-
Sewaktu Kesuksesan Sulit DiraihSedarlah!—2008 | November
-
-
Sewaktu Kesuksesan Sulit Diraih
Ia seorang penyanyi berusia 20-an yang sangat hebat dan kaya raya. Jarang ada yang bisa begitu tenar dan sukses secara materi pada usia semuda itu. Tetapi kemudian, kehidupannya mulai kacau. Setelah dua perkawinannya gagal, ia harus dirawat di pusat rehabilitasi alkohol dan narkoba. Seluruh kehidupannya mulai berantakan.
SUNGGUH menyedihkan, kisah wanita muda ini juga dialami banyak orang; kisah-kisah tragis tentang para selebriti sering menjadi berita. Bahkan di dunia bisnis yang lebih konservatif, kehidupan orang-orang yang tampaknya sukses acap kali dirongrong banyak masalah. Mengenai para pengusaha sukses di New York City, sebuah surat kabar mengatakan, ”Ambisi untuk meraup keuntungan terbesar menghancurkan karier, memecah-belah keluarga, dan terus menyibukkan agen-agen narkoba . . . Sementara rekor pendapatan dari bonus ekstra membuat beberapa bankir Wall Street merasa tak tertandingi, yang lain-lain tertekan karena wajib berprestasi dan ada pula yang sudah hancur-hancuran.”
Apakah problem-problem demikian merupakan akibat pengejaran kebahagiaan dan kesuksesan yang salah arah? Hingga taraf tertentu, kita memang butuh uang untuk hidup. Namun, apakah kesuksesan bergantung pada penimbunan kekayaan? Penelitian menunjukkan hal yang sebaliknya. Misalnya, sebuah penelitian di Cina memperlihatkan bahwa waktu-waktu belakangan ini ketika pendapatan rata-rata naik 250 persen, orang-orang malah menjadi kurang puas dengan kehidupan.
Kalau begitu, kesuksesan pastilah berkaitan dengan sesuatu yang lebih penting daripada karier sekuler dan rumah, mobil, atau jam tangan yang mahal. Tidakkah lebih masuk akal untuk mengukur kesuksesan berdasarkan bagaimana orang itu seutuhnya, termasuk prinsip-prinsip serta tujuan hidupnya? Misalnya, seseorang bisa saja cerdas dan berkuasa, tetapi kehidupannya tidak bermoral serta tanpa kasih sayang dan sahabat sejati. Ada pula yang tenar dan kaya, namun sewaktu merenungkan kehidupannya, ia bertanya, ’Untuk apa semua ini? Apa makna kehidupan saya?’
Maka jelaslah, orang-orang yang benar-benar sukses akan memusatkan kehidupan mereka pada sesuatu yang lebih penting, termasuk prinsip-prinsip yang benar untuk menuntun mereka. Dengan demikian, mereka akan memiliki kedamaian batin, harga diri, serta mendapatkan respek. Mereka juga akan memiliki tujuan hidup yang tidak berpusat pada diri sendiri dan yang memberi makna serta kepuasan. Mungkin ada yang bertanya, ’Prinsip-prinsip apa? Dan, tujuan apa?’ Apakah jawabannya ada dalam diri kita, atau haruskah kita mencarinya ke tempat lain? Artikel-artikel berikut akan mengulas hal-hal tersebut.
[Kotak di hlm. 3]
PANDANGAN YANG KELIRU TENTANG KESUKSESAN
Menurut para peneliti medis, demi prestasi olahraga, semakin banyak atlet muda menggunakan obat-obatan pemacu performa yang bisa membahayakan kesehatan mereka. Education Update di Internet, melaporkan, ”Para mahasiswa dalam sebuah survei baru-baru ini ditanya, ’Jika Anda tahu bahwa dengan menggunakan steroid Anda bakal menang atau bisa masuk dalam tim, tetapi lima tahun sesudahnya Anda akan sakit, apakah Anda akan tetap menggunakannya?’ Hampir semuanya menjawab ya. Ketika [bagian akhir] pertanyaan itu diubah menjadi ’jika Anda tahu bahwa lima tahun sesudahnya Anda akan mati’, 65 persen masih mengatakan ya.”
-
-
Ke Mana Kita Bisa Mencari Bimbingan?Sedarlah!—2008 | November
-
-
Ke Mana Kita Bisa Mencari Bimbingan?
SIAPA yang bisa menuntun kita ke jalan menuju kesuksesan sejati—bukan secara sekuler melainkan sebagai pribadi seutuhnya? Seperti yang disebutkan dalam artikel sebelumnya, kesuksesan sejati, setidak-tidaknya, harus dihubungkan dengan prinsip-prinsip etika yang benar dan tujuan yang luhur dalam kehidupan—hal-hal yang tidak bergantung pada ketenaran, kekayaan, atau kekuasaan.
Di mana kita bisa menemukan prinsip-prinsip yang benar dan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tentang tujuan hidup? Apakah dengan mencarinya dalam diri kita? Kita harus menerima kenyataan—sebagai manusia yang tidak sempurna, kita terus mengejar kesia-siaan yang digambarkan Alkitab sebagai ”keinginan daging, keinginan mata, dan pameran sarana kehidupan seseorang”. (1 Yohanes 2:16) Itu bukan jalan yang menuju kesuksesan yang sejati melainkan yang semu dan berujung pada kekecewaan dan ketidakbahagiaan. Maka tidak heran, banyak orang berpaling kepada Pencipta kita untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang lebih dalam tentang kehidupan.a
Haruskah Kita Berpaling kepada Allah?
Mengapa masuk akal untuk berpaling kepada Pencipta kita? Ia tahu mengapa Ia membentuk kita dan, oleh karena itu, Ia tahu apa yang seharusnya menjadi tujuan hidup kita. Ia juga tahu bagaimana Ia membentuk kita—secara fisik, mental, dan emosi. Jadi, Allah tahu prinsip-prinsip yang paling baik untuk membimbing manusia. Selain itu, Allah adalah teladan terbesar dalam hal kasih, dan karena itu Ia ingin kita benar-benar bahagia dan sukses. (1 Yohanes 4:8) Di mana kita bisa mencari bimbingan-Nya yang pengasih? Dalam Alkitab, yang disediakan Allah bagi kita dengan menggunakan sekitar 40 orang penulis, atau sekretaris.b (2 Timotius 3:16, 17) Namun, bagaimana kita bisa yakin akan bimbingan yang terdapat dalam kitab tersebut?
”Hikmat dibuktikan adil-benar oleh perbuatannya”, atau hasilnya, kata Yesus Kristus, wakil Allah yang terkemuka. (Matius 11:19; Yohanes 7:29) Hikmat ilahi menuntun kita di sepanjang jalan menuju kesuksesan dan kebahagiaan yang langgeng—”seluruh haluan mengenai apa yang baik”—sedangkan hikmat manusia yang mengabaikan Allah berujung pada kegagalan dan ketidakbahagiaan.—Amsal 2:8, 9; Yeremia 8:9.
Pikirkan tentang era hippie, yang muncul di panggung dunia pada tahun 1960-an. Dengan menolak standar dan wewenang generasi yang lebih tua, banyak hippie mempromosikan, antara lain, penggunaan narkoba, filsafat hidup-untuk-hari-ini, dan seks bebas. Namun, apakah haluan hidup itu benar-benar bijaksana? Apakah haluan itu membuat kehidupan orang benar-benar bertujuan dan memberikan standar etika yang menghasilkan kedamaian batin yang sejati dan kebahagiaan yang langgeng? Sejarah rupanya menunjukkan bahwa gaya hidup ini tidak mengubah orang menjadi lebih baik tetapi turut menyebabkan kemerosotan moral masyarakat yang berkelanjutan.—2 Timotius 3:1-5.
Kontras dengan filsafat manusia, hikmat Alkitab terbukti selalu bermanfaat, tak lekang dimakan waktu. (Yesaya 40:8) Seraya Anda membaca artikel berikut, Anda akan melihat alasannya, karena artikel tersebut membahas enam prinsip Alkitab yang telah membantu jutaan orang dari hampir segala bangsa untuk benar-benar bahagia dan sukses—tidak soal status ekonomi atau sosial mereka.
[Catatan Kaki]
b Lihat edisi khusus majalah ini, November 2007, yang mengulas tema ”Dapatkah Anda Mempercayai Alkitab?” Artikel-artikel dalam terbitan itu menyajikan bukti arkeologis, sejarah, sains, dan bukti-bukti lain bahwa Alkitab benar-benar diilhamkan Allah.
[Kotak di hlm. 5]
BEBERAPA KEPERCAYAAN YANG MENURUNKAN NILAI KESUKSESAN
Banyak orang menyatakan bahwa tidak ada Allah dan bahwa kehidupan adalah hasil evolusi yang tidak berakal. Jika pandangan ini benar, kehidupan adalah semata-mata produk serangkaian kejadian kimiawi dan biologis yang kebetulan, dan upaya kita mencari tujuan dan prinsip-prinsip universal sama sekali tidak ada artinya.
Yang lain-lain percaya bahwa Allah menciptakan kita lalu meninggalkan kita. Pendapat ini seakan-akan membuat kita seperti anak yatim piatu rohani, lagi-lagi tanpa tujuan hidup dan standar-standar yang benar. Perhatikan: Allah memberi setiap anggota spesies binatang hikmat naluriah yang diperlukan agar dapat memenuhi fungsi mereka di alam ini. Alhasil, hikmat-Nya yang teramat dalam tampak nyata di dunia sekitar kita. Apakah Pencipta yang sama itu akan membentuk kita lalu membiarkan kita meraba-raba dalam kegelapan? Pasti tidak!—Roma 1:19, 20.
Dengan menganggap bahwa upaya kita dalam mencari tujuan dan prinsip-prinsip universal itu sia-sia, para ahli filsafat yang ateis justru menurunkan nilai kesuksesan.
[Gambar di hlm. 5]
Hikmat yang terdapat dalam Alkitab terbukti benar dari hasilnya yang baik
-
-
Enam Kunci Kesuksesan PribadiSedarlah!—2008 | November
-
-
Enam Kunci Kesuksesan Pribadi
KESUKSESAN sejati adalah keberhasilan mencapai jalan hidup yang terbaik karena menerapkan standar-standar Allah yang sesuai dengan maksud-tujuan-Nya bagi kita. Orang yang menempuh kehidupan demikian, kata Alkitab, akan ”menjadi seperti sebuah pohon yang ditanam dekat aliran-aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya dan yang dedaunannya tidak menjadi layu, dan segala sesuatu yang ia lakukan akan berhasil”.—Mazmur 1:3.
Ya, meskipun kita tidak sempurna dan membuat kesalahan, kehidupan kita secara keseluruhan bisa sangat sukses! Apakah prospek itu menarik bagi Anda? Kalau begitu, enam prinsip Alkitab berikut ini dapat membantu Anda meraih tujuan itu, dengan demikian memberikan bukti jelas bahwa ajaran yang terdapat dalam Alkitab benar-benar adalah hikmat dari Allah.—Yakobus 3:17.
1 Miliki Pandangan yang Benar tentang Uang
”Cinta akan uang adalah akar segala macam perkara yang mencelakakan, dan dengan memupuk cinta itu beberapa orang telah . . . menikam diri mereka dengan banyak kesakitan.” (1 Timotius 6:10) Perhatikan bahwa masalahnya bukan uang itu sendiri—yang kita semua perlukan untuk menafkahi diri dan keluarga kita—melainkan cinta akan uang. Kenyataannya, cinta itulah yang menjadikan uang sebagai majikan, atau allah.
Seperti yang kita lihat dalam artikel pertama, orang yang dengan semangat mengejar kekayaan sebagai kunci kesuksesan sebenarnya sedang mengejar bayang-bayang. Kekayaan tidak hanya mengundang kekecewaan tetapi banyak kepedihan. Misalnya, sementara dengan gigih mengejar kekayaan, orang sering mengorbankan hubungan dengan keluarga dan teman. Ada juga yang kurang tidur—kalau bukan karena bekerja, karena khawatir atau cemas. ”Enak tidurnya orang yang bekerja, baik ia makan sedikit maupun banyak; tetapi kekenyangan orang kaya sekali-kali tidak membiarkan dia tidur,” kata Pengkhotbah 5:12.—Terjemahan Baru.
Uang bukan hanya majikan yang kejam, melainkan juga yang licik. Yesus Kristus berbicara tentang ”tipu daya kekayaan”. (Markus 4:19) Dengan kata lain, kekayaan menjanjikan kebahagiaan, tetapi tidak memberikannya. Kekayaan hanya menciptakan keinginan yang tak pernah terpuaskan. ”Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang,” kata Pengkhotbah 5:10.—TB.
Singkatnya, cinta akan uang merusak diri dan pada akhirnya mengarah kepada kekecewaan, frustrasi, atau kejahatan. (Amsal 28:20) Yang lebih berkaitan erat dengan kebahagiaan dan kesuksesan adalah sifat murah hati, sikap suka mengampuni, kebersihan moral, kasih, dan kerohanian.
2 Pupuk Kemurahan Hati
”Lebih bahagia memberi daripada menerima.” (Kisah 20:35) Dengan sesekali memberi kita bisa memperoleh saat-saat yang membahagiakan, namun dengan memiliki sifat murah hati kita bisa menjadi orang yang berbahagia. Tentu saja, kemurahan hati bisa dinyatakan dengan banyak cara. Salah satu cara terbaik, dan sering kali paling dihargai, adalah dengan memberi diri.
Setelah mengkaji kembali beberapa penelitian tentang altruisme, kebahagiaan, dan kesehatan, peneliti Stephen G. Post menyimpulkan bahwa sikap tidak mementingkan diri (altruistis) dan kerelaan membantu orang lain dikaitkan dengan umur yang lebih panjang, kesejahteraan yang lebih baik, serta kesehatan jasmani dan mental yang lebih baik, termasuk berkurangnya depresi.
Selain itu, orang-orang yang memberi dengan murah hati menurut kesanggupan mereka tidak pernah dirugikan. Kata Amsal 11:25, ”Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan, siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum.” (TB) Selaras dengan kata-kata itu, orang yang benar-benar murah hati—yang memberi tanpa pamrih—dihargai dan dikasihi, khususnya oleh Allah.—Ibrani 13:16.
3 Ampuni dengan Lapang Hati
”Teruslah . . . ampuni satu sama lain dengan lapang hati jika ada yang mempunyai alasan untuk mengeluh sehubungan dengan orang lain. Sama seperti Yehuwa dengan lapang hati mengampuni kamu, lakukan itu juga.” (Kolose 3:13) Sekarang ini, orang tidak suka mengampuni, sebaliknya mereka lebih suka membalas daripada memperlihatkan belas kasihan. Akibatnya? Penghinaan memicu penghinaan, dan kekerasan menghasilkan kekerasan.
Bukan itu saja kerugiannya. ”Dalam sebuah penelitian atas 4.600 orang berusia 18 hingga 30 tahun,” kata laporan The Gazette dari Montreal, Kanada, para peneliti ”mendapati [bahwa] semakin tidak ramah, menyebalkan dan kasar watak [seseorang]”, semakin tidak sehat pula paru-parunya. Beberapa dampak buruknya bahkan lebih parah daripada dampak buruk karena merokok! Memang, sikap suka mengampuni tidak hanya melancarkan pergaulan, tetapi juga merupakan obat yang mujarab untuk kesehatan!
Bagaimana Anda bisa menjadi lebih suka mengampuni? Mulailah dengan memeriksa diri secara jujur. Tidakkah Anda kadang-kadang membuat orang lain kesal? Dan, tidakkah Anda senang bahwa mereka mengampuni Anda? Maka, tidakkah sebaiknya kita bermurah hati dan berbelaskasihan kepada orang lain? (Matius 18:21-35) Sehubungan dengan hal ini, penting juga untuk mengembangkan pengendalian diri. ”Hitung sampai sepuluh” atau dengan satu atau lain cara, ambil waktu untuk meredakan diri. Dan, anggaplah pengendalian diri sebagai kekuatan. ”Ia yang lambat marah lebih baik daripada pria perkasa,” kata Amsal 16:32. ”Lebih baik daripada pria perkasa”—hal itu menyiratkan kesuksesan, bukan?
4 Patuhi Standar-Standar Allah
”Perintah Yehuwa itu bersih, membuat mata bersinar.” (Mazmur 19:8) Singkatnya, standar-standar Allah baik bagi kita—secara jasmani, mental, dan emosi. Antara lain, standar-standar itu melindungi kita dari praktek-praktek berbahaya seperti penyalahgunaan obat bius, pemabukan, perbuatan seksual yang tercela, dan menonton pornografi. (2 Korintus 7:1; Kolose 3:5) Kerugian akibat praktek-praktek tersebut bisa muncul dalam bentuk kejahatan, kemiskinan, rasa tidak percaya, keluarga berantakan, problem mental dan emosi, penyakit, dan bahkan kematian dini.
Sisi positifnya, orang yang mematuhi standar-standar Allah menghasilkan hubungan yang sehat, aman, dan juga membangun harga diri serta kedamaian batiniah. Di Yesaya 48:17, 18, Allah berfirman bahwa Ia adalah ”Pribadi yang mengajarkan hal-hal yang bermanfaat bagimu, Pribadi yang membuat engkau melangkah di jalan yang harus kautempuh.” Dan, Ia menambahkan, ”Oh, seandainya saja engkau mau memperhatikan perintah-perintahku! Maka damaimu akan menjadi seperti sungai, dan keadilbenaranmu seperti gelombang-gelombang laut”. Ya, Pencipta kita menginginkan yang terbaik bagi kita. Ia ingin agar kita ”melangkah di jalan” kesuksesan sejati.
5 Perlihatkan Kasih yang Tidak Mementingkan Diri
”Kasih membangun.” (1 Korintus 8:1) Dapatkah Anda membayangkan kehidupan tanpa kasih sayang? Betapa hampa dan tidak bahagianya keadaan itu! ”Jika aku . . . tidak mempunyai kasih [bagi orang lain], aku bukan apa-apa. . . . aku tidak mendapat keuntungan apa-apa,” tulis rasul Kristen Paulus di bawah ilham ilahi.—1 Korintus 13:2, 3.
Bentuk kasih yang disebutkan di sini bukanlah cinta asmara, yang, tentu, ada tempatnya. Sebaliknya, itu adalah kasih yang lebih kaya, lebih bertahan lama dan didasarkan atas prinsip-prinsip ilahi.a (Matius 22:37-39) Selain itu, sifat tersebut tidak pasif, dalam arti hanya menerima, tetapi juga aktif, dalam arti memperlihatkannya melalui tindakan. Paulus selanjutnya berkata bahwa kasih ini juga sabar serta baik hati, tidak cemburu, suka membual, dan tidak angkuh. Kasih mengupayakan kesejahteraan orang lain tanpa mementingkan diri, dan tidak mudah tersinggung tetapi suka mengampuni. Kasih seperti itu membangun. Selain itu, kita dibantu untuk sukses dalam hubungan kita dengan orang lain, khususnya dengan anggota keluarga.—1 Korintus 13:4-8.
Bagi orang tua, kasih berarti memperlihatkan kasih sayang yang hangat kepada anak-anak mereka dan menetapkan batasan-batasan yang jelas dan berdasarkan Alkitab sehubungan dengan moral dan perilaku. Anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan demikian menikmati perasaan aman dan kestabilan keluarga, dan mereka benar-benar merasa dikasihi dan dihargai.—Efesus 5:33–6:4; Kolose 3:20.
Jack, seorang pria muda di Amerika Serikat, dibesarkan dalam keluarga yang menerapkan prinsip-prinsip Alkitab. Setelah meninggalkan rumah, Jack menulis surat kepada orang tuanya. Antara lain ia mengatakan, ”Saya selalu berupaya mengikuti perintah [Alkitab], ’Hormatilah bapakmu dan ibumu . . . dan baik keadaanmu.’ (Ulangan 5:16) Keadaan saya memang baik. Dan sekarang, saya lebih menyadarinya lagi bahwa saya bisa seperti ini karena Papa dan Mama membesarkan saya dengan sungguh-sungguh dan penuh kasih sayang. Terima kasih atas semua kerja keras dan dukungan Papa dan Mama selama ini.” Jika Anda mempunyai anak, bagaimana perasaan Anda menerima surat seperti itu? Tidakkah Anda akan bahagia?
Kasih yang berprinsip juga ”bersukacita karena kebenaran”—kebenaran rohani yang terdapat dalam Alkitab. (1 Korintus 13:6; Yohanes 17:17) Sebagai ilustrasi: Sepasang suami istri yang mengalami problem perkawinan memutuskan untuk membaca bersama kata-kata Yesus di Markus 10:9, ”Apa yang telah Allah letakkan di bawah satu kuk [dalam perkawinan] hendaknya tidak dipisahkan manusia.” Nah, mereka harus memeriksa hati. Apakah mereka benar-benar ’bersukacita karena kebenaran Alkitab’? Apakah mereka akan memandang dan menjalani perkawinan sebagai sesuatu yang suci, sebagaimana Allah memandangnya? Bersediakah mereka untuk berupaya menyelesaikan problem mereka dengan semangat kasih? Jika demikian, mereka bisa menyukseskan perkawinan mereka, dan mereka akan bersukacita melihat hasilnya.
6 Sadarlah akan Kebutuhan Rohani Anda
”Berbahagialah mereka yang sadar akan kebutuhan rohani mereka.” (Matius 5:3) Tidak seperti binatang, manusia memiliki kesanggupan untuk menghargai hal-hal rohani. Itulah sebabnya kita mengajukan pertanyaan seperti: Apa makna kehidupan? Apakah ada Pencipta? Bagaimana keadaan kita setelah kita mati? Apa masa depan kita?
Di seluruh dunia, jutaan orang berhati jujur mendapati bahwa Alkitab menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Pertanyaan yang terakhir, misalnya, berkaitan dengan maksud-tujuan Allah bagi umat manusia. Apa maksud-tujuan itu? Yaitu, agar bumi menjadi firdaus yang dihuni selamanya oleh orang-orang yang mengasihi Allah serta standar-standar-Nya. Kata Mazmur 37:29, ”Orang-orang adil-benar akan memiliki bumi, dan mereka akan mendiaminya selama-lamanya.”
Jelaslah, Pencipta kita ingin agar kita menikmati lebih dari sekadar kesuksesan sementara selama 70 atau 80 tahun. Ia ingin kita sukses untuk selama-lamanya! Maka, kinilah saatnya bagi Anda untuk belajar tentang Pencipta kita. Yesus mengatakan, ”Ini berarti kehidupan abadi, bahwa mereka terus memperoleh pengetahuan mengenai dirimu, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenai pribadi yang engkau utus, Yesus Kristus.” (Yohanes 17:3) Seraya Anda memperoleh pengetahuan tersebut dan menerapkannya dalam kehidupan, Anda akan merasakan sendiri bahwa ”berkat Yehuwa . . . itulah yang membuat kaya, dan ia tidak menambahkan kepedihan hati bersamanya”.—Amsal 10:22.
[Catatan Kaki]
a Dalam hampir setiap pemunculannya di Kitab-Kitab Yunani Kristen, atau ”Perjanjian Baru”, ”kasih” diterjemahkan dari kata Yunani a·gaʹpe. A·gaʹpe adalah kasih bermoral yang didasarkan atas pilihan untuk mengasihi orang lain atas dasar prinsip, kewajiban, dan kelayakan. Namun, a·gaʹpe bukanlah tanpa perasaan melainkan disertai kehangatan dan kesungguhan hati.—1 Petrus 1:22.
[Kotak di hlm. 7]
BEBERAPA PETUNJUK TAMBAHAN UNTUK SUKSES
◼ Miliki rasa takut yang patut akan Allah. ”Takut akan Yehuwa adalah permulaan hikmat.”—Amsal 9:10.
◼ Pilih teman dengan bijaksana. ”Ia yang berjalan dengan orang-orang berhikmat akan menjadi berhikmat, tetapi ia yang berurusan dengan orang-orang bebal akan mengalami kemalangan.”—Amsal 13:20.
◼ Hindari kebiasaan ekstrem. ”Pemabuk dan orang gelojoh akan jatuh miskin.”—Amsal 23:21.
◼ Jangan membalas dendam. ”Jangan membalas kejahatan dengan kejahatan kepada siapa pun.”—Roma 12:17.
◼ Bekerja keras. ”Jika seseorang tidak mau bekerja, biarlah ia tidak makan.”—2 Tesalonika 3:10.
◼ Terapkan Aturan Emas. ”Segala sesuatu yang kamu ingin orang lakukan kepadamu, demikian juga harus kamu lakukan kepada mereka.”—Matius 7:12.
◼ Kendalikan lidah. ”Ia yang mengasihi kehidupan dan ingin melihat hari-hari baik, biarlah ia menahan lidahnya terhadap apa yang jahat.”—1 Petrus 3:10.
[Kotak/Gambar di hlm. 8]
KASIH ADALAH OBAT YANG MANJUR
Dokter dan pengarang Dean Ornish menulis, ”Kasih dan keakraban merupakan faktor penentu yang membuat kita sakit dan sehat, yang menyebabkan kesedihan dan kebahagiaan, yang membuat kita menderita dan sembuh. Seandainya sebuah obat baru mempunyai pengaruh yang sama, hampir semua dokter di negeri ini akan merekomendasikannya kepada pasien mereka. Tidak meresepkan obat itu sama saja dengan malpraktek.”
[Kotak/Gambar di hlm. 9]
DARI PUTUS ASA MENJADI SUKSES
Ketika perang mulai berkecamuk di kampung halamannya, Milanko, yang tinggal di daerah Balkan, bergabung dengan angkatan bersenjata. Karena tindakan-tindakannya yang berani, ia dijuluki Rambo, menurut nama jagoan yang beringas dalam film. Namun belakangan, Milanko kecewa dengan kemiliteran karena korupsi dan kemunafikan yang ia saksikan. ”Hal itu,” tulisnya, ”mengarah kepada banyak kebejatan—alkohol, rokok, narkoba, judi, dan promiskuitas. Saya terpuruk dalam kegelapan hidup dan tidak bisa melihat titik terang.”
Pada saat kritis itu dalam kehidupannya, Milanko mulai membaca Alkitab. Belakangan, sewaktu mengunjungi seorang kerabat, ia melihat sebuah majalah Menara Pengawal, yang diterbitkan oleh Saksi-Saksi Yehuwa. Ia menyukai apa yang dibacanya dan segera mulai belajar Alkitab dengan Saksi-Saksi. Kebenaran Alkitab membawanya ke jalan menuju kebahagiaan dan kesuksesan sejati. ”Hal itu memberi saya kekuatan baru,” katanya. ”Saya meninggalkan semua kebiasaan buruk saya, menjadi orang yang baru, dan dibaptis sebagai seorang Saksi Yehuwa. Orang-orang yang mengenal saya sebelumnya tidak lagi memanggil saya Rambo, tetapi Bunny (artinya, kelinci kecil)—panggilan semasa kanak-kanak—karena sifat saya sekarang yang lembut.”
-