Fundamentalisme—Apakah Itu?
BAGAIMANA asal mulanya fundamentalisme? Pada akhir abad yang lalu, para teolog liberal mengubah kepercayaan mereka untuk menyesuaikan diri dengan kritik tinggi Alkitab dan teori-teori sains, seperti evolusi. Akibatnya, keyakinan orang-orang akan Alkitab mulai goyah. Para pemimpin agama yang konservatif di Amerika Serikat bereaksi dengan menetapkan apa yang mereka sebut sebagai fundamental iman.a Pada awal abad ke-20, mereka menerbitkan pembahasan tentang fundamental ini dalam serangkaian buku yang berjudul The Fundamentals: A Testimony to the Truth. Dari judul ini muncul istilah ”fundamentalisme”.
Dalam lima puluh tahun pertama abad ke-20, kaum fundamentalis agama terus-menerus menjadi berita. Sebagai contoh, seorang guru sekolah bernama John Scopes dari Tennessee, AS, diseret ke meja hijau oleh kaum fundamentalis agama dalam kasus yang belakangan dikenal sebagai persidangan Scopes. Apa kejahatan Tuan Scopes? Ia mengajarkan evolusi, dan hal itu bertentangan dengan hukum negara bagian. Pada masa itu, beberapa orang berpikir bahwa fundamentalisme tidak akan berumur panjang. Pada tahun 1926, majalah Protestan Christian Century mengatakan bahwa fundamentalisme merupakan sesuatu yang ”kosong dan dibuat-buat” dan ”sama sekali tidak mempunyai sifat-sifat yang membuatnya langgeng atau berprestasi demi kemajuan”. Sungguh kelirunya penilaian itu!
Mulai tahun 1970-an, fundamentalisme terus-menerus muncul dalam berita. Profesor Miroslav Volf, dari Fuller Theological Seminary, Kalifornia, AS, mengatakan, ”Fundamentalisme tidak hanya bertahan, malah tumbuh subur.” Dewasa ini, kata ”fundamentalisme” tidak hanya berlaku untuk gerakan Protestan tetapi berlaku juga untuk gerakan-gerakan agama lain, seperti Katolik, Islam, Yudaisme, dan Hindu.
Reaksi terhadap Zaman Kita
Mengapa fundamentalisme meluas? Orang-orang yang mempelajarinya sedikit banyak menghubungkan hal itu dengan ketidakpastian moral dan agama pada zaman kita. Pada masa-masa awal, kebanyakan masyarakat hidup dalam lingkungan yang memiliki kepastian moral yang didasarkan pada kepercayaan tradisional. Kini, kepercayaan seperti itu ditantang atau ditolak. Banyak cendekiawan menyatakan bahwa Allah itu tidak ada dan bahwa manusia hanya sendirian di jagat raya yang tidak bersahabat ini. Banyak ilmuwan mengajarkan bahwa umat manusia ada secara kebetulan sebagai hasil evolusi, bukan hasil perbuatan seorang Pencipta yang pengasih. Sikap mental yang serbaboleh menjadi umum. Dunia ini mengalami kemerosotan nilai-nilai moral pada semua lapisan masyarakat.—2 Timotius 3:4, 5, 13.
Kaum fundamentalis mendambakan kepastian masa lalu, dan beberapa dari antara mereka berjuang keras untuk mengembalikan masyarakat dan negara ke haluan yang mereka anggap sebagai dasar-dasar moral dan doktrin yang benar. Mereka melakukan semua itu dengan kekuasaan guna memaksa orang-orang hidup menurut kaidah moral yang ”benar” dan menurut sistem kepercayaan berlandaskan doktrin. Seorang fundamentalis sungguh-sungguh percaya bahwa ia benar dan orang-orang lain salah. Profesor James Barr, dalam bukunya Fundamentalism, mengatakan bahwa fundamentalisme ”adalah kata yang sering dianggap sebagai ungkapan permusuhan dan penghinaan, memberikan gagasan tentang pikiran yang sempit, kefanatikan, sesuatu yang tidak jelas dan sektarianisme”.
Karena tidak seorang pun senang disebut berpikiran sempit, fanatik, atau picik, maka tidak semua setuju sehubungan dengan siapa yang disebut fundamentalis dan siapa yang tidak. Akan tetapi, ada beberapa aspek yang mencirikan fundamentalisme agama.
Mengenali Seorang Fundamentalis
Fundamentalisme agama biasanya merupakan upaya untuk melestarikan apa yang diyakini sebagai tradisi atau kepercayaan agama yang asli dari suatu budaya dan menentang apa yang dianggap sebagai semangat sekuler dari dunia ini. Ini bukan berarti para fundamentalis menentang segala sesuatu yang modern. Beberapa dari mereka menggunakan sarana komunikasi modern untuk mempromosikan pandangannya. Tetapi mereka berjuang melawan sekularisasi masyarakat.b
Beberapa tokoh fundamentalis tidak hanya bertekad untuk melestarikan bagi diri mereka sendiri suatu struktur tradisional dari doktrin atau jalan hidup, tetapi juga untuk memaksakannya kepada orang-orang lain, demi mengubah struktur sosial agar sesuai dengan kepercayaan sang fundamentalis. Oleh karena itu, tokoh fundamentalis Katolik tidak hanya secara pribadi menolak aborsi. Ia kemungkinan besar akan menekan aparat legislatif di negaranya untuk menggalakkan hukum yang melarang aborsi. Di Polandia, menurut surat kabar La Repubblica, dengan maksud agar hukum antiaborsi disetujui, Gereja Katolik mendalangi ”’perang’ yang di dalamnya Gereja mengerahkan seluruh kekuasaan dan pengaruhnya”. Dengan demikian, kalangan berwenang gereja bertindak sangat mirip dengan para fundamentalis. Koalisi Kristen Protestan di Amerika Serikat berjuang dalam ”perang” serupa.
Kaum fundamentalis terutama terkenal karena keyakinan agamanya yang berurat-berakar. Oleh karena itu, seorang fundamentalis Protestan merupakan pendukung yang gigih akan penafsiran harfiah Alkitab, kemungkinan termasuk kepercayaan bahwa bumi diciptakan dalam enam hari harfiah. Seorang fundamentalis Katolik tidak akan meragukan bahwa paus tidak bisa berbuat salah.
Maka, dapat dimengerti mengapa istilah ”fundamentalisme” menimbulkan kesan fanatisme yang tidak masuk akal dan mengapa orang-orang yang bukan fundamentalis merasa resah bila mereka melihat fundamentalisme meluas. Secara perorangan, kita mungkin tidak sependapat dengan para fundamentalis dan terperangah akan manuver-manuver politik dan tindak kekerasan yang kadang-kadang mereka lakukan. Sebenarnya, kaum fundamentalis agama tertentu mungkin merasa terancam oleh tindakan-tindakan kaum fundamentalis agama lain! Namun, banyak orang yang suka berpikir merasa prihatin akan hal-hal yang memicu meluasnya fundamentalisme—meningkatnya kebebasan moral, hilangnya iman, dan ditolaknya perkara-perkara rohani dalam masyarakat modern.
Apakah fundamentalisme merupakan satu-satunya tanggapan terhadap trend ini? Jika tidak, apa alternatifnya?
[Catatan Kaki]
a Yang diistilahkan sebagai Lima Pokok Fundamentalisme, menurut definisi pada tahun 1895, adalah ”(1) Alkitab mutlak merupakan ilham dan bebas dari kekeliruan; (2) Yesus Kristus adalah pribadi allah; (3) Kristus dilahirkan oleh seorang perawan; (4) pendamaian oleh Kristus pada salib tak dapat digantikan; (5) kebangkitan Yesus dalam tubuh jasmani dan kedatangannya yang kedua kali ke atas bumi secara pribadi dan secara fisik”.—Studi di teologia (Penelitian Teologi).
b ”Sekularisasi” artinya mementingkan perkara-perkara duniawi, yang bertolak belakang dengan perkara-perkara rohani atau suci. Sekularisasi tidak ada sangkut-pautnya dengan agama atau kepercayaan agama.
[Blurb di hlm. 5]
Pada tahun 1926 sebuah majalah Protestan menggambarkan fundamentalisme sebagai sesuatu yang ”kosong dan dibuat-buat” dan ”sama sekali tidak mempunyai sifat-sifat yang membuatnya langgeng atau berprestasi demi kemajuan”