PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • w92 1/7 hlm. 3-4
  • Mengapa Begitu Banyak Keputusasaan?

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Mengapa Begitu Banyak Keputusasaan?
  • Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1992
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Jalan Keluar yang Paling Ekstrem
  • Harapan Mengalahkan Keputusasaan!
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1992
  • Bagaimana Mengatasi Keputusasaan
    Sedarlah!—2000
  • Segera—Dunia tanpa Keputusasaan
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—2000
  • Apa Kuakhiri Saja Hidupku Ini?
    Sedarlah!—2008
Lihat Lebih Banyak
Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1992
w92 1/7 hlm. 3-4

Mengapa Begitu Banyak Keputusasaan?

HARAPAN untuk kehidupan yang lebih baik—akhirnya terwujud! Banyak orang yang hidup di tempat yang dahulu disebut Jerman Timur mempercayai hal ini ketika Tembok Berlin runtuh pada bulan November 1989. Namun, tidak kurang dari satu tahun kemudian, mereka mengeluh karena ”mendapati bahwa dunia demokrasi kapitalisme yang keras lebih sulit diatasi daripada kehidupan yang dilindungi oleh Tembok Berlin”. Hasilnya? Bertambahnya kekecewaan serta keputusasaan.

Tindakan kekerasan dalam rumah tangga maupun dalam masyarakat mungkin juga telah memaksa orang-orang meninggalkan tempat tinggal mereka demi mencari keamanan, tetapi hanya sedikit yang menemukannya. Beberapa bahkan akhirnya tinggal bersama para tuna wisma yang tinggal di jalan-jalan kota. Di beberapa negeri, banyak dari antara mereka terjerat dalam birokrasi yang rumit. Mereka tidak mampu memiliki tempat tinggal karena menganggur, dan tidak dapat memperoleh pekerjaan karena tidak memiliki alamat rumah. Badan-badan kesejahteraan sosial milik pemerintah berupaya membantu, namun dibutuhkan waktu untuk memecahkan masalah-masalah tersebut. Jadi frustrasi dan keputusasaan pun timbul.

Banyak wanita yang didorong oleh rasa putus asa melakukan hal-hal yang mengejutkan. Di dalam laporan Women and Crime in the 1990s, seorang penceramah hukum, Dr. Susan Edwards menjelaskan, ”Keterlibatan wanita-wanita muda [dalam pelacuran] merupakan dampak langsung dari kebutuhan ekonomi, bukannya kurang disiplin diri ataupun latar belakang keluarga.” Demikian pula, pemuda-pemuda yang meninggalkan rumah untuk mencari kerja sering kali gagal. Beberapa pemuda, dalam keadaan putus asa, akhirnya menjadi ’lelaki sewaan’, menyediakan tubuh mereka bagi para homoseks dengan imbalan makanan serta pemondokan, berada dalam cengkeraman kelompok orang-orang yang bejat.

Kenyataan politik yang kasar, kekerasan, kesulitan ekonomi, semua dapat menyulut berbagai tahap keputusasaan. Bahkan kaum profesional tidak kebal terhadapnya karena mereka berupaya mempertahankan gaya hidup mereka yang mewah pada waktu yang sama berupaya mengatasi problem-problem keuangan yang terus meningkat. Hasilnya? ”Penindasan yang hebat menyebabkan orang bijak bertindak bodoh,” demikian kata Raja Salomo!a (Pengkhotbah 7:7, NW) Benar, keputusasaan mendorong orang-orang yang jumlahnya terus bertambah mencari jalan keluar yang paling ekstrem—bunuh diri.

Jalan Keluar yang Paling Ekstrem

Banyaknya kasus bunuh diri di antara remaja memperlihatkan bahwa bahkan mereka pun terpengaruh oleh wabah keputusasaan. Seorang kolumnis berita Inggris bertanya, ”Ada apa dengan zaman kita yang menyebabkan begitu banyak keputusasaan di kalangan remaja?” Dalam penyelidikan terhadap anak-anak yang berusia antara 8 sampai 16 tahun, yang masuk rumah sakit setelah berupaya meracuni diri sendiri, Dr. Eric Taylor dari Institut Psikiatri London melaporkan, ”Suatu hal yang mencolok adalah begitu banyak anak-anak tersebut yang putus asa serta putus harapan akan segala sesuatu.” Inggris memperkirakan ada sebanyak 100.000 kasus keracunan yang tidak fatal tetapi disengaja setiap tahunnya, yang menandakan begitu banyak orang putus asa berseru memohon bantuan.

Sebuah badan sosial Inggris memulai suatu kampanye untuk memberi perhatian tanda simpati kepada orang-orang yang putus asa. Dengan cara ini, para penasihatnya menyatakan ”berbagai alternatif dari kematian”. Namun, mereka mengakui bahwa mereka tidak sanggup memecahkan problem-problem yang menyebabkan orang-orang merasa putus asa.

Angka bunuh diri mencerminkan ”tingkat keterasingan serta kurangnya ikatan sosial dalam masyarakat”, komentar surat kabar The Sunday Correspondent. Mengapa dewasa ini terdapat angka bunuh diri yang begitu tinggi? Surat kabar tersebut menyebutkan ”tuna wisma, pecandu alkohol yang terus meningkat, ancaman Aids serta penutupan banyak rumah sakit jiwa” merupakan faktor-faktor yang mendorong individu-individu ke dalam keputusasaan yang begitu dalam sehingga mereka menganggap mencabut nyawa mereka sendiri merupakan satu-satunya jalan keluar bagi problem-problem mereka.

Apakah ada harapan untuk menghilangkan keputusasaan? Ya, ada! ”Bangkitlah dan angkatlah mukamu” adalah seruan Yesus! (Lukas 21:28) Apa yang ia maksudkan? Harapan apa yang tersedia?

[Catatan Kaki]

a Menurut the Theological Wordbook of the Old Testament, diedit oleh Harris, Archer, dan Waltke, kata dasar asli dari kata yang diterjemahkan ”penindasan” berhubungan dengan ”membebani, menginjak-injak, dan menghancurkan orang-orang yang berada dalam kedudukan yang lebih rendah”.

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan