PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • g93 8/6 hlm. 21-24
  • Sains—Pencarian yang Terus-menerus akan Kebenaran

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Sains—Pencarian yang Terus-menerus akan Kebenaran
  • Sedarlah!—1993
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Digantikan oleh Kelompok
  • ”Keajaiban yang Diperbuat Allah”!
  • Apa Penyebab Problem-Problem?
  • Memanfaatkan Sains dengan Sepatutnya
  • Sains—Pencarian yang Terus-menerus akan Kebenaran
    Sedarlah!—1993
  • Sains—Pencarian yang Terus-menerus akan Kebenaran
    Sedarlah!—1993
  • Sejauh Mana Anda Dapat Mempercayai Sains?
    Sedarlah!—1998
  • Sains—Pencarian yang Terus-menerus akan Kebenaran
    Sedarlah!—1993
Lihat Lebih Banyak
Sedarlah!—1993
g93 8/6 hlm. 21-24

Bagian 5

Sains—Pencarian yang Terus-menerus akan Kebenaran

Melakukan ”Keajaiban” Abad Ke-20

APA yang dianggap ”keajaiban” yang mustahil pada abad ke-19 telah menjadi kenyataan pada abad ke-20 ini. Hanya dalam satu generasi, manusia mulai dengan mengendarai mobil Ford Model T milik sendiri sampai kepada tergetar menyaksikan manusia berjalan di bulan yang ditayangkan melalui pesawat TV berwarna. Sebaliknya daripada dipandang sebagai keistimewaan, ”mukjizat” yang dihasilkan secara ilmiah kini dianggap sudah semestinya.

The New Encyclopædia Britannica mengatakan, ”Prestasi-prestasi ilmiah pada awal abad ke-20 terlalu banyak bahkan untuk disusun dalam katalog.” Akan tetapi, itu menunjuk kepada ”pola umum kemajuan”, yang mengatakan bahwa ”dalam setiap bidang utama, kemajuan didasarkan atas karya deskriptif yang berhasil pada abad ke-19”. Ini menandaskan fakta bahwa sains merupakan pencarian yang terus-menerus akan kebenaran.

Digantikan oleh Kelompok

Masyarakat ilmiah, kelompok ilmuwan yang bertemu untuk bertukar gagasan dan informasi, dibentuk di Eropa pada awal abad ke-17. Dalam rangka memperkenalkan penemuan-penemuan mereka yang terbaru, masyarakat ini bahkan mulai menerbitkan jurnal mereka sendiri. Ini mengarah kepada pertukaran informasi secara luas yang bertujuan untuk menggalang dasar yang di atasnya kemajuan ilmiah lebih lanjut dapat dihasilkan.

Menjelang abad ke-19, universitas-universitas telah terlibat sepenuhnya dalam riset ilmiah, dan pada tahun-tahun berikutnya, laboratorium-laboratorium mereka menghasilkan penemuan-penemuan yang penting.a Menjelang permulaan abad ke-20, perusahaan-perusahaan bisnis juga membangun laboratorium riset, yang pada waktunya mengembangkan obat-obatan baru, bahan-bahan sintetis (termasuk plastik), dan produk-produk lain. Dari penemuan ini, masyarakat telah mendapat manfaat, dan perusahaan-perusahaan riset telah mendapat keuntungan jutaan dolar.

Didirikannya laboratorium-laboratorium dan kelompok-kelompok riset ini menimbulkan suatu kecenderungan riset yang terorganisasi dibanding dengan upaya pribadi. Beberapa ilmuwan bertanya-tanya apakah ini merupakan pendekatan yang terbaik. Pada tahun 1939, John D. Bernal, ahli fisika dan ahli kristalografi Sinar Rontgen dari Irlandia, mengajukan pertanyaan, ”Haruskah sains dikembangkan dalam koordinasi pekerjaan secara acak dari pribadi-pribadi yang berbakat, masing-masing mengikuti pemahamannya sendiri, ataukah dalam kelompok-kelompok atau kumpulan-kumpulan pekerja yang saling membantu dan mengintegrasikan pekerjaan mereka menurut suatu rencana yang telah disepakati sebelumnya meskipun tetap fleksibel?”

Karena kerumitan dan biaya riset yang tinggi, Bernal yang mengusulkan bekerja dalam kelompok, mengatakan bahwa masalahnya hanyalah bagaimana mengorganisasi kegiatan dengan sepatutnya. Ia meramalkan, ”Kerja tim akan semakin cenderung menjadi mode dalam riset ilmiah.” Sekarang, lebih dari setengah abad kemudian, kelihatannya pendapat Bernal benar. Kecenderungan tersebut terus berlanjut, mempercepat proses ”keajaiban” ilmiah abad ke-20.

”Keajaiban yang Diperbuat Allah”!

Pada tanggal 24 Mei 1844, empat kata yang merupakan seruan ini dengan sukses disampaikan melalui telegraf oleh Samuel Morse, penemu kode Morse, melampaui jarak sejauh 50 kilometer. Pada waktu itu akar ”keajaiban” telekomunikasi abad ke-19 yang berlanjut ke abad ke-20 sedang ditanam.

Sekitar 30 tahun kemudian, pada tahun 1876, Alexander Graham Bell sedang bersiap-siap untuk mengetes sebuah transmiter bersama Thomas Watson, asistennya, ketika Bell menumpahkan sedikit larutan asam. Teriakannya, ”Tuan Watson, mari ke sini. Saya butuh bantuan Anda,” menjadi lebih daripada sekadar seruan minta tolong. Watson, yang berada di ruangan terpisah, mendengar pesan itu, mengenalinya sebagai kalimat pertama yang dapat didengar sepenuhnya dengan sangat jelas yang pernah ditransmisikan melalui telepon, dan ia pun bergegas menghampirinya. Sejak itu, dering telepon masih tetap membuat orang bergegas menjawabnya.

Selama 93 tahun silam, pengetahuan ilmiah disertai teknologi telah melengkapi orang-orang dengan suatu standar kehidupan yang bahkan belum pernah dicapai sebelumnya, dalam jumlah yang sangat besar. Dunia terasa sempit karena komunikasi dan transportasi yang cepat. Perkara-perkara yang ”mustahil” telah menjadi norma. Sebenarnya, telepon, televisi, mobil, dan pesawat udara​—serta sejumlah ”mukjizat” abad ke-20 lainnya—​telah menjadi bagian umum dari dunia kita sehingga kita cenderung lupa bahwa manusia telah hidup tanpa hal-hal itu selama bagian terbesar dari masa keberadaannya.

Seraya abad ini dimulai, The New Encyclopædia Britannica berkata, ”kejayaan sains kelihatannya menjanjikan pengetahuan dan kekuasaan yang luar biasa besar”. Namun kemajuan teknologi yang dibuat dalam jangka waktu tersebut belum dapat dinikmati di semua tempat dalam ukuran yang seimbang. Juga, tidak semua kemajuan tersebut dapat digolongkan pasti bermanfaat. Ditambahkannya, ”Sedikit orang yang dapat meramalkan problem-problem sebagai dampak kesuksesan demikian atas lingkungan sosial dan alamnya.”

Apa Penyebab Problem-Problem?

Kesalahan tidak dapat ditemukan pada fakta-fakta ilmiah yang membantu kita memahami alam semesta ini dengan lebih baik, ataupun pada teknologi yang secara praktis memanfaatkan fakta-fakta ilmiah demi keuntungan umat manusia.

Keduanya—sains dan teknologi—telah lama menikmati hubungan erat. Namun menurut buku Science and the Rise of Technology Since 1800, ”hubungan erat mereka, yang sekarang sudah umum, belum sepenuhnya terbentuk hingga baru-baru ini”. Rupanya, bahkan selama permulaan revolusi industri, hubungan mereka tidak begitu erat. Seraya pengetahuan ilmiah yang baru diperoleh ini menyumbang kepada perkembangan produk baru, demikian juga halnya pengalaman dalam bidang keterampilan, kerajinan tangan, dan keahlian mekanik.

Akan tetapi, setelah mulainya revolusi industri, jumlah pengetahuan ilmiah bertambah banyak, dengan demikian menciptakan landasan yang lebih luas bagi teknologi untuk berfungsi. Diilhami pengetahuan baru, teknologi ditampilkan untuk menguji cara-cara yang dirancang untuk mengurangi pekerjaan yang menjemukan, memperbaiki kesehatan, dan memajukan suatu dunia yang lebih baik dan lebih bahagia.

Namun teknologi tidak dapat lebih baik daripada pengetahuan ilmiah yang mendasarinya. Jika pengetahuan ilmiah keliru, perkembangan teknologi apa pun yang didasarkan atasnya tampaknya akan rusak. Sering kali, efek sampingannya akan terlihat setelah timbul kerusakan berat. Misalnya, siapa yang dapat meramalkan bahwa diperkenalkannya semprotan aerosol dengan menggunakan klorofluorokarbon atau hidrokarbon suatu ketika akan membahayakan lapisan ozon pelindung bumi?

Sesuatu yang lain juga terlibat—motif. Seorang ilmuwan yang berdedikasi mungkin berminat akan pengetahuan itu sendiri dan mungkin rela menghabiskan waktu puluhan tahun dalam kehidupannya untuk mengadakan riset. Namun, seorang pengusaha yang mungkin lebih berminat untuk mengejar keuntungan, sangat ingin menerapkan pengetahuan untuk digunakan sesegera mungkin. Dan politisi mana yang mau dengan sabar menunggu puluhan tahun untuk dapat menggunakan teknologi yang menurutnya mungkin akan memberi keuntungan politis baginya seandainya itu langsung dimanfaatkan.

Ahli fisika Albert Einstein menunjuk problemnya sewaktu ia berkata, ”Kekuatan yang belum dilepaskan dari atom telah mengubah segala sesuatu kecuali cara berpikir kita dan oleh karenanya kita hanyut dalam bencana yang tiada bandingnya.” (Cetak miring red.) Ya, banyak dari problem-problem yang diciptakan oleh ”keajaiban” abad ke-20 ini telah timbul bukan semata-mata karena kekeliruan pengetahuan ilmiah tetapi juga karena ketergesa-gesaan teknologi yang dimotivasi oleh kepentingan-kepentingan yang egois.

Sebagai buktinya, sains menemukan bahwa suara dan visi dapat ditransmisikan ke tempat-tempat yang jauh—televisi. Teknologi mengembangkan teknik-teknik yang diperlukan untuk melakukannya. Namun, yang salah adalah pola berpikir pihak perdagangan yang tamak dan konsumen yang banyak menuntut, sehingga pengetahuan dan teknologi yang hebat ini digunakan untuk menayangkan gambar-gambar porno dan adegan-adegan kekerasan yang berlumuran darah ke ruang-ruang keluarga yang tenteram.

Demikian pula, sains menemukan bahwa materi dapat diubah menjadi energi. Teknologi mengembangkan penguasaan teknik yang diperlukan untuk melakukannya. Namun karena pola berpikir yang salah di pihak politik nasionalistis, maka pengetahuan dan teknologi ini digunakan untuk membuat bom-bom nuklir yang masih terhunus bagaikan Pedang Maut menebas kepala masyarakat dunia.

Memanfaatkan Sains dengan Sepatutnya

Suatu pola berpikir yang salah lebih jauh disingkapkan apabila orang-orang melalui teknologi membiarkan alat-alat yang dirancang sebagai budak, dijadikan majikan. Majalah Time memperingatkan bahaya ini pada tahun 1983 sewaktu ia memilih, bukan individu terbaik sepanjang tahun sebagaimana biasanya, melainkan suatu ”mesin terbaik sepanjang tahun”, komputer.

Time memberikan alasannya, ”Seraya orang-orang mengandalkan komputer untuk melakukan hal-hal yang biasa mereka lakukan dalam kepala mereka, apa yang terjadi dengan kepala mereka? . . . Jika sebuah kamus disimpan dalam memori komputer dapat dengan mudah mengoreksi ejaan yang salah, apa gunanya belajar mengeja? Dan jika pikiran dibebaskan dari rutin intelektual, apakah pikiran akan memacu dalam mengejar gagasan penting atau dengan malas menghamburkan waktunya di depan video game? . . . Apakah komputer benar-benar merangsang kegiatan otak atau, dengan terlalu banyak mengandalkan kerja komputer, membuat otak menjadi malas?”

Meskipun demikian, beberapa orang begitu terkesan dengan prestasi-prestasi ilmiah sehingga mereka meninggikan sains sebagai ilah yang nyata. Ilmuwan Anthony Standen membahas ini dalam bukunya yang diterbitkan tahun 1950 berjudul Science Is a Sacred Cow. Bahkan meskipun kita mungkin cenderung membesar-besarkannya, kata-kata Standen ini patut dipertimbangkan, ”Sewaktu ilmuwan dengan toga putihnya . . . membuat suatu pernyataan kepada khalayak ramai, ia mungkin tidak dimengerti, namun setidaknya ia yakin untuk dipercaya. . . . Negarawan, kaum industri, tokoh-tokoh agama, pemimpin masyarakat, filsuf, semuanya diragukan dan dikritik, namun ilmuwan—tidak pernah. Ilmuwan-ilmuwan adalah pribadi-pribadi yang ditinggikan yang berdiri di atas puncak tertinggi dari gengsi yang populer, karena mereka memiliki monopoli rumus ’Telah dibuktikan secara ilmiah . . . ’ yang tampaknya memadamkan segala kemungkinan bantahan.”

Karena pola berpikir yang salah ini, ada orang yang memanfaatkan apa yang tampaknya merupakan pertentangan antara sains dan Alkitab, sebagai bukti ”hikmat” ilmiah dibandingkan dengan ”takhayul” agama. Ada yang bahkan memandang dalam apa yang disebut kontradiksi ini suatu bukti bahwa Allah tidak ada. Akan tetapi, dalam kenyataannya, Allah bukannya tidak ada melainkan sebaliknya, gagasan yang kontradiksi itu diciptakan kaum pemimpin agama dengan secara salah menafsirkan Firman-Nya. Dengan demikian, mereka menghina Pengarang ilahi dari Alkitab dan pada waktu yang sama mendatangkan kerugian atas pencarian yang terus-menerus akan kebenaran ilmiah.

Selain itu, karena gagal melatih jemaat mereka untuk mempraktekkan buah-buah roh Allah, para pemimpin agama ini menciptakan suasana yang mementingkan diri yang menyebabkan orang-orang memikirkan terutama keinginan mereka sendiri untuk kenyamanan dan keleluasaan pribadi. Ini sering kali dicapai dengan mengorbankan orang-orang lain, bahkan sampai menyalahgunakan pengetahuan ilmiah untuk membantai sesama manusia.—Galatia 5:19-23.

Agama palsu, politik manusia yang tidak sempurna, dan perdagangan yang tamak telah membentuk masyarakat dewasa ini yang ciri-cirinya sebagai berikut, ”mencintai dirinya sendiri . . . tidak tahu berterima kasih, . . . tidak dapat mengekang diri”, orang-orang egois yang didorong oleh pola berpikir yang salah.—2 Timotius 3:1-3.

Inilah orang-orang dan organisasi-organisasi yang telah menimbulkan tantangan pada abad ke-21 yang sekarang harus dijawab oleh sains. Apakah sains akan berhasil? Bacalah jawabannya pada bagian akhir dari rangkaian ini dalam artikel berikut.

[Catatan Kaki]

a Misalnya, kebanyakan riset untuk Manhattan Project, program kilat AS yang mengembangkan bom atom, dilakukan di laboratorium riset Universitas Chicago dan Universitas California di Berkeley.

[Blurb di hlm. 22]

Jika pengetahuan ilmiah keliru, perkembangan yang berlandaskannya akan rusak

[Blurb di hlm. 24]

Tidak semua prestasi ilmiah mendatangkan manfaat

[Keterangan Gambar di hlm. 21]

Dari koleksi Henry Ford Museum & Greenfield Village

Foto NASA

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan