perpindahannya dapat dicegah dari satu manusia ke manusia lain, virus itu akan punah. Maka, suatu rencana pemusnahan cacar air dalam sepuluh tahun dimulai. Ini mencakup pengawasan atas mulainya penjangkitan, termasuk menganjurkan masyarakat agar melaporkan kasus yang terjadi, serta vaksinasi masal agar penjahat itu dijinakkan, tidak dapat menyebar.

Hasil-hasil yang menggembirakan segera dicapai bahkan di negeri-negeri yang fasilitas pelayanan kesehatannya sangat terbatas. Sebagai contoh, di Afrika Barat dan Tengah, ketika peralatan, para penasihat, dan vaksin disediakan, 20 negeri dapat memberantas penyakit itu hanya dalam tiga setengah tahun. Digerakkan oleh keberhasilan di Afrika, Asia meningkatkan upaya pemberantasannya. Pada tanggal 16 Oktober 1975, kasus penularan terakhir yang terjadi secara wajar berhasil diatasi di Bangladesh.

Akan tetapi, ini bukan penutupnya, karena pada tahun 1976 satu dari antara dua bentuk virus yang lebih ringan masih dilaporkan ada di Somalia. Perjuangan 13 bulan segera menyusul; para petugas kesehatan mengejar dan memblokir penjahat itu hingga akhirnya, pada bulan Oktober 1977, mereka berhasil menyudutkannya. Korbannya yang terakhir adalah seorang pribumi bernama Ali Maow Maalin. Ketika Ali sembuh, kasus terakhir dari cacar air yang timbul secara wajar telah selesai. Akhirnya, hampir 200 tahun kemudian, impian Jenner menjadi kenyataan. ”Pemusnahan cacar air—penderitaan yang paling mengerikan bagi umat manusia”—telah tercapai.

Dapatkah Ia Beraksi Kembali?

Pada tahun 1980 dunia secara resmi dinyatakan bebas dari cacar air. Vaksinasi wajib telah dihentikan, dan suatu generasi baru bertumbuh tanpa kebutuhan untuk dilindungi terhadap virus tersebut. Akan tetapi, apa yang akan terjadi apabila pembunuh itu kembali ke suatu populasi yang belum divaksinasi? Kekhawatiran bahwa hal itu dapat sangat mengurangi penduduk seluruh benua membuat kita bertanya apakah hal seperti itu mungkin terjadi.

”Terdapat dua kemungkinan,” demikian dijelaskan seorang ahli virus di Sekolah Kedokteran Tropis Kalkuta. ”Yang pertama adalah melalui kebocoran laboratorium; yang kedua melalui perbuatan jahat manusia.”

Kenyataan mengenai ancaman yang pertama dibuktikan pada tahun 1978, ketika dalam suatu kebangkitan singkat, cacar air sekali lagi menjadi kepala berita, kali ini di Birmingham, Inggris. Seorang fotografer, yang bekerja di tingkat di atas sebuah laboratorium tempat virus itu disimpan untuk penelitian, terkena penyakit itu dan belakangan mati karenanya, tetapi ia sebelumnya sempat menularkannya kepada ibunya yang sudah lanjut usia. Untungnya, tindakan yang cepat oleh kalangan berwenang Inggris sekali lagi meringkus virus itu dan mencegah korban selanjutnya. Untuk mengurangi kemungkinan kejadian seperti itu di masa mendatang, cacar air sekarang dibatasi hanya kepada dua lembaga penelitian yang dijaga ketat, satu di Atlanta, Georgia, A.S., dan yang lainnya di Moskow, Rusia.

Anda mungkin bertanya ’Mengapa pembunuh ini tidak dimusnahkan saja untuk menghindari risiko demikian?’ Takut akan maksud jahat manusia adalah jawabannya. Meskipun kedengarannya tidak masuk akal, tetapi selalu ada kemungkinan bahwa cacar air digunakan sebagai senjata biologis dalam perang. Sejarah menunjukkan bahwa manusia sanggup melakukan hal semacam itu. Pada abad ke-17, untuk membantu rencana mereka menetap di Amerika Utara, penduduk tertentu dengan sengaja menyebarkan penyakit ini di antara kaum Indian pribumi. Secara optimis, banyak orang merasa bahwa kita telah melampaui tahap itu dan bahwa kemungkinan ’perang cacar air’ seperti itu sangat sedikit. Kita hanya dapat berharap demikian. Kita juga hanya dapat berharap bahwa cacar air telah benar-benar diberantas dan bahwa ia tidak akan timbul kembali di masa mendatang disebabkan suatu alasan yang sekarang belum diketahui.

Oleh karena penemuan Dr. Jenner, untuk pertama kali dalam sejarah, manusia berharap telah berhasil menyingkirkan salah satu musuhnya berupa virus yang mematikan. Ilmu Kedokteran, yang sekarang diperlengkapi dengan peralatan canggih dan pemahaman yang jauh lebih maju daripada pemahaman Jenner, berupaya untuk dapat menanggulangi penyakit-penyakit menular lainnya. Apakah ia akan menang? Para ilmuwan mengakui bahwa meskipun adanya langkah-langkah yang besar, tujuan akhir tampaknya masih tetap jauh. Nyatalah bahwa dibutuhkan hikmat yang lebih tinggi daripada hikmat manusia untuk menciptakan keadaan di mana ”tidak seorangpun yang tinggal di situ akan berkata: ’Aku sakit’”.—Yesaya 33:24.

[Gambar di hlm. 25]

Imunisasi untuk cacar air dimulai dengan hasil penelitian Dr. Edward Jenner

[Keterangan]

Foto WHO oleh J. Abecede

[Keterangan Gambar di hlm. 23]

WHO photo

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan