PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • w92 15/10 hlm. 30-31
  • Pertanyaan Pembaca

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Pertanyaan Pembaca
  • Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1992
  • Bahan Terkait
  • Ikutilah Petunjuk dari Allah yang Hidup
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—2004
  • Darah—Penting untuk Kehidupan
    Bagaimana Darah Dapat Menyelamatkan Kehidupan Anda?
  • Darah
    Bertukar Pikiran mengenai Ayat-Ayat Alkitab
  • Menyelamatkan Kehidupan Saudara dengan Darah​—Cara Bagaimana?
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1991
Lihat Lebih Banyak
Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1992
w92 15/10 hlm. 30-31

Pertanyaan Pembaca

Seberapa hati-hatikah seharusnya umat kristiani terhadap unsur-unsur darah, seperti plasma yang dikeringkan, yang mungkin telah ditambahkan pada produk-produk makanan?

Apabila ada alasan kuat untuk yakin bahwa darah hewan (atau salah satu unsurnya) jelas digunakan dalam produk-produk makanan setempat, kristiani sudah seharusnya menjalankan sikap hati-hati yang sepatutnya. Namun, tidaklah bijaksana untuk merasa terganggu hanya oleh prasangka atau hidup dengan kekhawatiran yang tidak beralasan.

Sejak awal sejarah manusia, Pencipta kita memerintahkan agar manusia tidak makan darah. (Kejadian 9:3, 4) Ia menyatakan bahwa darah melambangkan kehidupan, yang merupakan suatu karunia dari-Nya. Darah yang dikeluarkan dari suatu makhluk hanya dapat digunakan sebagai korban, seperti halnya di atas mezbah. Jika tidak, darah suatu makhluk harus dicurahkan ke tanah, dalam arti mengembalikannya kepada Allah. Umat-Nya harus menghindari penggunaan darah untuk mempertahankan kehidupan. Ia memerintahkan, ”Darah makhluk apapun janganlah kamu makan, karena darah itulah nyawa segala makhluk: setiap orang yang memakannya haruslah dilenyapkan.” (Imamat 17:11-14) Larangan Allah mengenai makan darah diulangi bagi umat kristiani. (Kisah 15:28, 29) Maka, umat kristiani masa awal perlu menghindari makanan yang mengandung darah, misalnya daging dari binatang yang mati dicekik atau sosis darah.

Namun, singkatnya, bagaimana seharusnya sikap umat kristiani dalam upaya mereka untuk ’menjauhkan diri dari darah’? (Kisah 21:25) Apakah sekadar menerapkan kata-kata rasul Paulus, ”Kamu boleh makan segala sesuatu yang dijual di pasar daging, tanpa mengadakan pemeriksaan karena keberatan-keberatan hati nurani”?

Tidak. Kata-kata tadi dalam 1 Korintus 10:25 memaksudkan daging yang mungkin berasal dari hewan yang dikorbankan di kuil. Pada masa itu, sisa daging dari kuil-kuil disingkirkan dengan cara dijual kepada para pedagang, yang mungkin memasukkannya dalam persediaan daging yang dijual di toko-toko mereka. Paulus memaksudkan bahwa daging yang berasal dari kuil pada hakekatnya tidak najis atau tercemar. Sesungguhnya, adalah hal yang biasa untuk mencurahkan dan menggunakan pada mezbah-mezbah kafir darah dari hewan-hewan yang dikorbankan di atasnya. Maka bila beberapa dari sisa daging tersebut dijual di pasar, tanpa ada hubungan yang jelas dengan suatu kuil atau penyalahgunaan dari kekafiran, umat kristiani dapat saja membelinya sebagai daging biasa yang bersih dan yang darahnya telah dicurahkan dengan sepatutnya.

Namun, halnya akan berbeda, apabila umat kristiani tersebut mengetahui bahwa daging dari binatang yang mati dicekik (atau sosis darah) merupakan salah satu pilihan di toko setempat. Mereka perlu berhati-hati dalam memilih daging apa yang mereka beli. Mereka dapat pula mengenali produk-produk daging yang mengandung darah jika itu memiliki warna yang khas (bahkan dewasa ini sosis darah dapat dengan mudah dikenali di negeri-negeri yang biasa menyediakannya). Atau umat kristiani dapat meminta keterangan dari tukang daging yang berpengalaman atau penjual daging. Apabila mereka tidak punya alasan untuk percaya bahwa daging tertentu mengandung darah, mereka dapat saja membeli dan memakannya.

Paulus juga menulis, ”Hendaklah kebaikan hatimu [”akal sehatmu”, NW] diketahui semua orang.” (Filipi 4:5) Hal itu dapat diterapkan dalam hal membeli daging. Taurat Israel maupun keputusan dari badan pimpinan Kristen abad pertama tidak menunjukkan bahwa umat Allah harus menghabiskan banyak waktu dan upaya untuk menyelidiki soal daging, bahkan menjadi vegetarian bila merasa sedikit ragu-ragu mengenai adanya darah pada daging yang tersedia.

Seorang pemburu Israel yang membunuh seekor hewan harus mencurahkan darahnya. (Bandingkan Ulangan 12:15, 16.) Apabila keluarganya tidak dapat memakan seluruh daging, ia dapat menjual sebagian. Bahkan di dalam daging hewan yang darahnya telah dikucurkan dengan sepatutnya, sejumlah kecil darah masih akan tersisa di dalamnya, tetapi Alkitab tidak menganjurkan seorang Yahudi yang membeli daging untuk berlaku ekstrem dalam mencari fakta-fakta seperti berapa menit waktu antara saat dibunuh dan dicurahkan, pembuluh arteri atau vena yang mana yang dipotong untuk mengucurkan darah, dan bagaimana cara hewan tersebut digantung dan untuk berapa lama. Lagi pula, badan pimpinan tidak menulis bahwa umat kristiani harus bersikap ekstra hati-hati dalam persoalan ini, seolah-olah mereka memerlukan jawaban yang sangat mendetail dan meyakinkan sebelum makan daging apa pun.

Di banyak negeri dewasa ini, hukum, kebiasaan, atau praktik-praktik agama mengharuskan bahwa produk-produk daging (kecuali barang-barang khusus seperti sosis darah) berasal dari hewan yang dicurahkan darahnya pada waktu disembelih. Maka, umat kristiani di tempat-tempat tersebut biasanya tidak perlu terlalu khawatir akan metode pemotongan dan pengolahannya. Dalam arti lebih luas, mereka dapat saja ’memakan daging yang dijual, tanpa memeriksa’, dan mereka dapat memiliki hati nurani yang baik bahwa mereka menjauhkan diri dari darah.

Namun, kadang-kadang ada laporan teknis, berkenaan penggunaan darah secara komersial yang telah mengganggu beberapa kristiani. Beberapa pengusaha industri daging beranggapan bahwa darah dalam jumlah yang banyak dari hewan yang dipotong dapat dikumpulkan untuk pemakaian yang praktis dan menguntungkan, misalnya dalam pembuatan pupuk atau makanan ternak. Para peneliti telah mempelajari apakah darah (atau unsur-unsurnya) kemungkinan dapat digunakan dalam daging-daging olahan. Beberapa pabrik komersial telah memproduksi plasma dalam bentuk cair, beku, atau bubuk (atau sel darah merah yang dihilangkan warnanya) dalam jumlah terbatas untuk menggantikan jumlah yang tidak begitu banyak dari daging dalam bentuk sosis atau pasta (untuk roti). Penelitian lain dipusatkan pada penggunaan unsur darah dalam bentuk bubuk sebagai campuran atau untuk mengikat air dan lemak dalam daging cincang, dalam produk-produk yang dipanggang, atau dalam berbagai makanan atau minuman untuk menambah protein atau zat besi.

Akan tetapi, patut diperhatikan, bahwa penelitian sedemikian sudah berlangsung beberapa dekade. Namun, tampak bahwa penggunaan produk-produk seperti itu tidak banyak, atau bahkan tidak ada, di kebanyakan negara. Beberapa laporan yang khas memperlihatkan alasannya:

”Darah adalah sumber protein yang bernutrisi dan fungsional. Namun, darah sapi telah digunakan hanya dalam jumlah terbatas untuk langsung dikonsumsi manusia disebabkan warnanya yang tajam dan rasanya yang khas.”—Journal of Food Science, Jilid, 55, Nomor 2, 1990.

”Protein-protein dari plasma darah memiliki banyak manfaat karena memiliki daya larut yang tinggi, aktivitas emulsifikasi dan hidrofobisitas (menolak air) . . . dan kegunaannya dalam pengolahan makanan menyediakan banyak keuntungan. Namun, tidak ada sistem sanitasi plasma yang efektif, terutama setelah dehidrasi, dibuat di Jepang.”—Journal of Food Science, Jilid 56, Nomor 1, 1991.

Beberapa kristiani kadang-kadang memeriksa label pada kemasan, karena banyak negeri menuntut agar daftar bahan-bahan dicantumkan. Dan mereka mungkin cenderung untuk melakukan hal tersebut secara teratur dengan produk apa pun yang kelihatannya boleh jadi mengandung darah. Tentu saja dibenarkan untuk menghindari produk-produk yang mencantumkan bahan-bahan seperti darah, plasma darah, plasma, protein globin (atau globulin), atau zat besi hemoglobin (atau globin). Informasi pemasaran dari satu perusahaan Eropa dalam bidang ini mengatakan, ”Informasi sehubungan dengan penggunaan globin sebagai bahan harus dicantumkan dalam kemasan makanan tersebut sedemikian rupa, sehingga konsumen tidak dibingungkan sehubungan dengan komposisi atau nilai makanan tersebut.”

Akan tetapi, bahkan sehubungan dengan memeriksa label atau meminta keterangan dari tukang daging, akal sehat perlu digunakan. Bukan berarti bahwa semua kristiani harus mempelajari label-label dan bahan-bahan pada setiap makanan dalam kemasan atau harus menginterogasi karyawan di rumah makan atau toko makanan. Seorang Kristen pertama-tama harus bertanya pada diri sendiri, ’Apakah ada bukti yang jelas bahwa darah dan unsur-unsurnya digunakan dalam produk-produk makanan yang umum di daerah atau negeri ini?’ Di kebanyakan tempat, jawabnya adalah tidak. Maka, banyak kristiani menyimpulkan bahwa secara pribadi mereka tidak akan meluangkan terlalu banyak waktu dan perhatian untuk memeriksa kemungkinan-kemungkinan yang kecil. Seseorang yang tidak berpendapat demikian dapat bertindak sesuai dengan hati nuraninya, tanpa menghakimi orang lain yang mungkin menyelesaikan masalahnya dengan cara sebaliknya, namun dengan hati nurani yang benar di hadapan Allah.—Roma 14:2-4, 12.

Bahkan, bila produk yang mengandung darah dapat diproduksi, hal tersebut mungkin tidak dilakukan secara luas mengingat biaya, aspek hukum, atau faktor-faktor lain. Contohnya, Food Processing (September 1991) mencatat, ”Bagi para pemroses yang mengalami kesulitan untuk mencapai kurang dari 1% (dalam hasil akhir sari daging) plasma daging sapi yang dihidrolisasi dalam adukannya, suatu campuran alternatif menggantikannya dengan konsentrat protein air dadih (dari susu) dan dapat dinyatakan Halal.”

Patut ditekankan bahwa hukum, kebiasaan, atau selera di banyak negeri menuntut agar darah pada umumnya dicurahkan dari hewan yang dipotong dan bahwa darah tersebut tidak digunakan untuk produk-produk makanan lainnya. Apabila tidak ada alasan kuat untuk berpendapat bahwa situasi setempat berbeda atau bahwa perubahan besar telah terjadi akhir-akhir ini, umat kristiani hendaknya waspada untuk tidak terganggu oleh kemungkinan atau gosip semata. Akan tetapi, bila sudah pasti atau sangat besar kemungkinan bahwa darah digunakan secara luas—dalam makanan maupun perawatan medis—kita harus bertekad menaati perintah Allah untuk menjauhi darah.

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan