-
Mempunyai Anak di Kalangan Umat AllahMenara Pengawal—1988 (Seri 46) | Menara Pengawal—1988 (Seri 46)
-
-
Mempunyai Anak di Kalangan Umat Allah
”[Yehuwa] . . . kiranya menambahi kamu seribu kali lagi.”—ULANGAN 1:11.
1. Apa yang dikatakan Alkitab mengenai mempunyai anak?
”SESUNGGUHNYA, anak-anak lelaki adalah milik pusaka dari pada [Yehuwa], dan buah kandungan adalah suatu upah. Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan, demikianlah anak-anak pada masa muda. Berbahagialah orang yang telah membuat penuh tabung panahnya dengan semuanya itu.” Demikian kita membaca di Mazmur 127:3-5. Ya, mempunyai anak adalah hak istimewa menakjubkan yang dikaruniakan oleh sang Pencipta Yehuwa kepada pasangan manusia pertama dan keturunan mereka.—Kejadian 1:28.
Melahirkan Anak di Israel
2. Mengapa keluarga-keluarga besar suatu hal yang diinginkan di kalangan keturunan Abraham, Ishak, dan Yakub?
2 Keluarga-keluarga besar adalah sesuatu yang sangat diinginkan di kalangan keturunan Abraham melalui Ishak dan Yakub. Bahkan anak-anak yang dilahirkan oleh istri-istri lain dan gundik-gundik dianggap sah. Demikian halnya dengan beberapa dari putra Yakub, yang menjadi bapa-bapa pendiri ke-12 suku Israel. (Kejadian 30:3-12; 49:16-21; bandingkan 2 Tawarikh 11:21.) Meskipun penyelenggaraan Allah yang semula untuk perkawinan adalah monogami, Ia mentolerir poligami dan adanya gundik-gundik di kalangan keturunan Abraham, dan ini menghasilkan pertambahan penduduk yang lebih cepat. Orang-orang Israel dimaksudkan menjadi ”suatu bangsa yang banyaknya seperti debu tanah.” (2 Tawarikh 1:9; Kejadian 13:14-16) Dari bangsa itu akan muncul ’benih’ yang dijanjikan melalui siapa ”semua bangsa di bumi” akan dapat memberkati diri mereka sendiri.—Kejadian 22:17, 18, NW; 28:14, NW; Ulangan 1:10, 11.
3. Bagaimana keadaan di Israel selama pemerintahan Salomo?
3 Jelas, di Israel mempunyai anak dianggap sebagai tanda dari berkat Yehuwa. (Mazmur 128:3, 4) Tetapi, patut diperhatikan bahwa kata-kata pengantar dari artikel ini, yang dikutip dari Mazmur 127, ditulis oleh Raja Salomo, dan sebagian besar dari masa pemerintahan raja ini merupakan jaman yang sangat baik bagi Israel. Mengenai jaman itu Alkitab mengatakan: ”Orang Yehuda dan orang Israel jumlahnya seperti pasir di tepi laut. Mereka makan dan minum serta bersukaria. . . . orang Yehuda dan orang Israel diam dengan tenteram, masing-masing di bawah pohon anggur dan pohon aranya, dari Dan [di sebelah utara] sampai Bersyeba [di sebelah selatan] seumur hidup Salomo.”—1 Raja 4:20, 25.
Masa yang Sulit bagi Anak-Anak di Israel
4, 5. (a) Mengapa mempunyai anak tidak selalu suatu alasan untuk bersukacita di Israel? (b) Pemandangan yang memilukan apa terlihat sedikitnya pada dua peristiwa di Yerusalem?
4 Namun ada masa-masa lain dalam sejarah Israel manakala mempunyai anak sama sekali tidak mendatangkan sukacita. Pada waktu Yerusalem pertama kali dihancurkan, nabi Yeremia menulis: ”Mataku kusam dengan air mata, . . . sebab jatuh pingsan kanak-kanak dan bayi di lapangan-lapangan kota. . . . Apakah perempuan harus makan anak kandungnya, anak-anak yang masih dibuai?” ”Dengan tangan sendiri wanita yang lemah lembut memasak kanak-kanak mereka.”—Ratapan 2:11, 20; 4:10.
5 Rupanya, keadaan-keadaan yang memilukan juga terjadi hampir tujuh abad kemudian. Sejarawan Yahudi Josephus menceritakan bahwa selama pengepungan atas Yerusalem pada tahun 70 M. anak-anak merampas makanan dari mulut ayah mereka, dan ibu-ibu mengambil makanan dari mulut bayi mereka. Ia menceritakan bagaimana seorang wanita Yahudi membunuh bayinya yang masih menyusui, memanggang tubuh itu, dan memakannya. Mempunyai anak dalam dunia Yahudi selama tahun-tahun menjelang pelaksanaan penghukuman Yehuwa terhadap Yerusalem pada tahun 607 S.M. dan 70 M., tidak dapat dikatakan disertai tanggung jawab.
Mempunyai Anak di Kalangan Orang-Orang Kristen yang Mula-Mula
6, 7. (a) Kebiasaan apa yang Yesus hapuskan bagi orang-orang Kristen? (b) Melalui cara apa Israel rohani harus berkembang, dan apa yang membuktikan hal ini?
6 Bagaimana pandangan orang Kristen yang mula-mula terhadap mempunyai anak? Pertama, patut diperhatikan bahwa Yesus menghapuskan poligami dan gundik-gundik di kalangan murid-muridnya. Ia memulihkan kembali prinsip Yehuwa yang semula, yaitu monogami, atau perkawinan antara satu wanita dengan satu pria. (Matius 19:4-9) Jumlah orang Israel jasmani menjadi banyak melalui kelahiran anak-anak, tetapi Israel rohani harus berkembang melalui pekerjaan menjadikan murid.—Matius 28:19, 20; Kisah 1:8.
7 Seandainya perluasan dari Kekristenan harus terjadi terutama melalui kelahiran anak-anak, Yesus tentu tidak akan menganjurkan murid-muridnya supaya ”melapangkan diri,” dengan tetap melajang ”oleh karena kerajaan surga.” (Matius 19:10-12, NW) Rasul Paulus tentu tidak akan menulis: ”Orang yang kawin baik perbuatannya, dan orang yang tidak kawin lebih baik lagi perbuatannya.”—1 Korintus 7:38, BIS.
8. Apa yang memperlihatkan bahwa banyak dari orang-orang Kristen yang mula-mula menikah dan mempunyai anak?
8 Tetapi, meskipun menganjurkan agar seseorang tetap melajang demi melayani kepentingan Kerajaan, Yesus maupun Paulus tidak memaksakan hal itu. Mereka dapat melihat sebelumnya bahwa ada orang-orang Kristen yang akan menikah. Dan tentu wajar bahwa dari antara mereka ada yang akan mempunyai anak. Alkitab Yunani Kristen memuat beberapa ayat yang memberikan nasihat langsung tentang membesarkan anak. (Efesus 6:1-4; Kolose 3:20, 21) Jika para penatua atau pelayan sidang menikah, mereka harus menjadi orangtua yang patut ditiru.—1 Timotius 3:4, 12.
9. Menurut rasul Paulus, bagaimana wanita-wanita Kristen tertentu akan dilindungi dengan mempunyai anak, tetapi selain itu apa yang mereka butuhkan?
9 Rasul Paulus bahkan mengatakan bahwa mempunyai anak bisa menjadi perlindungan bagi wanita-wanita Kristen. Mengenai bantuan materi untuk janda-janda yang miskin, ia menulis: ”Tolaklah pendaftaran janda-janda yang lebih muda. . . . Lagi pula dengan keluar masuk rumah orang, mereka membiasakan diri bermalas-malas dan bukan hanya bermalas-malas saja, tetapi juga meleter dan mencampuri soal orang lain dan mengatakan hal-hal yang tidak pantas. Karena itu aku mau supaya janda-janda yang muda kawin lagi, beroleh anak, memimpin rumah tangganya dan jangan memberi alasan kepada lawan untuk memburuk-burukkan nama kita. Karena beberapa janda telah tersesat mengikut Iblis.” Wanita-wanita sedemikian akan ”diselamatkan karena melahirkan anak, asal ia bertekun dalam iman dan kasih dan pengudusan dengan segala kesederhanaan.”—1 Timotius 5:11-15; 2:15.
”Kesusahan Badani”
10. Nasihat yang berbeda apa bagi para janda diberikan oleh Paulus dalam suratnya yang pertama kepada orang-orang Korintus?
10 Tetapi, patut diperhatikan bahwa dalam suratnya yang pertama kepada orang-orang Korintus, rasul yang sama, Paulus, menyarankan penyelesaian yang lain bagi janda-janda. Ia memberi nasihat yang berbeda mengenai perkawinan, dengan mengatakan bahwa ia memberikan itu ”sebagai kelonggaran.” Ia menulis: ”Kepada orang-orang yang tidak kawin dan kepada janda-janda aku anjurkan, supaya baiklah mereka tinggal dalam keadaan seperti aku. Tetapi kalau mereka tidak dapat menguasai diri, baiklah mereka kawin. Sebab lebih baik kawin dari pada hangus karena hawa nafsu. Tetapi menurut pendapatku, ia [seorang janda] lebih berbahagia, kalau ia tetap tinggal dalam keadaannya. Dan aku berpendapat, bahwa aku juga mempunyai Roh Allah.”—1 Korintus 7:6, 8, 9, 40.
11. (a) Apa yang dialami oleh mereka yang menikah, dan bagaimana referensi untuk 1 Korintus 7:28 membuat hal ini jelas? (b) Apa yang Paulus maksudkan ketika ia mengatakan, ”aku mau menghindarkan kamu dari kesusahan itu”?
11 Paulus menjelaskan: ”Kalau seorang gadis [”lajang,” NW] kawin, ia tidak berbuat dosa. Tetapi orang-orang yang demikian akan ditimpa kesusahan badani dan aku mau menghindarkan kamu dari kesusahan itu.” (1 Korintus 7:28) Sehubungan dengan ”kesusahan badani” sedemikian, referensi dalam Alkitab New World Translation menunjuk kepada Kejadian 3:16, yang berbunyi: ”FirmanNya [Yehuwa] kepada perempuan itu: ’Susah payahmu waktu mengandung akan Kubuat sangat banyak; dengan kesakitan engkau akan melahirkan anakmu; namun engkau akan berahi kepada suamimu dan ia akan berkuasa atasmu.’” Selain kemungkinan adanya kesulitan antara suami-istri, ”kesusahan badani” yang akan dihadapi oleh mereka yang menikah pasti termasuk problem yang ada hubungannya dengan mempunyai anak. Meskipun Paulus tidak melarang perkawinan atau mempunyai anak, jelas ia merasa wajib memperingatkan sesama Kristennya bahwa hal-hal itu dapat menimbulkan problem dan gangguan yang mungkin akan menghalangi mereka dalam dinas kepada Yehuwa.
”Waktu Telah Singkat”
12. Nasihat apa yang rasul Paulus berikan kepada orang Kristen yang sudah menikah, dan untuk alasan apa?
12 Pada abad pertama M., orang-orang Kristen tidak dapat menempuh kehidupan mereka semaunya seperti orang-orang duniawi. Keadaan mereka akan mempengaruhi bahkan kehidupan perkawinan mereka. Paulus menulis: ”Saudara-saudara, inilah yang kumaksudkan, yaitu: waktu telah singkat! Karena itu . . . orang-orang yang beristeri harus berlaku seolah-olah mereka tidak beristeri; . . . orang-orang yang mempergunakan barang-barang duniawi [”memanfaatkan dunia ini,” NW] seolah-olah sama sekali tidak mempergunakannya. Sebab dunia seperti yang kita kenal sekarang akan berlalu. Aku ingin, supaya kamu hidup tanpa kekuatiran. . . . Semuanya ini kukatakan untuk kepentingan kamu sendiri, bukan untuk menghalang-halangi kamu dalam kebebasan kamu, tetapi sebaliknya supaya kamu melakukan apa yang benar dan baik, dan melayani Tuhan tanpa gangguan.”—1 Korintus 7:29-35.
13. Dalam arti apa ”waktu telah singkat” bagi orang-orang Kristen abad pertama?
13 Sarjana Alkitab Frédéric Godet menulis: ”Orang-orang yang tidak beriman menganggap dunia ini pasti akan tetap ada untuk selama-lamanya, sedangkan bagi orang Kristen fakta besar yang selalu di hadapan mereka, adalah, Parousia [Kehadiran].” Kristus telah memberikan tanda dari ’kehadirannya,’ (NW) dan memperingatkan murid-muridnya: ”Sebab itu berjaga-jagalah kamu, karena tiada kamu ketahui, pada hari yang mana Tuhanmu akan tiba.” (Matius 24:3, 42, Bode) Waktu yang masih tersisa hanya ”singkat” dalam hal orang-orang Kristen pada abad pertama harus terus mengharapkan kedatangan Kristus. Selain itu, mereka tidak tahu berapa banyak waktu yang masih tinggal bagi mereka secara pribadi sebelum ”waktu dan kejadian-kejadian yang tidak terduga” mengakhiri kehidupan mereka, mengakhiri semua kemungkinan bagi mereka untuk ’meneguhkan panggilan mereka.’—Pengkhotbah 9:11, NW; 2 Petrus 1:10.
14. (a) Bagaimana Matius 24:19 harus dimengerti? (b) Bagaimana peringatan Yesus menjadi lebih mendesak lagi seraya tahun 66 M. mendekat?
14 Bagi orang-orang Kristen di Yudea dan Yerusalem, perlunya ’berjaga-jaga’ khusus sangat penting. Ketika Yesus memberikan peringatan tentang kebinasaan yang kedua atas Yerusalem, ia menyatakan: ”Celakalah ibu-ibu yang sedang hamil atau yang menyusukan bayi pada masa itu.” (Matius 24:19) Memang, Yesus di sini tidak menyuruh orang Kristen abad pertama agar tidak mempunyai anak. Ia hanya menyatakan fakta yang bersifat nubuat, yang menunjukkan bahwa bila tanda kebinasaan Yerusalem yang sudah dekat itu nampak, wanita-wanita yang hamil atau yang mempunyai bayi akan lebih sulit melarikan diri dengan cepat. (Lukas 19:41-44; 21:20-23) Meskipun demikian, seraya keresahan makin meningkat di kalangan orang Yahudi di Yudea selama tahun-tahun menjelang 66 M., pasti peringatan Yesus terlintas dalam pikiran orang Kristen yang mula-mula dan mempengaruhi sikap mereka terhadap membesarkan anak pada masa yang sulit itu.
Mempunyai Anak Dewasa Ini
15, 16. (a) Bagaimana ”waktu telah singkat” bagi orang-orang Kristen yang hidup dewasa ini? (b) Pertanyaan-pertanyaan apa hendaknya diajukan oleh orang-orang Kristen pada diri sendiri?
15 Bagaimana seharusnya pandangan orang Kristen terhadap perkawinan dan mempunyai anak dewasa ini, pada ”akhir zaman”? (Daniel 12:4) Lebih nyata lagi daripada yang pernah terjadi sebelumnya, ”dunia seperti yang kita kenal sekarang akan berlalu,” atau seperti dikatakan sebuah terjemahan lain, ”sistem yang ada sekarang sedang berlalu dengan cepat.”—1 Korintus 7:31, Phillips.
16 Sekarang, tidak seperti yang pernah sebelumnya, ”waktu telah singkat.” Ya, hanya tinggal waktu yang terbatas bagi umat Yehuwa untuk menyelesaikan pekerjaan yang Ia berikan kepada mereka, yaitu: ”Injil Kerajaan ini akan diberitakan di seluruh dunia menjadi kesaksian bagi semua bangsa, sesudah itu barulah tiba kesudahannya.” (Matius 24:14) Pekerjaan itu harus dilaksanakan sebelum akhir itu tiba. Maka, selayaknya orang Kristen bertanya kepada diri sendiri bagaimana pengaruhnya terhadap bagian yang mereka lakukan dalam pekerjaan penting itu, jika mereka akan menikah atau, apabila sudah menikah mereka mempunyai anak.
Contoh pada Jaman Purba
17. (a) Pekerjaan apa yang harus diselesaikan oleh Nuh dan ketiga putranya sebelum Air Bah, dan rupanya berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk itu? (b) Kemungkinan besar, untuk alasan-alasan apa putra-putra Nuh dan istri-istri mereka tidak mempunyai anak selama masa sebelum Air Bah?
17 Yesus menyamakan masa ”kedatangan Anak Manusia” dengan ”zaman Nuh.” (Matius 24:37) Nuh dan ketiga putranya mendapat pekerjaan khusus yang harus mereka laksanakan sebelum Air Bah. Ini adalah pembangunan sebuah bahtera raksasa, dan pengabaran. (Kejadian 6:13-16; 2 Petrus 2:5) Ketika Yehuwa memberikan petunjuk untuk membangun bahtera, putra-putra Nuh jelas sudah menikah. (Kejadian 6:18) Kita tidak tahu tepatnya berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membangun bahtera, tetapi nampaknya kemungkinan besar membutuhkan waktu puluhan tahun. Menarik sekali, selama seluruh masa sebelum Air Bah ini, putra-putra Nuh dan istri mereka tidak mempunyai anak. Rasul Petrus dengan spesifik menyatakan bahwa ’delapan orang yang diselamatkan oleh air bah itu,’ yaitu, empat pasang suami-istri tetapi tidak ada anak-anak. (1 Petrus 3:20) Mereka tetap tidak mempunyai anak, kemungkinan karena dua alasan. Pertama, mengingat mendekatnya pembinasaan melalui banjir besar, mereka mempunyai pekerjaan yang ditetapkan ilahi yang membutuhkan perhatian yang tidak bercabang. Kedua, mereka pasti merasa enggan untuk membesarkan anak dalam suatu dunia di mana ”kejahatan manusia besar di bumi dan . . . segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata,” suatu dunia yang ”penuh dengan kekerasan.”—Kejadian 6:5, 13.
18. Walaupun tidak memberikan peraturan untuk diikuti, bagaimana haluan yang diambil oleh anak-anak Nuh dan istri-istri mereka merupakan bahan pemikiran?
18 Ini tidak berarti bahwa haluan yang diambil oleh anak-anak Nuh dan istri mereka sebelum Air Bah dimaksudkan untuk menjadi aturan bagi pasangan suami-istri yang hidup dewasa ini. Meskipun demikian, karena Yesus menyamakan jaman Nuh dengan jaman kita sekarang hidup, contoh mereka bisa menjadi bahan pemikiran.
”Masa yang Sukar”
19. (a) Bagaimana jaman kita dibandingkan dengan jaman Nuh? (b) Apa yang Paulus nubuatkan untuk ”hari-hari terakhir,” dan bagaimana nubuatnya berkaitan dengan mempunyai anak?
19 Seperti Nuh dan keluarganya, kita juga hidup dalam ”dunia orang-orang yang fasik.” (2 Petrus 2:5) Seperti mereka, kita berada pada ”hari-hari terakhir” dari suatu sistem jahat yang akan dibinasakan. Rasul Paulus menubuatkan bahwa ”hari-hari terakhir” dari sistem Setan akan merupakan ”masa yang sukar.” Dalam memperlihatkan bahwa membesarkan anak merupakan salah satu hal yang sukar pada masa yang genting ini, ia menambahkan bahwa anak-anak akan ”berontak terhadap orang tua.” Ia menyatakan bahwa orang-orang pada umumnya, tidak terkecuali anak-anak dan kaum remaja, akan ”tidak tahu berterima kasih, tidak mempedulikan agama, tidak tahu mengasihi.” (2 Timotius 3:1-3) Meskipun Paulus di sini menubuatkan keadaan di kalangan orang dunia, jelaslah bahwa sikap yang sedemikian umum makin mempersulit orang Kristen untuk membesarkan anak, seperti yang telah dialami banyak orang.
20. Apa yang akan dibahas dalam artikel berikut?
20 Semua yang dibahas tadi memperlihatkan bahwa kita perlu memiliki pandangan yang seimbang terhadap mempunyai anak. Meskipun bisa mendatangkan banyak sukacita, hal itu juga dapat menimbulkan banyak kesedihan. Ada untung-ruginya. Beberapa dari antaranya akan dibahas dalam artikel berikut.
-
-
Mempunyai Anak Disertai Tanggung Jawab pada Zaman Akhir IniMenara Pengawal—1988 (Seri 46) | Menara Pengawal—1988 (Seri 46)
-
-
Mempunyai Anak Disertai Tanggung Jawab pada Zaman Akhir Ini
”Mengurus anak-anak dengan baik.”—1 TIMOTIUS 3:12.
1. Apa keinginan yang wajar dari kebanyakan wanita, dan bagaimana hal ini nampak pada usia dini?
SUKACITA menjadi orangtua tak dapat disangkal. Naluri keibuan adalah wajar, walaupun dalam diri wanita-wanita tertentu lebih kuat daripada yang lain. Di banyak negeri Barat anak laki-laki lebih senang bermain dengan mainan yang bersifat mekanis, sedangkan anak perempuan pada umumnya senang boneka, yang oleh para pembuat mainan berusaha dibuat serealistis mungkin. Banyak anak perempuan hanya menantikan saat manakala mereka akan dapat menimang, bukan sebuah boneka, tetapi bayi mereka sendiri yang hidup, hangat, dan lucu.
Sukacita dan Tanggung Jawab
2. Bagaimana seharusnya orangtua menganggap bayi yang baru lahir, dan mereka harus siap untuk melakukan apa?
2 Namun mempunyai anak yang disertai tanggung jawab menuntut agar orangtua tidak menganggap bayi yang baru lahir hanya sebagai mainan tetapi sebagai makhluk yang kehidupan dan masa depannya harus mereka pertanggungjawabkan kepada sang Pencipta. Pada waktu mempunyai anak, orangtua harus bersedia memikul tanggung jawab yang besar dan menyesuaikan diri dengan itu. Mereka memulai program 20 tahun untuk memberi makan, pakaian, perawatan kesehatan, dan pendidikan, dengan hasil akhir yang tidak dapat diketahui sebelumnya.
3. Mengapa Amsal 23:24, 25 dapat diterapkan kepada banyak orangtua Kristen?
3 Untunglah, banyak sekali orangtua Kristen telah membesarkan anak-anak yang menjadi hamba-hamba Yehuwa yang berbakti dan setia. Ada yang telah melihat anak-anak mereka tumbuh dewasa dan memasuki dinas sepenuh waktu sebagai perintis, utusan injil, atau anggota keluarga Betel. Mengenai orangtua sedemikian benar-benar dapat dikatakan: ”Ayah seorang yang benar akan bersorak-sorak; yang memperanakkan orang-orang yang bijak akan bersukacita karena dia. Biarlah ayahmu dan ibumu bersukacita, biarlah beria-ria dia yang melahirkan engkau.”—Amsal 23:24, 25.
Dukacita Orangtua
4, 5. (a) Berdasarkan Alkitab, apa yang dituntut dari para penatua dan pelayan sidang yang mempunyai anak-anak? (b) Bagaimana ada anak-anak yang menjadi ”bencana” bagi ayah mereka?
4 Namun halnya tidak selalu demikian, bahkan bagi para penatua yang mempunyai anak-anak. Rasul Paulus menulis: ”Karena itu penilik jemaat haruslah seorang yang tak bercacat, suami dari satu isteri, . . . seorang kepala keluarga yang baik, disegani dan dihormati oleh anak-anaknya. Jikalau seorang tidak tahu mengepalai keluarganya sendiri, bagaimanakah ia dapat mengurus Jemaat Allah?” Paulus menambahkan: ”Diaken haruslah suami dari satu isteri dan mengurus anak-anaknya dan keluarganya dengan baik.”—1 Timotius 3:2-5, 12.
5 Tentu, para penatua Kristen dan pelayan sidang tidak dapat dianggap bertanggung jawab atas anak-anak mereka, jika setelah menjadi dewasa menolak untuk terus melayani Yehuwa. Tetapi mereka memang bertanggung jawab terhadap anak-anak mereka yang masih kecil atau anak-anak yang sudah besar yang masih tinggal di rumah mereka. Ada penatua dan pelayan sidang kehilangan hak istimewa yang berharga dalam dinas karena mereka telah lalai atau dengan serius gagal memenuhi persyaratan Alkitab untuk ”mengurus anak-anaknya dan keluarganya dengan baik.” Bagi mereka, dan bagi banyak orang lain, anak-anak mereka telah mendatangkan lebih banyak dukacita daripada sukacita. Betapa sering amsal berikut ternyata benar: ”Anak bebal adalah bencana bagi ayahnya.”—Amsal 19:13.
Menjadi Ayah yang Disertai Tanggung Jawab
6. Pertanyaan apa yang hendaknya diajukan oleh para suami Kristen pada diri sendiri?
6 Semua suami Kristen, tidak soal mereka mempunyai tanggung jawab di sidang atau tidak, hendaknya juga memikirkan pengaruh yang bisa timbul dari memelihara anak-anak kecil atas kerohanian istri mereka. Jika seorang istri tidak kuat secara rohani, bagaimana seorang bayi, atau sejumlah bayi, akan mempengaruhi pelajaran pribadinya dan kesempatan untuk ambil bagian dalam pekerjaan pengabaran?
7. Apa yang terjadi atas beberapa istri Kristen, dan apa yang sering menjadi penyebab dari keadaan ini?
7 Apakah para suami selalu menyadari bahwa mengurus bayi atau anak kecil sering telah menghalangi istri mereka untuk mendapat manfaat sepenuhnya dari Pelajaran Buku Sidang, perhimpunan-perhimpunan, dan pesta-pesta wilayah dan distrik? Keadaan sedemikian dapat berlangsung selama berbulan-bulan, dan bahkan bertahun-tahun, bila ia harus melahirkan secara berturut-turut dalam waktu dekat. Memang wajar bahwa beban dalam hal ini, terutama jatuh pada sang ibu, dan bukan pada sang ayah. Kadang-kadang kita perhatikan bahwa pria-pria Kristen maju secara rohani, bahkan sampai mendapat hak istimewa dalam sidang, sedangkan istri mereka menjadi lemah secara rohani. Mengapa? Karena sering anak-anak yang masih kecil membuat istri tidak dapat berkonsentrasi di perhimpunan, belajar Alkitab dengan mendalam, atau cukup banyak ambil bagian dalam pekerjaan kesaksian. Apakah menjadi ayah dapat dikatakan disertai tanggung jawab jika hal itu menimbulkan keadaan sedemikian?
8. Bagaimana banyak ayah ikut memikul beban mengurus anak-anak, dengan manfaat apa bagi istri mereka?
8 Untunglah, ini tidak selalu begitu. Banyak ayah Kristen berusaha keras untuk ikut memikul beban mengurus anak-anak. Mereka melakukan bagian mereka sepenuhnya dalam mengawasi agar anak-anak mereka tetap diam selama perhimpunan. Jika bayi mereka mulai menangis, atau anak mereka membuat kegaduhan, mereka secara bergiliran akan membawanya ke luar sampai anak itu tenang kembali. Mengapa seorang ibu yang harus selalu tidak menikmati bagian-bagian dari perhimpunan? Di rumah, para suami yang mempunyai timbang rasa membantu istri mereka melakukan pekerjaan sehari-hari dan dalam menidurkan anak-anak agar suami dan istri dapat duduk dengan tenang dan berkonsentrasi pada hal-hal rohani.
9. Apa yang membuktikan bahwa anak-anak tidak selalu merupakan penghalang?
9 Jika segala sesuatu diorganisasi dengan baik dalam sidang, ibu-ibu muda yang mempunyai bayi dapat merintis ekstra. Ada yang bahkan menjadi perintis biasa. Jadi anak-anak tidak selalu menjadi penghalang. Banyak orangtua Kristen memperlihatkan semangat merintis yang baik.
Tidak Mempunyai Anak tetapi Bahagia
10. Apa yang telah diputuskan oleh beberapa pasangan yang sudah menikah, dan bagaimana mereka telah diberkati?
10 Ada pasangan-pasangan muda yang memutuskan untuk tetap tidak mempunyai anak. Meskipun para istri mempunyai naluri keibuan yang sama kuat seperti wanita-wanita lain, mereka memutuskan, dan setuju dengan suami mereka, untuk tidak mempunyai anak agar dapat membaktikan diri untuk melayani Yehuwa sepenuh waktu. Banyak dari mereka menjadi perintis atau utusan injil. Mereka sekarang dapat mengenang kembali tahun-tahun yang berlalu dengan rasa syukur. Memang, mereka tidak mempunyai anak-anak jasmani. Tetapi mereka telah menghasilkan murid-murid baru yang tetap setia menyembah Yehuwa. ’Anak-anak yang sejati dalam iman’ ini tidak pernah akan melupakan siapa yang telah menolong mereka, yang membawa ”firman kebenaran” kepada mereka.—1 Timotius 1:2, TB; BIS; Efesus 1:13; bandingkan 1 Korintus 4:14, 17; 1 Yohanes 2:1.
11. (a) Di mana banyak pasangan yang tidak mempunyai anak melayani Yehuwa, dan mengapa mereka tidak menyesal? (b) Ayat apa dapat diterapkan atas semua pasangan yang tidak mempunyai anak, ”oleh karena Kerajaan”?
11 Banyak pasangan suami-istri di seluruh dunia yang rela melepaskan sukacita menjadi orangtua telah dapat melayani Yehuwa dalam pekerjaan wilayah, distrik, atau di Betel. Mereka juga dengan rasa puas mengenang kembali kehidupan mereka yang telah digunakan untuk melayani Yehuwa dan saudara-saudara mereka dalam hak yang benar-benar istimewa ini. Mereka tidak menyesal. Meskipun mereka tidak menikmati sukacita mempunyai anak, mereka telah memainkan peranan penting dalam memajukan kepentingan Kerajaan dalam berbagai bidang kegiatan mereka. Mengenai semua pasangan yang tidak mempunyai anak ”oleh karena Kerajaan,” ayat berikut ini pasti berlaku atas mereka: ”Allah bukan tidak adil, sehingga Ia lupa akan pekerjaanmu dan kasihmu yang kamu tunjukkan terhadap namaNya oleh pelayanan kamu kepada orang-orang kudus, yang masih kamu lakukan sampai sekarang.”—Matius 19:12; Ibrani 6:10.
Soal Pribadi
12. (a) Mengapa mempunyai anak adalah hak istimewa yang unik? (b) Selama masa-masa apa mempunyai anak merupakan penugasan dari Allah?
12 Seperti telah kita perhatikan pada awal pembahasan ini, mempunyai anak merupakan karunia dari Allah. (Mazmur 127:3) Ini suatu hak istimewa yang unik yang tidak dinikmati oleh para malaikat Yehuwa. (Matius 22:30) Ada masa manakala melahirkan anak merupakan bagian dari pekerjaan yang Yehuwa tugaskan kepada hamba-hambaNya di bumi. Halnya demikian dengan Adam dan Hawa. (Kejadian 1:28) Juga bagi mereka yang selamat dari Air Bah. (Kejadian 9:1) Yehuwa ingin agar putra-putra Israel menjadi banyak melalui kelahiran anak-anak.—Kejadian 46:1-3; Keluaran 1:7, 20; Ulangan 1:10.
13, 14. (a) Apa yang dapat dikatakan mengenai mempunyai anak dewasa ini, dan kritikan apa yang tidak patut? (b) Meskipun mempunyai anak pada jaman akhir adalah soal pribadi, nasihat apa yang diberikan?
13 Dewasa ini melahirkan anak tidak secara spesifik merupakan bagian dari pekerjaan yang Yehuwa tugaskan kepada umatNya. Meskipun demikian, ini tetap suatu hak istimewa yang Ia karuniakan kepada mereka yang sudah menikah jika mereka menginginkannya. Maka, pasangan-pasangan Kristen yang memutuskan untuk mempunyai anak tidak boleh dikritik; demikian pula pasangan-pasangan yang memutuskan untuk tidak mempunyai anak.
14 Jadi, soal mempunyai anak pada jaman akhir ini adalah soal pribadi yang harus diputuskan sendiri oleh tiap pasangan. Namun, karena ”waktu telah singkat,” para suami-istri ada baiknya mempertimbangkan dengan saksama dan sungguh-sungguh baik-buruknya mempunyai anak pada jaman ini. (1 Korintus 7:29) Mereka yang memutuskan untuk mempunyai anak hendaknya menyadari sepenuhnya, bukan hanya sukacita yang dapat diperoleh dengan mempunyai anak tetapi juga tanggungjawab-tanggungjawab yang tersangkut dan problem-problem yang dapat timbul atas mereka dan anak-anak yang mereka bawa ke dalam dunia.
Bila Tidak Direncanakan
15, 16. (a) Sikap apa yang hendaknya dihindari bila kehamilan yang tidak diharapkan terjadi, dan mengapa? (b) Bagaimana hendaknya seorang anak dipandang, yang menyangkut tanggung jawab apa?
15 Ada yang mungkin mengatakan: ’Itu semua baik sekali, namun bagaimana jika seorang anak lahir tidak menurut rencana?’ Hal ini telah terjadi atas banyak pasangan yang menyadari sepenuhnya kenyataan bahwa ini bukan jaman yang baik sekali untuk mempunyai anak. Ada dari antara mereka yang sudah terjun dalam dinas sepenuh waktu selama bertahun-tahun. Bagaimana seharusnya pandangan mereka terhadap munculnya pendatang baru yang tidak diharapkan ini?
16 Di sinilah kedudukan sebagai orangtua yang disertai tanggung jawab memainkan peranan. Memang, kehamilan bisa saja tidak diharapkan, tetapi bayi yang dilahirkan tidak dapat dianggap sesuatu yang tidak diinginkan oleh para orangtua Kristen. Apapun perubahan yang mungkin timbul dalam kehidupan mereka dengan munculnya anak ini, mereka tentu tidak boleh menyesali keadaan. Bagaimanapun juga, mereka bertanggung jawab atas pembuahannya. Sekarang setelah ia ada, mereka harus menerima keadaan mereka yang berubah, dan menyadari bahwa, bagaimanapun juga, ”waktu dan kejadian-kejadian yang tidak terduga menimpa” semua orang. (Pengkhotbah 9:11, NW) Mau atau tidak, mereka telah ambil bagian dalam tindakan penciptaan yang Pembentuknya ialah Allah Yehuwa. Mereka harus menerima anak mereka sebagai tanggung jawab yang suci dan dengan penuh kasih melaksanakan tanggung jawab mereka sebagai ’orang tua di dalam Tuhan.’—Efesus 6:1.
”Lakukanlah Semuanya Itu dalam Nama Tuhan”
17. Nasihat apakah yang rasul Paulus berikan kepada orang-orang Kolose, dan bagaimana nasihat ini dapat diikuti pada jaman sekarang?
17 Sebelum memberikan nasihat mengenai soal-soal keluarga, rasul Paulus menulis: ”Segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita.” (Kolose 3:17-21) Apapun keadaan seorang Kristen, ia harus bersyukur kepada Yehuwa dan menarik keuntungan dari keadaannya untuk ’melakukan semuanya dalam nama Tuhan.’
18, 19. (a) Bagaimana orang-orang Kristen yang lajang dan pasangan-pasangan yang tidak mempunyai anak dapat ’melakukan semuanya dalam nama Tuhan’? (b) Bagaimana seharusnya para orangtua Kristen memandang anak-anak mereka, dan cita-cita apa yang hendaknya mereka tetapkan bagi diri mereka sendiri?
18 Seorang Kristen yang telah memutuskan tetap lajang akan menggunakan kebebasannya, bukan untuk memuaskan diri, tetapi untuk bekerja ’dengan segenap hati seperti untuk Yehuwa,’ jika mungkin dalam salah satu bentuk dinas sepenuh waktu. (Kolose 3:23; 1 Korintus 7:32) Demikian pula, suami-istri yang memutuskan untuk tidak mempunyai anak tidak akan dengan mementingkan diri ’memanfaatkan dunia ini sepenuhnya’ (NW) tetapi akan menjadikan dinas Kerajaan bagian yang terbesar dalam kehidupan mereka.—1 Korintus 7:29-31.
19 Bagi orang-orang Kristen yang mempunyai anak, mereka harus menerima kedudukan mereka sebagai orangtua dengan penuh tanggung jawab. Mereka sama sekali tidak boleh memandang anak-anak sebagai penghalang dalam melayani Yehuwa, melainkan sebaliknya harus menganggapnya sebagai penugasan istimewa. Hal ini akan menuntut apa? Ya, bila seorang Kristen yang berbakti bertemu dengan seseorang yang memperlihatkan minat dalam kebenaran, ia akan memulai pelajaran Alkitab rumahan secara tetap tentu dengan orang tersebut. Setelah memulai pelajaran, Saksi tersebut akan sangat rajin, kembali minggu demi minggu untuk membantu orang berminat tersebut membuat kemajuan rohani. Apa yang dibutuhkan dalam hal anak-anak Kristen tidak kurang dari itu. Pelajaran Alkitab yang tetap tentu dan bermutu, yang dimulai sedini mungkin dan diadakan secara teratur, dibutuhkan untuk membantu anak itu tumbuh secara rohani dan belajar mengasihi Penciptanya. (2 Timotius 3:14, 15) Selain itu, para orangtua akan berlaku hati-hati untuk memberikan contoh yang baik dalam tingkah laku Kristen di rumah, seperti yang mereka lakukan di Balai Kerajaan. Dan jika mungkin, mereka akan memikul tanggung jawab untuk melatih anak-anak mereka dalam dinas pengabaran. Dengan cara ini, selain memberitakan kepada orang-orang dewasa lain, para orang-tua akan berusaha, dengan bantuan Yehuwa, untuk ’menjadikan murid’ dari anak-anak mereka sendiri.—Matius 28:19, NW.
Anak-Anak selama ’Sengsara Besar’
20. (a) Apa yang terbentang di hadapan kita, dan terhadap kesulitan apa Yesus memberikan peringatan? (b) Apa pengaruh kata-kata Yesus terhadap membesarkan anak-anak pada jaman akhir?
20 Tidak lama lagi kita akan menghadapi ”siksaan yang dahsyat [’sengsara besar,’ Bode] seperti yang belum pernah terjadi sejak awal dunia sampai sekarang dan yang tidak akan terjadi lagi.” (Matius 24:21) Masa itu merupakan masa yang sulit bagi orang dewasa maupun anak-anak. Dalam nubuatnya mengenai kesudahan sistem sekarang ini, Yesus menubuatkan bahwa kebenaran Kristen akan memecah-belah keluarga. Ia mengatakan: ”Seorang saudara akan menyerahkan saudaranya untuk dibunuh, demikian juga seorang ayah terhadap anaknya. Dan anak-anak akan memberontak terhadap orang tuanya dan akan membunuh mereka.” (Markus 13:12) Maka jelas, membesarkan anak-anak pada jaman akhir tidak selalu mendatangkan sukacita yang sejati. Hal itu dapat menimbulkan kesedihan, kekecewaan, dan bahkan bahaya, seperti diperlihatkan oleh kata-kata Yesus yang dikutip tadi.
21. (a) Seraya memikirkan masa depan dengan realistis, mengapa para orangtua tidak boleh merasa kuatir secara berlebihan? (b) Apa yang dapat menjadi harapan mereka, bagi diri mereka sendiri dan anak-anak mereka?
21 Namun meskipun bersikap realistis terhadap kesulitan yang akan dihadapi, mereka yang mempunyai anak-anak kecil tidak perlu kuatir secara berlebihan mengenai masa depan. Jika mereka sendiri tetap setia dan berusaha sebaik-baiknya untuk membesarkan anak-anak ”dalam ajaran dan nasihat [Yehuwa],” mereka dapat yakin bahwa anak-anak yang taat akan diperkenan. (Efesus 6:4; bandingkan 1 Korintus 7:14.) Sebagai bagian dari ”kumpulan besar,” mereka dan anak-anak mereka yang masih kecil dapat berharap untuk selamat melampaui ”kesusahan yang besar.” Jika anak-anak tersebut tumbuh menjadi hamba-hamba Yehuwa yang setia, mereka akan selama-lamanya bersyukur kepada Dia bahwa mereka mempunyai orangtua yang bertanggung-jawab.—Wahyu 7:9, 14; Amsal 4:1, 3, 10.
-