-
Diskriminasi terhadap PerempuanSedarlah!—1998 | 8 April
-
-
Diskriminasi terhadap Perempuan
DI Afrika Barat, seorang pengusaha membeli seorang anak berusia sembilan tahun. Di Asia, seorang bayi yang baru lahir dikubur hidup-hidup di gurun pasir. Di salah satu negeri Timur, seorang balita mati kelaparan di panti asuhan—ia ditelantarkan dan tidak diinginkan. Ada satu persamaan pada tragedi-tragedi ini: Semua korbannya adalah perempuan. Status mereka sebagai perempuan berarti bahwa mereka dianggap tidak berharga.
Ini bukan kasus yang tergolong jarang. Di Afrika, ribuan anak perempuan dan remaja putri dijual sebagai budak, ada yang cuma seharga 15 dolar AS. Dan menurut laporan, setiap tahun ada ratusan ribu anak perempuan dijual atau dipaksa menjadi pelacur, sebagian besar di Asia. Yang tak kalah buruknya, angka populasi di sejumlah negeri menunjukkan bahwa sebanyak 100 juta anak perempuan ”raib”. Ini tampaknya disebabkan oleh aborsi, pembunuhan bayi, atau penelantaran anak perempuan.
Sudah sedari dahulu—berabad-abad—perempuan dipandang seperti ini di banyak negeri. Dan di beberapa tempat, pandangan semacam itu masih berlaku. Mengapa? Karena di negeri-negeri itu, anak lelaki dianggap lebih tinggi nilainya. Anak lelaki dirasa dapat meneruskan silsilah keluarga, mewarisi harta, dan merawat orang-tua jika mereka lanjut usia, karena pada umumnya di negeri-negeri ini, pemerintah tidak memberikan tunjangan pensiun bagi para manula. Ada pepatah Asia yang mengatakan bahwa ”membesarkan anak perempuan ibarat menyirami tanaman di halaman tetangga”. Apabila ia besar nanti, ia akan meninggalkan rumah untuk menikah atau bahkan dijual sebagai pelacur, dengan demikian, tidak dapat membantu mengurus orang-tua yang lanjut usia.
Andilnya Lebih Kecil
Di negeri-negeri yang dilanda kemiskinan, sikap ini dapat berupa kurangnya makanan, kurangnya pelayanan kesehatan, dan kurangnya pendidikan bagi anak perempuan dalam keluarga. Para peneliti di salah satu negara Asia mendapati bahwa 14 persen anak perempuan kekurangan gizi, dibandingkan dengan 5 persen anak lelaki. Di beberapa negeri, perbandingan antara anak lelaki dan anak perempuan yang mendapatkan perawatan kesehatan adalah dua berbanding satu, demikian laporan Dana Anak-Anak Internasional PBB (UNICEF). Dan, di Afrika serta di Asia bagian selatan dan barat, lebih dari 40 persen remaja putri buta huruf. ”Apartheid jenis kelamin yang mengerikan sedang terjadi di dunia,” ratap mendiang Audrey Hepburn, mantan duta besar UNICEF.
”Apartheid jenis kelamin” ini tidak sirna sewaktu anak perempuan mencapai usia dewasa. Kemiskinan, kekerasan, dan kerja keras yang tak habis-habisnya sering kali terus melekat pada kehidupan wanita, tepatnya karena keadaannya sebagai wanita. Presiden Bank Dunia menjelaskan, ”Kaum wanita melakukan dua pertiga dari pekerjaan dunia. . . . Namun, upah mereka hanya sepersepuluh penghasilan dunia dan memiliki kurang dari satu persen kekayaan di dunia. Mereka adalah yang termiskin dari antara orang miskin di dunia.”
Menurut salah satu laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa, lebih dari 70 persen di antara 1,3 miliar orang di dunia yang hidup dalam kemiskinan yang parah adalah kaum wanita. ”Dan keadaannya semakin memburuk,” kata laporan itu lagi. ”Jumlah wanita desa yang hidup dalam kemiskinan mutlak meningkat hampir 50 persen selama dua dekade yang lalu. Lambat laun, kemiskinan akan identik dengan kaum wanita.”
Bahkan yang lebih traumatis daripada impitan kemiskinan adalah kekerasan yang mencabik-cabik kehidupan begitu banyak wanita. Diperkirakan seratus juta anak perempuan, umumnya di Afrika, menderita pengudungan alat kelamin. Pemerkosaan merupakan penyalahgunaan yang merajalela yang tetap tidak terlaporkan di daerah-daerah tertentu, meskipun penelitian menunjukkan bahwa di beberapa negeri, 1 dari antara 6 wanita pernah diperkosa dalam hidupnya. Peperangan mempengaruhi pria dan wanita, tetapi sebagian besar pengungsi yang terpaksa meninggalkan rumahnya adalah para wanita dan anak-anak.
Ibu dan Pencari Nafkah
Beban mengurus keluarga sering kali lebih banyak terletak di pundak ibu. Kemungkinan, jam kerjanya lebih panjang dan bisa jadi dialah satu-satunya pencari nafkah. Di beberapa daerah pedesaan di Afrika, hampir separuh dari keluarga-keluarga dikepalai oleh wanita. Di beberapa tempat di negara-negara Barat, proporsi penting dalam keluarga dipegang oleh perempuan.
Lagi pula, khususnya di negara-negara berkembang, wanita biasanya mengurus beberapa pekerjaan yang paling melelahkan, seperti mengambil air dan kayu bakar. Penggundulan hutan dan perusakan tanaman oleh binatang semakin mempersulit pekerjaan ini. Di beberapa negara yang dilanda kekeringan, kaum wanita menggunakan tiga jam atau lebih setiap hari untuk mencari kayu bakar dan empat jam sehari untuk mengambil air. Setelah pekerjaan yang membosankan ini selesai, barulah mereka dapat mulai melakukan pekerjaan yang diharapkan dari mereka di rumah atau di ladang.
Memang, kaum pria maupun kaum wanita sama-sama menderita di negara-negara yang dilanda kemiskinan, kelaparan, atau pertikaian. Tetapi, kadar penderitaan yang ditanggung wanita tidak sebanding. Apakah situasi ini akan pernah berubah? Apakah ada prospek yang nyata bahwa suatu hari kaum wanita di mana saja akan diperlakukan dengan respek dan timbang rasa? Apakah ada yang dapat dilakukan kaum wanita sekarang untuk memperbaiki taraf hidupnya?
[Kotak/Gambar di hlm. 5]
Anak Perempuan yang Menjadi Pelacur—Ini Salah Siapa?
Setiap tahun, diperkirakan satu juta anak—sebagian besar perempuan—dijual atau dipaksa menjadi pelacur. Araya,a yang berasal dari Asia Tenggara, mengenang apa yang terjadi atas beberapa teman sekelasnya. ”Kulvadee menjadi pelacur ketika ia baru berusia 13 tahun. Ia anak yang baik, tetapi ibunya sering mabuk dan suka bermain poker, sehingga tidak punya waktu untuk mengurus anak perempuannya. Ibu Kulvadee menyuruhnya mencari uang dengan melayani laki-laki, dan tidak lama kemudian, ia bekerja sebagai pelacur.
”Sivun, siswi lain di kelas saya, berasal dari utara negeri. Ia baru berusia 12 tahun ketika orang-tuanya mengirim dia ke ibu kota untuk bekerja sebagai pelacur. Ia harus bekerja selama dua tahun untuk memenuhi kontrak yang ditandatangani oleh orang-tuanya. Sivun dan Kulvadee bukanlah satu-satunya anak yang demikian—5 dari 15 anak perempuan di kelas saya menjadi pelacur.”
Ada jutaan remaja seperti Sivun dan Kulvadee. ”Industri seks merupakan pasar besar dengan momentumnya sendiri,” keluh Wassyla Tamzali, dari UNESCO (Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pendidikan, Sains, dan Kebudayaan). ”Menjual anak perempuan berusia 14 tahun sudah sangat umum, itu sudah menjadi hal yang biasa.” Dan begitu anak perempuan ini terjual sebagai budak seks, menebus kembali kebebasannya merupakan hal yang nyaris mustahil. Manju, yang dijual oleh ayahnya sewaktu berusia 12 tahun, masih berutang 300 dolar AS setelah tujuh tahun melacur. ”Saya tidak bisa berbuat apa-apa—saya terjebak,” katanya menjelaskan.
Bagi gadis-gadis itu, menghindarkan diri dari AIDS sama sulitnya dengan melarikan diri dari mucikari yang memperbudak mereka. Sebuah survei yang diadakan di Asia Tenggara menunjukkan bahwa 33 persen pelacur anak ini terinfeksi virus AIDS. Selama industri pelacuran senilai lima miliar dolar ini tumbuh subur, kemungkinan besar anak-anak perempuan ini akan terus menderita.
Siapa yang harus dipersalahkan atas praktek yang mengerikan ini? Jelaslah, orang-orang yang memperjualbelikan anak-anak perempuan dalam bisnis pelacuran adalah yang paling pantas dipersalahkan. Tetapi, yang juga harus dikutuk adalah pria-pria bejat yang memanfaatkan anak-anak perempuan untuk memuaskan nafsu berahinya. Karena tanpa para pelaku perbuatan amoral itu, pelacuran anak-anak perempuan ini tidak akan ada.
[Catatan Kaki]
a Nama-nama telah diganti.
[Gambar]
Setiap tahun, sekitar satu juta anak perempuan dipaksa menjadi pelacur
[Kotak/Gambar di hlm. 6]
Hari Kerja Seorang Wanita di Afrika Tengah
Sang wanita bangun pada pukul enam pagi dan menyiapkan makanan untuk dirinya dan untuk seluruh keluarga, sarapan yang akan mereka santap menjelang siang hari. Setelah mengambil air dari sungai terdekat, ia menuju ke lahan yang digarapnya—kira-kira satu jam berjalan kaki.
Hingga sekitar pukul empat sore, ia menanam, menyiangi, atau menyirami tanah, hanya sempat beristirahat sejenak untuk memakan apa saja yang sempat dibawanya. Dua jam lagi yang tersisa digunakan untuk membelah kayu dan mengumpulkan singkong atau sayuran bagi keluarga—yang semuanya ia bawa pulang.
Biasanya, ia tiba di rumah saat matahari terbenam. Sekarang, ia harus menyiapkan makan malam, yang makan waktu sekitar dua jam atau lebih. Hari Minggu digunakan untuk mencuci pakaian di sungai terdekat dan menyetrikanya setelah pakaian kering.
Sang suami jarang menghargai semua kerja keras ini atau mendengarkan saran-saran istrinya. Ia tidak keberatan untuk menebang pohon atau membakar hutan supaya istrinya dapat mempersiapkan lahan untuk bercocok tanam, tetapi tidak banyak lagi yang ia kerjakan. Sekali-sekali, ia membawa anak-anak ke sungai untuk mandi, dan ia mungkin berburu atau memancing sedikit-sedikit. Tetapi, sepanjang hari, ia hanya mengobrol bersama sesama pria di desa.
Jika sang suami cukup mampu, setelah beberapa tahun, ia akan membawa pulang istri baru yang lebih muda, yang akan menjadi tumpuan kasih sayangnya. Akan tetapi, istri tuanya tetap diharapkan bekerja sebagaimana biasa, sampai kesehatannya menurun atau sampai ajalnya tiba.
Wanita-wanita Afrika memikul beban pekerjaan yang berat
-
-
Menghargai Wanita dan PekerjaannyaSedarlah!—1998 | 8 April
-
-
Menghargai Wanita dan Pekerjaannya
TIGA ribu tahun yang silam, seorang pria bernama Lemuel menulis uraian yang antusias tentang seorang istri yang cakap. Ini dicatat di dalam Alkitab di Amsal pasal 31. Wanita yang kebaikannya dipuji-puji ini, pastilah sibuk. Ia mengurus keluarganya, berdagang di pasar, berjual-beli tanah, membuatkan pakaian untuk seisi rumahnya, dan bekerja di ladang.
Wanita semacam ini tidak boleh dipandang sebelah mata. ’Anak-anaknya memanggil dia berkat, dan suaminya memuji dia.’ Istri semacam itu adalah harta. Kata Alkitab, ”Ia jauh lebih berharga daripada batu mirah”.—Amsal 31:10-28, New International Version.
Sejak zaman Lemuel, pekerjaan wanita setidaknya telah menjadi semakin rumit. Peranan wanita pada abad ke-20 ini sering mengharuskan mereka menjadi istri, ibu, juru rawat, guru, pencari nafkah, dan petani—dalam waktu yang bersamaan. Ada begitu banyak wanita membuat pengorbanan yang sangat mulia hanya untuk memastikan agar anak-anak mereka cukup makan. Bukankah semua wanita ini layak mendapat penghargaan dan pujian?
Wanita Sebagai Pencari Nafkah
Dewasa ini, semakin banyak wanita harus bekerja di luar rumah untuk turut menunjang keluarga atau menjadi satu-satunya sumber nafkah keluarga. Buku Women and the World Economic Crisis memberikan laporan yang menyatakan, ”Pekerjaan rumah tangga bukanlah satu-satunya yang diurusi wanita. Hanya segelintir wanita di seluruh dunia yang dapat menyatakan diri sebagai ’ibu rumah tangga saja’.” Dan, pekerjaan wanita jarang ada yang glamor. Sekalipun majalah atau opera sabun di televisi mungkin menampilkan wanita sebagai tokoh eksekutif di ruang kantor yang mewah, kenyataannya biasanya sangat berbeda. Sebagian besar wanita di dunia berjerih lelah selama berjam-jam hanya demi menghasilkan imbalan materi yang tidak seberapa.
Ratusan juta wanita bekerja di ladang, bercocok tanam, menggarap lahan keluarga yang sempit, atau beternak. Kerja keras ini—biasanya dibayar sangat murah atau malah tidak dibayar—menghasilkan bahan pangan bagi separuh penduduk dunia. ”Di Afrika, 70 persen bahan pangan ditanam oleh wanita, di Asia angkanya adalah 50-60 persen dan di Amerika Latin 30 persen,” demikian laporan buku Women and the Environment.
Apabila wanita bekerja dan digaji, biasanya yang diterimanya lebih sedikit daripada yang diterima pekerja pria, hanya karena statusnya sebagai wanita. Diskriminasi ini jelaslah merupakan kenyataan pahit yang harus ditelan seorang ibu yang adalah satu-satunya sumber nafkah keluarga, peranan yang semakin umum saja. Sebuah laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa memperkirakan bahwa antara 30 dan 50 persen dari seluruh rumah tangga di Afrika, Kepulauan Karibia, dan Amerika Latin bergantung pada wanita sebagai pencari nafkah utama. Dan, bahkan di negeri-negeri yang lebih berkembang, semakin banyak jumlah wanita yang harus menjadi pencari nafkah utama.
Kemiskinan yang melanda daerah pedesaan di sebagian besar negara-negara berkembang semakin memperbesar kecenderungan ini. Suami yang terus-menerus berjuang menafkahi keluarga mungkin memutuskan untuk pindah ke kota terdekat bahkan ke negara lain untuk mencari kerja. Istrinya ditinggal dan diserahi tugas mengurus keluarga. Jika ia beruntung dan mendapatkan pekerjaan, ia mengirimkan gajinya ke rumah. Tetapi, sebaik apa pun niatnya, sering kali ini tidak berlanjut. Keluarga yang ditinggalkannya terus terperosok ke dalam kemiskinan, dan kesejahteraan keluarga sekarang bergantung pada sang ibu.
Lingkaran setan ini, yang cocok digambarkan sebagai ”pewanitaan kemiskinan”, meletakkan beban berat ke atas pundak jutaan wanita. ”Rumah tangga yang dikepalai wanita, diperkirakan besarnya sepertiga dari total rumah tangga di seluas dunia, kemungkinan besar berkali-kali lebih miskin daripada yang dikepalai oleh pria, dan jumlah rumah tangga semacam itu semakin banyak,” demikian penjelasan buku Women and Health. Tetapi, sesulit-sulitnya keadaan ini, menyediakan makanan bagi keluarga bukan satu-satunya tantangan yang dihadapi wanita.
Ibu dan Guru
Seorang ibu juga harus memperhatikan kesejahteraan emosi anak-anaknya. Ia berperan penting dalam membantu seorang anak belajar mengasihi dan memperlihatkan kasih sayang—pelajaran yang mungkin sama pentingnya dengan memenuhi kebutuhan fisik sang anak. Agar dapat berkembang menjadi seorang dewasa yang seimbang, seorang anak membutuhkan lingkungan yang hangat dan aman bagi pertumbuhannya. Sekali lagi, peranan ibu sangat penting.
Dalam buku The Developing Child, Helen Bee menulis, ”Orang-tua yang hangat peduli akan sang anak, menyatakan kasih sayang, sering kali atau secara teratur mendahulukan kebutuhan sang anak, memperlihatkan antusiasme pada kegiatan sang anak, dan menanggapi perasaan anak secara sensitif dan penuh empati.” Anak-anak yang menerima kehangatan semacam itu dari seorang ibu yang penyayang tentunya harus menyatakan penghargaan mereka kepadanya.—Amsal 23:22.
Dengan memberikan ASI, banyak ibu menyediakan lingkungan yang hangat kepada anaknya sejak lahir. Khususnya di rumah tangga yang miskin, ASI merupakan pemberian yang tak ternilai dari seorang ibu kepada bayinya. (Lihat kotak di halaman 10 dan 11.) Menarik sekali, Alkitab memberi tahu kita bahwa rasul Paulus membandingkan kasih sayangnya yang hangat kepada orang-orang Kristen di Tesalonika dengan kasih sayang seorang ”ibu yang sedang menyusui” yang ”menyayangi anak-anaknya sendiri”.—1 Tesalonika 2:7, 8.
Selain memberi makan dan menyayangi anak-anaknya, ibu sering kali adalah guru utama bagi anak-anaknya. ”Hai anakku, dengarkanlah didikan ayahmu, dan jangan menyia-nyiakan ajaran ibumu,” demikian nasihat Alkitab, sewaktu menyinggung peranan penting para ibu dalam mendidik anak-anaknya. (Amsal 1:8) Pada umumnya, para ibu atau neneklah yang dengan sabar mengajari anak-anak berbicara, berjalan, dan melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga serta tak terhitung banyak hal lainnya.
Keibaan Hati Sangat Dibutuhkan
Salah satu pemberian terbesar yang dapat diberikan wanita kepada keluarganya adalah keibaan hati. Jika salah seorang anggota keluarga jatuh sakit, seorang ibu kini berperan sebagai juru rawat, sambil mengurus tanggung jawabnya yang lain. ”Wanita bahkan menyediakan sebagian besar perawatan kesehatan di dunia,” demikian penjelasan buku Women and Health.
Keibaan hati seorang ibu bahkan memotivasinya untuk mengurangi jatah makanannya sendiri agar anak-anaknya tidak sampai kelaparan. Para peneliti telah mendapati ada wanita-wanita yang merasa cukup puas dengan kadar makanan yang dikonsumsinya meskipun sebenarnya mereka sendiri kekurangan gizi. Mereka begitu terbiasa dengan memberikan porsi yang lebih besar kepada suami dan anak-anak, dan berpikir bahwa selama mereka masih bisa bekerja, mereka menganggap diri cukup makan.
Kadang-kadang, keibaan hati seorang wanita terwujud dalam bentuk kepeduliannya terhadap lingkungan setempat. Masalah lingkungan penting baginya, karena ia juga turut menderita sewaktu kekeringan, penggurunan, dan penggundulan hutan yang merusak tanah. Di sebuah kota di India, para wanita merasa berang ketika mereka tahu bahwa sebuah perusahaan kayu hendak menebang sekitar 2.500 pohon di hutan terdekat. Wanita-wanita itu membutuhkan kayu tersebut untuk kebutuhan pangan, bahan bakar, dan makanan ternak. Ketika para penebang datang, para wanita telah siaga, bergandengan tangan, untuk melindungi pohon-pohon tersebut. ’Tebas dulu kepala kami sebelum kalian menebas pohon-pohon itu,’ kata para wanita tersebut kepada para penebang. Hutan itu pun terselamatkan.
”Berikan Dia Pahala yang Layak Diterimanya”
Entah sebagai pencari nafkah, ibu, guru, atau sumber keibaan hati, seorang wanita layak direspek dan dihargai, begitu pula pekerjaan yang dilakukannya. Lemuel, pria bijaksana, yang sangat memuji istri yang cakap, menghargai pekerjaan sang wanita serta nasihatnya. Bahkan, Alkitab menjelaskan bahwa pesan yang disampaikannya sebagian besar berasal dari didikan yang diterimanya dari sang ibu. (Amsal 31:1) Lemuel yakin bahwa seorang istri dan ibu yang sungguh-sungguh menghayati perannya tidak boleh dipandang sebelah mata. ”Berikan dia pahala yang layak diterimanya,” tulisnya. ”Pekerjaannya mendatangkan pujian baginya.”—Amsal 31:31, NIV.
Akan tetapi, ketika Lemuel menuliskan pandangan-pandangan demikian, itu bukan sekadar cerminan pemikiran manusia. Itu semua dicatat di dalam Alkitab, yang adalah Firman Allah. ”Segenap Tulisan Kudus diilhamkan Allah.” (2 Timotius 3:16) Perasaan tersebut mencerminkan pandangan Allah Yang Mahakuasa terhadap kaum wanita, karena Allah mengilhami ayat-ayat tersebut dalam Alkitab untuk mengajar kita.
Selain itu, Firman Allah yang terilham menyatakan bahwa para suami hendaknya ”menetapkan kehormatan kepada [istri mereka]”. (1 Petrus 3:7) Dan di Efesus 5:33, sang suami diberi tahu, ”Hendaklah juga kamu masing-masing secara perorangan mengasihi istrinya seperti dirinya sendiri.” Sesungguhnya, Efesus 5:25 mengatakan, ”Suami-suami, teruslah kasihi istrimu, sebagaimana Kristus juga mengasihi sidang jemaat dan menyerahkan dirinya sendiri baginya.” Ya, Kristus menyatakan kasih semacam itu kepada para pengikutnya sehingga ia bersedia mati bagi mereka. Sungguh bagus teladan yang tidak mementingkan diri yang ia tetapkan bagi para suami! Dan standar-standar yang Yesus ajarkan serta jalankan mencerminkan standar Allah, yang tercatat dalam Alkitab demi manfaat kita.
Namun, meskipun telah bekerja keras dalam begitu banyak bidang, banyak wanita jarang dihargai atas apa yang mereka lakukan. Bagaimana mereka dapat memperbaiki keadaan ini, bahkan sekarang? Juga, mungkinkah akan ada perubahan sikap terhadap mereka? Masa depan macam apa yang tersedia bagi para wanita?
[Kotak/Gambar di hlm. 10, 11]
Tiga Cara bagi Wanita untuk Memperbaiki Keadaannya
Pendidikan. Ada sekitar 600 juta wanita buta huruf di dunia—yang sebagian besar tidak pernah berkesempatan untuk bersekolah. Meskipun pendidikan Anda sendiri mungkin tidak tinggi, itu tidak berarti bahwa Anda tidak dapat mendidik diri sendiri. Memang itu tidak mudah, tetapi banyak wanita telah berhasil melakukannya. ”Alasan-alasan agama dapat amat berperan dalam memotivasi orang-orang dewasa untuk memperoleh keterampilan membaca,” demikian penjelasan buku Women and Literacy. Kesanggupan Anda untuk membaca Alkitab sendiri merupakan imbalan yang bernilai tinggi atas upaya belajar membaca. Tetapi, ada banyak lagi kegunaannya.
Ibu yang melek huruf bukan hanya mendapat kesempatan kerja yang lebih baik melainkan juga dapat mempelajari praktek-praktek yang baik bagi kesehatan. Manfaat melek huruf terlihat jelas di negara bagian Kerala, India. Meskipun pendapatan daerah ini berada di bawah rata-rata, 87 persen wanitanya melek huruf. Menarik, di negara bagian itu, tingkat kematian bayi lima kali lebih rendah daripada di seluruh India; secara rata-rata, wanita hidup 15 tahun lebih lama; dan semua anak perempuan bersekolah.
Tentu saja, ibu yang melek huruf merangsang proses belajar dalam diri anak-anaknya—bahkan prestasi. Pendidikan bagi anak-anak perempuan merupakan investasi yang bernilai. Tidak ada lagi yang memiliki kekuatan sebesar itu untuk meningkatkan kesehatan keluarga dan meningkatkan kehidupan wanita itu sendiri, demikian pernyataan publikasi Dana Anak-Anak Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) The State of the World’s Children 1991. Tidak diragukan lagi, keterampilan baca-tulis akan membantu Anda untuk menjadi ibu yang baik dan pencari nafkah yang baik.a
Kesehatan. Sebagai seorang ibu, Anda perlu merawat diri, khususnya jika Anda sedang hamil atau menyusui. Dapatkah Anda meningkatkan gizi makanan Anda? Di Afrika serta di Asia sebelah selatan dan barat, hampir dua pertiga wanita hamil dinyatakan menderita anemia. Selain menyedot tenaga Anda, anemia meningkatkan risiko yang berkaitan dengan melahirkan dan membuat Anda lebih mudah terkena malaria. Meskipun daging atau ikan mungkin sukar didapat atau mahal, telur dan buah-buahan serta sayuran yang kaya zat besi mungkin dapat diperoleh. Jangan biarkan takhayul membuat Anda tidak memakan makanan bergizi, dan jangan biarkan tradisi setempat membuat Anda terpaksa tidak mendapat jatah makanan dalam keluarga.b
Memberikan ASI baik bagi Anda maupun untuk bayi Anda. ASI lebih murah, lebih higienis, dan lebih bergizi daripada susu lainnya. UNICEF memperkirakan bahwa kematian satu juta anak setiap tahunnya dapat dicegah jika para ibu memberikan ASI kepada bayinya selama empat hingga enam bulan pertama. Tentu saja, jika sang ibu mengidap penyakit yang dapat menular melalui ASI, maka alternatif pemberian makanan hendaknya digunakan.
Pastikan agar ada ventilasi yang sepatutnya sewaktu Anda memasak di dalam rumah di hadapan api yang menyala. ”Tidak terlindung dari asap dan gas-gas beracun sewaktu memasak mungkin merupakan gangguan kesehatan yang paling serius yang diketahui dewasa ini,” demikian peringatan buku Women and Health.
Jangan merokok, seberapa hebat pun tekanannya. Iklan rokok yang merajalela di negara-negara berkembang mengincar kaum wanita, berupaya meyakinkan mereka bahwa merokok membuat mereka tampak modern. Itu salah besar. Merokok membahayakan anak-anak Anda dan dapat menewaskan Anda. Diperhitungkan bahwa pada akhirnya seperempat dari semua perokok tewas karena kecanduan tembakaunya. Lagi pula, para pakar memperingatkan bahwa kemungkinan orang yang baru pertama kali merokok untuk menjadi ketagihan sangat tinggi.
Higiene. Teladan Anda dan nasihat Anda sehubungan dengan higiene sangat penting bagi kesehatan seluruh keluarga. Publikasi Facts for Life menjabarkan langkah-langkah dasar higiene yang baik:
• Cuci tangan dengan sabun dan air setelah bersentuhan dengan tinja dan sebelum mengolah makanan. Pastikan anak-anak Anda mencuci tangan sebelum makan.
• Gunakan jamban, dan jagalah agar tetap bersih dan tertutup. Jika ini tidak mungkin, hendaklah buang air besar sejauh mungkin dari rumah Anda, dan kubur tinja dengan segera.—Bandingkan Ulangan 23:12, 13.
• Berupayalah menggunakan air bersih untuk rumah tangga Anda. Untuk itu, upayakan sumur tetap tertutup dan gunakan perkakas yang bersih untuk membawa air.
• Jika tidak tersedia sarana air bersih yang langsung dapat diminum, rebus air dan biarkan mendingin sebelum diminum. Meskipun air mentah tampak bersih, itu bisa saja tercemar.
• Ingatlah bahwa makanan yang tidak dimasak lebih besar kemungkinannya untuk membawa bibit penyakit. Makanan yang dimakan mentah hendaknya dicuci sebelum dimakan dan dikonsumsi sesegera mungkin. Makanan lain hendaknya dimasak hingga matang betul, khususnya daging dan unggas.
• Upayakan makanan tetap bersih dan tertutup supaya serangga atau binatang tidak dapat mencemarinya.
• Bakar atau kubur sampah rumah.c
[Catatan Kaki]
a Saksi-Saksi Yehuwa menyelenggarakan kursus membaca dan menulis secara cuma-cuma sebagai bagian dari program pendidikan Alkitab mereka yang luas.
b Di beberapa negeri, ada takhayul bahwa wanita tidak boleh memakan ikan, telur, atau ayam selama masa kehamilannya, karena takut membahayakan bayi yang dikandungnya. Kadang-kadang, tradisi mengharuskan wanita memakan apa yang tersisa, setelah pria dan anak-anak lelaki selesai makan.
c Lihat Sedarlah! terbitan 8 April 1995, halaman 6-11, untuk mendapatkan keterangan yang lebih terperinci.
[Gambar di hlm. 8]
Banyak wanita di negara-negara Barat bekerja di kantor
[Gambar di hlm. 8, 9]
Banyak wanita terpaksa bekerja di lingkungan yang kumuh
[Keterangan]
Godo-Foto
[Gambar di hlm. 9]
Ibu adalah guru di rumah
-
-
Bagaimana Masa Depan Kaum Wanita?Sedarlah!—1998 | 8 April
-
-
Bagaimana Masa Depan Kaum Wanita?
”SEJARAH umat manusia adalah sejarah berulangnya penindasan dan kesewenang-wenangan kaum pria terhadap kaum wanita.” Demikianlah bunyi Deklarasi Unjuk Rasa Seneca Falls, New York, yang ditulis di Amerika 150 tahun yang lalu sebagai protes terhadap ketidakadilan yang dialami kaum wanita.
Tak diragukan lagi, ada kemajuan yang dicapai sejak saat itu, tetapi sebagaimana dinyatakan publikasi The World’s Women 1995, perjalanan masih panjang. ”Sangat sering, pria dan wanita berada di dua dunia yang berbeda,” lapornya, ”dunia yang berbeda sehubungan dengan akses untuk memperoleh pendidikan serta kesempatan kerja, dan dalam bidang kesehatan, keamanan pribadi serta waktu luang.”
Meningkatnya kesadaran akan hal ini telah menyebabkan bangsa-bangsa mengeluarkan undang-undang untuk melindungi hak-hak kaum wanita. Tetapi, undang-undang tidak dapat mengubah hati, tempat berakarnya ketidakadilan dan prasangka. Misalnya, perhatikan keadaan menyedihkan yang dialami anak-anak perempuan yang menjadi pelacur. Newsweek mengatakan tentang aib internasional ini, ”Undang-undang yang ditujukan untuk menghentikan eksploitasi seksual anak-anak ini memang terpuji namun sering kali tidak efektif.” Demikian pula, undang-undang itu sendiri tidak mencegah kejahatan. ”Bukti-bukti menyingkapkan kekerasan terhadap perempuan sebagai masalah sedunia yang semakin meluas,” demikian pernyataan Human Development Report 1995. ”Sebagian besar undang-undang tidak memadai untuk menghentikan kekerasan demikian—kecuali sistem nilai budaya dan sosial yang ada sekarang berubah.”—Cetak miring red.
”Sistem nilai budaya dan sosial” biasanya didasarkan atas tradisi yang berurat-berakar—yang teramat sangat sulit dihancurkan. ”Tradisi membuat pria percaya bahwa wanita harus dimanfaatkan dan bukannya dikasihi, disuruh bekerja dan bukannya disayangi,” kata seorang wanita Timur Tengah. ”Akibatnya, wanita tidak punya suara, tidak punya hak, dan tidak punya kesempatan untuk memperbaiki keadaan.”
Memberikan Penyuluhan Kepada Para Suami dan Ayah
Dasar-Dasar Tindakan yang diusulkan di Beijing, Cina, pada konferensi wanita sedunia pada tahun 1995 menyatakan bahwa hanya ”tindakan yang segera dan terpadu dari semua pihak” yang dapat mewujudkan ”dunia yang damai, adil, dan manusiawi” tempat kaum wanita direspek.
Segala tindakan untuk menjadikan kehidupan wanita lebih ’damai, adil, dan manusiawi’ harus dimulai di rumah, dari suami dan ayah. Dalam hal ini, Saksi-Saksi Yehuwa yakin bahwa pendidikan Alkitab adalah kunci keberhasilan. Mereka telah melihat bahwa segera setelah para pria tahu bahwa Allah mengharapkan mereka memperlakukan istri dan putri mereka dengan respek dan timbang rasa, mereka akan melakukan dan mencamkan hal ini.
Di Afrika Tengah, Pedro, seorang pria beristri yang dikaruniai empat anak, sekarang sangat memperhatikan kebutuhan istrinya. Ia membantu istrinya merawat anak-anaknya, ia bahkan turut melayani tamu-tamu yang diundangnya untuk bersantap bersama keluarganya. Tindakan yang penuh timbang rasa semacam itu sangat janggal di negaranya. Apa yang membuat dia menghargai istrinya dan bekerja sama dengannya?
”Ketika saya mulai belajar Alkitab, saya belajar dua prinsip penting sehubungan dengan peranan suami,” kata Pedro menjelaskan. ”Prinsip-prinsip ini sangat mempengaruhi cara saya memandang istri saya. Pertama, 1 Petrus 3:7 menjelaskan bahwa seorang suami harus menghormati istrinya sebagai ”bejana yang lebih lemah, yang feminin”. Kedua, Efesus 5:28, 29 mengatakan bahwa seorang suami hendaknya memperlakukan istrinya seperti ’tubuhnya sendiri’. Sejak saya mengikuti saran itu, kami menjadi lebih akrab. Jadi, kami kaum pria harus lebih berpaut pada nilai-nilai nasihat Alkitab daripada pada kebiasaan setempat.”
Michael, dari Afrika Barat, mengakui bahwa sebelum ia mulai belajar Alkitab dengan Saksi-Saksi, ia tidak memperlakukan istrinya dengan sepatutnya. ”Saya bahkan suka memukulnya jika sedang marah,” demikian pengakuannya. ”Tetapi, Alkitab mengajarkan kepada saya bahwa saya harus mengubah cara berpikir. Sekarang, saya berupaya sangat keras untuk mengendalikan emosi saya dan untuk mengasihi istri saya seperti tubuh saya sendiri. Dan kami berdua sangat berbahagia.” (Kolose 3:9, 10, 19) Istrinya, Comfort, sependapat, ”Sekarang, Michael memperlakukan saya dengan lebih respek dan sayang dibandingkan dengan kebiasaan para suami pada umumnya dalam masyarakat kami. Kami dapat membicarakan masalah-masalah kami dan bekerja sama sebagai satu tim.”
Pedro dan Michael belajar merespek dan menyayangi istri mereka karena mereka mencamkan instruksi Firman Allah, yang memperjelas bahwa ketidakadilan terhadap kaum wanita sangat tidak menyenangkan Pencipta kita.
Kepedulian Allah Terhadap Wanita
Allah selalu peduli terhadap wanita dan kesejahteraannya. Meskipun ia memberi tahu orang-tua kita yang pertama bahwa karena pemberontakan mereka, ketidaksempurnaan akan mengakibatkan para wanita ’dikuasai’, ini sama sekali bukan maksud-tujuan Allah. (Kejadian 3:16) Ia menciptakan Hawa sebagai ”penolong” bagi Adam dan rekan baginya. (Kejadian 2:18) Dalam Hukum Musa, yang diberikan kepada Israel purba, Yehuwa secara khusus mengutuk perlakuan yang buruk terhadap para janda dan menginstruksikan orang-orang Israel untuk memperlakukan mereka dengan baik hati dan membantu mereka.—Keluaran 22:22; Ulangan 14:28, 29; 24:17-22.
Yesus, dalam meniru Bapak surgawinya, tidak mengikuti tradisi yang diterima luas pada zamannya yang merendahkan kaum wanita. Ia berbicara dengan ramah kepada para wanita—bahkan kepada wanita yang mempunyai reputasi buruk. (Lukas 7:44-50) Lagi pula, Yesus senang membantu para wanita yang menderita problem kesehatan. (Lukas 8:43-48) Sekali peristiwa, ketika ia melihat seorang janda sedang berkabung atas kematian putra tunggalnya belum lama berselang, ia segera menghampiri iring-iringan penguburan dan membangkitkan pemuda itu.—Lukas 7:11-15.
Terdapat para wanita di antara murid-murid Yesus yang pertama dan para wanita pulalah yang pertama kali memberikan kesaksian tentang kebangkitannya. Alkitab sangat memuji wanita-wanita seperti Lidia, Dorkas, Priska sebagai teladan dalam memperlihatkan haluan suka menerima tamu, keibaan hati, dan keberanian. (Kisah 9:36-41; 16:14, 15; Roma 16:3, 4) Dan, orang-orang Kristen masa awal dilatih untuk memperlihatkan respek kepada para wanita. Rasul Paulus memberi tahu Timotius, rekan utusan injilnya, untuk memperlakukan ”wanita-wanita yang lebih tua seperti ibu, wanita-wanita yang lebih muda seperti saudara perempuan dengan segala kemurnian”.—1 Timotius 5:2.
Wanita-Wanita yang Telah Mendapatkan Respek
Jika Anda seorang pria Kristen, Anda akan memperlihatkan respek yang serupa kepada wanita. Anda tidak akan pernah menggunakan tradisi sebagai dalih untuk memperlakukan mereka dengan buruk. Lagi pula, perlakuan Anda yang penuh respek terhadap wanita dapat memberikan kesaksian yang kuat tentang iman Anda. (Matius 5:16) Salima, seorang wanita muda dari Afrika, menggambarkan bagaimana ia mendapat manfaat dengan menerapkan prinsip-prinsip Kristen.
”Saya dibesarkan dalam suatu lingkungan tempat wanita dan anak-anak perempuan diperlakukan dengan buruk. Ibu saya bekerja 16 jam sehari, tetapi apa yang didapatkannya hanyalah keluhan jika yang dilakukannya tidak beres. Lebih buruk lagi, ayah saya suka memukulnya jika sedang terlalu banyak minum. Wanita-wanita lain di daerah kami menderita perlakuan serupa. Tetapi, saya tahu bahwa perlakuan semacam itu salah—itu membuat kehidupan kami frustrasi dan tidak bahagia. Meskipun demikian, keadaan ini tampaknya tidak akan pernah berubah.
”Akan tetapi, ketika saya beranjak remaja, saya mulai belajar Alkitab dengan Saksi-Saksi Yehuwa. Saya sangat terkesan ketika membaca kata-kata rasul Petrus, yang mengatakan bahwa wanita harus diperlakukan dengan hormat. Tetapi, saya berpikir, ’Agaknya mustahil orang-orang mau menerapkan nasihat ini, apalagi bila mempertimbangkan tradisi di daerah kami’.
”Akan tetapi, ketika saya pergi ke Balai Kerajaan, tempat Saksi-Saksi mengadakan perhimpunan, para pria dan wanita memperlakukan saya dengan ramah. Bahkan yang lebih mengejutkan, para suami di antara mereka benar-benar sayang pada istrinya. Seraya saya mulai mengenal baik orang-orang ini, saya sadar bahwa inilah yang diharapkan dari semua Saksi-Saksi Yehuwa untuk dilakukan. Meskipun beberapa pria itu berasal dari latar belakang yang sama dengan saya, mereka sekarang memperlakukan wanita dengan respek. Saya ingin menjadi bagian dari keluarga besar ini.”
Jalan Keluar yang Permanen
Respek yang diamati Salima itu tidak timbul secara kebetulan. Itu merupakan hasil dari suatu program pengajaran, yang didasarkan atas Firman Allah, yang membantu orang-orang untuk menghargai martabat satu sama lain seperti halnya Allah. Ini merupakan petunjuk tentang apa yang dapat dilakukan bahkan sekarang dan tentang apa yang akan dilakukan di seluas dunia ketika Kerajaan Allah menjalankan sepenuhnya pemerintahan atas bumi. (Daniel 2:44; Matius 6:10) Pemerintahan surgawi ini akan menyingkirkan segala ketidakadilan. Alkitab meyakinkan kita, ”Apabila Engkau [Yehuwa] datang menghakimi bumi, maka penduduk dunia akan belajar apa yang benar [”keadilbenaran”, NW].”—Yesaya 26:9.
Bahkan sekarang, pendidikan dalam keadilbenaran sedang mengubah cara berpikir jutaan orang. Ketika semua manusia berada di bahwa Kerajaan Allah, pendidikan ini akan berlanjut di seluas dunia dan akan mengakhiri perlakuan kaum pria yang menindas terhadap kaum wanita, sebagai akibat dosa Adam. Yesus Kristus, Raja yang ditetapkan Allah, tidak akan membiarkan ketidakadilan terhadap wanita mencemari pemerintahannya. Dalam menggambarkan pemerintahan Kristus, Alkitab mengatakan, ”Ia akan melepaskan orang miskin yang berteriak minta tolong, orang yang tertindas, dan orang yang tidak punya penolong; ia akan sayang kepada orang lemah dan orang miskin, ia akan menyelamatkan nyawa orang miskin. Ia akan menebus nyawa mereka dari penindasan dan kekerasan.”—Mazmur 72:12-14.
Serial artikel ini telah memusatkan perhatian pada masalah-masalah yang dihadapi kaum wanita. Akan tetapi, patut diakui bahwa banyak pria juga diperlakukan dengan buruk. Sepanjang sejarah, pria-pria yang berkuasa dan keji telah melakukan perbuatan jahat yang sangat mengerikan terhadap kaum pria maupun wanita. Dan, ada pula wanita-wanita yang perbuatannya tak kalah jahatnya. Misalnya, Alkitab menyebutkan tentang pertumpahan darah orang yang tidak berdosa, yang dilakukan oleh Izebel, Atalya, dan Herodias.—1 Raja 18:4, 13; 2 Tawarikh 22:10-12; Matius 14:1-11.
Dengan demikian, semua umat manusia membutuhkan dunia baru Allah, di bawah pemerintahan Kerajaan-Nya. Tidak lama lagi, sewaktu hari itu tiba, tak seorang pun, wanita maupun pria, yang akan menderita diskriminasi atau yang diperlakukan dengan buruk. Sebaliknya, hari demi hari akan menjadi ”kesenangan yang luar biasa” bagi setiap orang.—Mazmur 37:11, NW.
[Gambar di hlm. 13]
Para suami Kristen mengikuti bimbingan Alkitab dan merespek serta menghormati istri mereka
-