PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • g97 22/4 hlm. 24-25
  • Didgeridoo dan Iramanya yang Menyenangkan

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Didgeridoo dan Iramanya yang Menyenangkan
  • Sedarlah!—1997
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Bunyi yang Unik
  • Membuat Didgeridoo
  • ’Andaikan Saya Dapat Bermain Musik Sebagus Itu!’
    Sedarlah!—1991
  • Bagaimana Saya Dapat Menempatkan Musik dengan Sepatutnya?
    Sedarlah!—1993
  • Mengapa Musik Mempengaruhi Kita
    Sedarlah!—1999
  • Menikmati Musik​—Apa Kuncinya?
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—1989
Lihat Lebih Banyak
Sedarlah!—1997
g97 22/4 hlm. 24-25

Didgeridoo dan Iramanya yang Menyenangkan

OLEH KORESPONDEN SEDARLAH! DI AUSTRALIA

IKUTLAH bersama kami ke pesta malam khas Aborigin di Kawasan Utara Australia, beberapa jam perjalanan saja dari Darwin, ibu kotanya. Sebaliknya daripada dipertunjukkan sebagai acara pembuka perang antarsuku, banyak pesta malam zaman modern diadakan khusus untuk para wisatawan. Jenis inilah yang akan kita hadiri.

Para penari, yang tubuhnya dicat dengan warna-warna cerah, berdiri dengan tenang seraya mereka menunggu musik tanda dimulainya tarian mereka. Tiba-tiba musik mulai dimainkan, dan keheningan larut senja pedalaman dipecahkan oleh irama yang sangat kuat dan mengentak-entak. Alat musik pengiring berupa tongkat penepuk​—sepasang kayu pendek yang saling ditepuk-tepukkan seiring dengan musik yang dihasilkan dari didgeridoo.

Barangkali tidak banyak orang di luar Australia pernah mendengar nama didgeridoo, sebuah instrumen musik yang unik dari suku Aborigin Australia. Didgeridoo biasanya terbuat dari cabang yang berongga dari pohon kayu putih (eucalyptus), dan panjang idealnya adalah kira-kira 1 hingga 1,5 meter. Sang pemusik duduk di tanah di samping panggung pertunjukan utama, meniup didgeridoonya​—instrumen yang tampaknya sederhana namun membangkitkan rasa ingin tahu.

Bunyi yang Unik

Meskipun didgeridoo menghasilkan tinggi nada yang relatif konstan​—dengan tepat dilukiskan sebagai ”terompet dengung”​—ia dapat menghasilkan irama dan getaran yang kompleks. Satu saat bunyinya seperti instrumen solo, tetapi saat berikutnya, ia penuh dengan kekuatan dan perasaan, laksana orkestra lengkap.

Sebelum orang-orang Eropa tiba di Australia kira-kira 200 tahun yang lalu, didgeridoo hanya dikenal oleh orang-orang Aborigin yang berkelana di bagian utara benua pulau tersebut. Pada pesta malam, ia menjadi musik pengiring untuk tari-tarian yang menghidupkan kembali mitologi Aborigin mengenai penciptaan. Pada waktu itu, orang-orang yang mahir memainkan didgeridoo sangat dihargai, dan bahkan dewasa ini seorang pemain yang mahir dipandang sebagai warga terhormat di sukunya.

Pemain yang serbabisa sering kali menambahkan tiruan suara binatang dan burung pada nada-nada dasar dari didgeridoo. Tawa kookaburra; raungan anjing liar Australia, atau dingo; kicauan lembut merpati; dan banyak lagi adalah sebagian dari bunyi-bunyian yang mereka tirukan dengan mahir.

The New Grove Dictionary of Music and Musicians mengatakan mengenai pemain didgeridoo, ”Termasuk dalam keahliannya adalah penggunaan lidah yang akurat dan lincah, kontrol napas yang kuat, pengatupan bibir yang sempurna pada ujung tabung dan ingatan musik yang baik sekali. . . . Meskipun tidak memiliki teknologi dan bahan-bahan, serta tidak mengenal konsep pipit, lidah penggetar, katup geser, atau lubang jari, [orang-orang Aborigin] mengubah peralatan yang sederhana menjadi instrumen musik kelas satu dengan menerapkan imajinasi musik dan keterampilan fisik tingkat tinggi.”

Tidak diragukan aspek musik didgeridoo yang paling luar biasa adalah nadanya yang berkesinambungan, atau dengungan. Sang pemain menciptakan kesan seolah-olah kapasitas paru-parunya tak terhingga, karena sekali berbunyi musik bisa terus terdengar tanpa jeda hingga sepuluh menit.

Membuat Didgeridoo

Dengan mata yang terlatih, seorang perajin pribumi menjelajahi semak mencari pohon berkayu keras, idealnya kayu putih. Meskipun kayu yang lebih lunak dapat digunakan, kayu keras menghasilkan nada yang jauh lebih bagus. Pohon tersebut harus terletak cukup dekat dengan sarang rayap karena rayap merupakan ahli pembuat didgeridoo. Mereka membuat rongga di tengah cabang-cabang yang digunakan untuk instrumen musik ini.

Setelah sebuah cabang diseleksi, cabang ini dipotong menurut panjang yang diinginkan. Panjang kayu tersebut menentukan tinggi-rendahnya nada dari instrumen yang sudah jadi. Kulit kayu kemudian dikupas, gubal disayat untuk mencegah keretakan, dan bagian dalam dibersihkan. Apabila bagian inti telah cukup banyak dimakan rayap, uang logam yang cukup besar dapat digelindingkan di dalamnya. Langkah berikutnya adalah menghiasinya, sehingga menjadi cukup menarik. Tetapi didgeridoo ini masih belum siap untuk dimainkan.

Kulit di sekitar mulut sang pemain akan segera mengalami iritasi akibat bergesekan terus-menerus dengan kayu. Jadi pinggiran dari lilin lebah dipasang pada sekeliling lubang didgeridoo, menjadikan hasil akhir yang lembut yang tidak mengakibatkan iritasi pada kulit sang pemain. Akan tetapi, dewasa ini banyak didgeridoo yang dibuat oleh pabrik, sering kali dari kayu lunak. Namun mutu didgeridoo buatan pabrik biasanya jauh di bawah produk dari kayu keras alami dalam hal getaran suara dan keanekaragaman nada yang unik.

Jadi, seraya pesta malam menjelang usai dan suasana malam di alam tropis di bawah bintang-bintang hampir berakhir, kami tidak lagi beranggapan bahwa didgeridoo hanya sekadar cendera mata. Ya, harmoni didgeridoo yang berkesinambungan mendatangkan pujian bagi masyarakat pribumi Australia yang mencintai musik.

[Gambar di hlm. 24]

Didgeridoo yang dicat warna-warni

[Gambar di hlm. 25]

Pesta malam khas Aborigin

[Keterangan Gambar di hlm. 25]

Halaman 24-5 Suku Aborigin: Atas kebaikan Australian Northern Territory Tourist Commission

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan