PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • w89 1/4 hlm. 31
  • Pertanyaan Pembaca

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Pertanyaan Pembaca
  • Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1989
  • Bahan Terkait
  • Jiwa
    Sadarlah!—2015
  • Kematian Bukanlah Musuh yang Tak Terkalahkan
    Kebahagiaan—Cara Memperolehnya
  • Kehidupan Setelah Kematian—Apa yang Alkitab Katakan?
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1999
  • Apakah Jiwa Tetap Hidup pada Waktu Kematian?
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1990
Lihat Lebih Banyak
Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1989
w89 1/4 hlm. 31

Pertanyaan Pembaca

◼ Apakah patut bagi orang Kristen untuk mengijinkan otopsi dilakukan pada seorang keluarga?

Alkitab tidak memberi komentar secara langsung, namun ada beberapa gagasan Alkitab yang berkaitan dengan hal itu yang perlu dipertimbangkan seorang Kristen. Kemudian keputusan pribadi dapat dibuat setelah mengerti ayat-ayat dan fakta-fakta dari keadaan yang ada.

Otopsi adalah pemeriksaan dengan membedah jenazah untuk menentukan penyebab kematian. Itu juga dapat menyediakan keterangan tentang pengaruh-pengaruh atau mekanisme suatu penyakit. Beberapa pandangan agama sehubungan dengan otopsi telah dipengaruhi oleh ajaran yang tidak berdasarkan Alkitab. Misalnya, sebuah ensiklopedi Katolik menyatakan: ”Tubuh orang meninggal seharusnya diperlakukan dengan hormat sebagai bekas tempat dari jiwa orang tersebut . . . Tubuh ditakdirkan untuk bangkit bersama jiwanya, selama kebangkitan umum, ke dalam kehidupan kekal . . . Bisa jadi ada jarak waktu antara kematian secara medis dengan perginya jiwa itu.” Namun, Alkitab menunjukkan bahwa pada waktu seseorang (makhluk hidup) mati, ia menjadi jiwa yang mati. (Kejadian 2:7; 7:21-23; Imamat 21:1, 11) Bagaimana dengan tubuhnya? Tentang ”anak-anak manusia” dan ”binatang,” kita membaca: ”Kedua-duanya terjadi dari debu dan kedua-duanya kembali kepada debu.” (Pengkhotbah 3:18-20) Pada waktu kebangkitan, Allah tidak akan membangkitkan tubuh yang sudah lama menjadi debu, tetapi Ia akan memberikan sebuah tubuh seperti yang Ia kehendaki.—Lihat 1 Korintus 15:38, 47, 48.

Segi pandangan Alkitab lain tentang orang mati dapat dipertimbangkan sehubungan dengan otopsi. Allah memerintahkan orang Israel: ”Janganlah kamu menggoresi tubuhmu karena orang mati dan janganlah merajah tanda-tanda pada kulitmu; Akulah [Yehuwa].” (Imamat 19:28; Ulangan 14:1, 2; Yeremia 47:5; Mikha 5:1) Ya, umat Allah tidak boleh meniru bangsa-bangsa di sekeliling mereka yang menyayat tubuh mereka sebagai tanda berduka atas orang mati atau karena alasan-alasan agama palsu. Perintah ini juga telah menganjurkan orang Israel untuk menaruh respek pada tubuh mereka sebagai ciptaan Allah.—Mazmur 100:3; 139:14; Ayub 10:8.

Orang Kristen juga seharusnya memberikan respek yang sepatutnya pada kehidupan dan tubuh mereka, yang telah mereka baktikan kepada Allah. (Roma 12:1) Beberapa orang menyimpulkan bahwa pandangan yang penuh respek terhadap tubuh seharusnya membentuk gagasan mereka tentang otopsi. Kecuali jika ada alasan-alasan yang mendesak, mereka lebih senang jika jenazah seorang keluarga yang mereka cintai tidak menjadi sasaran pembedahan. Mereka mungkin tahu bahwa di beberapa daerah darah diambil dari mayat untuk digunakan dalam transfusi atau maksud-maksud lain, yang mereka tidak ingin ambil bagian.a

Kalau begitu, mengapa beberapa orang Kristen mengijinkan otopsi? Mereka menyadari bahwa Alkitab tidak langsung mengomentari prosedur kedokteran ini. Mereka juga mungkin memperhatikan bahwa bangsa Israel di Mesir mengijinkan dokter-dokter Mesir membalsem Yakub dan Yusuf, yang mungkin menyangkut pembedahan untuk mengeluarkan organ-organ dalam. (Kejadian 50:2, 3, 26) Dalam kasus-kasus tertentu sekarang, hukum negeri mengharuskan dilakukan otopsi. Misalnya, jika seorang anak muda yang sehat mati tanpa alasan yang jelas, pemeriksaan pada jenazah mungkin suatu keharusan. Jelaslah, bila hukum mengharuskan otopsi, seorang Kristen seharusnya ingat nasihat untuk ”takluk kepada pemerintah yang di atasnya.”—Roma 13:1, 7; Matius 22:21.

Bahkan dalam kasus seseorang yang telah berada di bawah perawatan seorang dokter, sehingga kemungkinan penyebab kematian diketahui, suatu otopsi dapat memberikan keterangan yang membantu. Anak-anak yang hidup mungkin ingin tahu penyebab yang sebenarnya dengan maksud menambah keterangan tentang sejarah kedokteran keluarga mereka. Keterangan-keterangan tersebut akan mempengaruhi pola hidup dan pengobatan mereka sendiri di masa mendatang. Ada alasan-alasan lain juga mengapa beberapa telah mengijinkan suatu otopsi. Laporan pemeriksaan pada jenazah yang dilaporkan dengan memeriksa jaringan-jaringan akan membuat suatu keluarga berhak mendapat tunjangan hidup, seperti memberikan bukti timbulnya penyakit paru-paru hitam karena bekerja dalam pertambangan batu-bara. Beberapa bahkan merasa bahwa suatu otopsi dapat lebih menenangkan pikiran dengan membuat mereka mengerti apa yang menyebabkan kematian orang yang dicintai. Orang-orang bukan keluarga bisa jadi tersangkut juga. Sanak keluarga mungkin sungguh-sungguh merasa bahwa suatu otopsi dapat membantu seorang dokter mengerti masalah suatu penyakit, sehingga ia dapat lebih diperlengkapi untuk merawat orang lain.

Karena itu, patut bagi orang Kristen untuk menunjukkan respek kepada tubuh mereka, tetapi ada faktor-faktor lain yang dapat mereka pertimbangkan dalam memutuskan apakah akan mengijinkan suatu otopsi dilakukan dalam keadaan tertentu.

[Catatan Kaki]

a Tentang kemungkinan penggunaan bagian-bagian tubuh manusia untuk keperluan pencangkokan, lihat The Watchtower 15 Maret 1980, halaman 31.

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan