PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • g93 8/5 hlm. 13-14
  • Korban atau Martir—Apa Perbedaannya?

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Korban atau Martir—Apa Perbedaannya?
  • Sedarlah!—1993
  • Bahan Terkait
  • Mengapa Gereja-Gereja Tetap Diam
    Sedarlah!—1995
  • Para Pemegang Integritas yang Berani Berkemenangan atas Penindasan Nazi
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—2001
  • Perang Menuai Nyawa Anak-anak
    Sedarlah!—1997
  • Para Martir Zaman Modern Memberi Kesaksian di Swedia
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—2002
Lihat Lebih Banyak
Sedarlah!—1993
g93 8/5 hlm. 13-14

Korban atau Martir—Apa Perbedaannya?

SEPANJANG sejarah, kebiadaban manusia terhadap pria, wanita, dan anak-anak telah menimbulkan penderitaan yang tak ada habisnya dan mengakibatkan jutaan korban. Tidak soal karena alasan politik, nasional, rasial, atau agama, penumpahan darah orang-orang yang tak bersalah telah dan masih terus terjadi. Kebencian mengalahkan kasih dan tenggang rasa. Fanatisme mematikan toleransi. Dan pembunuhan terus berlanjut.

Pada abad-abad yang lalu, peperangan terjadi antara pasukan tempur melawan pasukan tempur, dan keterlibatan orang-orang sipil relatif sedikit. Pada abad ke-20 ini, dengan munculnya pemboman dari pesawat udara, meriam jarak jauh dan peluru kendali, jumlah korban sipil telah begitu tinggi sehingga sebuah penelitian mengatakan, ”Orang-orang sipil sampai sejauh ini merupakan korban utama dalam peperangan. Dalam abad ini, lebih banyak orang sipil yang tak bersenjata tewas dalam peperangan dibandingkan tentara-tentara profesional.” Orang-orang yang tak bersalah telah menjadi mangsa mesin-mesin perang yang disulut oleh para pemimpin politik. Di zaman kita saja, jumlah korban perang telah melonjak, dengan lebih dari seratus juta orang tewas dan ratusan juta lainnya mengalami trauma karena luka-luka dan kehilangan orang-orang yang mereka kasihi.

Selain korban dari konflik-konflik modern, ada juga martir.a Apa perbedaannya? Jutaan orang​—Yahudi, Slavia, Gypsi, homoseksual, dan orang-orang lain​—meninggal sebagai korban Nazi Jerman hanya disebabkan karena keadaan mereka masing-masing. Mereka tidak punya tempat berlindung, tidak punya pilihan. Di bawah sistem yang kejam itu, kematian mereka tak dapat dielakkan. Di lain pihak, ada orang-orang yang sebenarnya tidak perlu mati. Mereka mempunyai jalan keluar untuk menghindarinya, tetapi, karena prinsip-prinsip mereka, mereka memilih untuk mati.

Salah satu contoh yang terkenal adalah kasus seorang imam Katolik bernama Maximilian Kolbe, yang menolong pengungsi-pengungsi berkebangsaan Yahudi selama Perang Dunia II. Pada tahun 1941, ia ”dijebloskan ke [kamp konsentrasi Nazi di] Auschwitz, tempat ia merelakan kehidupannya untuk menggantikan narapidana terkutuk bernama Franciszek Gajowniczek. Setelah mula-mula dibiarkan kelaparan, ia akhirnya disuntik dengan phenol dan dikremasikan”. (Encyclopædia Britannica) Ia menjadi seorang martir yang rela berkorban​—sebuah pengecualian terhadap aturan umum sejauh menyangkut agama Protestan dan Katolik.

Selama periode Nazi di Jerman (1933-45), Saksi-Saksi Yehuwa mengalami penindasan yang mengerikan karena berani tetap bersikap netral dan menolak ambil bagian dalam aksi perang Hitler. Ribuan dikirim ke kamp-kamp konsentrasi yang menakutkan, tempat banyak orang dieksekusi dan yang lain-lain tewas dianiaya. Sebenarnya mereka tidak perlu menderita dan mati. Mereka punya pilihan. Jalan keluar ditawarkan bagi mereka. Jika mereka bersedia menandatangani selembar kertas berisi penyangkalan iman mereka saja, mereka dapat dibebaskan. Mayoritas utama memilih untuk tidak menandatanganinya dan bukan hanya menjadi korban teror Nazi tetapi juga menjadi martir. Maka, meskipun semua martir adalah korban, hanya segelintir korban dapat dan benar-benar memilih menjadi martir. Mereka berkemenangan meskipun menghadapi maut.

Kesaksian yang tidak memihak dari banyak non-Saksi membenarkan fakta ini. ”Pada tahun 1939, pastor Swiss bernama Bruppacher mengamati bahwa, ’Seraya orang-orang yang mengaku diri Kristen telah gagal dalam ujian yang menentukan, saksi-saksi yang tidak dikenal dari Yehuwa, sebagai martir-martir Kristen, memelihara pertahanan yang tak tergoyahkan terhadap pemaksaan atas hati nurani dan penyembahan berhala . . . Mereka menderita dan bahkan mati karena, sebagai saksi-saksi Yehuwa dan calon-calon bagi Kerajaan Kristus, mereka menolak memuja Hitler dan Swastikanya.’ ”

Akan tetapi, bukan hanya pada zaman Nazi Jerman Saksi-Saksi Yehuwa telah memelihara integritas mereka sampai mati. Mereka telah memperlihatkan keberanian dalam menghadapi Komunisme, Fasisme, dan berbagai macam tiran politik, dan juga tentangan dari pihak agama. Bahkan di negeri-negeri Barat yang disebut demokrasi, Saksi-Saksi telah menghadapi kekerasan. Artikel kami berikut ini akan merinci beberapa kasus yang telah melibatkan Saksi-Saksi yang berkemenangan meskipun menghadapi maut.

[Catatan Kaki]

a Korban didefinisikan sebagai ”seseorang yang dirugikan atau dibunuh oleh orang lain . . . Orang yang dirugikan atau dibuat menderita karena suatu perbuatan, lingkungan, penggunaan kekuasaan, atau kondisi”. Di lain pihak, martir adalah ”seseorang yang memilih untuk mati daripada menyangkal prinsip-prinsip agama. . . . Orang yang membuat pengorbanan besar atau menanggung penderitaan yang besar untuk memajukan suatu kepercayaan, perkara, atau prinsip”.​—The American Heritage Dictionary of the English Language, Edisi Ketiga.

[Gambar di hlm. 13]

Setelah Perang Dunia II, pengadilan Jerman Timur melontarkan dakwaan palsu bahwa Saksi-Saksi Yehuwa adalah mata-mata Amerika

[Keterangan]

Neue Berliner Illustrierte

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan