PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • ts psl. 8 hlm. 73-77
  • Patutkah Saudara Takut Akan Orang2 Mati?

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Patutkah Saudara Takut Akan Orang2 Mati?
  • Begini Sajakah Hidup Ini?
  • Bahan Terkait
  • Haruskah Anda Takut terhadap Orang Mati?
    Sedarlah!—2009
  • Spiritisme
    Sedarlah!—2014
  • Apa Harapan bagi Orang Mati?
    Kabar Baik dari Allah!
  • Haruskah Anda Takut terhadap Orang Mati?
    Sedarlah!—1996
Lihat Lebih Banyak
Begini Sajakah Hidup Ini?
ts psl. 8 hlm. 73-77

Pasal 8

Patutkah Saudara Takut Akan Orang2 Mati?

TIDAK semua orang menganggap bahwa orang2 mati membutuhkan bantuan. Malah kepercayaan yang lebih umum adalah bahwa orang2 yang masih hidup yang membutuhkan bantuan—untuk melindungi diri dari gangguan orang2 mati. Pada malam hari, orang2 sering menghindari pekuburan2. Anehnya, bahkan kaum keluarga dan teman2 yang dulunya dikasihi semasih hidup, setelah mati bisa jadi dianggap sebagai sumber rasa takut dan kengerian.

Di kalangan orang2 Indian yang menghuni bukit2 Chiapas Tengah di Meksiko, cabe merah dibakar pada hari penguburan. Dengan berbuat ini mereka mengharap bahwa asap yang baunya tidak enak akan mengusir jiwa2 orang mati dari rumah.

Di beberapa bagian dari Eropa, orang2 cepat2 membuka semua pintu dan jendela begitu seseorang meninggal. Ini dilakukan dengan maksud untuk ”membebaskan” jiwa tersebut. Agar seseorang tidak kena mantera dari orang mati, salah seorang anggota keluarga menaruh tangan orang yang meninggal di sebelah atas jantungnya dan menutup matanya dengan mata uang.

Bila seorang penganut agama Buddha di Mongolia meninggal dalam kemah, mayatnya tidak dibawa keluar lewat pintu masuk yang biasa. Jalan lain dibuat dalam kemah itu dan setelah mayat itu dibawa ke luar, lobang itu ditutup. Atau barangkali sebuah topeng dari jerami ditaruh di depan pintu yang biasa. Setelah mayat dibawa ke luar, topeng jerami itu dibakar. Maksudnya untuk mencegah jangan sampai roh dari orang yang meninggal kembali ke dalam tempat kediaman itu dan mengganggu orang yang masih hidup.

Di banyak bagian dari Afrika, apabila penyakit menyerang suatu keluarga, bila seorang anak meninggal, bila suatu pekerjaan gagal atau suatu nasib sial lainnya terjadi, seorang pria akan segera menghubungi dukun. Biasanya sang dukun berkata bahwa seorang anggota keluarga yang meninggal telah merasa tersinggung. Dimintalah petunjuk2 dari sang dukun dan ditentukanlah korban2 yang akan dipersembahkan. Sang dukun meminta banyak uang untuk ini dan juga memperoleh daging dari binatang apa saja yang dipersembahkan sebagai korban.

Patutkah manusia begitu takut terhadap orang2 mati, malah sampai membelanjakan cukup banyak uang untuk melindungi diri?

Alkitab berkata mengenai orang2 mati, ”Baik kasih mereka, maupun kebencian dan kecemburuan mereka sudah lama hilang, dan untuk se-lama2nya tak ada lagi bahagian mereka dalam segala sesuatu yang terjadi di bawah matahari.” (Pengkhotbah 9:6) Jadi tak ada gangguan yang bisa datang dari orang2 mati atas saudara. Dan tak seorangpun dapat membantah pernyataan Alkitab ini.

Memang, orang2 mungkin menganggap kenyataan2 tertentu ditimbulkan oleh roh dari orang2 yang sudah meninggal. Barangkali mereka mengakui telah mendapat kesembuhan dari penyakit, kelegaan dari kesukaran2 ekonomi dan sebagainya setelah roh dari orang2 mati disenangkan. Tetapi tidak mungkinkah ada sumber lain yang menyebabkan kesulitan2 maupun kelegaan tersebut?

Tidakkah aneh mengapa orang2 menyadari bahwa seorang sanak keluarga yang telah mati merasa tersinggung baru sesudah mereka menghubungi dukun atau seorang yang melakukan pekerjaan seperti itu? Dan mengapa justru ”roh” dari seorang ayah, ibu, putra atau putri yang telah meninggal mau mengancam kebahagiaan dan kesejahteraan orang2 yang di masa lampau sangat dikasihi? Apa yang bisa menyebabkan ”roh” seorang yang telah meninggal sampai mau membalas dendam jika dulu semasih hidup orang itu tidak bersifat demikian? Karena hal2 yang dianggap dilakukan oleh orang yang meninggal seringkali bertentangan dengan kepribadiannya sewaktu hidup, ini tidak memberikan dukungan yang kuat kepada kesimpulan bahwa ”roh2” dari orang2 mati terlibat di sini, bukan? Sudah terang demikian. Alkitab sangat tepat dalam pernyataannya bahwa bagi orang mati ’tak ada lagi bahagian dalam segala sesuatu yang terjadi di bawah matahari.’

Juga pertimbangkanlah akibat2 yang merugikan karena rasa takut di pihak orang2 yang hidup terhadap orang2 mati. Banyak yang diperbudak oleh dukun2 atau pemimpin2 agama lainnya yang mengaku bahwa nasib baik atau nasib malang bagi seorang pria atau wanita sebagian besar dikendalikan oleh ”roh” dari orang yang meninggal. Orang2 ini menjadikan dirinya sebagai oknum2 yang dapat membereskan segala sesuatunya dengan orang2 meninggal yang telah merasa tersinggung. Karena mempercayai pengakuan2 tersebut, banyak orang telah menggunakan banyak uang untuk upacara2 yang mahal, yang sebenarnya dapat mereka pakai untuk kebutuhan hidup se-hari2. Sekalipun ada yang menyatakan bahwa mereka benar2 telah dibantu oleh upacara2 sedemikian, apakah pengalaman mereka menghasilkan kebahagiaan yang sungguh2 berupa hak kehormatan untuk melakukan sesuatu yang dapat memulihkan keretakan di antara mereka dengan seorang kekasih yang telah meninggal? Sebaliknya, bukankah tindakan mereka sedikit saja berbeda dari seseorang yang kena peras?

Dan juga pikirkanlah metode2 pencegahan yang sering dipakai—membakar cabe merah, membawa keluar orang yang meninggal lewat suatu pintu lain dalam kemah dan cara2 yang serupa—untuk mencegah agar ”roh” orang yang mati jangan sampai kembali dan mengganggu orang2 yang masih hidup. Maukah saudara seandainya dikelabui dengan cara ini sewaktu masih hidup? Apakah masuk akal kalau seseorang mencoba mengelabui orang2 mati yang takkan mungkin mau dikelabui andaikata mereka masih hidup?

Justru kebiasaan yang menggunakan cara2 mengelabui dapat juga menimbulkan akibat2 yang merugikan atas seseorang. Sekali dia menyetujui cara untuk mengelabui orang2 mati yang dia sangka masih terus sadar, tidakkah dia akan melemahkan hati kecilnya sehingga sampai mau mencoba mengelabui orang2 yang hidup bila hal itu nampaknya menguntungkan?

Pribadi yang menunjukkan diriNya dalam Alkitab sebagai Allah yang sejati mustahil menyetujui kebiasaan2 yang lahir dari rasa takut terhadap orang mati. Mengapa tidak? Sebab, selain didasarkan atas ide yang palsu kebiasaan2 tersebut sama sekali tidak selaras dengan kepribadianNya, jalan2Nya dan sikapNya terhadap orang2 lain. ”Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta.” (Bilangan 23:19) Dia tidak menyetujui penipuan, cara2 pementingan diri. Alkitab berkata, ’Engkau jijik . . . terhadap orang-orang yang berkata bohong.”—Mazmur 5:6.

Karena Alkitab menyingkapkan bahwa orang2 mati tidak sadar, mengapa saudara takut kepada mereka? (Mazmur 146:4) Mereka tak dapat membantu maupun merugikan saudara. Saudara tahu sekarang dari Alkitab bahwa ”jiwa” itu mati dan bahwa ”roh” tidak memiliki wujud yang sadar jika terpisah dari tubuh. Setiap kenyataan yang menyebabkan rasa takut kepada orang2 mati pastilah berasa dari sumber lain. Karena kadang2 orang mengaku bisa memperbaiki masalah2 mereka karena mengambil tindakan2 untuk memuaskan orang2 mati, tentulah sumber ini seseorang yang rela memberikan kelegaan sementara, tapi dengan motip yang salah. Apakah tujuannya? Agar orang2 tetap dalam perbudakan dan dibutakan terhadap jalan menuju hidup yang bebas dari rasa takut dan kengerian.

Memang penting untuk mengenali sumber ini.

[Gambar di hlm. 75]

Perasaan takut akan orang mati menyebabkan banyak orang menghubungi dukun2

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan