PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • w88_s-51 hlm. 2-3
  • Tekanan untuk Berhasil

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Tekanan untuk Berhasil
  • Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1988 (s-51)
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Tekanan yang Dihadapi Orang
  • Apa Akibatnya?
  • Milikilah Kehidupan yang Benar-Benar Sukses
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—2012
  • Sukses​—Tidak Soal Apa pun?
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1988 (s-51)
  • Cara Meraih Kesuksesan
    Sedarlah!—2014
  • Apa Sukses Itu?
    Sedarlah!—2014
Lihat Lebih Banyak
Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1988 (s-51)
w88_s-51 hlm. 2-3

Tekanan untuk Berhasil

SEBUAH iklan TV di Nigeria menganjurkan, ”Jadilah orang yang sukses. Jadilah orang penting” dengan menggunakan pasta gigi merek tertentu. Meskipun kita semua tahu bahwa pasta gigi tidak mungkin menjadi kunci untuk menjadi orang penting, para pemasang iklan tahu bahwa orang ingin dikenali dengan barang-barang yang dikaitkan dengan ”sukses.”

Keinginan untuk berhasil dan diakui oleh orang lain adalah wajar. Namun, pria maupun wanita sering begitu menekankan prestasi manusia sehingga mereka menaruh diri di bawah tekanan untuk ’bisa sama dengan orang lain.’ Apakah hal ini berbahaya? Dapatkah hal tersebut mempengaruhi saudara?

Tekanan yang Dihadapi Orang

Ambisi pribadi untuk menjadi kaya dapat menimbulkan tekanan. Banyak orang ingin untuk dapat ’memamerkan harta mereka,’ untuk mempunyai gengsi dan kedudukan terkemuka dalam masyarakat.—1 Yohanes 2:16, NW.

Keluarga dapat memberikan tekanan. Dalam banyak keluarga suami harus terus bekerja keras untuk memperbaiki gajinya dan kedudukannya di tempat kerja agar menaikkan kedudukan sosial keluarganya. Atau istri mungkin bekerja keras untuk menjadi wanita karir yang berhasil. Anak-anak dapat didorong untuk mencapai prestasi akademis yang luar biasa tinggi di sekolah. Di negara-negara yang sedang berkembang, ini khususnya merupakan problem karena banyak orang percaya bahwa kunci untuk memperbaiki taraf hidup seseorang ialah pendidikan tinggi.

Masyarakat juga dapat menimbulkan tekanan atas seseorang untuk mencoba mencapai pendidikan yang lebih tinggi, kekayaan, gengsi dan pengaruh. Sukses, yang biasanya diukur dengan uang, dapat menghasilkan kedudukan terkemuka, pujian, dan respek. Sebuah tajuk rencana dalam Daily Times di Nigeria mengatakan: ”Tidak soal betapa saleh dan mengesankan sifat-sifat seseorang, kebanyakan [orang] tidak menyegani dan mengenali dia, jika ia tidak mempunyai uang.”

Apa Akibatnya?

Sukses duniawi demikian dapat mendatangkan kesenangan tertentu, namun pikirkan pengorbanan besar yang juga dituntut. Kolomnis surat kabar Archike Okafo menulis: ”Keluarga-keluarga yang mantap . . . setiap hari terpecah-belah, sebagian besar disebabkan oleh uang dan apa yang dapat dibeli dengan uang. . . . Bahkan pasangan hidup yang masih bersatu hampir tidak pernah membicarakan kewajiban mereka sebagai orangtua. . . . karena mereka semua terlalu sibuk mengejar kebutuhan materi sebagai orang kaya.” Tambahkan kepada hal itu problem anak-anak yang dilalaikan yang berpaling kepada narkotika dan kejahatan atau melarikan diri dari rumah, maka pengorbanan yang harus dibuat menjadi sangat tinggi.

Tekanan untuk berhasil telah mendorong orang yang ambisius kepada ketidakjujuran dan imoralitas. Wanita-wanita muda bahkan rela melakukan hubungan seks untuk mendapatkan hasil ujian yang baik dan pekerjaan. Bahkan apabila sukses diperoleh secara terhormat, orang yang kaya dapat menghadapi perasaan tidak senang atau iri hati dari orang yang kurang berhasil maupun kemunafikan dari ”teman-teman” yang tertarik oleh kekayaan dan gengsi. (Pengkhotbah 5:11) Apakah ini benar-benar sukses?

Penulis yang bijaksana dari buku Pengkhotbah dalam Alkitab menjawab tidak. Setelah meneliti kekayaan dan kekuasaannya yang besar serta gengsinya, maupun perkara-perkara menyenangkan yang dihasilkan oleh hal-hal tersebut, ia menarik kesimpulan bahwa semua ini ”kesia-siaan dan usaha menjaring angin.”—Pengkhotbah 2:3-11.

Apakah ini berarti bahwa setiap hal yang dikejar dalam kehidupan tidak ada gunanya? Atau apakah ada keseimbangan yang dapat dimiliki orang seraya mereka membina karir yang mendatangkan hasil? Seperti terbukti dari pengalaman, kemungkinan besar apa cita-cita mereka yang paling berguna?

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan