PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • g93 8/5 hlm. 30-32
  • Sains—Pencarian yang Terus-menerus akan Kebenaran

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Sains—Pencarian yang Terus-menerus akan Kebenaran
  • Sedarlah!—1993
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Penjahat-Penjahat Mengaburkan Jejak
  • Penjahat-Penjahat Masih Ada
  • Siapa Korban-korbannya?
  • Pro dan Kontra Seputar Evolusi—Mengapa?
    Kehidupan—Bagaimana Asal Mulanya? Melalui Evolusi atau Penciptaan?
  • Sains—Pencarian yang Terus-menerus akan Kebenaran
    Sedarlah!—1993
  • Sains—Pencarian yang Terus-menerus akan Kebenaran
    Sedarlah!—1993
  • Evolusi sedang Diadili
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1994
Lihat Lebih Banyak
Sedarlah!—1993
g93 8/5 hlm. 30-32

Bagian 4

Sains—Pencarian yang Terus-menerus akan Kebenaran

Kebangkitan Kembali Sains melalui Revolusi

KERUSUHAN melanda dunia selama pertengahan akhir dari abad ke-18 seraya revolusi mengubah peta politik, pertama di Amerika, kemudian di Perancis. Sementara itu, di Inggris, suatu revolusi jenis lain mulai, yaitu revolusi industri. Revolusi ini erat kaitannya dengan jenis revolusi yang satu lagi, revolusi ilmiah.

Beberapa orang menetapkan tahun 1540-an sebagai awal kelahiran kembali sains, sewaktu astronom Polandia, Nicolaus Copernicus dan ahli anatomi Belgia, Andreas Vesalius menerbitkan buku yang mempengaruhi pemikiran ilmiah secara menyeluruh. Orang-orang lain memperkirakan bahwa perubahan terjadi lebih awal, pada tahun 1452, sewaktu Leonardo da Vinci dilahirkan. Leonardo adalah peneliti gigih yang memberi banyak sumbangan ilmiah, ia mengembangkan gagasan-gagasan yang beberapa di antaranya merupakan bibit-bibit penemuan yang disempurnakan berabad-abad kemudian, seperti pesawat udara, tank militer, dan parasut.

Namun sains sebagaimana yang kita kenal sekarang, kata Ernest Nagel, profesor emeritus di Universitas Columbia, ”belum benar-benar mapan sebagai suatu lembaga yang berkesinambungan di masyarakat Barat hingga abad ketujuh belas dan kedelapan belas”. Begitu sains telah mapan, suatu titik balik penting dalam sejarah manusia telah dicapai. Kata buku The Scientist, ”Kira-kira antara tahun 1590 dan 1690, sekelompok besar orang jenius . . . menghasilkan begitu banyak kemajuan riset yang hampir tidak dapat dibandingkan dengan periode 100 tahun mana pun.”

Penjahat-Penjahat Mengaburkan Jejak

Sains palsu juga berkembang, bagaikan penjahat yang teori-teori kelirunya merintangi laju kemajuan ilmiah yang sejati. Teori phlogiston adalah satu di antaranya. ”Phlogiston” adalah kata Yunani yang artinya ”terbakar”. Teori ini diperkenalkan pada tahun 1702 oleh George Ernst Stahl, yang percaya bahwa phlogiston dilepaskan sewaktu bahan-bahan yang mudah terbakar dibakar. Ia menganggap bahwa phlogiston merupakan suatu prinsip sebaliknya daripada suatu zat nyata, namun kepercayaan bahwa itu adalah zat nyata berkembang selama bertahun-tahun. Baru antara tahun 1770 dan 1790, Antoine-Laurent Lavoisier berhasil membuktikan kekeliruan teori ini.

The Book of Popular Science mengakui bahwa meskipun teori phlogiston ”sama sekali salah, namun untuk satu jangka waktu tertentu, teori tersebut menyediakan hipotesa praktis yang rupanya menjelaskan banyak fenomena alam. Itu hanyalah salah satu dari banyak hipotesa ilmiah yang telah diuji secara seimbang dan yang telah terbukti tidak faktual selama bertahun-tahun”.

Alchemy adalah penjahat lainnya. Harrap’s Illustrated Dictionary of Science mendefinisikannya sebagai ”campuran filsafat, ajaran mistik, dan teknologi kimia, bermula sebelum era Kristen, dengan berbagai cara mengupayakan konversi logam dasar menjadi emas, mengupayakan perpanjangan hidup dan mencari rahasia keabadian hidup”. Sebelum ditolak, alchemy ikut menjadi dasar bagi ilmu kimia modern, suatu transformasi yang diselesaikan menjelang akhir abad ke-17.

Jadi, meskipun dikatakan sebagai penjahat-penjahat, teori phlogiston dan alchemy bukannya tidak memiliki nilai. Namun, tidak demikian dengan penjahat-penjahat manusia yang karena desakan agama memupuk sikap anti-sains. Persaingan antara sains dan teologi​—keduanya mengaku sebagai wewenang tunggal untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berkenaan alam semesta​—sering mengarah kepada konfrontasi yang sengit.

Misalnya, pada abad kedua M., astronom kenamaan Ptolomeus merancang teori geosentris, yang menyatakan bahwa seraya planet-planet berputar dalam suatu lingkaran, pusat dari putaran itu yang disebut episiklus, juga bergerak mengelilingi lingkaran lainnya. Itu merupakan kecerdikan matematis yang terbaik dan merupakan penjelasan dari pergerakan yang kelihatan di langit dari matahari, bulan, planet-planet, dan bintang-bintang yang baru diterima secara luas pada abad ke-16.

Copernicus (1473-1543) mengembangkan suatu teori alternatif. Ia percaya bahwa seraya planet-planet, termasuk bumi, berputar mengitari matahari, matahari tidak bergerak. Gagasan ini​—bumi yang bergerak tidak lagi merupakan pusat alam semesta—​jika benar, akan mendatangkan dampak lebih lanjut. Tak sampai seratus tahun kemudian, astronom Italia Galileo Galilei, melalui teleskop melakukan penelitian yang meyakinkannya bahwa hipotesa Copernicus sehubungan bumi yang berputar mengitari matahari adalah benar. Tetapi, Gereja Katolik menolak pandangan Galileo dengan menganggap seolah-olah itu adalah bidah dan memaksa Galileo untuk mencabut pandangannya.

Kekeliruan agama telah menyebabkan para teolog gereja menyangkal kebenaran ilmiah. Baru setelah hampir 360 tahun kemudian gereja memulihkan nama baik Galileo. L’Osservatore Romano, dalam edisi mingguannya tertanggal 4 November 1992, mengakui ”kesalahan subjektif dari pengadilan” terhadap Galileo.

Penjahat-Penjahat Masih Ada

Demikian pula, pada abad ke-20 ini, agama-agama Susunan Kristen memperlihatkan ketidak-respekan serupa akan kebenaran. Ini dilakukan dengan memberikan restu kepada teori ilmiah yang belum tentu terbukti kebenarannya, secara ilmiah maupun agama. Contoh terbaik adalah teori evolusi yang tak terbukti, pada dasarnya merupakan keturunan tidak sah dari ”pengetahuan” ilmiah yang sangat rusak dan pengajaran agama palsu.a

Charles Darwin menerbitkan bukunya berjudul On the Origin of Species by Means of Natural Selection pada tanggal 24 November 1859. Tetapi gagasan evolusi sebenarnya berakar dari masa pra-Kristen. Misalnya, filsuf Yunani bernama Aristoteles, menggambarkan manusia pada puncak dari suatu garis yang berkembang dari kehidupan binatang yang lebih rendah. Pada mulanya, para pendeta menolak teori Darwin, namun The Book of Popular Science menyatakan, ”Evolusi [belakangan] menjadi sesuatu yang lebih daripada sekadar teori ilmiah . . . Teori ini menjadi sebuah slogan dan bahkan sebuah filsafat.” Gagasan tentang kelangsungan hidup bagi yang paling kuat dan sehat menarik bagi orang-orang yang berupaya mencapai kedudukan tertinggi dalam kehidupan.

Penolakan kaum pendeta segera mereda. The Encyclopedia of Religion mengatakan bahwa ”teori evolusi Darwin bukan hanya memperoleh pengakuan tetapi juga sambutan meriah”, dan bahwa ”pada saat kematiannya pada tahun 1883, pendeta yang paling bijaksana dan pandai bicara telah sampai kepada kesimpulan bahwa evolusi selaras sepenuhnya dengan penerangan dari pemahaman kitab suci”.

Meskipun demikian, terdapat pengakuan berikut ini oleh The Book of Popular Science, ”Bahkan pendukung yang paling gigih dari doktrin evolusi organik terpaksa mengakui bahwa terdapat ketidak-akuratan dan kesenjangan yang mencolok dalam teori Darwin yang mula-mula.” Meski mengatakan bahwa ”kebanyakan dari teori Darwin yang mula-mula telah diubah atau disingkirkan”, buku tersebut juga mengatakan bahwa ”pengaruh [evolusi] atas hampir setiap bidang kegiatan manusia sangat besar. Sejarah, arkeologi, dan etnologi telah mengalami perubahan yang menyeluruh karena teori tersebut”.

Dewasa ini, banyak ilmuwan yang bijaksana dengan serius mempertanyakan teori evolusi. Sir Fred Hoyle, pendiri Institut Astronomi Teoretis Cambridge dan anggota dewan dari Lembaga Sains Nasional Amerika, menulis sebagai berikut kira-kira sepuluh tahun yang lalu, ”Secara pribadi, saya memiliki sedikit keraguan bahwa sejarawan ilmiah di masa depan akan menganggap misterius bahwa sebuah teori yang jelas kelihatan tidak praktis begitu luas dipercayai.”

Karena teori tersebut menjelaskan dasar utama keberadaan manusia, evolusi merampas hak sang Pencipta. Teori itu juga memungkiri pengakuannya sebagai sesuatu yang ilmiah dan tidak menyumbang kepada pencarian yang terus-menerus akan kebenaran ilmiah. Karl Marx dengan senang hati menganut evolusi dan gagasan ’kelangsungan hidup bagi yang paling kuat dan sehat’ untuk menyokong bangkitnya Komunisme. Tetapi evolusi adalah penjahat yang paling keji.

Siapa Korban-korbannya?

Siapa pun yang tertipu karena mempercayai teori sains palsu menjadi korban. Namun bahkan mempercayai kebenaran ilmiah tak luput dari bahaya. Kemajuan-kemajuan sains yang spektakuler yang dihasilkan revolusi sains menipu banyak orang sehingga mempercayai bahwa sekarang tidak ada yang di luar jangkauan sains.

Kepercayaan ini diintensifkan seraya kemajuan sains terus mengikis sikap anti-sains yang pernah dipupuk oleh agama palsu. Perdagangan dan politik mulai mengakui sains sebagai alat yang ampuh untuk digunakan dalam mencapai tujuan mereka, apakah itu untuk mendapatkan imbalan moneter atau untuk menggabungkan kekuatan politik.

Jelas dinyatakan, sains lambat laun berkembang menjadi suatu ilah sehingga terbentuklah saintisme. Webster’s Ninth New Collegiate Dictionary mendefinisikan hal ini sebagai ”kepercayaan yang berlebih-lebihan pada kesanggupan metode sains alam yang diterapkan kepada semua jenis penyelidikan”.

Seraya abad ke-19 berakhir, orang bertanya-tanya apa yang akan dihasilkan pada abad ke-20. Sanggupkah sains mendirikan ”surga yang nyata di atas bumi” sebagaimana diduga banyak orang? Atau apakah penjahat-penjahatnya akan terus menciptakan medan pertempuran revolusi dengan lebih banyak mayat korban bergelimpangan? ”Melakukan Keajaiban Abad Ke-20” yang muncul pada terbitan kami berikutnya akan menjawab pertanyaan-pertanyaan ini.

[Kotak di hlm. 31]

Bergantung pada Listrik

PADA awal abad ke-19, listrik dianggap sebagai fenomena yang menarik namun dengan sedikit manfaat praktis. Orang-orang dari berbagai negeri dan latar belakang, termasuk H. C. Ørsted (1777-1851), M. Faraday (1791-1867), A. Ampère (1775-1836), dan B. Franklin (1706-90) membuat penemuan-penemuan penting yang membuktikan kebalikannya, dengan demikian meletakkan dasar bagi listrik di dunia dewasa ini​—suatu dunia yang terhenti semua fungsinya tanpa listrik.

[Catatan Kaki]

a Salah satu pengajaran demikian adalah gagasan Fundamentalis bahwa ”minggu” penciptaan yang disebutkan di Kejadian merupakan suatu rangkaian hari yang masing-masing lamanya 24 jam harfiah. Alkitab menunjukkan bahwa hari-hari tersebut sebenarnya adalah periode yang terdiri dari beribu-ribu tahun.

[Gambar di hlm. 32]

Nicolaus Copernicus

Galileo Galilei

[Keterangan]

Foto diambil dari Giordano Bruno and Galilei (Edisi Jerman)

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan