PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • w87_s-40 hlm. 6-9
  • Melepaskan Diri dari Kuk Spiritisme

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Melepaskan Diri dari Kuk Spiritisme
  • Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1987 (s-40)
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Latar Belakang Saya
  • Pertemuan Pertama
  • Serangan yang Makin Hebat
  • Mencari Penyembuhan
  • ”Ini Akhir Hidupmu”
  • Perjuangan Terakhir
  • Seperti Sebuah Menara yang Kuat
  • Mengambil Pendirian
  • Dari Kesengsaraan kepada Kebahagiaan
  • Bersyukur atas Dukungan Yehuwa yang Tak Habis-habisnya
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1993
  • Membebaskan Diri dari Pengaruh Hantu
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1997
Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1987 (s-40)
w87_s-40 hlm. 6-9

Melepaskan Diri dari Kuk Spiritisme

MUSIBAH menimpa keluarga saya ketika saya berumur 14 tahun. Pada waktu itu, seorang pembunuh yang keji menyingkirkan sanak keluarga saya satu demi satu. Korban yang pertama adalah semua anak saudara perempuan saya—sembilan anak. Kemudian ia menyerang suaminya. Tidak lama setelah itu ia membunuh salah seorang saudara perempuan saya juga. Empat dari saudara laki-laki dan perempuan saya menyusul setelah itu, sampai akhirnya ibu saya dan saya saja yang masih hidup. Oh, saya sangat ketakutan!

Selama bertahun-tahun setelah itu, setiap hari saya makan, bekerja, dan tidur dalam ketakutan. Saya bertanya-tanya: ’Kapan ia akan menyerang? Dan siapa korban berikutnya—Ibu atau saya?’

Latar Belakang Saya

Untuk membantu saudara mengerti apa yang terjadi setelah itu, saya ingin menceritakan tentang latar belakang saya. Saya dilahirkan pada tahun 1917 sebagai anggota dari suku Paramaccaner Bush-Negroe di sebuah pulau di Sungai Maroni, Suriname. Nenek moyang saya adalah den lowenengre, atau budak-budak pelarian, yang melarikan diri ke hutan untuk menempuh kehidupan yang sukar tetapi bebas. Ya, sebenarnya ini kehidupan yang bebas dari perbudakan oleh manusia tetapi tidak bebas dari hantu-hantu.

Kehidupan sehari-hari di desa kami dikuasai oleh penyembahan kepada hantu dan nenek moyang. Untuk menyihir seseorang dan menimbulkan penyakit serta kematian atas sesama mereka, ada orang-orang yang menggunakan wisi, ilmu sihir, atau mereka minta bantuan dari seorang koenoe, seorang pengganggu. Mereka percaya bahwa para pengganggu ini adalah orang-orang yang diperlakukan dengan buruk oleh seorang anggota keluarga. Setelah para pengganggu mati, kata orang mereka kembali kepada keluarga itu untuk menuntut pembalasan. Tetapi, sebenarnya, para pengganggu ini adalah hantu-hantu keji yang memaksa orang untuk menyembah mereka.

Sebagai anggota dari Masyarakat Persaudaraan Evangelis, suatu gereja Protestan, saya juga belajar sesuatu tentang Allah. Meskipun saya sama sekali tidak mengetahui cara menyembah Dia, hutan tropika di sekeliling saya memberikan bukti berlimpah bahwa Ia adalah Penyedia yang baik. ’Saya ingin menyembah Allah yang baik dan bukan suatu roh jahat yang menimbulkan penderitaan,’ saya pikir. Saya tahu bahwa para pengganggu senang menyiksa orang-orang yang tidak mau diajak bekerja sama, sampai mati.

Bayangkan betapa terkejutnya saya ketika saya mengetahui bahwa musuh-musuh keluarga kami telah mengirim seorang koenoe kepada kami. Saya berumur 14 tahun ketika ia mulai menjalankan misinya yang membawa maut. Dua puluh enam tahun kemudian, hanya Ibu dan saya yang masih hidup.

Pertemuan Pertama

Ibu suka bekerja keras. Pada suatu hari, ketika sedang menuju ke ladangnya, ia dipukul sampai jatuh dan tidak dapat bangun lagi. Koenoe itu memilih ibu saya. Kesehatan ibu makin melemah dan ia menjadi lumpuh. Ia membutuhkan bantuan—bantuan saya. Tetapi saya menghadapi pilihan yang sulit antara kasih untuk ibu dan takut kepada hantu yang merasukinya. Tetapi selama mendapat serangan dari koenoe itu, Ibu yang malang berteriak karena sangat kesakitan sehingga saya tidak tahan dan menaruh kepalanya di pangkuan saya untuk menghiburnya. Kemudian ia menjadi tenang, tetapi saya merasa ada ”tangan-tangan” yang menekan tubuh saya.

Pada waktu saya ingin lari, Ibu menangis lagi. Jadi demi Ibu saya tetap tinggal dan menahan pertemuan saya yang menakutkan dengan pembunuh ini. Saya berumur 40 tahun.

Serangan yang Makin Hebat

Ibu meninggal. Baru tiga hari setelah itu, saya mendengar suara yang ramah mengatakan, ”Lintina, Lintina, apa kau mendengar saya? Saya memanggilmu.” Itu adalah awal dari kesengsaraan yang begitu besar sehingga saya ingin cepat mati saja.

Mula-mula hantu itu mengganggu hanya bila saya akan tidur. Pada waktu saya baru akan tertidur, suara itu akan membangunkan saya, berbicara tentang kuburan dan kematian. Karena tidak dapat tidur saya merasa lemah, meskipun saya tetap mengurus anak-anak saya.

Kemudian hantu itu meningkatkan serangannya. Beberapa kali saya merasa seolah-olah ia mencekik saya. Walaupun saya berusaha melarikan diri, saya tidak dapat karena nampaknya suatu beban yang berat menekan tubuh saya. Saya ingin berteriak tetapi tidak dapat mengeluarkan suara. Meskipun demikian, saya tidak mau menyembah penyerang saya.

Setelah pulih dari tiap serangan, saya meneruskan pekerjaan di ladang, menanam singkong serta tebu dan menjualnya di pasar di sebuah kota kecil di pesisir. Keadaannya makin mudah untuk mendapat nafkah tetapi penderitaan yang paling buruk masih harus saya hadapi.

Mencari Penyembuhan

Pada suatu hari saya mendengar suara yang merupakan pertanda buruk dari hantu itu mengatakan, ”Saya akan membuat perutmu membengkak seperti sebuah bola.” Beberapa waktu kemudian, ada suatu gumpalan yang keras dalam perut saya yang makin lama makin membesar hingga saya kelihatan seperti hamil. Saya benar-benar ketakutan, dan bertanya-tanya: ’Dapatkah Allah, sang Pencipta, membantu saya untuk melepaskan diri dari koenoe itu? Dapatkah Ia mengirim roh yang baik dan lebih kuat untuk mengusirnya?’ Untuk mengetahuinya, saya pergi kepada seorang bonoeman, seorang dukun.

Dukun yang pertama memberi saya tapoes, atau jimat, tetapi bengkak yang saya alami tetap ada. Karena bertekad untuk mencari pengobatan, saya pergi ke berbagai bonoeman—tetapi semuanya sia-sia. Sementara itu saya terus bekerja di ladang untuk mendapatkan uang guna membeli bir, anggur, champagne, dan cawat untuk membayar dukun-dukun itu. Banyak kali mereka menasihati, ”Sujudlah untuk koenoe itu. Mohonlah kepadanya sebagai majikanmu. Sembahlah dia, maka ia akan meninggalkan kamu.” Namun bagaimana mungkin saya sujud kepada suatu roh yang telah menyiksa dan ingin membunuh saya? Saya tidak dapat.

Tetapi, dalam keputusasaan, saya melakukan semua hal lain yang diperintahkan oleh dukun-dukun itu. Salah satu dari mereka mengobati saya selama lima bulan. Ia memandikan saya dengan ramu-ramuan dan memeras sari dari 11 tanaman yang berbeda ke dalam mata saya—”untuk memurnikan”, katanya seraya saya berteriak kesakitan. Tetapi pada akhir pengobatan itu, saya pulang ke rumah tanpa mempunyai uang sama sekali, tersiksa, dan lebih sakit daripada sebelumnya.

”Ini Akhir Hidupmu”

Salah seorang dari putra-putra saya, yang tinggal di negeri Belanda, mengirimkan uang untuk terus mencari bantuan. Jadi saya pergi ke seorang dokter di ibukota. Setelah memeriksa, ia mengatakan, ”Saya tidak dapat membantu anda. Pergilah dan mintalah bantuan seorang bonoeman.” Jadi saya mencoba minta bantuan seorang cenayang keturunan Indian Timur—tetapi sekali lagi sia-sia. Saya pulang tetapi hanya dapat sampai di ibukota, di mana saya sampai di rumah salah seorang dari putri-putri saya. Di sana saya jatuh—bangkrut dan sakit. Dengan percuma, saya telah menggunakan waktu 17 tahun dan uang 15.000 guilders (Rp 13.695.000,-) untuk mencari pengobatan. Saya berumur 57 tahun.

Kemudian, hantu itu mengancam, ”Saya sudah tidak sabar lagi denganmu. Ini adalah akhir hidupmu.”

”Tetapi kau bukan Allah, engkau bukan Yesus,” saya berteriak.

”Bahkan Allah tidak dapat menghentikan saya,” jawab hantu itu. ”Hari-harimu sudah ditentukan.”

Perjuangan Terakhir

Beberapa minggu berlalu. Meena, seorang wanita tetangga yang menjadi rohaniwan sepenuh waktu dari Saksi-Saksi Yehuwa, bertanya kepada putri saya mengenai keadaan saya dan mengatakan, ”Ibumu dapat ditolong tetapi hanya dengan Alkitab.” Mendengar percakapan itu, saya pergi ke tempat mereka. Tetapi, sebelum sampai di sana, saya terlempar ke tanah. Meena dengan tergesa-gesa datang dan mengatakan, ”Hantu itu tidak akan membiarkanmu. Satu-satunya yang dapat membantumu ialah Yehuwa, dan tidak ada yang lain.” Kemudian ia berdoa bersama saya kepada Allah Yehuwa dan mulai mengunjungi saya. Tetapi makin sering ia berkunjung, makin keji serangan hantu-hantu itu. Pada malam hari, tubuh saya bergetar begitu keras sehingga tidak seorang pun dalam rumah dapat tidur. Saya berhenti makan dan ada saat-saat saya sama sekali hilang ingatan.

Keadaan saya menjadi begitu serius sehingga putra-putra saya datang dari pedalaman guna membawa saya kembali ke desa saya untuk mati di sana. Karena terlalu lemah untuk melakukan perjalanan, saya menolak. Tapi karena merasa maut kian mendekat, saya memanggil Saksi itu untuk mengatakan selamat tinggal. Meena menjelaskan dari Alkitab bahwa meskipun saya mati, ada harapan kebangkitan.

”Kebangkitan? Apa maksudmu?”

”Allah dapat membangkitkan anda kepada kehidupan dalam Firdaus,” ia menjawab. Seberkas harapan!

Tetapi pada malam itu juga hantu itu merasuki saya. Dalam keadaan kesurupan, saya seolah-olah melihat koenoe itu diikuti oleh segerombolan orang. Ia mengejek, ”Ia pikir ia akan mendapat kebangkitan.” Kemudian orang banyak itu tertawa dan tertawa. Namun kemudian saya melakukan sesuatu yang tidak pernah saya lakukan. Saya berseru, ”Yehuwa! Yehuwa!” Hanya itu saja yang saya ketahui harus saya ucapkan. Dan hantu itu pergi!

Putra-putra saya datang lagi dan memohon, ”Mama, jangan meninggal di kota. Biarlah kami membawa mama ke desa.” Saya menolak karena saya ingin belajar lebih banyak tentang Yehuwa. ”Memang, saya mungkin tetap akan mati,” kata saya kepada mereka, ”tetapi sedikitnya saya telah melayani sang Pencipta.”

Seperti Sebuah Menara yang Kuat

Meena dan Saksi-Saksi lain tetap mengunjungi saya. Mereka mengajar saya berdoa kepada Yehuwa. Antara lain, mereka memberitahu saya tentang sengketa antara Yehuwa dan Setan dan bagaimana si Iblis mendatangkan penderitaan atas Ayub agar ia menyangkal Allah. Mempelajari hal-hal ini telah menguatkan keyakinan saya untuk sekali-kali tidak menyembah hantu itu. Saksi-Saksi itu membacakan ayat yang menjadi ayat kesayangan saya, ”Nama [Yehuwa] adalah menara yang kuat, ke sanalah orang benar berlari dan ia menjadi selamat.”—Amsal 18:10.

Pelan-pelan kekuatan saya pulih kembali. Ketika putra saya kembali, saya mengatakan kepadanya untuk menunggu di luar. Saya berpakaian dan mengenakan sebuah blus yang saya masukkan ke dalam rok saya untuk menunjukkan bahwa pembengkakan pada perut saya hampir hilang. Kemudian saya berjalan ke luar.

”Apakah ini Mama Lintina?” putra saya berseru.

”Ya, benar—syukur kepada Yehuwa, Allah saya!”

Mengambil Pendirian

Sejak saya dapat berjalan sedikit, saya pergi ke Balai Kerajaan dari Saksi-Saksi Yehuwa. Di sana saya mendapat begitu banyak anjuran dari teman-teman sehingga saya tidak pernah absen menghadiri perhimpunan-perhimpunan. Beberapa bulan kemudian, saya menyertai Saksi-Saksi itu dalam pekerjaan pengabaran kepada umum. Tidak lama kemudian, saya dibaptis dan menjadi seorang hamba Yehuwa, Penyelamat saya yang pengasih. Saya berumur 58 tahun.

Tetapi, ada sesuatu yang masih harus dilakukan. Bertahun-tahun sebelumnya, di pondok saya di desa, saya telah mendirikan sebuah altar untuk mempersembahkan korban-korban kepada nenek moyang saya. Agar bersih secara rohani, saya harus memusnahkannya. Saya memohon bantuan Yehuwa, karena tindakan saya dapat menimbulkan kegemparan di kalangan penduduk desa. Ketika saya sampai di pondok saya dan membuka pintu, ada yang berteriak, ”Pingos!” (Babi-babi liar!) Sekawanan babi melintasi pulau itu dan melompat ke dalam sungai untuk berenang ke seberang. Segera, tua dan muda meninggalkan desa untuk menangkap babi-babi itu, suatu tangkapan yang mudah. Dengan bergetar, saya sujud dan bersyukur kepada Yehuwa atas perkembangan ini. Dengan cepat saya mengeluarkan altar itu, menyiramnya dengan minyak tanah dan membakarnya. Altar itu musnah sebelum gerombolan orang-orang kembali. Memang, mereka akhirnya tahu, tetapi tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Jadi, dengan tentram, saya kembali ke ibukota.

Dari Kesengsaraan kepada Kebahagiaan

Saya mendapat lebih banyak berkat. Putra saya di negeri Belanda tidak mempercayai cerita-cerita yang ia dengar tentang saya dan berangkat dengan pesawat terbang ke Suriname untuk melihat sendiri. Ia begitu bahagia melihat saya sehat sehingga ia membeli sebuah rumah yang bagus untuk saya di ibukota, tempat saya sekarang tinggal. Betapa besar perubahan yang saya alami—dari seorang budak yang miskin tanpa uang kepada hantu-hantu menjadi seorang hamba Yehuwa yang dipelihara dengan baik!

Sebelas tahun setelah saya dibaptis, saya mempunyai lebih banyak alasan lagi untuk berterima kasih. Karena digerakkan oleh banyak berkat yang saya terima, tiga dari anak-anak saya dan seorang menantu laki-laki juga menjadi berminat dalam kebenaran Alkitab dan akhirnya membaktikan kehidupan mereka kepada Allah Yehuwa. Dan berkali-kali, saya menceritakan pengalaman saya dengan hantu-hantu pada waktu saudara-saudari mengajak saya untuk mengunjungi siswa-siswa Alkitab mereka yang tidak mempunyai keberanian untuk membebaskan diri dari hantu-hantu. Dengan demikian bahkan tahun-tahun yang menakutkan itu berguna juga di dalam kegiatan pengabaran Kerajaan.

Saya tidak mempunyai cukup banyak kata untuk menyatakan terima kasih saya kepada Yehuwa, Allah saya. Memang, saya telah melihat tanganNya yang mahakuasa demi kepentingan saya. Sesungguhnya, Yehuwa benar-benar baik kepada saya!—Bandingkan Mazmur 18:18-20.

[Gambar di hlm. 6]

Dalam melepaskan diri dari spiritisme, Lintina van Geenen belajar bahwa ”nama [Yehuwa] adalah menara yang kuat”

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan