PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • w96 15/6 hlm. 4-7
  • Apa Artinya Mengasihi Allah?

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Apa Artinya Mengasihi Allah?
  • Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1996
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • ”Mendengarkan Lebih Baik Dari Pada Korban Sembelihan”
  • Keakraban dengan Allah Mungkin
  • Meniru Kasih Allah
  • Kakak-Beradik yang Mengembangkan Sikap yang Berbeda
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—2002
  • Mempersembahkan Korban yang Diperkenan Yehuwa
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1999
  • Karena Marah Akhirnya Membunuh
    Belajarlah dari Cerita-Cerita di Alkitab
  • Pertanyaan Pembaca
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—2002
Lihat Lebih Banyak
Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1996
w96 15/6 hlm. 4-7

Apa Artinya Mengasihi Allah?

KIRA-KIRA enam ribu tahun yang lalu, bayi manusia pertama lahir. Setelah kelahirannya, ibunya, Hawa, mengatakan, ”Aku telah mendapat seorang anak laki-laki dengan pertolongan TUHAN.” (Kejadian 4:1) Pernyataannya menyingkapkan bahwa, meskipun sudah dihukum kepada kematian akibat pemberontakan mereka, Hawa dan suaminya, Adam, masih menyadari keilahian Yehuwa. Belakangan mereka mempunyai putra yang kedua. Anak-anak lelaki itu diberi nama Kain dan Habel.

Seraya kedua anak lelaki itu bertambah besar, mereka tak diragukan belajar banyak tentang kasih Yehuwa hanya dengan menyelidiki ciptaan-Nya. Mereka menikmati warna-warni yang indah di alam dan berbagai binatang serta tumbuhan. Allah tidak hanya memberi mereka kehidupan tetapi Ia juga memberi mereka kesanggupan untuk memperoleh kesenangan dalam kehidupan.

Mereka mengetahui bahwa orang-tua mereka telah diciptakan sempurna dan bahwa maksud-tujuan Yehuwa yang semula adalah agar manusia hidup selama-lamanya. Kemungkinan Adam dan Hawa menceritakan kepada mereka tentang taman Eden yang indah, dan mereka dengan satu atau lain cara harus menjelaskan mengapa mereka telah diusir dari tempat tinggal firdaus demikian. Kain dan Habel mungkin juga telah menyadari nubuat ilahi yang dicatat di Kejadian 3:15. Melalui nubuat itu Yehuwa menyatakan maksud-tujuan-Nya untuk membereskan segala masalah tepat pada waktunya demi manfaat orang-orang yang mengasihi Dia dan terbukti loyal kepada-Nya.

Belajar tentang Yehuwa dan sifat-sifat-Nya pasti membangkitkan dalam diri Kain dan Habel keinginan untuk menyenangkan Allah. Maka mereka menghampiri Yehuwa dengan memberikan persembahan kepada-Nya. Catatan Alkitab mengatakan, ”Setelah beberapa waktu lamanya, maka Kain mempersembahkan sebagian dari hasil tanah itu kepada TUHAN sebagai korban persembahan; Habel juga mempersembahkan korban persembahan dari anak sulung kambing dombanya, yakni lemak-lemaknya.”​—Kejadian 4:3, 4.

Keinginan mereka untuk menyenangkan Allah membubuh dasar untuk suatu hubungan dengan-Nya. Kain terbukti memberontak melawan Allah, sedangkan Habel terus dimotivasi oleh kasih yang sejati akan Allah. Habel tidak akan pernah mengembangkan hubungan demikian dengan Allah kecuali ia pertama-tama memperoleh pengetahuan akan kepribadian Yehuwa dan maksud-tujuan-Nya.

Saudara juga dapat mengenal Yehuwa. Misalnya, dalam Alkitab saudara dapat mempelajari bahwa Allah adalah pribadi yang nyata, bukan sekadar kekuatan yang tidak bernyawa yang menciptakan segala sesuatu secara kebetulan saja. (Bandingkan Yohanes 7:28; Ibrani 9:24; Penyingkapan 4:11.) Alkitab juga mengajarkan bahwa Yehuwa adalah ”Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya”.—Keluaran 34:6.

”Mendengarkan Lebih Baik Dari Pada Korban Sembelihan”

Seperti diilustrasikan oleh catatan tentang Kain dan Habel, memperoleh pengetahuan akan Allah dan keinginan untuk suatu hubungan yang akrab dengan-Nya belum cukup. Memang, kedua kakak-beradik tersebut menghampiri Allah dengan persembahan. Namun, sewaktu ”TUHAN mengindahkan Habel dan korban persembahannya itu, tetapi Kain dan korban persembahannya tidak diindahkan-Nya. Lalu hati Kain menjadi sangat panas, dan mukanya muram”.—Kejadian 4:3-5.

Mengapa Yehuwa menolak korban sembelihan Kain? Apakah ada sesuatu yang salah dengan mutu korban persembahannya? Apakah Yehuwa merasa tersinggung karena Kain mempersembahkan ”hasil tanah” sebaliknya dari korban binatang? Kelihatannya tidak. Belakangan, Allah dengan senang menerima persembahan biji-bijian dan hasil-hasil tanah lainnya dari banyak penyembah-Nya. (Imamat 2:1-16) Maka, terbukti ada sesuatu yang tidak beres dengan hati Kain. Yehuwa dapat membaca hati Kain dan memperingatkannya, ”Mengapa hatimu panas dan mukamu muram? Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau.”—Kejadian 4:6, 7.

Kasih yang sejati akan Allah berarti lebih daripada sekadar mempersembahkan korban sembelihan. Itulah sebabnya Yehuwa menganjurkan Kain untuk ”berbuat baik”. Allah menginginkan ketaatan. Ketaatan demikian kepada Allah akan membantu Kain guna membentuk dasar yang baik untuk suatu hubungan yang penuh kasih dengan sang Pencipta. Alkitab menekankan nilai ketaatan dengan kata-kata berikut, ”Apakah TUHAN itu berkenan kepada korban bakaran dan korban sembelihan sama seperti kepada mendengarkan suara TUHAN? Sesungguhnya, mendengarkan lebih baik dari pada korban sembelihan, memperhatikan lebih baik dari pada lemak domba-domba jantan.”—1 Samuel 15:22.

Konsep ini dibubuh dengan baik belakangan dengan kata-kata dalam 1 Yohanes 5:3, ”Inilah arti kasih akan Allah, bahwa kita menjalankan perintah-perintahnya; namun perintah-perintahnya tidak membebani.” Tidak ada cara lain yang lebih baik untuk memperlihatkan kasih kita kepada Yehuwa selain dengan menundukkan diri kita kepada wewenang-Nya. Ini berarti ketaatan kepada kaidah-kaidah moral Alkitab. (1 Korintus 6:9, 10) Ini berarti mengasihi apa yang baik dan membenci apa yang buruk.—Mazmur 97:10; 101:3; Amsal 8:13.

Sebuah perwujudan yang penting dari kasih kita kepada Allah adalah kasih kita kepada sesama. Alkitab memberi tahu kita, ”Jika seseorang membuat pernyataan, ’Aku mengasihi Allah’, namun ia membenci saudaranya, ia adalah pendusta. Karena ia yang tidak mengasihi saudaranya yang ia lihat, tidak dapat mengasihi Allah, yang tidak ia lihat.”—1 Yohanes 4:20.

Keakraban dengan Allah Mungkin

Beberapa orang mungkin mengatakan, ’Saya menyembah Yehuwa. Saya menaati hukum-hukum-Nya. Saya memperlakukan sesama rekan saya dengan adil. Saya melakukan semua itu. Tapi, saya tidak benar-benar merasa akrab dengan Allah. Saya tidak merasakan kasih yang kuat kepada-Nya, dan hal itu membuat saya merasa bersalah.’ Beberapa orang mungkin berpikir bahwa mereka tidak layak menjalin hubungan yang akrab demikian dengan Yehuwa.

Setelah hampir 37 tahun membaktikan dinas kepada Yehuwa, seorang Kristen menulis, ”Sering kali dalam kehidupan saya, saya merasa bahwa saya sekadar memberikan dinas asal jadi dalam dinas saya kepada Yehuwa, bahwa mungkin hati saya tidak berperan di dalamnya. Namun saya tahu bahwa melayani Yehuwa adalah perbuatan yang benar, dan saya tidak akan membiarkan diri saya untuk berhenti. Akan tetapi, setiap kali saya membaca tentang seseorang yang mengatakan bahwa ’hatinya dipenuhi kasih kepada Yehuwa’, saya bertanya-tanya, ’Apa yang salah dengan saya, karena saya tidak pernah merasa seperti itu?’” Bagaimana kita dapat memperoleh keakraban dengan Allah?

Bila saudara benar-benar mengasihi seseorang, saudara sering memikirkan orang tersebut. Saudara memiliki keinginan yang kuat untuk akrab dengannya karena saudara mengasihinya. Semakin sering saudara bertemu dengannya, berbicara kepadanya, dan memikirkannya, kasih saudara kepadanya semakin bertumbuh. Prinsip ini juga berlaku untuk upaya saudara memupuk kasih kepada Allah.

Di Mazmur 77:13, penulis yang diilhami mengatakan, ”Aku hendak menyebut-nyebut segala pekerjaan-Mu, dan merenungkan perbuatan-perbuatan-Mu.” Renungan penting dalam memupuk kasih kepada Allah. Ini khususnya benar mengingat kenyataan bahwa Ia tidak kelihatan. Tetapi semakin sering saudara memikirkan-Nya, semakin nyata Ia bagi saudara. Hanya dengan cara itu saudara dapat mengembangkan hubungan yang penuh kasih sayang dan sepenuh hati dengan-Nya—karena Ia benar-benar nyata bagi saudara.

Keinginan saudara untuk sering merenungkan jalan-jalan dan cara-cara Yehuwa berurusan akan bergantung kepada seberapa sering saudara mendengarkan-Nya. Saudara mendengarkan melalui pembacaan dan pelajaran yang tetap tentu dari Firman-Nya, Alkitab. Sang pemazmur berbicara tentang seorang pria yang bahagia sebagai orang yang ”kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam”.—Mazmur 1:1, 2.

Faktor penting lain adalah doa. Itulah sebabnya Alkitab berulang-kali menganjurkan kita untuk berdoa—”setiap saat”, ”mengabdikan waktu untuk doa”, ’bertekun dalam doa’ dan ’berdoa dengan tiada henti’. (Efesus 6:18; 1 Korintus 7:5; Roma 12:12; 1 Tesalonika 5:17) Doa-doa kita yang tiada henti kepada Yehuwa akan membuat kita disayangi oleh-Nya, dan keyakinan bahwa Ia mendengarkan akan mendekatkan kita kepada-Nya. Ini diteguhkan oleh sang pemazmur, sewaktu ia menyatakan, ”Aku mengasihi TUHAN, sebab Ia mendengarkan suaraku dan permohonanku. Sebab Ia menyendengkan telinga-Nya kepadaku, maka seumur hidupku aku akan berseru kepada-Nya.”—Mazmur 116:1, 2.

Meniru Kasih Allah

Yehuwa baik kepada kita. Sebagai Pencipta alam semesta, Ia tentu memiliki banyak hal untuk dipertimbangkan dan diurus. Namun, Alkitab memberi tahu kita bahwa sekalipun Ia sedemikian agungnya, Ia masih mengurus manusia ciptaan-Nya. Ia mengasihi kita. (1 Petrus 5:6, 7) Sang pemazmur meneguhkan ini dengan kata-katanya, ”Ya TUHAN, Tuhan kami, betapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi! Keagungan-Mu yang mengatasi langit dinyanyikan. Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kautempatkan: apakah manusia [yang berkematian, NW], sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?”—Mazmur 8:2, 4, 5.

Bagaimana Yehuwa mengingat manusia yang berkematian? Alkitab menjawab, ”Dengan ini kasih Allah dibuat nyata dalam hal kita, karena Allah mengutus ke dalam dunia Putra satu-satunya yang diperanakkan agar kita dapat memperoleh kehidupan melalui dia. Kasih itu dalam hal ini adalah, bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi dia yang telah mengasihi kita dan telah mengutus Putranya sebagai korban pendamaian bagi dosa-dosa kita.”—1 Yohanes 4:9, 10.

Bagaimana korban pendamaian ini merupakan bukti terbesar dari kasih Allah? Mari kita perhatikan apa yang terjadi di taman Eden. Adam dan Hawa dihadapkan kepada keputusan untuk tunduk kepada hukum Yehuwa dengan prospek kehidupan sempurna selamanya ataukah untuk memberontak menentang Yehuwa dengan kematian sebagai akibatnya. Mereka memilih untuk memberontak. (Kejadian 3:1-6) Dengan berbuat demikian mereka juga menyebabkan seluruh umat manusia terkutuk kepada kematian. (Roma 5:12) Mereka secara lancang merampas dari kita kesempatan untuk memutuskan bagi diri sendiri. Tidak seorang pun dari antara kita mendapat kesempatan untuk membuat pilihan.

Akan tetapi, Yehuwa dengan pengasih mengingat manusia yang berkematian, menyadari keadaannya. Melalui korban kematian Putra-Nya, Yesus Kristus, Yehuwa telah menyediakan dasar yang sah bagi kita masing-masing untuk memilih bagi dirinya sendiri kehidupan atau kematian, ketaatan atau pemberontakan. (Yohanes 3:16) Hal ini seolah-olah Yehuwa memberikan kepada kita kesempatan untuk diadili—seolah-olah, kesempatan untuk kembali ke taman Eden dan membuat keputusan bagi diri kita sendiri. Ini adalah manifestasi kasih yang terbesar yang pernah dibuat.

Bayangkan rasa sakit yang Yehuwa tanggung sewaktu Ia melihat putra sulung-Nya dihina, disiksa, dan dipantek pada tiang siksaan seperti seorang penjahat. Dan Allah menanggung hal itu demi kita. Selanjutnya kesadaran kita akan inisiatif Yehuwa untuk yang lebih dahulu mengasihi kita, seharusnya memotivasi kita untuk mengasihi Dia dan menggugah kita untuk mencari-Nya. (Yakobus 1:17; 1 Yohanes 4:19) Alkitab mengundang kita untuk ’mencari TUHAN dan kekuatan-Nya. Senantiasa mencari wajah-Nya. Mengingat perbuatan-perbuatan ajaib yang dilakukan-Nya, mukjizat-mukjizat-Nya dan penghukuman-penghukuman yang diucapkan-Nya’.—Mazmur 105:4, 5.

Untuk memiliki ikatan pribadi dan hubungan yang penuh kasih dengan Allah, untuk menjadi sahabat-Nya, bukan sesuatu yang tidak realistis. Hal itu dapat dicapai. Memang, kita tidak dapat secara kaku menyamakan kasih kita kepada Allah dengan hubungan manusia. Kasih yang kita rasakan terhadap pasangan hidup, orang-tua, saudara, anak-anak, atau teman-teman kita berbeda dengan kasih yang kita rasakan terhadap Allah. (Matius 10:37; 19:29) Mengasihi Yehuwa mencakup pengabdian, ibadat, dan suatu pembaktian tanpa syarat kepada-Nya. (Ulangan 4:24) Tidak ada hubungan lainnya yang memiliki implikasi demikian. Namun, kita dapat mengembangkan perasaan yang kuat dan dalam terhadap Allah dengan cara penuh hormat, dengan takjub.—Mazmur 89:8.

Meskipun tidak sempurna, seperti Kain dan Habel saudara memiliki kesanggupan untuk mengasihi Pencipta saudara. Kain membuat pilihannya, bergabung dengan Setan, dan menjadi pembunuh manusia yang pertama. (1 Yohanes 3:12) Sebaliknya, Habel akan diingat oleh Yehuwa sebagai seorang pria beriman dan adil-benar serta akan diberi upah berupa kehidupan di Firdaus mendatang.—Ibrani 11:4.

Saudara juga ada pilihan. Dengan bantuan roh Allah dan Firman-Nya, saudara dapat benar-benar mengasihi Allah ’dengan segenap hati saudara dan dengan segenap jiwa saudara dan dengan segenap kekuatan saudara’. (Ulangan 6:5) Selanjutnya, Yehuwa, akan terus mengasihi saudara karena Ia adalah ”pemberi upah bagi mereka yang dengan sungguh-sungguh mencari dia”.—Ibrani 11:6.

[Gambar di hlm. 7]

Korban sembelihan Habel diperkenan oleh Allah

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan