PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • Koral−Terancam Bahaya dan Sekarat
    Sedarlah!—1996 | 22 September
    • Koral−Terancam Bahaya dan Sekarat

      TIDAK ada lokasi mana pun di lautan yang lebih jernih daripada yang di daerah Tropis. Jernih seperti kristal. Kristal biru. Pasir putih yang berada di dasarnya sedalam 15 meter tampaknya begitu dekat seolah-olah Anda dapat menyentuhnya! Kenakan sirip dan masker. Setel alat selam seraya Anda masuk ke air yang hangat, gelembung-gelembung menghalangi pemandangan untuk sesaat. Kemudian lihatlah ke bawah. Itu dia! Lihat ikan beo besar berwarna merah biru menggigiti koral dan meludahkan benda-benda kecil, yang menjadi bagian dari dasar yang berpasir. Tiba-tiba, pelangi keperakan dari ikan-ikan tropis​—merah, kuning, biru, oranye, ungu​—berkilauan. Kehidupan begitu semarak dan dinamis di sana-sini. Segenap indra Anda kewalahan dibuatnya.

      Ini adalah hutan koral. Hutan itu muncul dari dasar berpasir di bawah, dengan ribuan tangan hidup yang menggapai-gapai. Di depan sana terdapat koral elkhorn yang megah, tinggi dan lebarnya 6 meter lebih. Kira-kira 23 meter jauhnya terdapat koral staghorn, lebih kecil dibandingkan dengan elkhorn, cabang-cabangnya yang lebih ramping memenuhi lahan sehingga menyerupai hutan. Sungguh tepat penamaan koral-koral ini​—jika dilihat, koral ini menyerupai tanduk-tanduk binatang. Ikan dan makhluk laut lainnya mendapatkan makanan dan perlindungan dalam cabang-cabangnya.

      Dulu orang mengira bahwa koral terdiri dari tumbuhan, tetapi kini telah diketahui bahwa itu adalah formasi batu kapur yang dibuat oleh komunitas binatang yang disebut polip. Kebanyakan polip berbentuk kecil, diameternya kurang dari 2,5 sentimeter. Polip koral yang berbadan lembut menghubungkan dirinya dengan tetangganya melalui jaringan yang tertutup lendir. Koral mirip batu pada siang hari, karena polip masuk ke dalam kerangkanya. Tetapi pada malam hari ia berubah seraya tentakelnya yang terentang melambai-lambai dengan lembutnya, sehingga menyebabkan karang tampak lembut dan bergoyang-goyang. ”Pohon” batu tempat polip-polip itu bernaung adalah kerangka gabungan mereka, disambung oleh ekstraksi kalsium karbonat dari air laut.

      Tiap-tiap jenis komunitas koral membangun bentuk kerangkanya sendiri yang unik. Di seluruh dunia, terdapat lebih dari 350 jenis koral yang berbeda, dengan bentuk, ukuran, dan warna yang memesona. Nama-nama yang lazim diberikan kepada koral-koral tersebut mengingatkan Anda akan objek-objek di darat​—koral pohon, koral pilar, koral meja, atau koral payung​—atau tanaman​—koral anyelir, koral selada, koral arbei, atau koral jamur. Lihatlah koral otak yang besar itu! Sungguh mudah untuk memahami cara menamai koral!

      Hutan bawah air ini penuh dengan kehidupan, mulai dari tumbuhan dan binatang mikroskopis hingga ikan ray, hiu, belut moray besar, dan penyu. Di sini juga terdapat beberapa ikan yang mungkin belum pernah Anda dengar​—ikan clown kuning terang, ikan Beau Gregories berwarna ungu, ikan Moorish idols berwarna hitam dan putih, ikan terompet oranye, ikan surgeonfish biru gelap, ikan hamlet berwarna nila, atau ikan harimau berwarna sawo matang. Dan bagaimana dengan udang barbershop, udang lobster bercat ikan elang merah marak? Itu semua ada dalam segala warna, ukuran dan bentuk. Ada yang bagus, ada yang aneh​—tetapi semuanya menarik. Lihat, ada gurita bersembunyi di belakang koral pilar itu! Ia sedang makan remis yang telah dibukanya. Seperti halnya hutan di darat, ada begitu banyak keragaman makhluk terjalin dalam lingkungan laut ini, semuanya saling bergantung pada keanekaragamannya. Siklus reproduksi koral dan kesanggupannya untuk bepergian dengan bantuan arus laut guna membangun komunitas karang yang baru, diuraikan di dalam terbitan Sedarlah! Juni 1991.

      Karang koral membentuk struktur biologis terbesar di bumi. Salah satunya, Karang Penghalang Besar di lepas pantai timur laut Australia, memanjang sejauh 2.010 kilometer dan menutupi bidang seluas Inggris dan Skotlandia bila disatukan. Berat koral dapat mencapai berton-ton dan tingginya bisa 9 meter lebih dari dasar laut. Karang koral tumbuh di semua perairan tropis yang dangkal pada kedalaman sekitar 60 meter. Karang koral itu mempunyai karakteristik yang berbeda antara daerah satu ke daerah lain, maka dengan memeriksa jenis koral para ahli dapat mengenali di lautan mana dan bahkan di lokasi mana koral itu tumbuh. Lingkungan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan karang koral adalah perairan yang mengandung zat yang terbatas; itulah sebabnya mengapa lautan sangat jernih di sekitar koral. Makanan bagi koral disediakan oleh ganggang (yang secara ilmiah disebut zooxanthellae), yang tumbuh di tubuh polip yang transparan, dan juga oleh binatang mikroskopis yang terjerat di tentakel koral. Karena itu, karang koral merupakan tempat kediaman dari spesies laut di lautan yang tidak terlindung.

      Karang koral juga merupakan yang paling produktif secara biologis dari seluruh ekosistem laut. U.S.News & World Report melukiskan sebagai berikut, ”Karang adalah hutan laut yang sebanding dengan hutan basah tropis, penuh dengan berbagai jenis makhluk hidup: kipas laut dan cambuk laut, crinoid berbulu, ikan neon dan ikan spons, udang, lobster dan bintang laut, juga ikan hiu yang menakutkan dan belut moray besar. Semuanya bergantung pada produksi yang berkelanjutan dari koral untuk habitatnya.” Karang koral juga mendukung kehidupan di darat dengan menyediakan penghalang antara gelombang yang bergemuruh dengan garis pantai dan dengan menetapkan fondasi untuk ribuan pulau tropis.

      Koral yang sehat berwarna coklat, hijau, merah, biru, atau kuning, bergantung pada jenis ganggang yang tinggal di polip koral transparan yang menjadi tuan rumahnya. Tanaman ganggang mikroskopis memanfaatkan cahaya matahari yang bersinar melalui binatang simbion dan menyerap produk buangan polip, termasuk karbon dioksida, sebagai makanannya. Sebaliknya, melalui fotosintesis ganggang menyediakan oksigen, makanan, dan energi untuk jaringan koral. Kerja sama sedemikian dengan ganggang memungkinkan koral tumbuh dengan cepat dan terus hidup dalam perairan tropis yang tidak banyak mengandung zat nutrisi. Keduanya mendapatkan yang terbaik dari dunia tanaman dan dunia binatang. Sungguh suatu rancangan yang ahli dan bijaksana!

      Kerangka Pucat tanpa Kehidupan

      Tidak heran ada begitu banyak aktivitas di bawah sana! Tetapi, apa itu? Kerangka pucat tanpa kehidupan. Cabang-cabang yang patah dan runtuh. Beberapa sudah porak-poranda. Itu adalah bagian hutan koral yang mati atau yang sekarat. Tidak ada ikan. Tidak ada udang. Tidak ada lobster. Tidak ada apa-apa. Itu adalah padang gurun bawah air. Anda memandangnya dengan rasa tidak percaya. Sungguh mengejutkan! Rusaklah sudah pengalaman Anda yang menyenangkan. Bahkan bila Anda kembali naik ke perahu, pertanyaan-pertanyaan yang meresahkan itu terus bergayut. Apa penyebab kehancuran ini? Kecelakaan? Penyakit? Penyebab alami? Anda ingin tahu jawabannya.

      Walaupun koral berbatu tampaknya tegar, namun sebenarnya ia sangat ringkih. Sentuhan manusia dapat menyebabkan kerusakan, maka penyelam yang bijaksana berupaya untuk tidak menyentuhnya, dan mereka yang berperahu dengan hati-hati berupaya untuk tidak menaruh jangkar di atasnya. Bahaya lain bagi koral adalah polusi kimia, tumpahan minyak, pembuangan limbah, batang kayu, sisa-sisa bahan kimia dari perladangan, pengerukan, sedimentasi, dan perembesan air tawar. Tabrakan langsung dengan ujung geladak kapal dapat mengakibatkan kerusakan. Dan temperatur yang ekstrem dapat merusak dan membunuh koral. Bila sedang tegang, koral melepaskan ganggangnya dalam bentuk awan-awan tebal, dan ikan langsung melahapnya. Jika ketegangan terus berlangsung selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan, terjadilah proses pemucatan, dan koral tersebut mati. Dan bila koral itu mati, lingkungan karang lenyap. Sarana kehidupan buyar dan kemudian lenyap.

      Proses pemucatan telah meluas di seluruh lautan tropis. Akibatnya, terjadi keresahan dalam masyarakat ilmu pengetahuan laut di seluas dunia. Sewaktu proses pemucatan terjadi dalam skala besar, kerusakan tidak terelakkan. Tingkat pemucatan dan kematian koral secara menyedihkan telah dibawa kepada perhatian dunia oleh apa yang telah terjadi di seluruh laut tropis di dunia pada tahun-tahun belakangan ini. Meskipun terdapat proses pemucatan pada koral secara periodik dan secara setempat selama bertahun-tahun, wabah pemucatan akhir-akhir ini tidak terbandingkan dalam hal kerusakannya dan ruang lingkupnya secara global. Ada sesuatu yang telah menyerang koral hidup dari sebagian besar spesiesnya di seluas bumi, yang menyebabkan runtuhnya lingkungan karang.

  • Karang Koral yang Sekarat−Apakah Umat Manusia Bertanggung Jawab?
    Sedarlah!—1996 | 22 September
    • Karang Koral yang Sekarat−Apakah Umat Manusia Bertanggung Jawab?

      SIMPOSIUM Karang Koral Internasional pada tahun 1992 melaporkan bahwa manusia secara langsung atau tidak langsung telah menyebabkan kematian dari 5 hingga 10 persen karang-karang hidup di dunia dan bahwa 60 persen lagi akan lenyap dalam 20 hingga 40 tahun berikutnya. Menurut Clive Wilkinson dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Kelautan Australia, hanya karang di daerah yang terpencil yang masih cukup sehat. Surat kabar USA Today menyatakan bahwa daerah-daerah yang memiliki ”karang-karang [yang hancur] antara lain Jepang, Taiwan, Filipina, Indonesia, Singapura, Sri Lanka, dan India di Asia; Kenya, Tanzania, Mozambik, dan Madagaskar di Afrika; dan Republik Dominika, Haiti, Kuba, Jamaika, Trinidad dan Tobago, serta Florida di Benua Amerika. Penyebab degradasi berbeda-beda, namun tingginya populasi penduduk pesisir pantai dan beratnya pembangunan di pesisir pantai merupakan faktor penyebab di semua negara ini”.

      Karang koral biasanya tumbuh subur di air laut yang temperaturnya berkisar antara 25°-29° Celsius, bergantung lokasinya. Tetapi kenaikan tingkat temperatur sedikit saja bagi koral yang sehat dapat sangat mematikan. Bertambahnya satu atau dua derajat di atas titik maksimum pada musim panas normal dapat mengakibatkan kematian. Meskipun berbagai hal dapat diidentifikasi sebagai penyebab pemucatan dan kemudian kematian koral setempat, banyak ilmuwan mencurigai bahwa penyebab umum seluas dunia bisa jadi adalah pemanasan global. Majalah Scientific American melaporkan kesimpulan ini, ”Pada tahun 1987, terdapat laporan mengenai pemucatan koral disertai meningkatnya keprihatinan akan pemanasan global. Karena itu, tidaklah mengejutkan jika beberapa ilmuwan dan para pengamat lain mencapai kesimpulan bahwa kondisi karang koral bagaikan burung kenari di pertambangan batu bara​—indikasi awal dari meningkatkan temperatur lautan secara global. Meskipun tampaknya bahwa meningkatnya temperatur air laut setempat menyebabkan pemucatan, namun hubungan antara dampak ini dengan pemanasan global belum dapat dipastikan saat ini.”

      U.S.News & World Report mengatakan, ”Penyelidikan terbaru dari Kepulauan Karibia mendukung hipotesis ini bahwa lautan yang memanas secara tidak normal menyebabkan wabah pemucatan akhir-akhir ini. Thomas J. Goreau, yang mengepalai Ikatan Karang Koral Global, secara pesimis membandingkan keadaan karang yang menyedihkan dengan penyusutan hutan tropis Amazon. ”Masih akan ada beberapa hutan tropis yang tersisa lima puluh tahun mendatang,” katanya, ”tetapi dengan tingkat kecepatan penyusutan karang koral seperti sekarang, tidak akan ada lagi karang koral di mana pun pada waktu itu.”

      Kehancuran di Seluas Dunia​—Banyak Penyebabnya

      Di sepanjang Pantai Pasifik di Amerika Tengah, hingga 95 persen koral mati pada tahun 1983. Pada waktu yang sama, terjadi pemucatan serupa namun tidak begitu menghancurkan di Pasifik tengah dan barat. Pemucatan yang parah terjadi di Karang Penghalang Besar di Australia dan daerah-daerah di Lautan Pasifik dan Samudera Hindia. Thailand, Indonesia, dan Kepulauan Galápagos juga melaporkan adanya kerusakan. Setelah itu, pemucatan besar-besaran terjadi di dekat Kepulauan Bahama, Kolombia, Jamaika, dan Puerto Riko, juga Texas Selatan dan Florida, AS.

      Pola kehancuran karang seluas dunia pun muncul. Natural History mengamati, ”Dalam kurun waktu relatif singkat ketika ekosistem karang telah dipelajari, pemucatan dengan skala seperti sekarang ini belum pernah terjadi. Peter Glynn, seorang biolog di University of Miami, telah memeriksa koral yang berumur 400 tahun di Lautan Pasifik sebelah timur mengalami pemucatan parah dan tidak mendapati bukti adanya bencana serupa di masa lampau. Pemucatan parah menunjukkan bahwa pemanasan menyeluruh yang terjadi pada tahun 1980-an mungkin memiliki efek yang drastis pada karang koral dan mungkin menyiratkan bagaimana jadinya masa depan karang jika efek rumah kaca mengakibatkan temperatur yang bahkan lebih panas lagi. Sayangnya, pemanasan global dan kerusakan lingkungan terus-menerus terjadi dan kian parah, yang meningkatkan frekuensi siklus pemucatan di seluas dunia.”

      U.S.News & World Report menunjukkan apa yang mungkin menjadi faktor penyebab lainnya, ”Penipisan lapisan ozon, yang menaungi makhluk hidup dari radiasi ultraviolet yang merusak, mungkin juga bertanggung jawab atas kematian koral baru-baru ini.”

      Di daerah pesisir pantai, tempat lebih dari setengah penduduk dunia tinggal, manusia-manusia yang tidak bertanggung jawab dalam mengelola daerah-daerah sedemikian di seluruh dunia sangat menyebabkan ketegangan pada karang koral. Suatu penelitian dari Ikatan Konservasi Dunia dan Program Lingkungan Hidup Perserikatan Bangsa-Bangsa mendapati bahwa manusia telah merusak atau menghancurkan sejumlah besar karang di 93 negara. Banyak daerah berkembang langsung membuang limbah kotornya ke lautan, sehingga mencemari lautan itu.

      Pohon-pohon bakau, yang tumbuh di air asin dan dapat menyaring bahan-bahan pencemar, ditebang untuk diambil kayunya dan untuk dijadikan bahan bakar. Karang dihancurkan dan ditambang untuk dijadikan bahan bangunan. Di Sri Lanka dan di India, seluruh bagian karang digiling menjadi semen. Kapal-kapal yang besar dan kecil menjatuhkan jangkarnya pada karang-karang atau terdampar pada karang, sehingga menghancurkan karang berkeping-keping.

      Majalah National Geographic melukiskan apa yang terjadi di John Pennekamp Coral Reef State Park di Florida, ”Perahu-perahu mereka mencemari air dan segala sesuatu di dalamnya dengan produk minyak dan limbah. Para pengendara yang tidak mahir menabrak karang-karang. Mereka mengotori laut dengan gelas plastik, kaleng aluminium, gelas, kantong plastik, botol, dan tali pancing yang kusut yang panjangnya berkilo-kilometer. Kotoran ini tidak akan hilang​—sebenarnya, kotoran ini tidak dapat dihancurkan.”

      [Keterangan Gambar di hlm. 16]

      Atas kebaikan dari Australian International Public Relations

      [Keterangan Gambar di hlm. 17]

      Kebaikan dari Bahamas Ministry of Tourism

  • Apa yang Dapat Dilakukan untuk Menyelamatkan Karang Koral?
    Sedarlah!—1996 | 22 September
    • Apa yang Dapat Dilakukan untuk Menyelamatkan Karang Koral?

      BANYAK ilmuwan dari seputar dunia percaya bahwa pemanasan global sedang terjadi dan itu akan terus memburuk seraya negara-negara berkembang kian maju dalam mengembangkan industrinya. Kira-kira tiga miliar metrik ton karbon dioksida (C02) dimuntahkan setiap tahun ke dalam atmosfer secara global melalui pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak, dan kayu bakar, dan melalui penggundulan hutan dengan cara dibakar. Menurut beberapa ilmuwan, apa yang disebut efek rumah kaca, yang dihasilkan dari gas pembakaran bahan bakar, akan membuat atmosfer bertambah panas antara 5 hingga 14 derajat Celsius menjelang pertengahan abad mendatang. Peningkatan ini dapat berakibat fatal bagi koral dan komunitas karang.

      Tetapi kematian karang koral juga secara merugikan mempengaruhi kehidupan di darat. Majalah Natural History menyatakan, ”Akan tetapi, karang koral itu sendiri merupakan faktor kunci dalam skenario rumah kaca dan bisa jadi sama pentingnya dengan hutan basah tropis dalam mengurangi gas rumah kaca. Mengingat karang koral menimbun kalsium karbonat pada kerangkanya, koral menyingkirkan sebagian besar C02 dari lautan. Tanpa zooxanthellae [ganggang simbiosis yang tinggal pada koral], jumlah karbon dioksida yang dimetabolisasi berkurang drastis. Ironisnya, kerusakan pada ekosistem bawah laut dapat mempercepat setiap proses laju kematiannya.”

      Beberapa ilmuwan yakin bahwa gas-gas lain yang dilepaskan oleh pembakaran meningkatkan efek rumah kaca. Salah satunya adalah oksidul zat lemas, dan yang lain adalah klorofluorokarbon (CFC). Sebenarnya, setiap molekul CFC 20.000 kali efisiennya dalam menjerat panas seperti halnya satu molekul CO2. CFC juga dituding sebagai penyebab utama menipisnya lapisan ozon, yang melindungi kehidupan di bumi dari sinar ultraviolet yang berbahaya. Ozon di Kutub Utara dan di Kutub Selatan telah menipis sedemikian rupa sehingga terbentuk lubang-lubang. Hal itu mengakibatkan bahaya yang lebih buruk lagi bagi koral. Eksperimen yang menyingkapkan miniatur karang koral yang tertekan oleh air hangat sehingga sedikit meningkat di bawah cahaya ultraviolet memperburuk pemucatan. Majalah Scientific American dengan nada sedih menyatakan, ”Bahkan meskipun emisi klorofluorokarbon dihentikan sekarang, reaksi kimia yang mengakibatkan kehancuran ozon stratosfer akan terus berlanjut sekurang-kurangnya satu abad. Alasannya sederhana: senyawa tersebut tetap ada selama kurun waktu itu dalam atmosfer dan akan terus menyebar ke dalam stratosfer dari reservoir troposfer, lama setelah emisi tersebut berhenti.”

      Secara perorangan, tiap-tiap individu hendaknya bertindak secara bertanggung jawab dengan tidak mencemari lautan atau daerah pesisir pantai dengan sampah atau polutan. Jika Anda mengunjungi karang, patuhi instruksi untuk tidak menyentuh atau berdiri di atas koral. Jangan mengambil dan membeli suvenir koral. Jika naik perahu mendekati karang tropis, taruh jangkar di dasar yang berpasir atau tambatan yang mengapung yang disediakan oleh para petugas kelautan. Jangan mempercepat atau mengocok dasar laut dengan baling-baling perahu Anda. Jangan buang limbah perahu ke dalam lautan; carilah dok dan pangkalan yang bersedia menampungnya. Bill Causey, manajer dari Perlindungan Laut Nasional Looe Key (Florida, AS), mengatakan, ”Manusia kemungkinan menciptakan problem penyebab ketidakseimbangan. Kita harus sadar akan pengaruhnya secara global. Jika kita terus mempertinggi kesadaran masyarakat tentang ancaman kehilangan ekosistem secara besar-besaran, maka kemungkinan kita dapat memperbaiki situasinya.”

      Secara regional, undang-undang perlindungan karang koral kini dipublikasikan dan diberlakukan. Negara Bagian Florida menuntut para pemilik kapal yang merusak karang. Para pemilik kapal barang yang membajak beberapa ekar koral sewaktu kapal itu karam dikenakan denda sejumlah 6 juta dolar. Sebagian uang itu digunakan untuk memulihkan habitat laut. Sekarang ini, dengan menggunakan bahan perekat khusus, para biolog berupaya menyambung kembali koral yang dirusak oleh sebuah kapal pada tahun 1994. Denda lain senilai 3,2 juta dolar dikenakan kepada perusahaan yang merusak karang Florida dengan salah satu kapal barangnya. Negara-negara lain juga memberlakukan sanksi serupa. Lokasi-lokasi menyelam yang populer seperti Kepulauan Cayman di Karibia, telah membatasi daerah-daerah untuk menyelam. Australia membentuk Taman Laut Karang Penghalang Besar untuk mengendalikan aktivitas di sana. Tetapi sebagaimana semua orang ketahui, semakin banyak penyelam, semakin besar kerusakan karang.

      Apakah Semua Bangsa Akan Bergabung dalam Perjuangan Ini?

      Secara global, para ilmuwan dan para pemimpin yang prihatin menyimpulkan bahwa jalan keluarnya di luar kesanggupan satu bangsa atau bahkan sekelompok bangsa. Polusi dibawa ke seluruh dunia melalui perputaran arus udara dan air, yang mempengaruhi karang. Tiap-tiap bangsa tidak mempunyai yurisdiksi di luar perairan teritorial mereka. Polutan yang dibuang ke laut lepas akhirnya kembali ke pantai juga. Upaya dan jalan keluar terpadu secara global diperlukan.

      Tidak heran banyak orang yang mampu dan berhati tulus di dunia ini akan terus berjuang untuk menyelamatkan koral, kekayaan yang agung di bumi ini. Suatu pemerintah dunia yang peka dan prihatin akan lingkungan bumi teramat sangat dibutuhkan. Untunglah, sang Pencipta sendiri akan menyelamatkan lingkungan global ini. Sewaktu Allah menciptakan manusia pertama, Ia mengatakan, ”Supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan [dan semua kehidupan bahari] di laut.” (Kejadian 1:26) Karena Allah tidak menyalahgunakan atau mengeksploitasi kehidupan laut, mandat-Nya kepada umat manusia pastilah berarti bahwa manusia harus memelihara lingkungan global ini. Alkitab menubuatkan, ”Ada langit baru dan bumi baru yang kita nantikan sesuai dengan janjinya, dan di dalamnya keadilbenaran akan tinggal.” (2 Petrus 3:13) Di masa depan yang dekat ini, pemerintahan surgawi itu akan sepenuhnya membersihkan bumi yang tercemar ini, termasuk lautannya. Kemudian, warga-warga Kerajaan Allah akan memelihara dan menikmati lautan yang indah beserta penghuni lautnya dengan sepenuhnya.

      [Gambar di hlm. 18]

      Latar belakang: Karang koral yang indah di Lautan Pasifik, dekat Fiji

      Inset: 1. Ikan clown di bawah permukaan air dilihat dari jarak dekat, 2. koral yang mirip sebuah meja, 3. udang pembersih pada koral

      [Keterangan]

      Latar belakang halaman 18: Fiji Visitors Bureau

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan