PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • g01 8/12 hlm. 24-27
  • Kolportir—Toko Buku Berjalan

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Kolportir—Toko Buku Berjalan
  • Sedarlah!—2001
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Mencermati Pekerjaan Kolportir
  • ’Penyelundup Iman’
  • Perpustakaan Keliling
  • Jaringan yang Terorganisasi
  • Pekerjaan Kolportir Hidup Kembali
  • Mengabar kepada Umum dan dari Rumah ke Rumah
    Saksi-Saksi Yehuwa—Pemberita Kerajaan Allah
  • ”Aku Menyertai Kamu”
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—2012
  • Perjuangan Hidup Alkitab Prancis
    Sedarlah!—1997
  • Seratus Tahun yang Lalu—1914
    Buku Tahunan Saksi-Saksi Yehuwa 2014
Lihat Lebih Banyak
Sedarlah!—2001
g01 8/12 hlm. 24-27

Kolportir—Toko Buku Berjalan

OLEH PENULIS SEDARLAH! DI PRANCIS

DI BAWAH kaki Gletser Jandri, di puncak stasiun ski Deux-Alpes, Prancis bagian tenggara, sebuah ”museum” kecil dibuka beberapa tahun yang lalu. Salah satu patung es yang dipamerkannya dipersembahkan untuk sebuah bisnis daerah pegunungan yang sudah raib—itu adalah patung seorang kolportir.

Selama berabad-abad, para kolportir pergi dari pasar ke pasar dan dari rumah ke rumah menjajakan barang-barang yang mereka bawa (Prancis: porter) di leher (Prancis: col) mereka. Kebanyakan orang sekarang tidak pernah mendengar tentang mereka. Yang pernah mendengarnya mungkin cenderung menganggap mereka sebagai wiraniaga rendahan yang menjajakan barang pernak-pernik. Kenyataannya, para kolportir telah meninggalkan warisan yang mempengaruhi kehidupan jutaan orang hingga sekarang.

Mencermati Pekerjaan Kolportir

Banyak kolportir sama sekali tidak hidup merana; mereka justru adalah pedagang yang sangat terorganisasi, mendistribusikan barang-barang mutakhir melalui jaringan yang luas di Eropa. Namun, tidak semua kolportir menjalankan bisnis demi keuntungan materi. Ada yang melakukannya untuk menyebarkan kepercayaan dan keyakinan mereka. Ada yang bahkan kehilangan nyawa karenanya.

Tampaknya, pekerjaan para kolportir dimulai pada pengujung Abad Pertengahan. Pelopornya adalah orang-orang gunung dari kawasan sabit Pegunungan Alpen, Pegunungan Pyrenees, dan Tanah-Tanah Tinggi Skotlandia. Kebanyakan adalah petani yang seusai musim panen berganti profesi menjadi wiraniaga keliling.

Seorang Prancis bernama Jehan Gravier adalah salah seorang pedagang keliling ini. Pada abad ke-16, ia dan keluarganya tinggal di daerah pegunungan bernama La Grave. Pastilah karena tanah pertanian di sana tidak produktif, ia menanggapi permintaan penduduk di kota-kota lembah akan produk-produk seperti kayu, kulit, wol, dan garam—produk-produk dari kawasan pegunungan. Para kolportir seperti Gravier membawa produk-produk ini ke kota dan menukarkannya dengan pakaian, sisir, kaca mata, buku, obat, tembakau, dan ukir-ukiran. Selanjutnya, barang-barang ini dijual kepada penduduk di kota yang lebih besar atau kepada rakyat kecil yang tinggal jauh dari toko. Beberapa kolportir menempuh rute sejauh 20 kilometer per hari! Selama kepergiannya, sanak saudara mengurus ladang dan keluarga mereka.

Namun, Gravier tidak hanya menjual pernak-pernik. Catatan memperlihatkan bahwa ia pernah berutang pada seorang pencetak bernama Benoît Rigaud. Hal ini menunjukkan bahwa Gravier, seperti banyak kolportir lain, menjalankan bisnis penjualan buku. Pada zamannya, Eropa sedang mengalami Renaisans, dan bisnis buku sedang naik daun. Antara tahun 1500 dan 1600, Eropa menghasilkan 140 juta hingga 200 juta buku. Seperempat di antaranya diterbitkan di Prancis. Lyons, ibu kota perekonomian negara itu yang terletak di kaki Pegunungan Alpen, merupakan pusat penerbitan di Eropa dan penerbit utama buku-buku berbahasa Prancis. Jadi, Gravier punya persediaan yang limpah untuk bisnisnya. Tetapi, di samping orang-orang seperti Gravier yang menjual buku untuk memperoleh laba, muncul juga kolportir jenis lain yang mendistribusikan buku semata-mata karena alasan religius.

’Penyelundup Iman’

Seiring dengan munculnya mesin cetak, orang-orang mulai keranjingan buku, brosur, dan risalah agama. Alkitab pertama-tama dicetak dalam bahasa Latin dan kemudian dalam bahasa-bahasa rakyat. Jutaan Alkitab dicetak di Jerman, dan para kolportir ambil bagian dalam mendistribusikannya dengan cepat kepada orang-orang yang tinggal di daerah luar kota. Namun, ada yang tidak senang dengan pendistribusian ini.

Pada tahun 1525, Parlemen Prancis melarang penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa Prancis dan, pada tahun berikutnya, melarang kepemilikan Alkitab dalam bahasa sehari-hari. Sekalipun demikian, Alkitab terus dicetak hingga ribuan jilid, dan banyak yang diselundupkan ke seluruh penjuru Prancis berkat upaya para kolportir yang gigih. Salah seorang di antaranya adalah pria muda bernama Pierre Chapot. Ia ditangkap pada tahun 1546 dan dijatuhi hukuman mati.

Akhirnya, pada tahun 1551, Prancis Katolik mengambil kebijakan keras dengan melarang para kolportir menjual buku, karena mereka ini secara ”diam-diam” membawa buku-buku ”dari Jenewa”, yakni dari kaum Protestan. Akan tetapi, hal ini tidak membendung arus masuk buku-buku itu. Alkitab membanjiri Prancis dengan segala cara. Karena sering kali berukuran kecil, Alkitab disembunyikan dalam tong anggur yang bagian bawahnya kosong, dalam tong kacang chestnut, atau di palka kapal. Seorang pria yang berani, Denis Le Vair, ditangkap sewaktu mengangkut tong-tong berisi Alkitab. Ia pun dieksekusi. Seorang Katolik pada zaman itu, yang memusuhi para kolportir, mengakui bahwa karena mereka inilah, ”dalam waktu singkat, Prancis dibanjiri Perjanjian Baru berbahasa Prancis”.

Sepanjang abad ke-16, para ’penyelundup iman’ ini, julukan untuk mereka oleh seorang penulis, menjalani kehidupan yang senantiasa penuh bahaya. Banyak kolportir ditangkap, dijebloskan ke penjara atau kapal dayung, diusir, atau dihukum mati sebagai martir. Beberapa kolportir dibakar bersama buku-buku mereka. Meskipun sejarah hanya menyingkapkan segelintir nama-nama mereka, berkat semua orang berani yang sangat banyak inilah kebanyakan keluarga Protestan dapat memiliki Alkitab.

Perpustakaan Keliling

Pada abad ke-17, Gereja Katolik masih mengekang rakyat biasa dalam mengakses Alkitab. Sebagai gantinya, orang-orang percaya diberi berbagai buku liturgi harian dan buku tentang kehidupan para santo—pengganti yang sangat tidak bermutu!a Sebagai kontras, para pengikut Jansen, orang-orang Katolik yang berhaluan ”bidah”, menganjurkan pembacaan Alkitab. Dengan demikian, para kolportir ikut mendistribusikan Kitab-Kitab Yunani (”Perjanjian Baru”) para pengikut Jansen yang penerjemahannya dirampungkan oleh Le Maistre de Sacy.

Pada saat yang sama, sebuah bentuk publikasi yang baru dan murah mulai tersedia di ransel-ransel para kolportir. Sebelum lenyap pada abad ke-19, buku-buku ini mengajar banyak orang di Prancis cara membaca, mendidik dan menghibur mereka. Orang Prancis menyebutnya bibliothèque bleue, atau perpustakaan biru, karena warna sampulnya. Di Inggris, buku-buku ini disebut chapbook; dan di Spanyol, pliégos de cordel. Isinya adalah kisah-kisah tentang para ksatria abad pertengahan, cerita rakyat, kehidupan para santo, dan sebagainya. Dapat dibayangkan, kolportir sangat dinanti-nantikan, entah ia datang pada musim panas, seperti kolportir dari Pegunungan Pyrenees, atau pada musim dingin, seperti kolportir dari Pegunungan Alpen Dauphiné.

Menarik sekali, para kolportir melayani kebutuhan orang-orang yang terpelajar maupun yang tidak. Sebuah penelitian abad ke-18 terhadap rakyat jelata dari kawasan Guienne di Prancis bagian barat daya menyimpulkan, ”Pada malam-malam musim dingin yang panjang, [rakyat jelata] membacakan kehidupan para santo atau sebuah pasal Alkitab selama setengah jam kepada anggota keluarga yang berkumpul. . . . Sewaktu tidak ada lagi yang lain, mereka membaca . . . perpustakaan biru dan bacaan ringan yang setiap tahun dibawa oleh para kolportir ke daerah pinggiran kota.” Namun, Alkitab sangat populer dan dapat ditemukan bahkan di perladangan kecil.

Jaringan yang Terorganisasi

Jaringan para kolportir berkembang di Pegunungan Alpen Prancis, Pegunungan Alpen Italia, Pegunungan Pyrenees, dan Normandia, di Prancis bagian barat laut. Para kolportir dari Pegunungan Alpen Dauphiné saja menguasai seperempat pangsa pasar buku di Eropa bagian selatan. ”Bisnis penjualan buku di Spanyol dan Portugis, serta di banyak kota di Italia, ada di tangan orang Prancis, dari desa yang sama . . . di Pegunungan Alpen Dauphiné,” kata seorang penjual buku pada zaman itu di Jenewa.

Terlepas dari fakta bahwa para kolportir adalah ”orang-orang yang aktif, bekerja keras, dan sangat bersahaja”, sukses mereka juga dikarenakan oleh keterikatan mereka pada anggota-anggota keluarga, desa, dan agama mereka. Kebanyakan adalah orang Protestan yang tetap menjalin kontak dengan orang-orang yang mengasingkan diri selama masa penindasan. Dengan demikian, sanak saudara, rekan-rekan sebangsa, dan rekan-rekan seagama membentuk jaringan efisien yang melintasi seluruh penjuru Eropa. Misalnya, keluarga Gravier memiliki jaringan penjualan buku yang tersebar ke seluruh Prancis, Spanyol, dan Italia. Jaringan-jaringan lain bahkan mencapai Persia dan benua Amerika.

Pekerjaan Kolportir Hidup Kembali

Pada abad ke-19, Revolusi Industri mengayunkan pukulan maut ke atas bisnis keluarga kolportir yang telah beroperasi turun-temurun. Namun, pembentukan lembaga-lembaga Alkitab menghidupkan kembali pendistribusian Alkitab dalam skala yang tiada duanya. Akan tetapi, Gereja Katolik masih menentang pendistribusian Alkitab. Hingga pengujung tahun 1800-an, para kolportir Alkitab terus diganggu dan ditindak secara hukum. Meskipun demikian, di Prancis saja, dari tahun 1804 hingga 1909, mereka mendistribusikan enam juta Alkitab lengkap atau bagian-bagiannya.

Pekerjaan mendidik masyarakat tentang Alkitab sama sekali belum selesai. Pada tahun 1881, majalah Zion’s Watch Tower and Herald of Christ’s Presence (diterbitkan di Amerika Serikat) mengundang orang-orang Kristen untuk melakukan pekerjaan memberitakan kabar baik. Tujuannya? ”Menyebarkan kebenaran, dengan mengajak orang-orang untuk membaca.” Pada tahun 1885, sekitar 300 pemberita telah menyambut undangan itu dan terjun ke lapangan. Ada yang melanglang buana ke negeri-negeri seperti Barbados, Burma (kini Myanmar), El Salvador, Finlandia, Guatemala, dan Honduras. Sewaktu Perang Dunia I meletus, para pemberita tersebut telah menyebarkan pengetahuan Alkitab di Cina, Inggris, Jerman, Kosta Rika, Norwegia, Polandia, Prancis, Selandia Baru, Swedia, dan Swiss.

Sungguh menarik, pada tahun-tahun awal, para pemberita sepenuh waktu di antara Siswa-Siswa Alkitab ini (kini dikenal sebagai Saksi-Saksi Yehuwa) disebut kolportir. Belakangan, istilah ini tidak digunakan lagi karena penggunaannya tidak melukiskan dengan tepat tujuan utama pekerjaan mereka—pendidikan Alkitab. (Matius 28:19, 20) Selain itu, istilah ini tidak menggambarkan sifat kegiatan mereka yang nirlaba. Itulah sebabnya, dewasa ini, para rohaniwan sepenuh waktu Saksi-Saksi Yehuwa disebut perintis.

Pada tahun lalu, lebih dari 800.000 perintis mendistribusikan Alkitab dan lektur berdasarkan Alkitab dengan cuma-cuma. Mereka melakukannya bukan demi keuntungan materi, melainkan ”dengan tulus hati, ya, sebagai utusan Allah, di bawah pengamatan Allah, bersama Kristus”. (2 Korintus 2:17) Oleh karena itu, para rohaniwan perintis dewasa ini sama sekali bukan toko buku berjalan. Namun, mereka bersyukur kepada kebanyakan kolportir masa awal yang menetapkan teladan dalam hal kegairahan dan keyakinan.

[Catatan Kaki]

a Buku liturgi harian berisi doa-doa yang harus dipanjatkan untuk menghormati Maria pada jam-jam yang sudah ditetapkan secara resmi.

[Gambar di hlm. 24, 25]

Para kolportir membawakan barang-barang terkini ke rumah penduduk

Para kolportir sangat dinanti-nantikan

[Keterangan]

© Cliché Bibliothèque nationale de France, Paris

[Gambar di hlm. 26]

”Perjanjian Baru” karya Le Maistre de Sacy, dan sebuah buku dari perpustakaan biru

[Keterangan]

Far left: © Cliché Bibliothèque nationale de France, Paris Left: © B.M.V.R de Troyes/Bbl.390/Photo P. Jacquinot

[Gambar di hlm. 26, 27]

Pemberita kabar baik mendistribusikan lektur Alkitab

[Gambar di hlm. 26]

Dewasa ini, para pemberita kabar baik sepenuh waktu menawarkan pendidikan Alkitab secara cuma-cuma

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan