PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • w96 1/12 hlm. 4-8
  • Menyediakan Bantuan di Tengah-Tengah Reruntuhan

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Menyediakan Bantuan di Tengah-Tengah Reruntuhan
  • Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1996
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Akra​—”Miniatur Zaman Nuh”
  • San Angelo​—”Kedengarannya seperti Dunia sedang Kiamat”
  • Kobe​—”Timbunan Puing yang Terdiri dari Kayu, Plester dan Tubuh Manusia”
  • Bantuan Permanen yang Tak Lama Lagi!
  • Bencana yang Mendadak di Jepang​—Bagaimana Orang-Orang Menghadapinya
    Sedarlah!—1995
  • Bertumbuh Bersama dalam Kasih
    Saksi-Saksi Yehuwa—Pemberita Kerajaan Allah
  • Pelayanan Bantuan Kemanusiaan
    Kerajaan Allah Memerintah!
  • Sesuatu yang Tak Dapat Disapu Badai
    Sedarlah!—2003
Lihat Lebih Banyak
Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1996
w96 1/12 hlm. 4-8

Menyediakan Bantuan di Tengah-Tengah Reruntuhan

UPAYA manusia untuk menyediakan bantuan setelah bencana tentunya patut dipuji. Banyak program bantuan telah membantu membangun kembali rumah-rumah, menyatukan kembali keluarga-keluarga dan, yang terutama, menyelamatkan kehidupan.

Sewaktu bencana melanda, Saksi-Saksi Yehuwa memanfaatkan​—dan berterima kasih untuk—persediaan-persediaan apa pun yang dibuat melalui program-program bantuan duniawi. Pada waktu yang sama, mereka memiliki kewajiban berdasarkan Alkitab untuk ”mengerjakan apa yang baik . . . teristimewa kepada mereka yang ada hubungannya dengan [mereka] dalam iman”. (Galatia 6:10) Ya, Saksi-Saksi merasa seolah-olah mereka adalah sanak saudara; mereka memandang satu sama lain sebagai ”keluarga”. Itulah sebabnya mereka menyebut satu sama lain sebagai ”saudara” dan ”saudari”.—Bandingkan Markus 3:31-35; Filemon 1, 2.

Maka sewaktu suatu bencana mempengaruhi sebuah lingkungan tempat tinggal, para penatua di antara Saksi-Saksi Yehuwa membuat upaya yang sungguh-sungguh untuk memastikan keberadaan dan kebutuhan setiap anggota sidang dan membuat pengaturan bantuan yang diperlukan. Pertimbangkanlah bagaimana hal ini terbukti benar di Akra, Ghana; San Angelo, AS; dan Kobe, Jepang.

Akra​—”Miniatur Zaman Nuh”

Hujan mulai turun kira-kira pukul 11.00 malam, dan tercurah selama berjam-jam tanpa menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. ”Hujan turun begitu deras sehingga seluruh keluarga saya tetap terjaga,” kata John Twumasi, salah seorang Saksi-Saksi Yehuwa di Akra. Daily Graphic menyebutnya ”miniatur Zaman Nuh”. ”Kami berupaya memindahkan beberapa barang berharga ke lantai atas,” John melanjutkan, ”tetapi sewaktu kami membuka pintu menuju tangga, luapan air menghambur masuk.”

Kalangan berwenang menyerukan peringatan untuk melakukan evakuasi, namun banyak yang merasa enggan, takut kalau-kalau rumah kosong—bahkan jika terendam air—dapat mengundang penjarah. Beberapa tidak dapat pergi bahkan jika mereka menginginkannya. ”Saya dan Ibu tidak dapat membuka pintu,” kata seorang gadis bernama Paulina. ”Air terus naik, jadi kami berdiri di atas tong-tong kayu dan berpegangan pada kasau atap. Akhirnya, kira-kira pada pukul lima pagi, para tetangga menyelamatkan kami.”

Segera setelah keadaan memungkinkan, Saksi-Saksi Yehuwa bekerja. Seorang saudari Kristen bernama Beatrice menceritakan, ”Para penatua di sidang mencari-cari kami, dan mereka menemukan kami di rumah seorang rekan Saksi, tempat kami berlindung. Hanya tiga hari setelah banjir, para penatua dan anggota-anggota sidang yang lebih muda mengerahkan bantuan bagi kami dan mengeruk lumpur di dalam dan di luar rumah kami. Lembaga Menara Pengawal menyediakan detergen, desinfektan, cat, kasur, selimut, kain dan pakaian untuk anak-anak. Saudara-saudara mengirimkan makanan kepada kami selama beberapa hari. Saya benar-benar merasa terharu!”

John Twumasi, yang dikutip sebelumnya, melaporkan, ”Saya memberi tahu para penghuni lain bahwa Lembaga kami telah mengirimkan detergen dan desinfektan kepada kami​—dalam jumlah yang cukup untuk membersihkan seluruh apartemen. Kira-kira 40 penghuni membantu membersihkan. Saya memberikan beberapa dari detergen itu kepada tetangga-tetangga saya, termasuk seorang pria yang adalah imam dari gereja setempat. Rekan-rekan sekerja saya dengan keliru berpikir bahwa Saksi-Saksi Yehuwa hanya memperlihatkan kasih bagi umat mereka saja.”

Saudara-saudari Kristen sangat menghargai bantuan pengasih yang diberikan kepada mereka. Saudara Twumasi menyimpulkan, ”Meskipun barang-barang saya yang hilang karena banjir lebih mahal harganya dibandingkan dengan barang-barang bantuan itu, saya dan keluarga merasa bahwa karena persediaan yang menyentuh hati dari Lembaga ini, kami mendapatkan jauh lebih banyak daripada apa yang hilang.”

San Angelo​—”Kedengarannya seperti Dunia sedang Kiamat”

Badai tornado yang menghancurkan San Angelo pada tanggal 28 Mei 1995, menumbangkan pohon-pohon, mematahkan tiang-tiang listrik, dan mengempaskan kawat-kawat sambungan listrik ke seberang jalan. Angin bertiup dengan kecepatan 160 km per jam, merusak sarana-sarana keperluan umum. Lebih dari 20.000 rumah mengalami pemadaman listrik. Setelah itu turun hujan es. Dinas Cuaca Nasional melaporkan ”gumpalan es sebesar bola golf”, kemudian ”sebesar bola sofbol”, dan akhirnya ”gumpalan sebesar grapefruit (sejenis jeruk)”. Deru hujan benar-benar memekakkan telinga. Seorang warga mengatakan, ”Kedengarannya seperti dunia sedang kiamat.”

Kesunyian yang mencekam menyusul setelah badai. Perlahan-lahan orang-orang bermunculan dari rumah mereka yang hancur untuk memeriksa kerusakan yang terjadi. Pohon-pohon yang masih tegak berdiri tidak lagi berdaun. Rumah-rumah yang masih tegak berdiri tampak seolah-olah telah dikuliti. Di beberapa tempat gumpalan es menutupi tanah dengan timbunan setinggi satu meter. Ribuan jendela rumah dan mobil hancur saat badai, akibatnya serpihan-serpihan kaca yang pecah kini berkilauan di sepanjang gumpalan es yang menyelimuti tanah. ”Ketika saya pulang,” kata seorang wanita, ”saya hanya duduk dalam mobil saya di halaman rumah dan menangis. Kerusakan tersebut begitu hebat, itu benar-benar membuat saya bingung.”

Program-program bantuan dan rumah sakit segera menyediakan bantuan keuangan, bahan bangunan, pengobatan medis, dan konseling. Patut dipuji bahwa banyak orang yang adalah korban badai itu sendiri melakukan sedapat mungkin untuk menolong yang lain.

Sidang-sidang Saksi-Saksi Yehuwa juga mengambil tindakan. Aubrey Conner, seorang penatua di San Angelo, melaporkan, ”Segera setelah badai berakhir, kami terus menelepon untuk mencari tahu keadaan satu sama lain. Kami membantu satu sama lain dan tetangga-tetangga kami yang bukan Saksi untuk menutup jendela-jendela dengan papan, memasang plastik pada atap, dan membuat rumah-rumah tersebut sedapat mungkin tahan terhadap cuaca. Kemudian kami membuat data setiap orang di sidang yang rumahnya rusak. Kira-kira seratus rumah memerlukan perbaikan, dan bahan yang disediakan oleh agen-agen bantuan tidaklah cukup. Jadi kami membeli bahan-bahan tambahan dan diorganisasi untuk bekerja. Seluruhnya, sekitar 1.000 Saksi merelakan diri untuk membantu, kira-kira 250 orang setiap akhir pekan. Mereka datang dari tempat sejauh 740 kilometer. Semua bekerja tanpa kenal lelah, sering kali di bawah cuaca mendekati 40 derajat Celcius. Bahkan seorang saudari berusia 70 tahun bekerja bersama kami setiap akhir pekan kecuali satu kali saja, dan itu adalah ketika rumahnya sendiri diperbaiki. Dan pada akhir pekan tersebut ia berada di atap rumahnya sendiri membantu memperbaiki!

”Kami sering kali mendengar pernyataan dari para pengamat seperti, ’Bukankah menyenangkan bila agama-agama lain melakukan hal ini bagi anggota-anggota mereka?’ Tetangga-tetangga kami terkesan melihat sebuah kru beranggotakan 10 sampai 12 sukarelawan (termasuk saudari-saudari) datang pagi-pagi sekali setiap hari Jumat di rumah seorang rekan Saksi, siap untuk memperbaiki atau bahkan memasang kembali seluruh atap secara cuma-cuma. Dalam banyak kasus, pekerjaan tersebut dirampungkan dalam satu akhir pekan. Kadang-kadang, kontraktor luar masih sibuk dengan pekerjaan memasang atap pada saat kru kami tiba di rumah berikutnya. Kami melepaskan atap yang lama dan memasang kembali atap kami serta membersihkan halaman sebelum mereka selesai dengan pekerjaan mereka. Kadang-kadang mereka menghentikan pekerjaan mereka hanya untuk melihat kami!”

Saudara Conner menyimpulkan, ”Kami semua akan merindukan pengalaman-pengalaman yang telah kami nikmati bersama. Kami mulai mengenal satu sama lain dari sudut pandangan yang berbeda dengan saling memperlihatkan kasih persaudaraan yang tidak pernah dialami sebelumnya. Kami merasa bahwa ini hanyalah gambaran dari apa yang akan terjadi dalam dunia baru Allah, saudara-saudara dan saudari-saudari membantu satu sama lain karena mereka benar-benar ingin melakukannya.”​—2 Petrus 3:13.

Kobe​—”Timbunan Puing yang Terdiri dari Kayu, Plester dan Tubuh Manusia”

Penduduk Kobe sesungguhnya telah dianggap siap. Sebenarnya, setiap tanggal 1 September mereka merayakan Hari Pencegahan Bencana. Anak-anak sekolah mempraktekkan latihan gempa bumi, militer melatih misi penyelamatan dengan helikopter, dan departemen pemadam kebakaran mengeluarkan mesin simulasi gempa bumi mereka, yang dengannya para sukarelawan mempraktekkan keterampilan mereka untuk melakukan penyelamatan di dalam sebuah ruangan berbentuk kotak yang berguncang dan bergetar persis seperti kejadian sebenarnya. Tetapi ketika peristiwa sebenarnya terjadi pada tanggal 17 Januari 1995, semua persiapan tersebut tampaknya sia-sia. Puluhan ribu atap runtuh—sesuatu yang tidak pernah terjadi di dalam simulator. Kereta-kereta api terbalik; bagian-bagian dari jalan raya porak-poranda; pipa-pipa gas dan air pecah; rumah-rumah ambruk seperti kardus. Majalah Time menggambarkan pemandangannya sebagai ”Timbunan puing yang terdiri dari kayu, plester dan tubuh manusia”.

Kemudian kebakaran pun terjadi. Bangunan-bangunan terbakar hebat sementara para petugas pemadam kebakaran yang frustrasi terjebak dalam antrean kendaraan yang panjang. Mereka yang sampai di lokasi kebakaran sering kali mendapati bahwa tidak ada air yang dapat diperoleh dari sistem pengairan kota yang rusak. ”Hari pertama adalah kepanikan total,” kata seorang petugas. ”Saya tidak pernah merasa begitu tak berdaya dalam kehidupan saya, karena mengetahui bahwa ada begitu banyak orang terkubur dalam rumah-rumah yang terbakar. Dan karena mengetahui bahwa tidak ada yang dapat saya lakukan sehubungan dengan hal itu.”

Seluruhnya, kira-kira 5.000 orang tewas, dan lebih kurang 50.000 bangunan menjadi reruntuhan. Kobe hanya memiliki sepertiga dari jumlah makanan yang diperlukan. Untuk memperoleh air minum, beberapa orang terpaksa mengeruk cairan yang kotor dari bawah pipa-pipa air yang pecah. Banyak orang yang kehilangan tempat tinggal melarikan diri ke tempat-tempat perlindungan, beberapa dari antaranya melakukan penjatahan makanan, dengan membagi setiap orang hanya segumpal nasi setiap hari. Rasa tidak puas segera menyebar. ”Kalangan berwenang tidak melakukan apa-apa,” keluh seorang pria. ”Jika kita terus bergantung pada mereka kita akan mati kelaparan.”

Sidang-sidang dari Saksi-Saksi Yehuwa di Kobe dan di daerah-daerah sekitarnya segera mengorganisasi diri. Seorang pilot helikopter yang secara langsung melihat pekerjaan mereka mengatakan, ”Saya datang ke lokasi bencana pada hari terjadinya gempa dan tinggal selama satu minggu di sana. Sewaktu saya tiba di sebuah tempat penampungan, segala sesuatunya kacau-balau. Tidak ada bala bantuan apa pun yang diberikan. Saksi-Saksi Yehuwa adalah satu-satunya yang bergegas ke lokasi, menangani pekerjaan yang diperlukan.”

Sebenarnya, ada banyak pekerjaan untuk dilakukan. Sepuluh Balai Kerajaan dinyatakan tidak layak digunakan, dan lebih dari 430 Saksi yang tidak memiliki rumah. Sejumlah 1.206 rumah yang mereka tempati perlu diperbaiki. Selain itu, keluarga dari 15 Saksi yang meninggal karena bencana benar-benar membutuhkan penghiburan.

Kira-kira 1.000 Saksi dari seluruh negeri merelakan waktu mereka untuk membantu dalam pekerjaan perbaikan. ”Sewaktu kami mengerjakan rumah-rumah dari para pelajar Alkitab yang belum dibaptis,” kata seorang saudara, ”kami selalu ditanya, ’Berapa yang harus kami bayar untuk semua ini?’ Sewaktu kami memberi tahu mereka bahwa pekerjaan tersebut didukung oleh sidang-sidang, mereka berterima kasih kepada kami, dengan mengatakan, ’Apa yang telah kami pelajari sekarang menjadi kenyataan!’”

Banyak yang terkesan dengan tanggapan Saksi-Saksi yang cepat dan menyeluruh terhadap bencana itu. ”Saya benar-benar terkesan,” kata pilot yang dikutip sebelumnya. ”Kalian memanggil satu sama lain ’saudara’ dan ’saudari’. Saya telah melihat bagaimana kalian membantu satu sama lain; kalian benar-benar suatu keluarga.”

Saksi-Saksi itu sendiri mendapat pelajaran berharga dari gempa tersebut. Seorang saudari mengakui, ”Saya selalu merasa bahwa semakin besar suatu organisasi, semakin sulit menunjukkan minat pribadi,” ia mengakui. Tetapi perhatian yang lembut yang ia terima mengubah pandangannya. ”Sekarang saya mengetahui bahwa Yehuwa memperhatikan kita bukan saja sebagai suatu organisasi tetapi juga sebagai pribadi-pribadi.” Namun, bantuan yang permanen terhadap bencana masih akan terjadi.

Bantuan Permanen yang Tak Lama Lagi!

Saksi-Saksi Yehuwa menantikan saat manakala kehidupan dan penghidupan manusia tidak akan lagi diakhiri oleh bencana. Dalam dunia baru Allah, orang akan diajar untuk bekerja sama dengan lingkungan di bumi. Seraya manusia menyingkirkan praktek-praktek yang mementingkan diri, keadaan mereka menjadi tidak terlalu rentan terhadap bahaya alam.

Selanjutnya, Allah Yehuwa​—Pencipta kekuatan alam—​akan memperhatikan agar keluarga manusia dan ciptaan-Nya di bumi tidak pernah lagi diancam oleh kekuatan alam. Kemudian bumi akan benar-benar menjadi suatu firdaus. (Yesaya 65:17, 21, 23; Lukas 23:43) Nubuat dalam Penyingkapan 21:4 akan digenapi secara gemilang, ”Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan kematian tidak akan ada lagi, juga tidak akan ada lagi perkabungan atau jeritan atau rasa sakit. Perkara-perkara yang terdahulu telah berlalu.”

[Gambar di hlm. 5]

Beatrice Jones (kiri) mempertunjukkan bagaimana ia dan yang lain-lain membentuk rantai untuk melewati banjir

[Gambar di hlm. 6]

Pekerjaan bantuan setelah badai tornado

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan