PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • w25 Agustus hlm. 26-30
  • Meskipun Pemalu, Saya Bisa Menjadi Utusan Injil

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Meskipun Pemalu, Saya Bisa Menjadi Utusan Injil
  • Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa (Edisi Pelajaran)—2025
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • MULAI MELAYANI SEPENUH WAKTU
  • MEMUPUK KEINGINAN UNTUK MENJADI UTUSAN INJIL
  • MELAYANI DI NEGERI YANG PENUH KONFLIK
  • MELAYANI DI NEGERI YANG BARU
  • MENGHADAPI MASALAH KESEHATAN
  • BERSYUKUR ATAS BANTUAN YEHUWA
  • Yang Lebih Berharga Daripada Kehidupan Kami Saat Ini
    Sedarlah!—2011
  • Kampanye Khusus di Bulgaria Sukses
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—2010
  • Diperlengkapi dengan Harapan yang Menopang Saya
    Sedarlah!—2000
  • Apakah Saudara Hanya Melihat Penampilan Luar?
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1989
Lihat Lebih Banyak
Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa (Edisi Pelajaran)—2025
w25 Agustus hlm. 26-30
Marianne Wertholz.

KISAH HIDUP

Meskipun Pemalu, Saya Bisa Menjadi Utusan Injil

DICERITAKAN OLEH MARIANNE WERTHOLZ

SAYA sebenarnya pemalu dan takut berbicara dengan orang lain. Tapi, kenapa saya akhirnya bisa menjadi utusan injil yang peduli kepada orang lain? Waktu saya kecil, Papa mengajar saya kebenaran tentang Yehuwa. Waktu remaja, saya belajar dari seorang saudari muda. Setelah saya menikah, suami saya membantu saya dengan sabar dan baik hati. Saya merasa semua itu adalah bantuan Yehuwa. Saya akan cerita pengalaman saya.

Saya lahir pada 1951 di Wina, Austria. Waktu itu, Papa dan Mama beragama Katolik. Meskipun saya sulit berbicara dengan orang lain, dari kecil saya percaya kepada Allah dan sering berbicara kepada-Nya dalam doa. Waktu saya berumur sembilan tahun, Papa mulai belajar Alkitab dengan Saksi-Saksi Yehuwa, dan tidak lama kemudian, Mama ikut belajar.

Bersama adik saya, Elisabeth (kiri)

Belakangan, kami bergabung dengan sidang Döbling di Wina. Keluarga kami sering melakukan berbagai kegiatan bersama-sama, seperti membaca dan mempelajari Alkitab, berhimpun, dan menjadi relawan di kebaktian. Sejak saya kecil, Papa selalu berupaya membantu saya untuk mengasihi Yehuwa. Papa bahkan selalu berdoa agar saya dan adik saya menjadi perintis. Tapi waktu itu, saya tidak bercita-cita menjadi perintis.

MULAI MELAYANI SEPENUH WAKTU

Saya dibaptis pada 1965, waktu saya berumur 14 tahun. Tapi, saya merasa sulit untuk mengabar kepada orang yang tidak dikenal. Saya juga merasa rendah diri dan sangat ingin diterima oleh anak muda lain. Jadi setelah dibaptis, saya sering bergaul dengan orang-orang yang tidak melayani Yehuwa. Saya senang berteman dengan mereka, tapi hati nurani saya terganggu. Awalnya, saya merasa sangat sulit untuk berubah. Tapi, ada yang membantu saya berhasil melakukannya.

Marianne dan Dorothée.

Saya banyak belajar dari Dorothée (kiri)

Waktu itu, seorang gadis berumur 16 tahun bernama Dorothée menjadi penyiar di sidang kami. Saya terkesan karena dia sangat bersemangat mengabar dari rumah ke rumah. Saya sedikit lebih tua dari dia, tapi saya jarang mengabar. Saya berpikir, ’Kedua orang tua saya Saksi Yehuwa, tapi Dorothée sendiri dalam kebenaran. Dia juga harus merawat mamanya yang sakit, tapi dia selalu rajin mengabar.’ Saya jadi tergerak untuk lebih bersemangat melayani Yehuwa. Tidak lama kemudian, kami menjadi perintis ekstra (dulu disebut perintis liburan), dan belakangan, kami sama-sama merintis biasa. Semangat Dorothée menular kepada saya. Dia juga membantu saya untuk memulai pelajaran Alkitab pertama saya. Lama-lama, saya jadi lebih berani untuk mengabar dari rumah ke rumah, di jalan, dan di tempat lain.

Di tahun pertama saya merintis biasa, seorang saudara dari Austria bernama Heinz ditugaskan sebagai perintis istimewa ke sidang kami. Heinz belajar kebenaran di Kanada, waktu dia mengunjungi kakaknya yang sudah lebih dulu menjadi Saksi. Sejak pertama kali kami bertemu, saya sudah menyukai dia. Awalnya, saya sempat menyembunyikan perasaan saya karena Heinz mau menjadi utusan injil sedangkan saya tidak. Tapi kami akhirnya mulai berpacaran, menikah, dan bersama-sama merintis di Austria.

MEMUPUK KEINGINAN UNTUK MENJADI UTUSAN INJIL

Heinz sering berbicara tentang keinginannya untuk menjadi utusan injil. Dia tidak pernah memaksa saya, tapi dia terus membantu saya untuk memikirkan cita-cita itu. Misalnya, dia bertanya, ”Menurutmu, karena kita tidak punya anak, apa ada hal-hal lain yang bisa kita lakukan untuk Yehuwa?” Tapi, saya masih ragu. Meskipun saya sudah merintis, saya merasa tidak mungkin bisa menjadi utusan injil karena sifat saya yang pemalu. Meski begitu, Heinz dengan sabar terus membantu saya. Dia juga menasihati saya untuk lebih berfokus membantu orang lain dan tidak terlalu memikirkan kekhawatiran saya sendiri. Semua nasihatnya itu sangat membantu saya.

Heinz memandu Pelajaran Menara Pengawal di sebuah sidang kecil bahasa Serbo-Kroasia di Salzburg, Austria, 1974

Saya akhirnya mau menjadi utusan injil. Jadi, kami mendaftar untuk ikut Sekolah Gilead. Tapi, hamba cabang di Austria menyarankan agar saya memperlancar bahasa Inggris saya dulu. Saya pun mengikuti sarannya. Tapi setelah tiga tahun, tiba-tiba kami ditugaskan ke sebuah sidang berbahasa Serbo-Kroasia di Salzburg, Austria. Kami melayani di ladang bahasa itu selama tujuh tahun, termasuk satu tahun dalam pekerjaan keliling. Bahasa Serbo-Kroasia sangat sulit, tapi kami bisa memandu banyak pelajaran Alkitab.

Pada 1979, kami ditugaskan untuk pura-pura berlibur ke Bulgaria. Pekerjaan kita dilarang di sana, jadi kami tidak boleh mengabar. Tapi, kami diminta untuk diam-diam membawakan beberapa publikasi berukuran sangat kecil untuk lima saudari yang tinggal di Sofia, ibu kota Bulgaria. Saya sebenarnya sangat takut, tapi Yehuwa membantu saya menjalankan tugas itu. Waktu bertemu lima saudari tadi, saya sangat tersentuh karena melihat mereka sangat berani dan tetap bersukacita meskipun bisa dipenjarakan kapan saja. Itu menyemangati saya untuk rela menjalankan tugas apa pun yang diberikan organisasi Yehuwa.

Belakangan, saya dan Heinz mendaftar lagi ke Sekolah Gilead, dan kami diterima. Kami pikir kami akan ikut sekolah itu dalam bahasa Inggris di Amerika Serikat. Tapi pada bulan November 1981, kelas tambahan Sekolah Gilead mulai diadakan di cabang Jerman. Jadi, kami bisa mengikuti sekolah itu dalam bahasa Jerman, yang lebih saya pahami.

MELAYANI DI NEGERI YANG PENUH KONFLIK

Setelah lulus, kami ditugaskan ke Kenya! Tapi, kantor cabang Kenya bertanya apakah kami bersedia melayani di Uganda. Sekitar sepuluh tahun sebelumnya, seorang jenderal bernama Idi Amin mengambil alih pemerintahan di Uganda. Selama pemerintahannya, ribuan orang terbunuh, dan jutaan orang lainnya sangat menderita. Pada 1979, pemerintahan Idi Amin digulingkan. Keadaan di Uganda sangat tidak menentu, dan saya merasa takut untuk melayani di sana. Tapi, Sekolah Gilead membantu kami untuk selalu percaya kepada Yehuwa. Kami pun menerima tugas itu.

Keadaan di Uganda sangat kacau. Di Buku Tahunan 2010, Heinz menggambarkannya seperti ini: ”Banyak layanan publik, seperti persediaan air dan sarana komunikasi tidak berfungsi. . . . Penembakan dan perampokan adalah hal yang biasa, terutama di malam hari.” Heinz menambahkan bahwa setiap malam, semua orang tetap berada di rumah mereka sambil berharap tidak ada orang jahat yang datang. Tapi, meskipun keadaan tidak mudah, saudara-saudari tetap melayani Yehuwa dengan bersukacita.

Menyiapkan makanan di rumah keluarga Waiswa

Pada 1982, kami tiba di Kampala, ibu kota Uganda. Selama lima bulan pertama, kami tinggal di rumah Sam dan Christina Waiswa bersama lima anak dan empat kerabat mereka. Sering kali, mereka hanya bisa makan satu kali sehari. Tapi, mereka selalu rela berbagi. Selama tinggal dengan mereka, kami belajar banyak hal yang membantu kami dalam pelayanan kami sebagai utusan injil. Misalnya, kami belajar cara menghemat air. Untuk mandi, kami hanya pakai beberapa liter air, dan air bekas mandi itu kami gunakan untuk menyiram toilet. Pada 1983, kami pindah ke sebuah rumah di daerah yang lebih aman di Kampala.

Kami sangat menikmati dinas kami di Kampala. Saya ingat, kami pernah membagikan lebih dari 4.000 majalah dalam satu bulan! Tapi yang terutama membuat kami senang adalah karena orang-orang di sana merespek Allah dan suka membahas Alkitab. Saya dan Heinz masing-masing bisa memandu 10 sampai 15 pelajaran Alkitab. Kami banyak belajar dari para pelajar Alkitab itu. Misalnya, meskipun mereka harus berjalan kaki ke perhimpunan, mereka tidak pernah mengeluh dan selalu terlihat ceria.

Pada 1985 dan 1986, terjadi dua perang lagi di Uganda. Kami sering melihat tentara anak-anak yang membawa senjata besar. Mereka biasanya bertugas memeriksa orang atau kendaraan yang lewat. Kami selalu berdoa agar Yehuwa membantu kami tetap tenang dan berhati-hati sewaktu mengabar. Yehuwa menjawab doa-doa kami. Setiap kali kami bertemu dengan orang yang berminat, kami biasanya langsung lupa dengan perasaan takut kami.

Heinz dan saya bersama Tatjana (tengah)

Kami juga senang mengabar kepada orang asing yang tinggal di Uganda. Misalnya, kami memandu pelajaran Alkitab dengan Murat dan Dilbar Ibatullin, sepasang suami istri dari Tatarstan, Rusia Tengah. Murat adalah seorang dokter. Mereka akhirnya dibaptis dan masih setia melayani Yehuwa sampai sekarang. Belakangan, saya mengabar kepada Tatjana Vileyska, seorang wanita dari Ukraina yang waktu itu berpikir untuk bunuh diri. Setelah dibaptis, dia kembali ke Ukraina dan belakangan melayani sebagai penerjemah publikasi bahasa Ukraina.a

MELAYANI DI NEGERI YANG BARU

Pada 1991, waktu saya dan Heinz sedang berlibur di Austria, kantor cabang setempat memberi tahu kami bahwa kami ditugaskan untuk melayani di Bulgaria. Setelah jatuhnya rezim Komunis di beberapa negara di Eropa timur, kegiatan Saksi-Saksi Yehuwa di negeri-negeri itu mulai diakui secara resmi. Seperti yang saya ceritakan sebelumnya, kami pernah diminta menyelundupkan publikasi ke Bulgaria sewaktu pekerjaan kita masih dilarang. Tapi sekarang, kami ditugaskan untuk mengabar di sana.

Kami diberi tahu untuk tidak kembali ke Uganda dan langsung pergi ke Bulgaria. Jadi, kami tidak bisa membawa barang-barang kami atau berpamitan dengan saudara-saudari di Uganda. Kami pergi ke Betel di Jerman, lalu kami naik mobil ke Bulgaria. Kami ditugaskan untuk melayani di sebuah kelompok di kota Sofia. Di sana ada sekitar 20 penyiar.

Di Bulgaria, kami menghadapi beberapa kesulitan. Yang pertama, kami tidak bisa bahasa Bulgaria. Selain itu, publikasi yang tersedia dalam bahasa tersebut hanyalah buku Kebenaran yang Membimbing kepada Hidup yang Kekal dan Buku Cerita Alkitab. Kami juga sulit sekali memulai pelajaran Alkitab. Meskipun keadaannya tidak mudah, kelompok kami yang kecil terus bersemangat mengabar. Tapi, ini membuat Gereja Ortodoks tidak senang, dan kami pun mulai dianiaya.

Pada 1994, Saksi-Saksi Yehuwa dilarang di Bulgaria dan dianggap sebagai sekte sesat. Beberapa saudara ditangkap. Koran dan televisi menyebarkan banyak kebohongan tentang kita. Mereka mengatakan bahwa Saksi-Saksi Yehuwa membiarkan anak mereka mati karena tidak menerima transfusi darah. Mereka bahkan mengatakan bahwa para Saksi menganjurkan rekannya untuk bunuh diri. Waktu itu, saya dan Heinz merasa sulit untuk mengabar. Ada orang-orang yang meneriaki kami, menelepon polisi, atau bahkan melempari kami dengan barang-barang. Publikasi tidak bisa masuk ke Bulgaria, dan kami sulit mencari tempat yang bisa disewa untuk perhimpunan. Polisi bahkan pernah menggerebek salah satu kebaktian kami. Saya dan Heinz tidak terbiasa menghadapi kebencian seperti itu. Waktu kami melayani di Uganda, orang-orang sangat ramah dan berminat untuk belajar Alkitab.

Di tengah semua kesulitan itu, kami bisa tetap bertekun dan bahagia karena bergaul dengan saudara-saudari. Mereka mencintai kebenaran dan sangat menghargai bantuan kami di sana. Semua saudara-saudari selalu saling membantu dan mendukung. Kami jadi belajar bahwa tidak soal di mana kita melayani, kita bisa tetap bahagia kalau kita memikirkan kebutuhan orang lain.

Marianne dan Heinz Wertholz.

Di kantor cabang Bulgaria, 2007

Belakangan, keadaan membaik. Pada 1998, organisasi kita diakui lagi secara resmi, dan banyak publikasi diterjemahkan ke bahasa Bulgaria. Lalu pada 2004, kantor cabang di Bulgaria diresmikan. Sekarang, ada 2.953 penyiar di 57 sidang di Bulgaria. Pada tahun dinas lalu, ada 6.475 orang yang menghadiri Peringatan. Dulu, di kota Sofia hanya ada lima saudari, tapi sekarang ada sembilan sidang! Itu sesuai dengan ayat yang mengatakan, ”Yang sedikit akan menjadi seribu.”—Yes. 60:22.

MENGHADAPI MASALAH KESEHATAN

Saya berulang kali mengalami masalah kesehatan. Misalnya, saya beberapa kali terkena tumor, termasuk satu tumor di otak saya. Saya harus menjalani terapi radiasi lalu pergi ke India untuk menjalani pembedahan selama 12 jam untuk menyingkirkan sebagian besar dari tumor itu. Setelah itu, saya dan Heinz tinggal di kantor cabang India sampai saya pulih. Lalu kami kembali ke Bulgaria.

Belakangan, Heinz mulai menderita penyakit Huntington, sebuah penyakit yang langka. Dia jadi sulit berbicara, berjalan, dan mengendalikan gerakannya. Karena penyakitnya semakin parah, dia jadi semakin bergantung kepada saya. Saya sempat merasa kewalahan dan khawatir tidak bisa membantu dia lagi. Tapi, kami dibantu oleh seorang saudara muda bernama Bobi. Dia sering mengajak Heinz berdinas. Bobi tidak malu meskipun Heinz sulit berbicara dan sulit mengendalikan gerakannya. Bobi selalu bisa diandalkan. Meskipun saya dan Heinz tidak punya anak karena ingin berfokus melayani Yehuwa, kami merasa Yehuwa memberikan Bobi sebagai anak bagi kami!—Mrk. 10:​29, 30.

Heinz juga menderita penyakit kanker. Pada 2015, dia meninggal. Setelah kematiannya, saya merasa kehilangan arah dan sering tidak percaya bahwa dia sudah tidak ada. Sampai sekarang, saya masih merindukan suami saya yang tercinta, dan dia masih hidup dalam ingatan saya. (Luk. 20:38) Saya sering mengingat kata-katanya yang menguatkan dan nasihat-nasihatnya. Saya sangat bersyukur karena kami bisa melayani Yehuwa bersama-sama selama bertahun-tahun.

BERSYUKUR ATAS BANTUAN YEHUWA

Yehuwa telah membantu saya melewati berbagai kesulitan. Dia juga membantu saya bisa menjadi utusan injil yang mengasihi orang lain meskipun saya sebenarnya pemalu. (2 Tim. 1:7) Dan karena bantuan Yehuwa, saya dan adik saya bisa melayani sepenuh waktu sampai sekarang. Adik saya dan suaminya melayani di wilayah bahasa Serbia di Eropa. Yehuwa terbukti menjawab doa yang Papa sampaikan waktu kami masih kecil!

Setiap kali mempelajari Alkitab, saya merasa damai. Di masa-masa sulit, saya berupaya untuk ”berdoa lebih sungguh-sungguh” seperti Yesus. (Luk. 22:44) Salah satu cara Yehuwa menjawab doa saya adalah melalui kasih dan kebaikan saudara-saudari di sidang saya di Sofia. Mereka sering mengundang saya untuk bergaul dengan mereka. Mereka juga sering bilang bahwa mereka mengasihi saya. Itu semua membuat saya sangat bahagia.

Saya sering merenungkan harapan kebangkitan. Saya membayangkan melihat orang tua saya di depan rumah kami. Mereka terlihat muda dan segar, seperti saat mereka menikah. Saya juga melihat adik saya sedang menyiapkan makanan dan Heinz sedang berdiri di samping kudanya. Waktu saya membayangkan itu, saya jadi sangat bersyukur kepada Yehuwa dan tidak berfokus pada hal-hal negatif.

Waktu mengenang kehidupan saya dan membayangkan masa depan, saya benar-benar setuju dengan kata-kata Daud di Mazmur 27:​13, 14: ”Apa jadinya kalau aku tidak beriman bahwa selagi aku hidup, aku akan melihat betapa baiknya Yehuwa? Berharaplah kepada Yehuwa; jadilah berani dan teguhkan hatimu. Berharaplah kepada Yehuwa.”

a Kisah hidup Tatjana Vileyska dimuat di Sedarlah! 22 Desember 2000, hlm. 20-24.

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan