PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • g93 8/9 hlm. 19-21
  • Gereja—Perubahan dan Kebingungan

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Gereja—Perubahan dan Kebingungan
  • Sedarlah!—1993
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Wewenang Ditolak
  • Vatikan II—Berkat atau Kutuk?
    Sedarlah!—1993
  • Mengapa Gereja Kehilangan Pengaruh?
    Sedarlah!—1996
  • Gereja yang Berubah di Prancis
    Sedarlah!—1993
  • Gereja yang Sejati dan Dasarnya
    Kebenaran yang Membimbing kepada Hidup yang Kekal
Sedarlah!—1993
g93 8/9 hlm. 19-21

Gereja—Perubahan dan Kebingungan

”Banyak orang percaya merasa terganggu oleh perubahan-perubahan yang dibebankan ke atas mereka.”​—L’Histoire, Juli/Agustus 1987.

”Patahkan satu mata rantai . . . maka bangunan kehilangan seluruh maknanya. . . . Taruh hosti [’roti renyah yang telah dikonsekrasikan’ yang digunakan dalam Misa] di tangan dan bukan di bibir, maka Anda ’menghancurkan iman banyak orang Prancis’.”—Voyage à l’intérieur de l’Église Catholique.

”Dalam meremajakan liturgi dan mengambil bahasa setempat, gereja terbukti kehilangan mayoritas besar dari orang-orang yang rajin ke gereja [yang dulunya] berpaut pada tradisi-tradisi tertentu yang dianggap tidak dapat berubah. . . . Tiba-tiba, perasaan wajib pun patah, dan iman pun terguncang.”​—Nord Eclair, April 24-25, 1983.

KUTIPAN di atas dengan jelas memperlihatkan kebingungan yang timbul dalam benak banyak orang Katolik. Pertanyaan yang terus timbul, ”Orang-tua dan kakek-nenek kami menghadiri Misa yang disampaikan dalam bahasa Latin dan berdoa dengan cara yang khusus. Bagaimana mungkin prosedur ini dapat dibatalkan dalam sekejap?”

Pendekatan baru yang dilakukan gereja terhadap agama-agama lain juga merupakan sumber problem. Harian Prancis Le Monde menerangkan, ”Banyak orang percaya merasa tertipu. Mereka terlalu sering diberi tahu bahwa agama mereka adalah satu-satunya yang benar, atau setidaknya yang terbaik.” Memang, sejumlah besar orang Katolik menyukai gagasan untuk berdiskusi dengan ’saudara-saudara mereka yang terpisah’, apakah itu Ortodoks atau Protestan. Namun perubahan sikap ini tidak dimengerti oleh banyak orang yang dulunya diajarkan bahwa ’di luar gereja tidak ada keselamatan’. Sikap baru gereja ini sangat bertanggung jawab atas terjadinya skisma (perpecahan) antara Vatikan dengan para tradisionalis, yang pemimpin rohaninya, almarhum uskup agung Marcel Lefebvre, diekskomunikasikan (dikucilkan) oleh Paus Yohanes Paulus II pada tahun 1988.

Wewenang Ditolak

Orang-orang Katolik sering menyatakan kebingungan mereka dengan mempertanyakan wewenang gereja. Sekalipun Yohanes Paulus II dihargai atas pendiriannya dalam mendukung keadilan dunia, banyak orang Katolik menolak untuk mengikuti ajaran-ajaran moral yang ia anjurkan dalam khotbah umumnya. Dengan demikian, sejumlah besar pasangan suami-istri Katolik menggunakan metode kontrasepsi yang dikutuk oleh gereja. Yang lain mempraktekkan aborsi.

Wewenang gereja sedang disangsikan pada segala tingkatan. Fakta bahwa paus dan para pembesar gereja lainnya telah mengambil sikap tertentu atas suatu pokok tidak mencegah orang-orang awam, para imam, dan bahkan para uskup untuk menyangkalnya. Buku La Réception de Vatican II menjelaskan, ”Dari sudut pandangan ini, situasi yang diciptakan oleh konsili telah meluas ke dalam kehidupan gereja. Gereja Katolik Roma sekarang merupakan pusat argumen yang panas dan permanen. Bahkan rekomendasi paus diperdebatkan dan sering sekali dikritik. Jumlah orang Katolik Roma yang mengatakan bahwa mereka sendiri tidak dapat menerima pernyataan kepausan tertentu​—sebagian atau seluruhnya—​bertambah.”

Beberapa orang Katolik telah menerima perubahan karena kesetiaan kepada gereja dan terus mempraktekkan upacaranya. Orang-orang lain merasa terganggu mengenai situasi ini dan merasa puas untuk menjadi anggota yang tidak sepenuhnya setuju dengan gagasan-gagasan gereja. Menurut statistik yang ada sekarang, terdapat juga kelompok ketiga yang cukup besar yaitu Katolik-KTP yang tidak lagi mendukung gereja.

Kebingungan agama tidak terbatas pada gereja Katolik di Prancis. Di Belanda pun, krisis telah muncul di kalangan Katolik maupun Protestan, sebagaimana akan jelas dalam artikel kami berikut ini.

[Kotak/Gambar di hlm. 21]

Perang Saudara di Gereja Inggris?

Oleh koresponden Sedarlah! di Inggris

PERISTIWA yang tidak lazim? Tidak, menurut surat kabar London The Sunday Times. ”Gereja Inggris Hancur Berkeping-keping,” demikian pernyataannya. ”Gereja yang Terbagi Bergerak Menuju Perang Saudara.” Apa yang telah membuat gereja Inggris yang mapan mengalami keadaan yang menyedihkan demikian? Diusulkannya penahbisan wanita.

Dalam keputusan yang bersejarah pada bulan November yang lalu, sinode Gereja Inggris membuat pernyataan yang didukung oleh dua pertiga mayoritas anggota untuk menahbiskan wanita-wanita sebagai imam. Sekitar 3.500 pendeta, sepertiga dari total jumlah anggota gereja, dikatakan menentang keputusan itu, dan beberapa telah meninggalkan gereja dengan perasaan gundah. Yang lain-lain, di bawah kepemimpinan uskup London yang terdahulu, ingin mempertahankan identitas Anglikan mereka seraya mengupayakan ”hubungan erat dengan Takhta Petrus [kepausan]”, di Roma.

Uskup Agung dari Canterbury memimpin kampanye untuk mendukung perubahan ini. ”Penahbisan wanita-wanita ke dalam keimaman,” katanya, ”tidak mengubah satu kata pun dalam kredo, ayat-ayat Alkitab maupun iman Gereja kita.” Ia menambahkan, ”Malahan hal itu dapat membantu meningkatkan kredibilitas gereja di mata seluruh dunia. Gereja sebenarnya mempraktekkan apa yang dikhotbahkannya berkenaan persamaan hak.”

Namun tidak semua setuju. Seorang awam, yang mencap keputusan sinode sebagai ”kemurtadan”, segera meninggalkan gereja untuk menjadi seorang penganut Katolik Roma sewaktu keputusan ini dinyatakan. ”Keputusan untuk menahbiskan wanita telah menjadi kejutan. Kekacauan rohani terjadi. Kebanyakan orang tidak tahu apa yang harus dilakukan,” keluh seorang pendeta London. Sementara itu, Vatikan, meskipun memberi sambutan yang bersifat hati-hati kepada orang-orang yang meninggalkan gereja, memandang keputusan itu sebagai ”rintangan yang baru dan berbahaya terhadap seluruh proses rekonsiliasi”.

Diperkirakan 1.400 wanita sedang menunggu untuk ditahbiskan, namun Parlemen Inggris belum menyetujui keputusan itu, yang masih harus mendapat Persetujuan Kerajaan dari Ratu. Semua ini dapat memakan waktu dua tahun. Akan menarik untuk melihat bagaimana kondisi Gereja Inggris menjelang waktu itu.

[Keterangan Gambar di hlm. 19]

Camerique/H. Armstrong Roberts

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan