Perkawinan yang Mendatangkan Hormat bagi Yehuwa
Artikel tentang perkawinan Kristen berikut ini semula dipersiapkan di Etiopia guna menyediakan petunjuk yang bermanfaat dalam bahasa Amharik bagi banyak orang di negeri itu yang baru-baru ini menjadi Saksi-Saksi Yehuwa. ini menyangkut beberapa tata cara dan praktek setempat yang mungkin berbeda dari tata cara yang berlaku di lingkungan saudara. Mungkin saudara mendapati bahwa perbedaan itu cukup menarik. Pada waktu yang sama, artikel ini memberikan nasihat Alkitab yang seimbang yang dapat saudara terapkan bahkan jika tata cara perkawinan di daerah saudara berbeda.
”PERKAWINAN Kristen yang Membawa Sukacita” adalah judul artikel pelajaran yang bagus dalam Menara Pengawal seri 9. Kemudian artikel dalam terbitan Menara Pengawal seri 12 berjudul ”Berlaku Seimbang dalam Menikmati Kesenangan Pada Perjamuan Kawin”. (Bagi siapa pun yang mempertimbangkan untuk menikah, terdapat nasihat yang berhikmat dalam buku Membina Keluarga Bahagia, pasal 2, dan Masa Remaja—Manfaatkanlah Sebaik-baiknya, pasal 19 dan 20.)a Banyak orang menjadi Saksi-Saksi Yehuwa sejak artikel-artikel tersebut diterbitkan, maka kami ingin meninjau beberapa pokok yang khususnya berlaku untuk daerah kita, juga pokok-pokok lain yang cocok yang akan membantu kita menyelenggarakan acara perkawinan yang membawa hormat bagi Yehuwa, sang Pemrakarsa perkawinan.
Sebuah pertanyaan yang perlu dipertimbangkan adalah, Kapan pernikahan hendaknya dilangsungkan? Apakah tanggalnya harus ditentukan berdasarkan ”hari baik bulan baik” menurut tradisi setempat? Kepercayaan setempat menyatakan bahwa suatu pernikahan yang diselenggarakan di luar tanggal tersebut dalam tahun itu tidak akan berhasil. Ini merupakan takhayul yang tak beralasan, karena pernikahan dari banyak pasangan suami-istri yang melayani Yehuwa dengan bahagia dan bersatu tidak diselenggarakan pada ”hari baik bulan baik”. Kita tidak percaya akan nasib baik atau buruk. (Yesaya 65:11; Kolose 2:8) Sanak saudara yang tidak seiman tidak akan terbantu untuk memahami perbedaan antara yang baik dan buruk jika kita menentukan tanggal pernikahan berdasarkan takhayul mereka. Faktanya adalah, orang-orang Kristen boleh melangsungkan pernikahan pada bulan mana pun.
Jika sebuah khotbah perkawinan hendak disampaikan setelah akad nikah di catatan sipil, alangkah bijaksananya untuk tidak memberikan selang waktu berhari-hari antara kedua acara itu. Jika pasangan tersebut ingin agar khotbah perkawinan diadakan di Balai Kerajaan, mereka hendaknya menghadap para penatua sidang jauh di muka, guna meminta izin untuk menggunakan balai tersebut. Para penatua setempat akan memastikan bahwa penyelenggaraan upacara pernikahan itu akan menjaga hati nurani mereka tetap bersih. Waktu khotbah hendaknya dipastikan sehingga tidak akan bertepatan dengan kegiatan sidang. Saudara yang dipilih untuk menyampaikan khotbah perkawinan akan menemui calon mempelai pria dan wanita jauh di muka untuk menawarkan saran-saran yang berguna dan untuk memastikan bahwa tidak ada halangan moral atau hukum terhadap perkawinan itu dan bahwa ia menyetujui rencana pertemuan sosial apa pun setelah itu. Khotbah perkawinan hendaknya disampaikan dalam waktu lebih kurang setengah jam dan dengan cara yang bermartabat, menekankan aspek rohani. Khotbah perkawinan pasti lebih penting daripada resepsi apa pun setelah itu.
Perkawinan Kristen merupakan kesempatan yang baik untuk menunjukkan bahwa kita ”bukan bagian dari dunia”. (Yohanes 17:14; Yakobus 1:27) Ketertiban kita hendaknya menonjol. Ini berarti kita datang tepat pada waktunya sebaliknya daripada membiarkan orang-orang menunggu, yang mungkin dapat mengganggu kegiatan sidang. Ini adalah suatu hal yang khususnya perlu diperhatikan oleh mempelai wanita, karena sanak saudara duniawi boleh jadi mendesaknya untuk datang terlambat—seolah-olah memberikan kesan ia lebih penting. Dengan datang tepat pada waktunya, seorang saudari Kristen yang matang dapat memperlihatkan bahwa yang penting baginya adalah sifat-sifat rohani, seperti kerendahan hati dan timbang rasa! Ketertiban juga penting sewaktu seorang fotografer diundang untuk mengabadikan acara tersebut. Adalah pantas jika kita meminta fotografer tersebut, bila ia seorang pria, agar mengenakan jas, dasi, dan celana panjang resmi pada waktu hadir dan tidak mengganggu jalannya khotbah sewaktu memotret. Pemotretan hendaknya tidak dilakukan sewaktu doa sedang dipanjatkan. Ketertiban kita akan membawa hormat bagi Yehuwa dan memberikan kesaksian yang bagus. Tidak perlu berupaya menyesuaikan diri dengan formalitas sosial yang dapat menutupi makna sesungguhnya dari peristiwa itu.
Resepsi bukanlah persyaratan keberhasilan suatu perkawinan, meskipun tidak ada larangan dalam Alkitab berkenaan acara gembira ini. Akan tetapi, bagi orang-orang Kristen sejati, pertemuan semacam itu hendaknya berbeda dari resepsi-resepsi duniawi yang dicirikan oleh keglamoran, mabuk-mabukan, makan berlebihan, musik liar, dansa yang tidak senonoh, dan bahkan perkelahian. Alkitab mengategorikan ”pesta pora” ke dalam pekerjaan-pekerjaan daging. (Galatia 5:21) Pengawasan yang sepatutnya lebih mudah dilakukan bila acara itu bukanlah suatu pertemuan yang sangat besar. Tidak perlu sampai mendirikan tenda demi menjalankan tata cara yang populer. Jika beberapa orang hendak menggunakan tenda dengan alasan tempat atau cuaca, ini adalah soal pribadi.
Pengalaman membuktikan bahwa cara yang baik untuk membatasi jumlah tamu adalah dengan menggunakan undangan tertulis yang spesifik. Adalah lebih bijaksana untuk mengundang orang-orang secara pribadi sebaliknya daripada seluruh sidang, dan sebagai orang-orang Kristen yang tertib, kita harus merespek pembatasan demikian. Undangan tertulis juga membantu kita untuk menghindari perasaan malu jika orang yang dipecat muncul di resepsi, karena seandainya itu sampai terjadi, banyak saudara dan saudari akan memilih untuk meninggalkan acara. (1 Korintus 5:9-11) Jika suatu pasangan mengundang sanak saudara atau kenalan yang tidak seiman, ini hendaknya juga dibatasi jumlahnya, dengan memberikan lebih banyak kesempatan bagi mereka yang ”ada hubungannya dengan kita dalam iman”. (Galatia 6:10) Beberapa orang telah memilih untuk mengundang kenalan-kenalan duniawi atau sanak saudara yang tidak seiman ke acara khotbah perkawinan sebaliknya daripada ke resepsi. Mengapa? Karena, terjadi banyak kasus sewaktu sanak saudara duniawi menciptakan suasana yang memalukan pada resepsi perkawinan sehingga banyak saudara dan saudari merasa bahwa mereka tidak dapat terus mengikuti acara. Beberapa pasangan telah mengatur untuk mengadakan acara makan malam yang hanya dihadiri oleh anggota keluarga dan sahabat-sahabat Kristen.
Selaras dengan Yohanes 2:8, 9, adalah praktis untuk memilih ”pengatur pesta”. Sang mempelai pria akan memilih seorang Kristen yang dapat diandalkan untuk memastikan apakah ketertiban dan standar yang tinggi dipelihara. Jika sahabat-sahabat membawa kado, ini hendaknya dilakukan tanpa ”pameran yang mencolok”. (1 Yohanes 2:16) Musik dapat menyenangkan tanpa harus dinodai oleh lirik yang meragukan, suara yang nyaring, atau irama yang liar. Banyak orang merasa adalah jauh lebih baik jika penatua diminta untuk mendengarkan sebelum musik dimainkan. Tarian dapat membawa jerat, karena banyak tarian tradisional berasal dari tarian kesuburan dan menggambarkan sensualitas yang tidak pantas. ”Acara pemotongan kue pengantin dan menyajikannya bersama sampanye” kadang-kadang memberikan isyarat bagi orang-orang duniawi untuk lepas kendali. Sesungguhnya, banyak pasangan Kristen telah memutuskan untuk tidak menyediakan alkohol pada resepsi perkawinan, dengan demikian menghindari problem.
Karena kita ingin menghormati Yehuwa, kita akan menghindari pameran yang mencolok untuk menarik perhatian yang berlebihan kepada diri sendiri. Bahkan publikasi-publikasi duniawi berbicara menentang semangat berfoya-foya yang sedang populer. Betapa tidak bijaksananya bila pasangan suami-istri terlibat utang karena perkawinan yang royal dan kemudian menderita kekurangan selama bertahun-tahun karena harus melunasi biaya yang telah dikeluarkan untuk satu hari itu! Tentu saja, busana apa pun yang dikenakan pada acara tersebut hendaknya bersahaja dan ditata dengan baik, sesuai dengan pengakuan orang yang bersangkutan bahwa ia menghormati Allah. (1 Timotius 2:9, 10) Artikel ”Christian Weddings Should Reflect Reasonableness” (The Watchtower 15 Januari 1969) memberikan komentar menarik ini sehubungan dengan pakaian:
”Perkawinan adalah acara istimewa, karena itu perhatian biasanya diberikan kepada penampilan yang ceria dan menarik. Namun ini tidak berarti harus memakai gaun atau jas jenis tertentu. Yang bersangkutan sebaiknya mempertimbangkan gaya setempat, biaya, dan selera pribadi. . . . Akan tetapi, apakah masuk akal untuk membeli kostum yang demikian mahal sehingga menimbulkan beban keuangan kepada kedua mempelai dan orang-orang lain? . . . Beberapa mempelai wanita senang memakai gaun milik sahabat atau sanak saudara yang akrab. Yang lain-lain memperoleh banyak kepuasan dengan membuat sendiri perlengkapan pengantin mereka, dengan cara demikian pakaian tersebut dapat digunakan pada kesempatan-kesempatan lain di kemudian hari. Dan adalah sangat pantas bagi suatu pasangan untuk mengenakan pakaian mereka yang paling menarik namun rapi sewaktu melangsungkan perkawinan . . . Pasangan-pasangan lain yang mungkin mampu untuk mengadakan perkawinan yang lebih meriah bisa jadi secara pribadi memilih untuk mengadakan ’perkawinan yang sederhana’ mengingat masa-masa yang kritis.”
Dengan cara yang sama, pesta perkawinan (sahabat mempelai pria dan rekan-rekan perempuan dari mempelai wanita) tidak perlu dalam jumlah besar. Mereka juga hendaknya tidak menarik perhatian yang tidak pantas melalui pakaian dan tindakan mereka. Meskipun seorang yang dipecat dapat diizinkan untuk menghadiri acara khotbah di Balai Kerajaan, Menara Pengawal seri 9 mengatakan, ”Tidaklah pantas untuk mengundang ke pesta perkawinan orang-orang yang dipecat atau orang-orang yang cara hidupnya memalukan serta bertentangan dengan prinsip-prinsip Alkitab.”
Meskipun Yesus menghadiri perkawinan, kita tidak akan membayangkan bahwa ia akan memperkenan tata cara populer berupa arak-arakan mobil keliling kota yang sangat gaduh; polisi bahkan telah menilang para pengemudi karena membunyikan klakson selama arak-arakan perkawinan. (Lihat Matius 22:21.) Intinya adalah, sebaliknya daripada meniru pameran yang mencolok atau tindakan yang merupakan ciri khas orang-orang berbagai bangsa, orang-orang Kristen hendaknya menampakkan hikmat yaitu dengan menjadi orang yang bersahaja.—Amsal 11:2.
Tetapi bagaimana dengan menghadiri perkawinan tetangga, rekan-rekan sekerja duniawi, atau sanak saudara jauh serta kenalan? Setiap orang Kristen harus memutuskan hal ini secara pribadi. Adalah baik untuk mengingat bahwa waktu kita berharga, karena kita membutuhkannya untuk pelayanan, pelajaran pribadi, dan untuk kegiatan keluarga maupun sidang. (Efesus 5:15, 16) Pada akhir pekan, ada perhimpunan dan dinas pengabaran yang tidak ingin kita lewatkan begitu saja. (Ibrani 10:24, 25) Kebanyakan resepsi pernikahan bertepatan dengan kebaktian atau upaya-upaya khusus dalam dinas menjelang Perjamuan Malam Tuan. Hendaknya kita tidak membiarkan diri disimpangkan dari membuat upaya-upaya khusus yang sama yang sedang dilakukan oleh saudara-saudara kita di seputar dunia untuk menghadiri Perjamuan Malam Tuan. Sebelum memperoleh pengetahuan tentang kebenaran, kita menggunakan banyak waktu dengan orang-orang duniawi, kemungkinan dalam keadaan yang tidak menghormati Allah. (1 Petrus 4:3, 4) Kini prioritas kita berbeda. Adalah selalu mungkin untuk mengucapkan selamat berbahagia kepada pasangan duniawi dengan mengirimkan kartu ucapan atau mengadakan kunjungan singkat di lain kesempatan. Beberapa orang telah menggunakan kesempatan-kesempatan tersebut untuk memberikan kesaksian, membahas beberapa ayat yang cocok untuk pasangan yang baru menikah.
Sebuah perkawinan yang didominasi oleh aspek-aspek rohani sebaliknya daripada jalan-jalan duniawi akan benar-benar mendatangkan hormat bagi Yehuwa. Dengan memastikan bahwa perkawinan tetap terpisah dari dunia dengan takhayul dan gayanya yang melampaui batas, dengan tidak membiarkan hal itu mengganggu kegiatan teokratis yang tetap tentu, dan dengan menampakkan kesahajaan sebaliknya daripada pameran yang mencolok, orang-orang Kristen akan menikmati acara tersebut. Di samping itu, mereka dapat mengenang kembali peristiwa itu dengan hati nurani yang baik dan kenangan yang menyenangkan. Dengan mempertunjukkan hikmat dan sikap masuk akal, semoga semua perkawinan Kristen dapat memberikan kesaksian bagi para pengamat yang berhati jujur.
[Catatan Kaki]
a Diterbitkan oleh Watchtower Bible and Tract Society of New York, Inc.
[Gambar di hlm. 24, 25]
Orang-orang Kristen tidak dipaksa untuk mengikuti setiap tata cara perkawinan setempat