PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • g97 8/9 hlm. 24-25
  • Kaba​—Gaya Busana Afrika yang Anggun

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Kaba​—Gaya Busana Afrika yang Anggun
  • Sedarlah!—1997
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Kaba Memasuki Kancah Mode
  • Perubahan Wajah Mode
    Sedarlah!—2003
  • Apakah Gaya Berpakaian Saudara Memuliakan Allah?
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa (Edisi Pelajaran)—2016
  • Kesahajaan dalam Berpakaian dan Berdandan
    Pelayanan Kerajaan Kita—2002
  • Pakaian
    Pemahaman Alkitab, Jilid 2
Lihat Lebih Banyak
Sedarlah!—1997
g97 8/9 hlm. 24-25

Kaba​—Gaya Busana Afrika yang Anggun

OLEH KORESPONDEN SEDARLAH! DI GHANA

KABA​—Anda dapat melihatnya hampir di segala penjuru Ghana dan di negara-negara tetangganya di Afrika Barat. Busana ini dikenakan pada berbagai peristiwa​—dari pemakaman hingga pertemuan Kristen yang penuh sukacita. Dan kaba tampil dalam berbagai gaya dan warna.

Apa sebenarnya kaba itu? Ini adalah gaya busana wanita yang populer. Nama ini memaksudkan pakaian luar yang memanjang dari bagian bawah leher hingga ke pinggang. Akan tetapi, busana ini mempunyai pasangannya. Itu adalah selembar kain sepanjang dua meter, yang umumnya dikenal sebagai wax print atau java print, bergantung pada kualitasnya. Kain itu, yang disebut asetam, dililitkan pada pinggang dan mencapai pergelangan kaki. Kombinasi ini belum lengkap tanpa lilitan kain dua meter lainnya, yang disebut nguso. Nguso ini serbaguna dan bisa juga digunakan sebagai tutup kepala yang senada atau untuk menggendong bayi di punggung.

Kaba merupakan busana khas Afrika, tetapi busana ini mempunyai berbagai nama di seluruh benua tersebut. Orang-orang Liberia menyebutnya setelan lappa. Di Benin ini disebut genwu. Orang-orang Sierra Leone menyebutnya docket dan lappa. Namun, baru akhir-akhir ini saja kaba populer di negeri-negeri Afrika. Misalnya, di Ghana, gaya dansenkran dulunya populer di antara wanita-wanita berbahasa Akan. Busana ini terdiri dari dua lembar kain yang terpisah, kadang-kadang berupa kain celup dengan motif yang sama. Sepotong kain dililitkan di pinggang dan diketatkan dengan semacam setagen. Potongan kedua, biasanya lebih besar, dikenakan pada bahu kiri, melintasi dada dan ke belakang. Gaya rambut yang unik, juga disebut dansenkran, biasanya menyertai busana ini.

Akan tetapi, dengan diperkenalkannya mesin jahit, beberapa wanita Afrika mulai merancang busana yang mirip dengan blus Barat. Gagasannya adalah untuk menutupi bahu sebagaimana halnya pada busana-busana wanita Barat. Menurut cerita, beberapa orang sulit melafalkan istilah ”cover the shoulders” (”menutupi bahu”). Itu sebabnya kata ”cover” (”menutupi”) kemudian menjadi kaba.

Kaba Memasuki Kancah Mode

Dari karyawati kantor hingga petani, wanita-wanita terus mengenakan kaba. Malahan, kaba bahkan telah menjadi komoditi ekspor! Akan tetapi, popularitas ini relatif baru.

Sebagai contoh, tidak semua wanita menyukai gaya busana kaba yang populer kira-kira 40 tahun yang lalu. Seorang pensiunan pekerja sosial bernama Agnes, berusia 62 tahun, memberi tahu Sedarlah! bahwa beberapa gaya di masa lampau benar-benar ”menggelikan”. Bagi wanita lain, mengenakan kaba dengan serasi, dengan asetam dan ngusonya, membutuhkan terlalu banyak kesabaran dan seni. Elizabeth, yang mengelola sebuah pabrik garmen, mengenang, ”Sulit bagi kami wanita-wanita muda untuk menguasai keterampilan mengenakan asetam dan nguso. Saya tidak pernah menguasai seninya,” ia mengakui.

Perbedaan golongan juga memainkan peranan dalam mengurangi popularitas gaya busana ini. Serwah, yang berusia 65 tahun, memberi tahu Sedarlah! bahwa hingga belum lama ini, banyak orang merasa bahwa busana ala Barat adalah untuk yang berpendidikan, sedangkan kaba adalah untuk yang tidak berpendidikan.

Akan tetapi, kesadaran budaya yang baru timbul telah menyebabkan banyak wanita Afrika mulai melirik kaba. Para perancang busana juga turut memasyarakatkan busana panjang ini. Antara lain, mereka mengembangkan busana inovatif yang dinamakan slit. Desainnya menyerupai rok tetapi mencapai pergelangan kaki, sehingga para wanita tidak perlu lagi bersusah-susah melilitkan asetam dan nguso dengan benar. Pameran dan peragaan busana juga memainkan peranan besar dalam mempromosikan kaba sebagai busana masa kini.

Tentu saja, sebagaimana halnya busana-busana di negeri-negeri lain, beberapa gaya yang mutakhir amat menonjolkan sensualitas. Clara, berusia 69 tahun, berpendapat bahwa model busana yang sangat terbuka semacam itu tampaknya merusak ”tujuan semula dari kaba”, yakni untuk ”menutupi bahu”. Oleh karena itu, wanita-wanita Kristen hendaknya tetap mengingat nasihat rasul Paulus, ”Demikian pula aku ingin sekali agar wanita-wanita menghiasi diri mereka dengan pakaian yang ditata dengan baik, disertai kesahajaan dan pikiran yang sehat.”​—1 Timotius 2:9; 1 Korintus 10:29.

Bagi wanita-wanita yang membuat pilihan dengan bijaksana, kaba dapat menjadi gaya busana yang anggun dan praktis. Dan meskipun banyak gaya busana tradisional Afrika telah ketinggalan zaman, sejauh ini kaba berhasil bertahan sebagai gaya busana yang mencerminkan kebudayaan dan lingkungan Afrika secara menarik dan anggun.

[Gambar di hlm. 24]

Nguso, di sini digunakan sebagai penutup kepala

[Gambar di hlm. 25]

Nguso, digunakan untuk menggendong anak

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan