PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • na hlm. 6-11
  • Nama Allah—Arti dan Ucapannya

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Nama Allah—Arti dan Ucapannya
  • Nama Ilahi Yang Akan Kekal Selama-lamanya
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Bagaimana Nama Allah Diucapkan?
  • Ucapan yang Mana Akan Saudara Gunakan?
  • ”Tidak Dapat Diganti”
  • Mengapa Menggunakan Nama Allah jika Pelafalannya Tidak Pasti?
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—2008
  • Yehuwa
    Bertukar Pikiran mengenai Ayat-Ayat Alkitab
  • Siapa Yehuwa Itu?
    Pertanyaan Alkitab Dijawab
  • ”Yehuwa” atau ”Yahweh”?
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1999
Lihat Lebih Banyak
Nama Ilahi Yang Akan Kekal Selama-lamanya
na hlm. 6-11

Nama Allah—Arti dan Ucapannya

SALAH seorang penulis Alkitab bertanya, ”Siapakah telah menggenggam angin dengan tangannya? Siapakah telah membungkus air itu dengan sehelai kain? Siapakah telah menetapkan segala pihak bumi? Siapa gerangan namanya dan siapa gerangan nama anaknya? Katakanlah jikalau kiranya engkau mengetahuinya.” (Amsal 30:4, Klinkert) Bagaimana kita dapat mengetahui siapa nama Allah itu? Itu suatu pertanyaan yang penting. Hasil ciptaan merupakan bukti yang kuat bahwa Allah harus ada, tetapi ciptaan itu tidak memberi tahu kita nama-Nya. (Roma 1:20) Sebenarnya, kita tidak pernah dapat mengetahui nama Allah jika Pencipta sendiri tidak memberi tahu kita. Dan Ia telah melakukan hal itu dalam buku-Nya sendiri, Alkitab.

Pada suatu peristiwa yang sangat dikenal, Allah mengucapkan nama-Nya sendiri, mengulanginya sehingga didengar oleh Musa. Musa menulis suatu kisah tentang kejadian itu yang telah dipelihara dalam Alkitab sampai zaman kita. (Keluaran 34:5) Allah bahkan menulis nama-Nya dengan ”jari”-Nya sendiri. Ketika Ia telah memberi Musa apa yang dewasa ini kita sebut Sepuluh Hukum, dengan cara mukjizat Allah menulisnya. Catatan itu mengatakan, ”Dan TUHAN memberikan kepada Musa, setelah Ia selesai berbicara dengan dia di gunung Sinai, kedua loh hukum Allah, loh batu, yang ditulisi oleh jari Allah.” (Keluaran 31:18) Nama Allah muncul delapan kali dalam Sepuluh Hukum yang asli. (Keluaran 20:1-17) Jadi Allah sendiri telah menyingkapkan nama-Nya kepada manusia secara lisan maupun tertulis. Maka, apa nama itu?

Dalam bahasa Ibrani nama itu ditulis יהוה. Keempat huruf ini, yang disebut Tetragramaton, dibaca dari kanan ke kiri dalam bahasa Ibrani dan dapat dinyatakan dalam banyak bahasa modern sebagai YHWH atau JHVH. Nama Allah, yang dinyatakan oleh keempat huruf mati ini, muncul hampir 7.000 kali dalam ”Perjanjian Lama” atau Alkitab Ibrani yang asli.

Nama itu adalah salah satu bentuk dari kata kerja Ibrani ha·wahʹ (הוה), yang berarti ”menjadi”, dan sebenarnya memaksudkan ”Ia Menyebabkan Menjadi”.a Maka, nama-Nya memperkenalkan Dia sebagai Pribadi yang secara bertahap memenuhi janji-janji-Nya dan dengan pasti mewujudkan maksud-tujuan-Nya. Hanya Allah yang benar dapat memakai nama yang penuh arti sedemikian.

Ingatkah saudara bagaimana nama Allah muncul dengan cara yang berbeda-beda di Mazmur 83:19, seperti dinyatakan dalam bagian sebelumnya (halaman 5)? Salah satu terjemahan hanya menyebutkan gelar (”TUHAN”) sebagai pengganti untuk nama Allah. Namun dalam tiga terjemahan lainnya, Hua, Yahweh, dan Jehovah, saudara dapat melihat keempat huruf dari nama Allah atau sebagian dari padanya. Tetapi, ucapannya berbeda. Mengapa?

Bagaimana Nama Allah Diucapkan?

Sesungguhnya, tidak seorang pun tahu pasti bagaimana nama Allah semula diucapkan. Mengapa? Ya, bahasa pertama yang digunakan untuk menulis Alkitab adalah bahasa Ibrani, dan pada waktu bahasa Ibrani ditulis, para penulis hanya menulis huruf mati—huruf hidup tidak. Maka, ketika para penulis yang terilham menulis nama Allah, mereka secara wajar berbuat hal yang sama dan menulis hanya huruf-huruf mati.

Ketika bahasa Ibrani purba merupakan bahasa percakapan sehari-hari, tidak ada kesulitan dalam hal ini. Ucapan Nama itu diketahui oleh orang Israel dan bila mereka melihatnya dalam tulisan mereka melengkapi huruf-huruf hidup tanpa berpikir panjang (sama seperti, bagi pembaca bahasa Indonesia singkatan ”tsb.” menyatakan ”tersebut” dan ”dlm.” menyatakan ”dalam”).

Dua hal telah terjadi yang mengubah keadaan ini. Pertama, suatu gagasan yang bersifat takhayul timbul di kalangan orang Yahudi bahwa adalah salah untuk mengucapkan nama ilahi; jadi bila mereka sampai pada kata itu dalam pembacaan Alkitab, mereka mengucapkan kata Ibrani ’Adho·naiʹ (”Tuhan Yang Berdaulat”). Lebih jauh, seraya waktu berlalu, bahasa Ibrani purba itu sendiri tidak dipakai lagi dalam percakapan sehari-hari, dan dengan demikian ucapan bahasa Ibrani semula untuk nama Allah akhirnya dilupakan.

Untuk memastikan agar ucapan dari bahasa Ibrani secara keseluruhan tidak hilang, para sarjana Yahudi dari abad kelima sampai abad kesepuluh M menemukan suatu sistem tanda-tanda kecil untuk menyatakan huruf-huruf hidup yang tidak ditulis, dan mereka menaruhnya di sekitar huruf-huruf mati dalam Alkitab Ibrani. Jadi, huruf-huruf hidup dan huruf-huruf mati ditulis, dan ucapan yang sebenarnya pada waktu itu terpelihara.

Dalam hal nama Allah, mereka tidak menaruh tanda-tanda huruf-huruf hidup yang tepat di sekitarnya, tetapi pada umumnya mereka menaruh tanda-tanda huruf hidup lain untuk mengingatkan pembaca bahwa ia harus mengatakan ’Adho·naiʹ. Dari sini timbul ejaan, Iehouah, dan, akhirnya, Yehuwa menjadi ucapan dari nama ilahi yang diterima dalam bahasa Indonesia. Maka unsur-unsur penting dari nama Allah dari bahasa Ibrani yang asli tetap dipelihara.

Ucapan yang Mana Akan Saudara Gunakan?

Namun, dari mana asalnya ucapan-ucapan seperti Yahweh? Ini adalah bentuk-bentuk yang disarankan oleh sarjana-sarjana modern yang mencoba menarik kesimpulan mengenai ucapan yang semula dari nama Allah. Ada—walaupun tidak semua—yang merasa bahwa orang Israel sebelum zaman Yesus mungkin mengucapkan nama Allah sebagai Yahweh. Tetapi tidak seorang pun dapat memastikan. Mungkin mereka mengucapkannya demikian, mungkin tidak.

Meskipun demikian, banyak yang lebih menyukai ucapan Yehuwa [Jehovah, Inggris]. Mengapa? Karena telah umum dan lebih dikenal daripada Yahweh. Tetapi, bukankah lebih baik menggunakan bentuk yang mungkin lebih dekat dengan ucapan semula? Sebenarnya tidak, karena bukan demikian kebiasaan mengenai nama-nama Alkitab.

Sebagai contoh yang sangat umum, pertimbangkan nama Yesus. Tahukah saudara bagaimana sanak saudara dan teman-teman Yesus menyapanya dalam percakapan sehari-hari selama ia dibesarkan di Nazaret? Sesungguhnya, tidak seorang pun tahu pasti, meskipun kemungkinannya adalah Yeshua (atau barangkali Yehoshua). Yang pasti bukan Yesus.

Tetapi, ketika kisah-kisah tentang kehidupannya ditulis dalam bahasa Yunani, para penulis yang terilham tidak berupaya memelihara ucapan Ibrani yang semula. Sebaliknya, mereka menerjemahkan nama itu dalam bahasa Yunani, I·e·sousʹ. Dewasa ini, nama itu diterjemahkan dengan cara yang berbeda-beda menurut bahasa dari pembaca Alkitab. Para pembaca Alkitab bahasa Spanyol menyebutnya Jesús (diucapkan Hes·soosʹ). Orang-orang Italia mengejanya Gesù (diucapkan Djay·zooʹ). Dan orang-orang Jerman mengejanya Jesus (diucapkan Yayʹsoos).

Apakah kita tidak akan menggunakan nama Yesus lagi karena kebanyakan dari kita, atau bahkan kita semua, tidak benar-benar tahu ucapannya semula? Sejauh ini, tidak ada penerjemah yang menyarankan hal sedemikian. Kita senang menggunakan nama itu, karena ini menunjuk kepada Putra Allah yang kekasih, Yesus Kristus, yang memberikan darah kehidupannya demi kita. Apakah suatu sikap hormat kepada Yesus jika kita menyingkirkan semua namanya yang disebutkan dalam Alkitab dan menggantinya dengan suatu gelar saja seperti ”Guru”, atau ”Perantara”? Tentu tidak! Kita dapat memaksudkan Yesus bila kita menggunakan namanya dengan cara yang umum diucapkan dalam bahasa kita.

Ulasan yang serupa dapat dibuat untuk semua nama yang kita baca dalam Alkitab. Kita mengucapkannya dalam bahasa kita sendiri dan tidak berupaya meniru ucapan yang semula. Jadi kita mengatakan ”Yeremia”, bukan Yir·meyaʹhu. Demikian pula kita mengatakan Yesaya, meskipun pada zamannya nabi ini kemungkinan besar dikenal sebagai Yesha῾·yaʹhu. Bahkan sarjana-sarjana yang tahu ucapan semula dari nama-nama ini menggunakan ucapan modern, bukan yang kuno, bila berbicara tentang mereka.

Dan demikian juga dengan nama Yehuwa. Meskipun ucapan modern dari Yehuwa mungkin tidak persis dengan caranya diucapkan semula, hal ini sama sekali tidak mengurangi pentingnya nama itu. Nama ini memperkenalkan Pencipta, Allah yang hidup, Yang Mahatinggi yang kepada-Nya Yesus mengatakan, ”Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu.”—Matius 6:9.

”Tidak Dapat Diganti”

Meskipun banyak penerjemah lebih menyukai ucapan Yahweh, New World Translation dan juga sejumlah terjemahan lain tetap menggunakan bentuk Yehuwa (Jehovah) karena orang sudah mengenalnya selama berabad-abad. Lagi pula, sama halnya dengan bentuk-bentuk lain, bentuk ini mempertahankan, keempat huruf dari Tetragramaton, YHWH atau JHVH.b

Sebelumnya, profesor Jerman Gustav Friedrich Oehler mengambil sikap serupa dengan banyak alasan yang sama. Ia membahas berbagai ucapan dan menyimpulkan, ”Sejak saat ini dan seterusnya saya menggunakan kata Yehuwa (Jehovah), karena, dalam kenyataannya, nama ini sekarang telah menjadi lebih umum dipakai dalam perbendaharaan bahasa kita, dan tidak dapat diganti.”—Theologie des Alten Testaments (Teologi dari Perjanjian Lama), edisi kedua, diterbitkan pada tahun 1882, halaman 143.

Demikian pula, dalam bukunya Grammaire de l’hébreu biblique (Tata bahasa Ibrani Alkitab), edisi 1923, dalam suatu catatan kaki pada halaman 49, sarjana Yesuit Paul Joüon menyatakan, ”Dalam terjemahan-terjemahan kami, kami tidak menggunakan bentuk (yang bersifat hipotesa) Yahweh, tetapi bentuk Jehovah . . . yang merupakan bentuk sastra biasa yang digunakan dalam bahasa Prancis.” Dalam banyak bahasa lain penerjemah-penerjemah Alkitab menggunakan bentuk yang sama, seperti dinyatakan dalam kotak pada halaman 8.

Maka, apakah salah untuk menggunakan suatu bentuk seperti Yahweh? Sama sekali tidak. Masalahnya hanya bahwa bentuk Yehuwa kemungkinan besar mendapat tanggapan yang lebih cepat dari pembaca karena ini merupakan bentuk yang telah ”dinaturalisasikan” ke dalam kebanyakan bahasa. Yang penting, kita menggunakan nama itu dan menyatakannya kepada orang-orang lain. ”Bersyukurlah kepada [Yehuwa], panggillah nama-Nya, beritahukanlah perbuatan-Nya di antara bangsa-bangsa, masyhurkanlah, bahwa nama-Nya tinggi luhur!”—Yesaya 12:4.

Marilah kita melihat bagaimana hamba-hamba Allah telah bertindak selaras dengan perintah itu selama berabad-abad.

[Catatan Kaki]

a Lihat Appendiks 1A dalam New World Translation of the Holy Scriptures, edisi 1984.

b Lihat Appendiks 1A dalam New World Translation of the Holy Scriptures, edisi 1984.

[Kotak di hlm. 7]

Banyak sarjana mempunyai gagasan yang berbeda-beda tentang bagaimana nama YHWH diucapkan semula.

Dalam The Mysterious Name of Y.H.W.H. (”Nama Misterius YHWH”), halaman 74, Dr. M Reisel mengatakan bahwa ”bunyi dari Tetragramaton semula mestinya YeHūàH atau YaHūàH”.

Canon D. D. Williams dari Cambridge berpendapat bahwa ”kenyataan menunjukkan, ya, hampir membuktikan, bahwa Jāhwéh bukan ucapan yang benar dari Tetragramaton . . . Nama itu sendiri mungkin JĀHÔH”.—Zeitschrift für die alttestamentliche Wissenschaft (Majalah untuk Pengetahuan Perjanjian Lama), 1936, Jilid 54, halaman 269.

Dalam daftar kata-kata dari Revised Segond Version, (Terjemahan Kedua yang Diperbaiki) bahasa Prancis, halaman 9, diberikan ulasan yang berikut ini: ”Ucapan Yahvé yang digunakan dalam beberapa terjemahan baru-baru ini didasarkan atas beberapa saksi zaman purba, tetapi tidak meyakinkan. Jika kita mempertimbangkan nama-nama pribadi yang mencakup nama ilahi, seperti nama Ibrani dari nabi Elia (Eliyahou) ucapannya mungkin juga Yaho atau Yahou.”

Pada tahun 1749 sarjana Alkitab Jerman Teller mengatakan tentang beberapa ucapan yang berbeda dari nama Allah yang ia baca, ”Diodorus dari Sisilia, Macrobius, Clemens Alexandrinus, Santo Jerome dan Origenes menulis Jao; orang-orang Samaria, Epiphanius, Theodoretus, menulisnya Jahe, atau Jave; Ludwig Cappel membacanya Javoh; Drusius, Jahve; Hottinger, Jehva; Mercerus, Jehovah; Castellio, Jovah; dan le Clerc, Jawoh, atau Javoh.”

Jadi jelaslah bahwa ucapan semula dari nama Allah tidak diketahui lagi. Juga tidak benar-benar penting. Andaikata demikian, maka Allah sendiri pasti akan mengupayakan agar ucapan-Nya terpelihara untuk kita gunakan. Yang penting adalah menggunakan nama Allah sesuai dengan ucapan yang umum dalam bahasa kita sendiri.

[Kotak di hlm. 8]

Bentuk-bentuk dari nama ilahi dalam berbagai bahasa, menyatakan diterimanya bentuk Yehuwa (Jehovah) secara internasional

Awabakal - Yehóa

Batak Toba - Djahowa

Belanda - Jehovah

Bugotu - Jihova

Denmark - Jehova

Efik - Jehovah

Fiji - Jiova

Finlandia - Jehova

Hongaria - Jehova

Igbo - Jehova

Indonesia - Yehuwa

Inggris - Jehovah

Italia - Geova

Jepang - Ehoba

Jerman - Jehova

Kanton - Yehwowah

Maori - Ihowa

Mwala-Malu - Jihova

Narrinyeri - Jehovah

Nembe - Jihova

Petats - Jihouva

Polandia - Jehowa

Portugis - Jeová

Prancis - Jéhovah

Rumania - Iehova

Samoa - Ieova

Sotho - Jehova

Spanyol - Jehová

Swahili - Yehova

Swedia - Jehova

Tagalog - Jehova

Tahiti - Iehova

Tongan - Jihova

Venda - Yehova

Xhosa - uYehova

Yoruba - Jehofah

Zulu - uJehova

[Kotak di hlm. 11]

”Yehuwa” telah dikenal secara luas sebagai nama Allah bahkan dalam lingkungan-lingkungan luar Alkitab

Bekas presiden R.I., Soekarno dalam pidatonya pernah menggunakan nama ”Jehova”. Dalam kutipan pidatonya antara lain dikatakan, ”Agama lain mempunyai begrip Tuhan: Ja Allah atau Ja Tuhan atau Ja God atau Jehova, mohon, mohon; ada tempat permohonan.” (Lihat buku ”Tjamkan Pantjasila,” halaman 136.)

Selain itu dalam sebuah buku nyanyian agama yang sudah agak tua yang digunakan oleh orang-orang Protestan yaitu: ”Mazmur dan Nyanyian Rohani dari Perbendaharaan Jemaat Segala Abad,” kata-kata digubah oleh I. S. Kijne, edisi 1955. Dalam Mazmur yang ke-15, Tetragramaton ditulis pada bagian atas dari gambar, dan dalam Mazmur ke-23, bait 1, terdapat bentuk singkatan dari nama ilahi dalam bahasa Indonesia, Hua: ”Gembalaku jaitu Tuhan Hua, . . . ”

Franz Schubert menggubah musik untuk lirik yang berjudul ”Kemahakuasaan”, yang ditulis oleh Johann Ladislav Pyrker, di mana nama Yehuwa muncul dua kali. Nama ini juga digunakan pada penutup adegan terakhir opera Verdi ”Nabucco”.

Dalam buku Deutsche Taler (Mata Uang Perak Jerman), yang diterbitkan pada tahun 1967 oleh Bank Federal Jerman, ada sebuah gambar dari salah satu mata uang tertua dengan nama ”Yehuwa” di atasnya, sebuah Reichstaler (uang ringgit) tahun 1634 dari daerah bangsawan (Duchy) Silesia. Mengenai gambar pada bagian belakang dari mata uang itu, dikatakan: ”Di bawah nama Yehuwa yang bersinar, yang muncul naik dari tengah-tengah awan, terdapat perisai bermahkota dengan lambang Silesia.”

Jadi selama berabad-abad bentuk Yehuwa telah diakui secara internasional sebagai cara untuk mengucapkan nama Allah, dan orang-orang yang mendengarnya langsung mengetahui siapa yang dibicarakan. Seperti dikatakan Profesor Oehler, ”Nama ini sekarang telah menjadi lebih umum dipakai dalam perbendaharaan bahasa kita, dan tidak dapat diganti.”—Theologie des Alten Testaments (Teologi dari Perjanjian Lama).

[Gambar di hlm. 6]

Bagian kecil dari suatu patung malaikat dengan nama Allah, terdapat pada makam Paus Clement XIII di Basilika St. Petrus, Vatikan

[Gambar di hlm. 7]

Banyak mata uang logam dicetak dengan nama Allah. Mata uang ini, dari tahun 1661, adalah dari Nuremberg, Jerman. Kata-kata Latin berbunyi: ”Di bawah naungan sayap-sayapmu”

[Gambar di hlm. 9]

Pada masa-masa lampau, nama Allah dalam bentuk Tetragramaton dijadikan bagian dari hiasan banyak bangunan agama

Basilika Katolik Fourvière, Lyons, Prancis

Katedral Bourges, Prancis

Gereja di La Celle Dunoise, Prancis

Gereja di Digne, Prancis sebelah Selatan

Gereja di São Paulo, Brasil

Katedral Strasbourg, Prancis

Katedral Santo Markus, Venesia, Italia

[Gambar di hlm. 10]

Nama Yehuwa seperti tampak pada suatu biara di Bordesholm, Jerman;

pada mata uang Jerman tahun 1635;

di atas pintu gereja di Fehmarn, Jerman;

dan pada sebuah batu nisan tahun 1845 di Harmannschlag, Austria Bawah

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan