PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • g89_No30 hlm. 31-32
  • Darah: Pilihan Siapa dan Hati Nurani Siapa?

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Darah: Pilihan Siapa dan Hati Nurani Siapa?
  • Sedarlah!—1989 (No. 30)
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • [Referensi]
  • Darah: Pilihan Siapa dan Hati Nurani Siapa?
    Bagaimana Darah Dapat Menyelamatkan Kehidupan Anda?
  • Anda Mempunyai Hak untuk Memilih
    Bagaimana Darah Dapat Menyelamatkan Kehidupan Anda?
  • Saksi-Saksi Yehuwa—Tantangan dalam Operasi/secara Etis
    Bagaimana Darah Dapat Menyelamatkan Kehidupan Anda?
  • Rumah Sakit—Bila Anda Seorang Pasien
    Sedarlah!—1991
Lihat Lebih Banyak
Sedarlah!—1989 (No. 30)
g89_No30 hlm. 31-32

Darah: Pilihan Siapa dan Hati Nurani Siapa?

Dicetak ulang dengan ijin dari New York State Journal of Medicine, 1988; 88:463-464, copyright Lembaga Kedokteran dari Negara Bagian New York.

Para dokter terikat janji untuk menerapkan pengetahuan, kemampuan, serta pengalaman mereka untuk memerangi penyakit dan kematian. Namun, bagaimana jika seorang pasien menolak cara pengobatan tertentu yang disarankan? Ini kemungkinan akan terjadi jika pasien itu seorang Saksi Yehuwa dan pengobatannya menggunakan darah utuh, sel darah merah, plasma, atau butir-butir darah merah.

Dalam hal penggunaan darah, seorang dokter mungkin merasa bahwa pilihan pasien untuk tidak menggunakan darah akan membatasi upaya para abdi kedokteran. Tetapi, kita harus ingat bahwa pasien yang bukan Saksi-Saksi Yehuwa sering memilih untuk tidak mengikuti rekomendasi dokter mereka. Menurut Appelbaum dan Roth,​1 19% dari pasien-pasien di rumahsakit-rumahsakit pendidikan menolak paling sedikit satu cara atau prosedur pengobatan, walaupun 15% dari penolakan demikian ”mungkin sekali membahayakan kehidupan”.

Pandangan umum bahwa ”dokter mengetahui apa yang paling baik” menyebabkan kebanyakan pasien pasrah kepada kesanggupan dan pengetahuan seorang dokter. Tetapi betapa berbahaya halnya bagi seorang dokter untuk bertindak seolah-olah ungkapan ini suatu fakta ilmiah dan menangani pasien-pasien sesuai dengan itu. Memang, pelatihan, izin, dan pengalaman kami sebagai dokter memberi kami hak-hak istimewa yang patut dihargai dalam bidang kedokteran. Walaupun demikian, pasien kami memiliki hak asasi. Dan seperti yang tentu kita sadari, hukum (bahkan Undang-Undang) sangat mendukung hak-hak asasi.

Pada dinding dari kebanyakan rumah sakit, kita dapat melihat dipajang ”Pernyataan Hak-Hak Asasi Pasien”. Salah satu dari hak-hak ini adalah persetujuan setelah mendapat penjelasan, yang lebih tepat disebut pilihan setelah mendapat penjelasan. Setelah pasien diberi tahu tentang kemungkinan hasil dari berbagai cara pengobatan (atau dari penolakan pengobatan), pasienlah yang mengajukan pilihannya. Di Rumah Sakit Albert Einstein di Bronx, New York, sebuah naskah kebijaksanaan mengenai transfusi darah dan Saksi-Saksi Yehuwa berbunyi, ”Setiap pasien dewasa yang kompeten berhak menolak pengobatan tidak soal seberapa serius akibat penolakan tersebut bagi kesehatannya.”​2

Walaupun para dokter mungkin menyatakan keprihatinan terhadap etika atau pertanggungjawaban, pengadilan menekankan pentingnya mendahulukan pilihan pasien.​3 Pengadilan Banding di New York menyatakan bahwa ”hak pasien untuk menentukan pengobatannya sendiri [adalah] yang terpenting . . . [Seorang] dokter tidak dapat dianggap melanggar tanggung jawab hukum atau profesinya apabila ia menghormati hak seorang pasien dewasa yang kompeten untuk menolak pengobatan”.​4 Pengadilan itu juga menyatakan bahwa ”integritas dari profesi kedokteran secara etis, walaupun penting, tidak dapat melangkahi hak-hak pribadi yang mendasar yang ditegaskan di sini. Kebutuhan dan pilihan dari orangnya, bukan tuntutan dari institusi, yang paling penting”.​5

Bila seorang Saksi menolak darah, para dokter mungkin merasa hati nuraninya terganggu mengingat kemungkinan melakukan sesuatu yang tampaknya kurang maksimum. Tetapi, apa yang diminta Saksi itu dari para dokter yang prihatin adalah untuk memberikan pengobatan alternatif yang paling baik dalam keadaan itu. Kami sering harus mengubah terapi kami untuk menyesuaikan dengan keadaan, seperti dalam kasus-kasus hipertensi, alergi berat terhadap antibiotika, atau tidak adanya alat-alat tertentu yang sangat mahal. Dengan pasien Saksi, para dokter diminta menangani problem kedokteran atau operasi sejalan dengan pilihan dan hati nurani pasien, yaitu keputusan moral/keagamaannya untuk menjauhkan diri dari darah.

Banyak laporan tentang operasi besar pada pasien Saksi memperlihatkan bahwa banyak dokter dapat, dengan hati nurani yang baik dan dengan berhasil, memenuhi permintaan mereka untuk tidak memberi darah. Misalnya, pada tahun 1981, Cooley meninjau kembali 1.026 operasi kardiovaskular, 22% di antaranya pada anak-anak. Ia menyatakan ”bahwa risiko operasi bagi kelompok pasien Saksi-Saksi Yehuwa pada dasarnya tidak lebih tinggi dari pasien lain”.​6 Kambouris​7 melaporkan tentang operasi-operasi besar pada Saksi-Saksi, beberapa di antaranya setelah ”tidak diterima menjalani operasi penting karena mereka menolak darah”. Ia berkata, ”Semua pasien diyakinkan sebelum dirawat bahwa kepercayaan agama mereka akan dihargai, tidak soal keadaan apapun dalam kamar operasi. Tidak ada hasil-hasil yang buruk dari kebijaksanaan ini.”

Apabila pasien itu seorang Saksi Yehuwa, yang menjadi masalah bukan sekedar pilihan, tetapi hati nurani. Kita tidak dapat memikirkan hati nurani dokter saja. Bagaimana dengan hati nurani pasien? Saksi-Saksi Yehuwa memandang kehidupan sebagai karunia dari Allah yang dilambangkan dengan darah. Mereka percaya kepada perintah Alkitab bahwa orang Kristen harus ’menjauhkan diri dari darah’. (Kisah 15:28, 29).​8 Maka, jika seorang dokter melanggar keyakinan agama yang mendalam dan telah lama dipegang oleh pasien tersebut, hasilnya bisa tragis. Paus Yohanes Paulus II mengatakan bahwa memaksa seseorang untuk melanggar hati nuraninya ”adalah pukulan yang paling menyakitkan bagi martabat manusia. Dalam hal tertentu, itu lebih buruk daripada menderita kematian fisik, atau membunuh”.​9

Sementara Saksi-Saksi Yehuwa menolak darah karena alasan agama, makin lebih banyak pasien bukan Saksi memilih untuk menghindari darah karena adanya risiko seperti AIDS, hepatitis non-A non-B, dan reaksi imunologik. Kami dapat memberikan pandangan kami kepada mereka apakah risiko itu tampak kecil bila dibandingkan dengan keuntungannya. Tetapi, seperti diperlihatkan oleh Lembaga Kedokteran Amerika, pasien adalah ”wasit terakhir apakah ia mau menerima pengobatan atau operasi yang dianjurkan oleh dokter atau mengambil risiko untuk hidup tanpa hal itu. Demikianlah hak yang wajar dari setiap orang, yang diakui oleh hukum”.​10

Sehubungan dengan ini, Macklin​11 mengemukakan masalah risiko/keuntungan berkenaan seorang Saksi ”yang mengambil risiko mati akibat pendarahan karena menolak transfusi”. Seorang mahasiswa kedokteran berkata, ”Jalan pikirannya masih baik. Apa yang akan anda lakukan bila kepercayaan agama melarang satu-satunya sumber pengobatan?” Macklin memberi pendapat, ”Kita mungkin sangat yakin bahwa orang ini membuat kesalahan. Tetapi Saksi-Saksi Yehuwa percaya bahwa ditransfusi . . . [dapat] mengakibatkan hukuman kekal. Kami dilatih untuk membuat analisa risiko-keuntungan dalam pengobatan tetapi jika anda membandingkan hukuman kekal dengan kehidupan di bumi, analisa itu memberikan perbandingan yang berbeda.”​11

Vercillo dan DuPrey​12 dalam terbitan Journal ini menunjuk pada In re Osborne untuk menyorot kepentingan dalam menjamin masa depan dari anak-anak yang masih di bawah tanggungan, tetapi bagaimana hal itu diputuskan? Masalahnya adalah mengenai dua anak kecil yang ayahnya luka parah. Pengadilan memutuskan bahwa jika ia meninggal, sanak keluarganya akan memelihara anak-anaknya secara materi dan rohani. Maka, seperti dalam kasus-kasus lain baru-baru ini,​13 pengadilan tidak menemukan alasan yang memaksa untuk membenarkan tindakan mengabaikan pilihan pasien dalam hal pengobatan itu; campur tangan secara hukum untuk mengesahkan pengobatan yang sangat tidak ia kehendaki tidak dapat dibenarkan.​14 Dengan pengobatan alternatif pasien itu sembuh dan terus memelihara keluarganya.

Bukankah benar bahwa mayoritas terbesar dari kasus-kasus yang telah, atau kemungkinan akan dihadapi para dokter, dapat ditangani tanpa darah? Apa yang kami pelajari dan ketahui sebagai yang terbaik ada hubungannya dengan problem-problem medis, namun pasien adalah manusia yang nilai-nilai dan cita-cita pribadinya tidak dapat diabaikan. Mereka lebih tahu tentang prioritas mereka sendiri, moral dan hati nurani mereka sendiri, yang membuat kehidupan itu berarti bagi mereka.

Menghormati hati nurani yang menyangkut iman dari pasien-pasien Saksi boleh jadi akan menguji kesanggupan kami. Tetapi seraya kami menghadapi tantangan ini, kami menandaskan kebebasan yang berharga yang kita semua junjung tinggi. Seperti yang ditulis John Stuart Mill dengan tepat, ”Tidak ada masyarakat yang disebut merdeka, bila kebebasan ini tidak, secara keseluruhannya, dihargai, apapun bentuk pemerintahan itu . . . Setiap orang merupakan pelindung yang tepat dari kesehatannya sendiri, secara fisik, atau mental dan rohani. Umat manusia memperoleh lebih banyak manfaat dengan berupaya hidup menurut apa yang dianggap baik bagi diri sendiri, daripada memaksa masing-masing orang untuk hidup menurut apa yang dianggap baik oleh orang lain.”​15

[Referensi]

1. Appelbaum PS, Roth LH: Pasien-pasien yang menolak pengobatan di rumah sakit kedokteran. JAMA 1983; 250:1296-1301.

2. Macklin R: Cara Bekerja intern dari suatu komite etika: Peperangan Terakhir mengenai Saksi-Saksi Yehuwa. Hastings Cent Rep 1988; 18(1):15-20.

3. Bouvia v Superior Court, 179 Cal App 3d 1127, 225 Cal Rptr 297 (1986); In re Brown, 478 So 2d 1033 (Miss 1985).

4. In re Storar, 438 NYS 2d 266, 273, 420 NE 2d 64, 71 (NY 1981).

5. Rivers v Katz, 504 NYS 2d 74, 80 n 6, 495 NE 2d 337, 343 n 6 (NY 1986).

6. Dixon JL, Smalley MG: Saksi-Saksi Yehuwa. Tantangan operasi/etika. JAMA 1981; 246:2471-2472.

7. Kambouris AA: Operasi besar pada perut atas Saksi-Saksi Yehuwa. Am Surg 1987; 53:350-356.

8. Saksi-Saksi Yehuwa dan Pertanyaan tentang Darah. Brooklyn, NY, Watchtower Bible and Tract Society, 1977, h. 1-64.

9. Paus mengutuk tindakan keras Polandia. NY Times, 11 January, 1982, h. A9.

10. Kantor Penasihat Umum: Bentuk Medikolegal dengan Analisa Hukum. Chicago, Perkumpulan Kedokteran Amerika, 1973, h. 24.

11. Kleiman D: Filsuf Rumah sakit menghadapi keputusan tentang kehidupan. NY Times, 23 Januari, 1984, hal B1, B3.

12. Vercillo AP, Duprey SV: Saksi-Saksi Yehuwa dan transfusi produk-produk darah. NY State J Med 1988; 88:000-000.

13. Wons v Public Health Trust, 500 So 2d 679 (Fla Dist Ct App) (1987); Randolph v City of New York, 117 AD 2d 44, 501 NYS 2d 837 (1986); Taft v Taft, 383 Mass 331, 446 NE 2d 395 (1983).

14. In re Osborne, 294 A 2d 372 (DC Ct App 1972).

15. Mill JS: Tentang Kebebasan, di Adler MJ (ed): Buku-Buku Besar tentang Dunia Barat. Chicago, Encyclopaedia Britannica, Inc, 1952, vol 43, h. 273.

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan