-
Masih Mencari SolusiSedarlah!—2000 | 8 Desember
-
-
Masih Mencari Solusi
SEJAK awal berdirinya, organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa sudah berminat pada anak-anak berikut problemnya. Pada akhir tahun 1946, didirikanlah Dana Darurat Anak-Anak Internasional PBB (UNICEF) sebagai langkah temporer untuk memelihara anak-anak di daerah-daerah yang diporakporandakan perang.
Pada tahun 1953, badan darurat ini menjadi sebuah organisasi permanen. Meskipun sekarang dikenal resmi sebagai Dana Anak-Anak Internasional PBB, badan ini masih menggunakan singkatan yang semula, UNICEF. Dengan demikian, selama lebih dari setengah abad, UNICEF telah menyediakan makanan, pakaian, dan perawatan kesehatan bagi anak-anak di seluruh dunia dan telah berupaya memenuhi kebutuhan mereka secara umum.
Kebutuhan anak-anak semakin diprioritaskan pada tahun 1959 sewaktu Perserikatan Bangsa-Bangsa memberlakukan Deklarasi tentang Hak Asasi Anak. (Lihat kotak, halaman 5.) Dokumen ini diharapkan dapat menggugah minat untuk memperhatikan problem anak-anak dan dapat membantu menuntaskannya dengan menggalang dukungan masyarakat, finansial, dan sebagainya.
Namun, ”dua puluh tahun kemudian”, menurut 1980 Year Book terbitan Collier, ”’hak-hak’ ini—khususnya yang berkaitan dengan nutrisi, kesehatan, dan kesejahteraan materi—sebagian besar masih belum diperoleh oleh kebanyakan dari 1,5 miliar anak di dunia”. Jadi, sebagai wujud kesadaran akan kebutuhan yang berkesinambungan untuk menuntaskan problem anak-anak dan selaras dengan tujuan yang telah dicanangkan, Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan tahun 1979 sebagai Tahun Anak Internasional. Pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, badan sosial dan keagamaan di seluruh dunia segera menyambut upaya pencarian solusi ini.
Apakah Semua Itu Hanyalah ”Lelucon yang Kejam”?
Sangat disayangkan, menurut sebuah laporan UNICEF, keadaan anak-anak di negara berkembang tidak membaik selama Tahun Anak Internasional. Pada akhir tahun itu, sekitar 200 juta dari antara mereka masih kekurangan gizi, dan setengah dari 15 juta kasus kematian anak balita dapat dikaitkan dengan malnutrisi. Dari 100 anak yang lahir setiap menit pada tahun itu di negara-negara berkembang tersebut, 15 anak akan mati sebelum mencapai usia satu tahun. Kurang dari 40 persen yang akan menyelesaikan pendidikan sekolah dasar. Mengomentari laporan UNICEF ini, sebuah editorial di surat kabar Indian Express mengeluh bahwa Tahun Anak itu ternyata hanya ”lelucon yang kejam”.
Beberapa pihak sudah mengantisipasi kegagalan ini. Misalnya, pada awal tahun itu, Fabrizio Dentice menulis di majalah L’Espresso, ”Perlu lebih dari sekadar Tahun Anak untuk memperbaiki situasinya.” Majalah itu berkomentar, ”Gaya hidup masa kinilah yang membentuk situasi yang kita hadapi, dan inilah yang perlu diubah.”
Masih dalam upaya mencari solusi bagi problem anak-anak, suatu konferensi tingkat tinggi dunia diselenggarakan di kantor pusat PBB pada bulan September 1990. Konferensi itu adalah salah satu pertemuan terbesar para pemimpin dunia dalam sejarah. Lebih dari 70 kepala negara turut hadir. Pertemuan itu merupakan tindak lanjut dari Konvensi tentang Hak Asasi Anak, yang ditetapkan pada tanggal 20 November 1989, dan mulai diberlakukan pada tanggal 2 September 1990. Pada akhir bulan itu, 39 negara meratifikasi persetujuan tersebut.
”Konvensi itu,” kata UNICEF baru-baru ini, ”dalam waktu singkat telah menjadi perjanjian hak asasi manusia yang paling luas diterima, sehingga menciptakan daya pendorong global demi anak-anak.” Bahkan, sampai bulan November 1999, Konvensi itu telah diterima oleh 191 negara. UNICEF bermegah, ”Telah dicapai lebih banyak kemajuan dalam menyadari dan melindungi hak asasi anak pada dekade setelah penerimaan Konvensi tentang Hak Asasi Anak daripada periode lain mana pun dalam sejarah manusia.”
Meskipun adanya kemajuan ini, Presiden Jerman Johannes Rau tergerak untuk berkomentar, ”Menyedihkan sekali bahwa di zaman kita ini, kita masih harus diingatkan bahwa anak-anak punya hak asasi.” Atau, diingatkan bahwa mereka masih memiliki problem-problem serius! Setelah mengakui pada bulan November 1999 bahwa ”masih banyak yang harus dilakukan”, UNICEF menjelaskan, ”Secara global, diperkirakan 12 juta anak balita mati setiap tahun, kebanyakan oleh penyebab yang sebenarnya mudah dicegah. Sekitar 130 juta anak di negara-negara berkembang tidak pernah mengenyam pendidikan dasar . . . Kira-kira 160 juta anak kekurangan gizi sampai taraf tertentu atau bahkan parah. . . . Banyak anak telantar merana di panti asuhan dan lembaga lainnya, tidak memperoleh pendidikan serta perawatan kesehatan yang memadai. Anak-anak ini sering kali dianiaya secara fisik. Kira-kira 250 juta anak melakukan beberapa bentuk pekerjaan buruh.” Disebutkan juga bahwa 600 juta anak hidup dalam kemiskinan yang parah dan 13 juta anak akan kehilangan setidaknya satu orang-tua akibat AIDS pada akhir tahun 2000.
Solusi yang memuaskan bagi problem-problem tampaknya belum bisa ditemukan oleh para pemimpin politik. Namun, problem anak-anak tidak terbatas pada negara-negara berkembang saja. Di negeri-negeri Barat, banyak anak mengalami penderitaan jenis lain.
[Kutipan di hlm. 4]
”Menyedihkan sekali bahwa di zaman kita ini, kita masih harus diingatkan bahwa anak-anak punya hak asasi”
[Kotak/Gambar di hlm. 5]
Deklarasi PBB tentang Hak Asasi Anak:
● Hak untuk mempunyai nama dan kebangsaan.
● Hak untuk disayangi, dicintai, dipahami, dan hak untuk merasa aman secara materi.
● Hak untuk mendapat nutrisi, perumahan, serta pelayanan kesehatan yang memadai.
● Hak untuk mendapat pemeliharaan khusus bila cacat, baik secara fisik, mental, maupun sosial.
● Hak untuk berada di antara yang pertama menerima perlindungan dan kelegaan dalam segala keadaan.
● Hak untuk dilindungi dari segala bentuk keteledoran, kekejaman, dan eksploitasi.
● Hak mendapat kesempatan penuh untuk bermain serta berekreasi, berkesempatan sama untuk merdeka serta memperoleh pendidikan wajib, dan hak yang memungkinkan anak mengembangkan kesanggupannya dan menjadi anggota masyarakat yang berguna.
● Hak untuk mengembangkan potensi terbaiknya dalam suasana yang merdeka dan bermartabat.
● Hak untuk dibesarkan dalam semangat pengertian, toleransi, persahabatan di antara orang-orang, perdamaian, dan persaudaraan universal.
● Hak untuk menikmati hak-hak ini tidak soal ras, warna kulit, jenis kelamin, agama, opini politik atau lainnya, latar belakang nasional atau sosial, properti, kelahiran, atau status lainnya.
[Keterangan]
Ikhtisar berdasarkan Everyman’s United Nations
[Keterangan Gambar di hlm. 3]
UN PHOTO 148038/Jean Pierre Laffont UN photo
[Keterangan Gambar di hlm. 4]
Foto di halaman 4 dan 5 Giacomo Pirozzi/Panos Pictures
-
-
Anak-Anak—Selayaknya Diinginkan dan DicintaiSedarlah!—2000 | 8 Desember
-
-
Anak-Anak—Selayaknya Diinginkan dan Dicintai
”TABURKAN sedikit cinta kepada seorang anak, dan Anda akan menuai banyak.” Demikianlah kata penulis dan kritikus abad ke-19 asal Inggris, John Ruskin. Kebanyakan orang-tua mungkin akan setuju bahwa tidak ada ruginya mencintai anak-anak, bukan saja karena cinta itu akan berbalas di kemudian hari, melainkan, yang lebih penting, karena cinta ini berpengaruh positif terhadap diri anak-anak itu.
Misalnya, buku Love and Its Place in Nature menyatakan bahwa tanpa cinta, ”anak-anak cenderung mati”. Dan, Ashley Montagu, antropolog terkenal kelahiran Inggris, lebih jauh mengatakan, ”Anak yang tidak dicintai sangat berbeda secara biokimiawi, fisiologi, dan psikologi dengan anak yang dicintai. Mereka bahkan bertumbuh secara berbeda.”
Toronto Star melaporkan tentang penelitian yang menghasilkan kesimpulan serupa. Bunyinya, ”Anak-anak yang jarang dipeluk, dielus atau dibelai . . . memiliki hormon stres abnormal berkadar tinggi.” Bahkan, jika sentuhan fisik ini diabaikan semasa bayi, hal itu ”dapat menimbulkan efek serius jangka panjang terhadap kemampuan belajar dan mengingat”.
Hasil riset ini menandaskan pentingnya kehadiran orang-tua secara fisik. Jika tidak, bagaimana ikatan yang kuat dapat berkembang antara orang-tua dan anak? Namun, sungguh disayangkan, bahkan di bagian dunia yang lebih makmur, orang-tua cenderung memenuhi kebutuhan anak tanpa terlibat langsung di dalamnya. Anak-anak disuruh ke sekolah, disuruh ke sekolah Minggu, disuruh bekerja, disuruh piknik, serta diberi uang dan disuruh pergi ke tempat-tempat rekreasi. Karena merasa terlepas dari inti keluarga, lalu berkegiatan sendiri di luar lingkungan keluarga, wajarlah bila jutaan anak merasa—sadar atau tidak—diabaikan, tidak diinginkan, dan tidak dicintai, dalam lingkungan dunia orang dewasa yang tidak bersahabat. Perasaan yang umum semacam ini di antara anak-anak mungkin merupakan salah satu alasan mengapa ada kira-kira 3.000 anak jalanan di Berlin. Micha, seperti banyak anak lain, berkata, ”Saya sudah tidak diinginkan lagi.” Dengan nada serupa, seorang bocah laki-laki berusia sembilan tahun asal Jerman mengeluh, ”Lebih baik saya jadi anjing peliharaan keluarga kami.”
Beragam Bentuk Perlakuan Buruk terhadap Anak-Anak
Mengabaikan anak-anak adalah salah satu bentuk perlakuan buruk yang memperlihatkan kurangnya apa yang Alkitab sebut ”kasih sayang alami”. (Roma 1:31; 2 Timotius 3:3) Dan, ini dapat mengarah kepada bentuk perlakuan buruk yang lebih parah. Misalnya, sejak Tahun Anak Internasional 1979, lebih banyak perhatian diarahkan kepada problem perlakuan buruk secara fisik dan penganiayaan seksual anak-anak. Tentu saja, sulit untuk mengumpulkan statistik yang akurat, dan angkanya berbeda-beda di setiap tempat. Namun, luka emosi yang dibawa anak-anak yang dianiaya secara seksual ke masa dewasa tentu sulit terhapus.
Apa pun bentuk perlakuan buruk itu, anak-anak mendapat kesan bahwa mereka tidak dicintai dan tidak diinginkan. Dan, problem ini tampaknya sedang meningkat. Menurut surat kabar Jerman Die Welt, ”semakin banyak anak yang bertumbuh menjadi orang yang cacat secara sosial”. Surat kabar itu menambahkan, ”Anak-anak kurang kehangatan keluarga. Menurut [Gerd Romeike, direktur sebuah pusat bimbingan anak di Hamburg], ikatan emosi antara anak-anak dan orang-tua kian melemah, atau memang tidak pernah dimantapkan sejak awalnya. Anak-anak seperti itu merasa diabaikan, dan hasrat mereka akan rasa aman tidak terpenuhi.”
Anak-anak yang diabaikan haknya untuk diinginkan dan dicintai dapat menjadi getir, melampiaskan rasa frustrasi mereka kepada orang yang telah mengabaikan mereka atau mungkin kepada masyarakat secara keseluruhan. Setidaknya satu dasawarsa yang lalu, sebuah laporan satuan tugas Kanada mengisyaratkan perlunya tindakan segera karena jika tidak, seluruh generasi ”yang berpikir bahwa masyarakat tidak mempedulikan mereka” akan lenyap.
Para remaja yang tidak diinginkan dan tidak dicintai mungkin tergoda untuk minggat dari rumah agar dapat melarikan diri dari problem mereka, namun malah menjumpai problem yang lebih besar di kota yang sarat kejahatan, narkoba, dan perbuatan amoral. Bahkan, lebih dari 20 tahun yang lalu, polisi memperkirakan bahwa 20.000 remaja berusia di bawah 16 tahun yang minggat dari rumah hidup sendirian di sebuah kawasan metropolitan AS. Mereka dilukiskan sebagai ”produk keluarga berantakan dan brutalitas, sering kali akibat orang-tua yang alkoholik atau pecandu narkoba. Mereka menjadi pelacur jalanan untuk bertahan hidup, dan kemudian, selain dipukuli oleh mucikari dan dirampas harga dirinya, hidup dalam rasa takut akan tindakan pembalasan apabila mereka mencoba melarikan diri dari jaringan itu”. Sungguh menyedihkan, meskipun ada upaya tulus untuk mengubah situasi yang mengenaskan ini, kasus semacam ini masih saja ada.
Anak-anak yang bertumbuh di bawah keadaan-keadaan tadi bertumbuh menjadi orang dewasa yang labil, sering kali tidak dapat membesarkan anak-anak mereka sendiri dengan sepatutnya. Karena mereka sendiri tidak diinginkan dan tidak dicintai, nantinya mereka menghasilkan lebih banyak orang seperti itu juga—anak-anak yang merasa tidak diinginkan dan tidak dicintai. Seorang politisi Jerman dengan tepat mengungkapkannya sebagai berikut, ”Anak-anak tanpa kasih menjadi orang dewasa yang penuh kebencian.”
Tentu saja, jutaan orang-tua berupaya sebisa-bisanya untuk memastikan agar anak-anaknya tahu bahwa mereka diinginkan dan dicintai. Mereka tidak hanya memberi tahu anak-anaknya lewat kata-kata, tetapi juga membuktikannya dengan menunjukkan kepedulian yang pengasih kepada anak-anaknya serta perhatian pribadi yang sepantasnya diterima setiap anak. Meskipun demikian, problemnya tetap ada—problem yang jelas di luar kesanggupan setiap orang-tua untuk menyelesaikannya. Misalnya, di beberapa bagian dunia, sistem ekonomi dan politik manusia yang cacat gagal untuk menyediakan pemeliharaan kesehatan yang memadai, pendidikan yang sepatutnya, dan makanan yang cukup bagi anak-anak, demikian pula perlindungan dari wabah buruh anak dan kondisi hidup yang mengenaskan. Dan, begitu seringnya kondisi ini diperparah oleh orang-orang dewasa yang tamak, korup, mementingkan diri, dan tidak bertimbang rasa.
Kofi Annan, sekretaris jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, menyebutkan beberapa problem utama yang dihadapi anak-anak dewasa ini sewaktu ia menulis, ”Jutaan anak terus hidup dalam kemiskinan parah yang merendahkan martabat; ratusan ribu menderita dampak konflik dan kekacauan ekonomi; puluhan ribu terluka parah akibat perang; masih banyak lagi yang menjadi yatim piatu atau tewas akibat HIV/AIDS.”
Tetapi, tidak semuanya kabar buruk! Badan-badan PBB, seperti Dana Anak-Anak Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) dan Organisasi Kesehatan Dunia, telah bekerja keras untuk memperbaiki nasib anak-anak. Annan berkomentar, ”Semakin banyak anak yang lahir sehat dan semakin banyak yang diimunisasi; semakin banyak yang dapat membaca dan menulis; lebih banyak yang bebas untuk belajar, bermain, dan menjalani kehidupan sebagaimana layaknya anak-anak daripada yang disangka sebelumnya bahkan pada dekade yang lalu.” Namun, ia memperingatkan, ”Kita tidak boleh berpuas diri pada pencapaian di masa lalu.”
Mereka yang Selayaknya Mendapatkan Perhatian Istimewa
Beberapa anak memang selayaknya mendapatkan perhatian istimewa. Pada awal tahun 1960-an, dunia dikejutkan dengan laporan dari belasan negara tentang kelahiran ribuan anak thalidomida. Sewaktu diminum oleh wanita hamil, obat penenang atau obat tidur thalidomida mendatangkan efek samping yang tak terantisipasi yang mengakibatkan anak terlahir cacat atau kehilangan anggota badan. Lengan dan kaki sering kali tampak seperti sirip.
Empat dasawarsa kemudian, biang keladi yang kemungkinan besar mengakibatkan anak-anak menjadi buntung adalah ranjau darat.a Ada yang memperkirakan bahwa terdapat 60 sampai 110 juta ranjau aktif yang tersebar di seluruh dunia. Kira-kira 26.000 orang tewas atau buntung setiap tahun—termasuk banyak anak. Sejak tahun 1997, ketika Jody Williams memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian atas kampanyenya untuk melarang ranjau darat, banyak perhatian telah diarahkan kepada problem ini. Namun, ladang ranjau tetap ada. Tentang upaya untuk menyingkirkan ranjau darat dari dunia, seorang politikus Jerman berkata, ”Halnya seperti mencoba menguras bak mandi dengan sendok teh sementara air masih mengalir dari kran.”
Kelompok anak lainnya yang membutuhkan perhatian istimewa adalah anak yatim. Allah Yehuwa, Pencipta manusia, bermaksud agar anak-anak bertumbuh dalam pengasuhan yang pengasih dari ibu maupun ayah. Seorang anak membutuhkan dan selayaknya mendapatkan perhatian yang seimbang seperti itu.
Panti asuhan dan agen-agen adopsi mencoba mengarahkan perhatian kepada kebutuhan anak-anak yatim piatu. Akan tetapi, sungguh menyedihkan, beberapa anak kurang beruntung yang paling membutuhkan adopsi justru adalah mereka yang paling sering terabaikan—anak yang sakit, yang mengalami gangguan dalam kemampuan belajar, cacat fisik atau yang berasal dari keluarga asing.
Telah dibentuk organisasi-organisasi yang menganjurkan orang-orang untuk menyumbangkan uang secara teratur dan dengan demikian ”mengadopsi” seorang anak yang hidup di negara yang kurang makmur. Uang yang disumbangkan digunakan untuk mendidik si anak atau menyediakan kebutuhan hidup. Jika ingin, mereka bahkan dapat saling mengirim foto dan surat untuk memperkuat hubungan. Meskipun berguna, pengaturan ini pun tidak berhasil menyediakan solusi yang ideal.
Contoh menarik lainnya tentang apa yang telah dilakukan untuk membantu anak-anak yatim adalah sebuah gerakan yang pada tahun 1999 merayakan setengah abad aktivitasnya.
Perkampungan Anak-Anak SOS
Pada tahun 1949, Hermann Gmeiner mendirikan apa yang dinamainya Perkampungan Anak-Anak SOS di Imst, Austria. Dari awal yang kecil ini, organisasinya berkembang sampai mencakup hampir 1.500 perkampungan dan lembaga serupa yang berlokasi di 131 negara Afrika, Amerika, Asia, dan Eropa.
Gmeiner mendasarkan upayanya pada empat prinsip pembimbing—ibu, adik-kakak, rumah, dan perkampungan. Seorang ”ibu” membentuk dasar untuk sebuah ”keluarga” yang terdiri atas lima atau enam anak—bisa juga lebih. Ia tinggal bersama mereka dan berupaya menunjukkan kasih serta perhatian sebagaimana layaknya seorang ibu kandung. Anak-anak tetap bersama dalam ”keluarga” yang sama dan dengan ”ibu” yang sama sampai tiba waktunya untuk meninggalkan ”rumah”. Anak-anak dari usia yang berbeda termasuk dalam ”keluarga”. Karena memiliki ”adik” dan ”kakak”, anak-anak belajar untuk saling menyayangi, dengan demikian membantu mereka supaya tidak menjadi egois. Upaya-upaya dibuat untuk menyatukan anak-anak ke dalam sebuah ”keluarga” pada usia sedini mungkin. Adik dan kakak kandung biasanya ditempatkan bersama dalam ”keluarga” yang sama.
Perkampungan terdiri atas sekitar 15 ”keluarga”, masing-masing tinggal di dalam rumahnya sendiri. Semua anak dilatih untuk membantu ”ibu” mereka dalam melakukan tugas-tugas rumah tangga. Meskipun mungkin tidak ada seorang ayah, disediakan pula dukungan pria untuk memberikan nasihat yang kebapakan dan untuk menjalankan disiplin yang dibutuhkan. Anak-anak itu juga bersekolah. Tiap-tiap ”keluarga” selalu menerima tunjangan bulanan untuk menutup pengeluaran. Makanan dan pakaian dibeli dari daerah setempat. Tujuannya adalah untuk memperkenalkan kepada anak-anak kehidupan keluarga yang khas beserta semua problem dan sukacitanya, memungkinkan mereka sebisa-bisanya menjalani kehidupan yang normal. Ini mempersiapkan mereka untuk membentuk keluarga sendiri jika dewasa kelak.
Masih Mencari Solusi yang Ideal
Agen adopsi, panti asuhan, Perkampungan Anak-Anak SOS, UNICEF, dan organisasi atau kelompok serupa memang beritikad baik sewaktu mereka berupaya menyediakan dukungan bagi anak-anak yang kurang beruntung. Namun, tidak satu pun dari mereka yang dapat menyangkal fakta bahwa beberapa orang memang kurang beruntung. Tidak soal seberapa besar keinginan mereka, mereka tidak dapat menyediakan anggota badan yang sehat bagi anak-anak yang cacat, mengaktifkan pikiran anak yang terbelakang secara mental, menyatukan kembali seorang anak dengan kedua orang-tuanya yang berpisah atau bercerai, atau menaruhnya kembali ke dalam pelukan ayah atau ibu yang sudah tiada.
Sekalipun sudah berupaya sekeras-kerasnya, manusia memang tidak dapat menyediakan solusi bagi problem anak-anak. Namun, problem-problem ini akan diatasi! Ya, dan mungkin lebih cepat daripada yang Anda duga. Tetapi, bagaimana?
[Catatan Kaki]
a Lihat seri ”Ranjau Darat—Apa yang Dapat Dilakukan?” dalam edisi kami tertanggal 8 Mei 2000.
[Gambar di hlm. 8, 9]
Seorang anak membutuhkan dan selayaknya mendapatkan kasih dari kedua orang-tua
-
-
Inilah Solusinya!Sedarlah!—2000 | 8 Desember
-
-
Inilah Solusinya!
BAYANGKAN suatu dunia yang di dalamnya setiap anak benar-benar diinginkan, benar-benar dicintai, dan diberkati dengan orang-tua yang penyayang dan pengasih yang berkeinginan tulus untuk menyediakan bimbingan serta pengarahan yang terbaik bagi anaknya. Bayangkan suatu dunia tempat setiap anak sehat secara fisik dan mental, tidak ada lagi anak jalanan berkeliaran, dan tidak ada lagi anak yang kehilangan masa kecilnya karena harus bekerja demi kebutuhan ekonomi!
Menarik? Tentu. Dapatkah dipercaya? Saksi-Saksi Yehuwa merasa demikian, dan ada dua alasan untuk itu.
Orang-Tua Dapat Turut Menyediakan Solusinya
Anda pasti setuju bahwa orang dewasa memang memiliki kesanggupan untuk menyelesaikan—kadang-kadang bahkan mencegah—beberapa problem anak-anak. Tentu saja, hal ini mungkin asalkan mereka, orang dewasa itu, bersedia melakukannya. Ya, orang-tua sendiri memegang salah satu kunci untuk mengatasi problem itu.
Misalnya, orang dewasa yang sanggup mengikuti nasihat Alkitab agar ”seorang istri tidak pergi dari suaminya . . . dan seorang suami janganlah meninggalkan istrinya”, tidak akan memiliki anak yang menderita karena hidup dalam keluarga berantakan akibat perpisahan atau perceraian.—1 Korintus 7:10, 11.
Orang dewasa yang bersedia mengikuti nasihat Alkitab untuk ”berjalan dengan sopan, tidak dengan pesta pora dan bermabuk-mabukan”, tidak akan memiliki anak yang menderita tekanan yang dialami oleh mereka yang mempunyai orang-tua yang suka mabuk atau kecanduan narkoba.—Roma 13:13; Efesus 5:18.
Orang dewasa yang bersedia mengikuti nasihat Alkitab untuk ”menjauhkan diri dari percabulan” membantu mengurangi risiko anak-anaknya bertumbuh dengan perasaan tak diinginkan, mungkin dalam suatu keluarga dengan orang-tua tunggal.—1 Tesalonika 4:3; Matius 19:9.
Orang dewasa yang bersedia mengikuti nasihat Alkitab, ”Janganlah membuat anak-anakmu kesal, agar mereka tidak patah semangat,” dan yang ”mengasihi anak-anak mereka” tidak akan memiliki anak yang mengalami luka penganiayaan fisik atau mental beserta segala ragam bentuknya.—Kolose 3:21; Titus 2:4.
Ringkasnya, jika semua orang dewasa bersedia mengikuti nasihat Alkitab yang diberikan oleh Yesus, ”Segala sesuatu yang kamu ingin orang lakukan kepadamu, demikian juga harus kamu lakukan kepada mereka,” apakah akan ada jutaan anak yang tidak diinginkan dan tidak dicintai?—Matius 7:12.
Syukurlah, ada banyak orang dewasa yang bersedia melakukan semua hal yang disebutkan di atas. Namun, sayangnya, tidak semua bersedia, dan di situlah letak problemnya. Dan, bahkan orang-orang yang bersedia pun mendapati bahwa upaya mereka sering kali terhambat oleh ketidaksempurnaan manusia serta hal-hal di luar kesanggupan kendali mereka. Manusia memang dapat menyediakan sebagian solusi bagi problem anak-anak, namun mereka jelas-jelas tidak sanggup menyediakan solusi yang menyeluruh.
Suatu Pemerintahan Ilahi Menyediakan Solusi yang Menyeluruh
Penulis John Ruskin, yang disebutkan pada artikel sebelumnya, sangat yakin bahwa ”tugas pertama Negara adalah memastikan agar setiap anak yang lahir di negaranya hendaknya menikmati perumahan, pakaian, makanan, dan pendidikan yang memadai, sampai anak itu mandiri”. Akan tetapi, Ruskin mengakui bahwa ”guna [mencapai] hal ini, Pemerintah harus memiliki wewenang atas orang-orang dengan cara yang sekarang bahkan tidak dapat dibayangkan”.
Hanya pemerintahan dengan dukungan ilahi saja yang dapat memiliki wewenang pengasih seperti yang dibicarakan Ruskin. Dan, pemerintahan seperti itulah yang telah dijanjikan—pemerintahan yang Yesus singgung di Matius 6:9, 10. Begitu pemerintahan yang Allah bentuk ini memegang kendali total atas urusan-urusan bumi, pemerintahan ini akan segera menjalankan wewenangnya atas semua orang— menyediakan perumahan, pakaian, makanan, dan pendidikan bagi semua rakyatnya, termasuk anak-anak. (Yesaya 65:17-25) Namun, pemerintahan yang sempurna ini akan berbuat lebih banyak lagi.
Di bawah Kerajaan Allah, manusia akan sanggup membesarkan anak-anak dengan cara yang seimbang. (Ayub 33:24-26) Anak-anak akan dibesarkan dalam semangat perdamaian dan persaudaraan universal, cita-cita yang diuraikan dalam Deklarasi tentang Hak Asasi Anak PBB. (Mazmur 46:8, 9) Tidak akan diperlukan lagi Tahun Anak Internasional atau Konvensi Hak Asasi Anak.
Memulihkan kesehatan yang sempurna bagi orang-tua dan anak-anak yang cacat merupakan tugas yang sederhana bagi Kristus Yesus, Raja pemerintahan surgawi ini. Mukjizat penyembuhan yang ia lakukan sewaktu berada di bumi adalah jaminannya. (Lukas 6:17-19; Yohanes 5:3-9; 9:1-7) Bahkan membangkitkan anak dan orang-tua yang sudah meninggal pun tak masalah!—Matius 9:18-25.
Kita sungguh bahagia mengetahui bahwa waktu bagi Allah untuk bertindak demi anak-anak di bumi sudah dekat!
[Kotak/Gambar di hlm. 12]
Bantuan bagi Kaum Muda
Saksi-Saksi Yehuwa dengan tulus berminat membantu kaum muda menghindari problem dan memperlihatkan kepada mereka cara terbaik untuk mengatasi problem yang tak terelakkan. Oleh karena itu, selama bertahun-tahun mereka telah menerbitkan sejumlah alat bantu yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan kaum muda—dari yang belum bersekolah hingga remaja. Publikasi ini mencakup Buku Cerita Alkitab dan Pertanyaan Kaum Muda—Jawaban yang Praktis, serta sebuah video berjudul Young People Ask—How Can I Make Real Friends? (Pertanyaan Kaum Muda—Bagaimana Saya Dapat Menjalin Persahabatan Sejati?) Alat-alat bantu ini dapat diperoleh dari Saksi-Saksi Yehuwa yang tinggal di daerah Anda atau dengan menulis surat ke penerbit majalah ini.
Dalam hal anak-anaknya sendiri, Saksi-Saksi Yehuwa memperlihatkan kepada mereka bahwa mereka diinginkan dan dicintai dengan membahas bersama problem-problem mereka secara teratur. Orang-tua sering kali menggunakan bahan bagus yang disajikan melalui alat bantu pengajaran yang disebutkan di atas sebagai dasar program pelatihan kaum muda yang progresif dan teratur. Anda mungkin berminat untuk mengikuti prosedur serupa bersama anak-anak Anda.
-