PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • g92 Agustus hlm. 12-13
  • Haruskah Kristiani Menggunakan Gelar-Gelar Keagamaan?

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Haruskah Kristiani Menggunakan Gelar-Gelar Keagamaan?
  • Sedarlah!—1992
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • ”Yang Terhormat”, ”Uskup”, dan ”Kardinal”
  • ”Tuan”, ”Monsinyur”, dan ”Bapa”
  • Pelanggaran Agama
  • Fakta tentang Allah dan Yesus
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa (Edisi Umum)—2020
  • ”Yesus Kristus adalah Tuhan”​—Bagaimana dan Kapan?
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1994
  • Bagaimana dengan Gelar-Gelar Kehormatan?
    Sedarlah!—2008
  • Para Uskup—Tuan-Tuan atau Hamba-Hamba?
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1985 (s-18)
Lihat Lebih Banyak
Sedarlah!—1992
g92 Agustus hlm. 12-13

Pandangan Alkitab

Haruskah Kristiani Menggunakan Gelar-Gelar Keagamaan?

DEWASA INI, kita sering mendengar bahwa ada kekurangan jumlah pendeta Susunan Kristen, namun jumlah gelar keagamaan di kalangan mereka sama sekali tidak kurang. Ada gelar-gelar yang sederhana; gelar-gelar lainnya demikian mentereng. Inilah beberapa contohnya:

  • Pendeta: ”Yang Terhormat”.

  • Uskup Anglikan: ”Tuan Uskup yang Benar Terhormat”.

  • Uskup Katolik Roma (di Italia): ”Yang Mulia, Monsinyur Yang Ternama dan Yang Terhormat”.

  • Kardinal: ”Yang Terkemuka”.

  • Paus: ”Bapa Tersuci”.

Gelar ”yang terhormat” dan ”uskup” telah sekian lama digunakan sehingga gelar-gelar itu tidak asing lagi di telinga kebanyakan anggota gereja. Namun, apakah gelar-gelar demikian disahkan oleh Alkitab?

”Yang Terhormat”, ”Uskup”, dan ”Kardinal”

Dalam King James Version, istilah ”terhormat” muncul hanya satu kali, di Mazmur 111:9, yang mengatakan, ”Kudus dan terhormatlah nama-Nya.” Nama siapa? Ayat berikutnya mengatakan, ”Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN.” (Mazmur 111:10) Dalam sebuah terjemahan Katolik, dua ayat tersebut berbunyi, ”Kudus dan dahsyat nama-Nya. Akar dari hikmat adalah takut akan Yahweh [Yehuwa].” (The New Jerusalem Bible) Maka, menurut Firman Allah, rasa takut ilahi, atau penghormatan, secara eksklusif menjadi milik Yehuwa, yang Mahakuasa. Lalu, tepatkah untuk memberikannya kepada manusia?

”Orang yang menghendaki jabatan penilik jemaat [”uskup”, KJ] menginginkan pekerjaan yang indah,” tulis Paulus kepada Timotius. (1 Timotius 3:1) Akan tetapi, menurut The New Jerusalem Bible, ayat tersebut berbunyi, ”Ingin menjadi seorang penatua pemimpin berarti menginginkan tugas yang mulia.” Umat kristiani masa awal yang memikul tugas-tugas penuh tanggung jawab, disebut sebagai ”penatua” dan ”pengawas”. Apakah istilah-istilah itu digunakan sebagai gelar? Tidak. Pria-pria sedemikian tidak pernah dipanggil ”Uskup Petrus” atau ”Penatua Yakobus”. Itulah sebabnya mengapa pria-pria Kristen yang matang di kalangan Saksi-Saksi Yehuwa yang melayani di sidang sebagai penatua tidak pernah menggunakan istilah ”penatua” sebagai suatu gelar. Istilah ”penatua” dan ”pengawas” (uskup) ditujukan kepada orang-orang yang memegang jabatan yang mengandung wewenang dan tanggung jawab. Istilah-istilah tersebut juga menggambarkan persyaratan pria-pria yang dilantik dan pekerjaan yang mereka lakukan.

Bagaimana dengan gelar ”kardinal”? Apakah itu terdapat dalam Alkitab? Tidak. Tidak satu terjemahan pun menyebutkannya. Sebenarnya, Gereja Katolik Roma mengakui bahwa gelar ini tidak berdasarkan Alkitab. New Catholic Encyclopedia menjelaskan, ”Kata itu berasal dari kata Latin cardo yang berarti ’engsel’, dan dalam kata-kata Paus Eugene IV, ’seperti pintu rumah berputar pada engselnya, demikian pula yang dilakukan kekardinalan bagi Takhta Rasuli, pintu Gereja secara keseluruhan, bersandar dan mendapatkan dukungan’.” Karya referensi ini juga memberi tahu kita bahwa ”para kardinal menikmati hak istimewa untuk secara langsung disapa sebagai ’Terkemuka’”. Status mereka juga memungkinkan mereka mengenakan jubah merah dan topi merah. Apakah para rasul memiliki ’hak istimewa’ seperti itu? Tidak, demikian jawaban Alkitab.

”Tuan”, ”Monsinyur”, dan ”Bapa”

Bolehkah para pendeta disebut tuan? Para uskup Anglikan disapa sebagai ”tuan”. Pembesar agama Katolik sering disebut ”monsinyur,” yang berarti ”Tuanku”. Di beberapa negeri, rohaniwan-rohaniwan dari Gereja Reformasi Belanda disebut dominee, suatu gelar yang berasal dari kata Latin dominus, yang artinya ”tuan”. Tetapi Yesus menginstruksikan murid-muridnya, ”Kamu tahu bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya, . . . Tidaklah demikian di antara kamu.” (Matius 20:25, 26) Juga, rasul Petrus menulis, ”Janganlah kamu berbuat seolah-olah kamu mau memerintah atas mereka yang dipercayakan kepadamu, tetapi hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu.” (1 Petrus 5:3) Pada kesempatan sewaktu Yesus dengan rendah hati mencuci kaki murid-muridnya, ia berkata kepada mereka, ”Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat.” (Yohanes 13:13) Apakah pantas jika manusia mengenakan gelar keagamaan yang menjadi milik Allah dan Putra-Nya?

Apakah gelar keagamaan ”bapa” tepat? Gelar itu digunakan secara luas oleh umat Katolik Roma dan Anglikan. ”Padre”, yang artinya ”bapa”, juga digunakan secara luas. Tetapi Yesus mengajarkan murid-muridnya, ”Janganlah kamu menyebut siapapun bapa di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang di sorga.” (Matius 23:9) The New English Bible mengatakan hal yang sama, ”Jangan memanggil manusia mana pun di bumi ini ’bapa’.” Mengapa para pendeta dan para pengikut mereka tidak mematuhi perintah dari Tuhan Kristus Yesus ini?

Paus dari Roma biasanya disebut sebagai ”Bapa Suci”. Namun, para staf Italia-nya sering memanggil dia dengan sebutan Santissimo Padre, yang artinya ”Bapa Tersuci”. ’Bapa Suci’ adalah suatu gelar yang muncul hanya sekali dalam Alkitab. (Yohanes 17:11) Itu adalah gelar yang eksklusif bagi pribadi Yang Mahatinggi. Apakah pantas bagi makhluk ciptaan, yang bersifat jasmani dan tidak sempurna, untuk disapa dengan gelar itu?

Pelanggaran Agama

Silakan baca dan perhatikan ikatan kalimat dari Matius 23:1-12. Yesus mulai berbicara tentang kaum Farisi, yang merupakan sebuah sekte terkemuka dari Yudaisme. Mereka adalah ahli-ahli hukum, orang-orang yang sangat patuh melakukan setiap rincian dari Taurat Musa. Mereka suka berpakaian dan bertindak sedemikian rupa sehingga menarik perhatian kepada diri mereka sendiri. Agama mereka adalah sesuatu yang dipamer-pamerkan—gaya pakaian mereka, tempat-tempat utama pada jamuan makan, tempat duduk pada baris depan di sinagoge, dan gelar-gelar kehormatan bagi mereka. Mereka bahkan menuntut respek yang lebih besar daripada yang diberikan kepada orang-tua. Mereka ingin dipanggil bapa. Akan tetapi, Yesus memperlihatkan bahwa semua pengikutnya sederajat sebagai anak-anak Allah. Gelar apa pun yang memberi kesan adanya perbedaan berarti secara angkuh merampas sesuatu yang menjadi milik Allah. Maka, Yesus melarang penggunaan kata ”bapa” sebagai gelar kehormatan dalam bidang agama. Yesus menandaskan bahwa para pengikutnya hanya memiliki satu Bapa dalam iman, Yehuwa.

Apakah itu kurang jelas bahwa banyak pendeta menempati ’tempat-tempat suci’ yang disediakan bagi Allah dan Putra-Nya, dan bahwa banyak penghormatan kepada Mereka dialihkan kepada manusia-manusia yang tidak sempurna? Umat kristiani yang sejati dewasa ini menghindari penggunaan gelar-gelar keagamaan yang bersifat menyanjung, dan mereka menghindari praktik-praktik yang membuat orang-orang memuja para pendeta. Di kalangan Saksi-Saksi Yehuwa, satu-satunya bentuk sapaan bagi hamba-hamba Allah adalah ”saudara”. (2 Petrus 3:15) Ini selaras dengan kata-kata Yesus, ”Kamu semua adalah saudara.”—Matius 23:8.

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan