PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • g94 8/1 hlm. 15-17
  • ”Kota Ini Penuh Tekanan”

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • ”Kota Ini Penuh Tekanan”
  • Sedarlah!—1994
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Fakta yang Tidak Menyenangkan tentang Kota
  • Pengecualian atau Hal yang Lumrah?
  • Mengamati Kota-Kota Lebih Dekat Lagi
  • Kota-Kota—Mengapa Mengalami Krisis?
    Sedarlah!—2001
  • ”Marilah Kita Dirikan bagi Kita Sebuah Kota”
    Sedarlah!—1994
  • Kota
    Pemahaman Alkitab, Jilid 1
  • Apa Masa Depan Kota-Kota?
    Sedarlah!—2001
Lihat Lebih Banyak
Sedarlah!—1994
g94 8/1 hlm. 15-17

”Kota Ini Penuh Tekanan”

KETIKA nabi Alkitab, Yehezkiel, menyebutkan tentang sebuah kota yang ”penuh tekanan”, ia tidak tahu apa-apa tentang problem-problem yang menimpa kota-kota dewasa ini. (Yehezkiel 9:9, An American Translation) Kata-katanya pun bukan merupakan cara terselubung dalam menubuatkan problem-problem ini. Meskipun demikian, apa yang ia tulis akan menjadi suatu gambaran yang akurat tentang kota-kota abad ke-20.

Buku 5000 Days to Save the Planet mencatat, ”Kaku dan tanpa ciri khas, kota-kota kita telah menjadi buruk untuk dihuni dan buruk untuk dipandang. . . . Gedung-gedung yang semakin mendominasi kota-kota kita telah dibangun dengan sedikit atau tanpa mempertimbangkan orang-orang yang harus tinggal dan bekerja di dalamnya.”

Fakta yang Tidak Menyenangkan tentang Kota

Sembilan kota, yang terletak di berbagai penjuru dunia, telah dijabarkan oleh surat-surat kabar dan majalah-majalah sebagai berikut. Dapatkah Anda mengenali masing-masing kota ini dengan menyebutkan namanya secara tepat?

Kota A, yang terletak di Amerika Latin, tersohor karena pembunuh-pembunuh bayarannya yang berusia muda dan tingginya angka pembunuhan. Kota itu juga terkenal sebagai sarang kartel narkotik.

Kota B adalah ”kota terburuk di [Amerika Serikat] dalam hal perampokan di jalan”. Selama dua bulan pertama tahun 1990, pembunuhan ”telah meningkat sebanyak 20 persen dibandingkan pada periode yang sama” tahun sebelumnya.

”Beberapa juta orang per tahun pindah ke pusat-pusat kota di Amerika Selatan, Afrika, dan Asia . . . , bermigrasi mengikuti khayalan mereka tentang negeri penuh harapan.” Karena tidak menemukannya, banyak yang terpaksa hidup dalam kemiskinan, terpaksa mengemis atau mencuri agar tetap hidup. Separuh dari warga Kota C di Afrika dan Kota D di Asia​—maupun 70 persen penduduk Kota E di Asia​—dilaporkan tinggal di tempat-tempat yang di bawah standar.

”Meskipun [Kota F] termasuk di antara pusat-pusat kota besar yang paling aman di Amerika Utara, bertambahnya pengangguran, meningkatnya angka kejahatan dan kebencian rasial telah membuat warganya bertanya-tanya tentang sisi negatif dari kesuksesan. Kejahatan . . . telah mengendurkan semangat penduduk kota itu. Jumlah serangan seksual meningkat 19% . . . Jumlah pembunuhan meningkat hampir 50%.”

”Setiap hari, 1.600 orang pindah ke [Kota G di Amerika Latin] . . . Jika [kota itu] terus mengalami laju pertumbuhan semacam ini, maka 30 juta orang akan tinggal di sana pada akhir abad ini. Mereka akan berjuang menyusuri kota dalam 11 juta mobil dengan kecepatan yang sangat rendah dan terperangkap dalam kemacetan lalu lintas selama berjam-jam . . . Polusi udara . . . seratus kali lebih besar daripada tingkat yang dapat ditoleransi. . . . Empat puluh persen dari seluruh penduduk menderita bronkitis kronis. . . . Selama puncak jam-jam sibuk, tingkat kebisingan di pusat kota naik antara 90 dan 120 desibel; padahal 70 desibel sudah dianggap tidak dapat ditanggung.”

”Setiap hari, 20 ton kotoran anjing diambil dari jalan-jalan raya dan trotoar di [Kota H di Eropa]. . . . Selain memakan biaya dan mengganggu, suatu faktor yang lebih serius telah tersingkap. Kotoran anjing merupakan sumber penyakit yang disebabkan oleh parasit Toxocara canis. Separuh dari jumlah tempat bermain anak-anak dan bak-bak pasir [di kota itu] didapati tercemar oleh telur-telur mikroskopis berdaya tahan tinggi dari parasit tersebut, yang masuk ke dalam rumah melalui sol sepatu dan melalui cakar binatang peliharaan di rumah. . . . Kelelahan, nyeri pada perut, alergi, masalah-masalah jantung dan arteri adalah gejala-gejala awal dari penyakit ini.”

”Meskipun [Kota I di Asia] dilanda semua problem yang dihadapi sebuah metropolis yang terlalu canggih di sebuah negara yang belum berkembang​—kemiskinan, kejahatan, polusi​—kota ini telah mulai menapakkan diri sebagai salah satu ibu kota abad ke-21.”

Pengecualian atau Hal yang Lumrah?

Apakah Anda dapat mengenali kota-kota tersebut dengan menyebutkan nama-namanya secara tepat? Mungkin tidak, karena tak satu pun dari problem-problem di atas hanya terdapat pada satu kota. Sebaliknya, problem-problem tersebut merupakan gejala dari sesuatu yang salah pada hampir setiap kota, besar maupun kecil, di seluruh dunia.

Kota A, menurut harian Jerman Süddeutsche Zeitung adalah Medellín, Kolombia. Jumlah pembunuhan menurun dari 7.081 pada tahun 1991 hingga ”hanya” 6.622 pada tahun 1992. Namun, menurut laporan surat kabar Kolombia El Tiempo, selama dekade yang lalu, hampir 45.000 orang telah tewas di sana oleh kekejaman. Oleh karena itu, berbagai kelompok masyarakat akhir-akhir ini berupaya keras mengurangi kejahatan di kota dan memperbaiki reputasinya.

Disebutnya Kota B sebagai New York City oleh The New York Times mungkin tidak mengejutkan orang-orang yang pernah berkunjung ke sana pada tahun-tahun belakangan ini, apalagi bagi warga kota tersebut.

Angka-angka yang diberikan oleh majalah Jerman Der Spiegel berkenaan jumlah orang yang hidup dalam keadaan miskin di Nairobi, Kenya (C), Manila, Filipina (D), dan Kalkuta, India (E) menunjukkan bahwa orang-orang yang terperangkap dalam tempat tinggal yang tidak nyaman di tiga kota ini saja lebih banyak jumlahnya dibandingkan orang yang hidup di semua negeri Eropa yang makmur seperti Denmark atau Swiss.

Kota F​—Toronto, Kanada​—dilukiskan pada tahun 1991 oleh majalah Time dalam sebuah artikel yang tidak bersifat memuji dibandingkan artikel yang diterbitkan tiga tahun sebelumnya. Laporan sebelumnya, berjudul ”Akhirnya, Sebuah Kota yang Berfungsi”, memuji kota yang ”mengesankan hampir setiap orang”. Artikel itu mengutip seorang pengunjung yang berkata, ”Tempat ini hampir dapat membuat saya kembali percaya akan arti sebuah kota.” Sayang sekali, ”kota yang berfungsi itu” kini jelas telah menjadi korban dari problem-problem serupa yang melanda kota-kota yang terus merosot lainnya.

Meskipun Kota G dijuluki sebagai ”salah satu kota paling tampan dan paling bergaya di Amerika, dan salah satu yang paling canggih”, namun demikian majalah Time mengakui bahwa ”Mexico City adalah kota orang kaya, dan tentu saja, kota pariwisata”. Sementara itu, menurut World Press Review, orang-orang miskin berdesakan ”di salah satu dari antara 500 daerah kumuh ibu kota” dalam barak-barak ”yang dibangun dari sampah industri, karton tebal, bangkai mobil, dan bahan bangunan hasil curian”.

Kota H diidentifikasi oleh majalah mingguan Prancis L’Express sebagai Paris, yang, menurut The New Encyclopædia Britannica, ”selama ratusan tahun, melalui suatu proses yang tidak pernah berhasil dijelaskan, . . . telah memancarkan pesona yang tiada habisnya bagi jutaan orang di seputar dunia”. Akan tetapi, dalam menghadapi problem-problem yang serius, sebagian dari pesona ”Gay Paree” (sebutan untuk kota Paris) telah memudar.

Tentang Kota I, Time berkata, ”Apa yang dahulu secara romantis dianggap oleh dunia Barat sebagai ibu kota impian yang memabukkan dari Siam kuno, ’Venesia di Timur’, yang merupakan kota masa kini yang penuh kejutan dengan malaikat-malaikat dan kuil-kuil emasnya, sekarang adalah kota Asia terbaru yang berkembang pesat.” Bahkan malaikat dan kuil emasnya telah gagal mencegah Bangkok, Thailand, menjadi, setidaknya untuk sementara waktu, ”ibu kota industri pelacuran dunia”.

Mengamati Kota-Kota Lebih Dekat Lagi

Satu dekade yang lalu, seorang jurnalis memperhatikan bahwa meskipun kota-kota besar tampaknya ”mengalami krisis yang sama, masing-masing memiliki ciri khasnya sendiri, dengan demikian juga memiliki cara khusus untuk memperjuangkan kelangsungan hidupnya”. Pada tahun 1994, kota-kota masih berjuang, masing-masing dengan caranya sendiri.

Tidak semua orang berpikir bahwa perjuangan untuk hidup adalah sia-sia. Mantan walikota Toronto, misalnya, menyatakan optimismenya dengan berkata, ”Saya tidak berpikir bahwa kota sedang runtuh. Memang kesulitan-kesulitan dihadapi, namun saya pikir kita dapat memecahkan problem ini.” Benar, beberapa kota telah berhasil mengatasi, atau setidaknya mengurangi, beberapa dari problem-problem mereka. Namun, ini menuntut jauh lebih banyak daripada sekadar optimisme.

Pada bulan Januari yang lalu, jurnalis Eugene Linden menulis, ”Nasib dunia ini amat ditentukan oleh nasib kota-kotanya.” Apa pun hasilnya, kota-kota telah membentuk dunia kita, dan kota-kota ini terus berbuat demikian. Juga, tidak soal kuno atau modern, kota telah mempengaruhi kita secara pribadi​—barangkali lebih daripada yang mungkin kita bayangkan. Itulah sebabnya kelangsungan hidup kota berhubungan erat dengan kelangsungan hidup kita.

Oleh karena itu, mengamati kota-kota lebih dekat lagi tidaklah sekadar untuk tujuan menambah pengetahuan umum. Lebih penting lagi, itu akan membuat kita sadar akan situasi yang penuh risiko dari dunia dewasa ini. Maka, marilah kita mulai ”Mengamati Kota-Kota Lebih Dekat Lagi”. Kami berharap seri Sedarlah! yang terdiri atas enam artikel ini akan menarik, menambah wawasan, dan menganjurkan para pembaca. Meskipun terdapat problem-problem dunia yang serius​—yang terlihat sangat jelas dalam perjuangan demi kelangsungan hidup kota kita​—semuanya bukan tanpa harapan!

[Blurb di hlm. 16]

”Nasib dunia ini amat ditentukan oleh nasib kota-kotanya.”​—Penulis Eugene Linden

[Gambar di hlm. 17]

Bepergian dari kota ke kota mungkin mudah, namun memecahkan problem-problemnya tidaklah mudah

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan