PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • yb97 hlm. 66-123
  • Benin

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Benin
  • Buku Kegiatan Saksi-Saksi Yehuwa 1997
  • Subjudul
  • Inilah Benin
  • Tempat Kelahiran Voodoo
  • Masa-Masa Awal
  • Pemberitaan Kabar Baik Meluas
  • Seorang yang Berpoligami Menemukan Kebenaran
  • Voodoo versus Yehuwa
  • Tentangan Menghebat
  • Tercerai-berai, tetapi Mereka Terus Memberi Kesaksian
  • Ia Mengembalikan Perlengkapan Keagamaannya
  • Kelas-Kelas Pemberantasan Buta Huruf Ditekankan
  • Para Imam Katolik dan Juju Menggabungkan Kekuatan
  • Memberi Kesaksian yang Saksama di Dalam Penjara
  • Publikasi-Publikasi Alkitab dalam Bahasa Gun
  • Beberapa Ternyata ”Bukan dari Jenis Kita”
  • Seorang yang Berpoligami Mendapatkan Jalan yang Lebih Baik
  • Keinginan Seorang Pria yang Sekarat
  • Para Utusan Injil Hasil Pelatihan Gilead Tiba
  • Waktunya Menikah
  • Menyediakan Fasilitas Cabang yang Layak
  • Kejujuran—Haluan yang Benar
  • Perubahan dalam Pemerintahan
  • November 1975—Terjadi Penangkapan
  • Desember 1975—Peringatan Radio dan Surat Kabar
  • Maret 1976—Pembatasan Meningkat
  • April 1976—Saudara-Saudara di Cotonou Ditangkap
  • Intensitas Penganiayaan Meningkat secara Bertahap
  • Jam-Jam Terakhir bagi para Utusan Injil
  • 27 April 1976—Koordinator Panitia Cabang Dibawa
  • Betel/Rumah Utusan Injil Digeledah
  • Ke Sûreté Nationale
  • Hari Terakhir di Benin
  • Dideportasi!
  • Di Bawah Pelarangan
  • ”Berhati-hati seperti Ular”
  • ”Firman Allah Tidak Diikat”
  • ”Saya Hanyalah Pelopor”
  • Hari yang Tidak akan Dilupakan
  • Bersukacita karena Dapat Berhimpun untuk Ibadat
  • Gairah untuk Memberi Kesaksian tentang Kebenaran
  • Fasilitas Kebaktian
  • Para Utusan Injil Kembali
  • Memanfaatkan Kebebasan dengan Bijaksana
Buku Kegiatan Saksi-Saksi Yehuwa 1997
yb97 hlm. 66-123

Benin

Waktu itu adalah bulan April tahun 1976. Tentara bersenjata otomatis menggedor pintu Rumah Betel. ”Keluar dan ikuti upacara bendera!” sang komandan menuntut. Gerombolan massa yang marah menyerukan slogan-slogan politik berulang-ulang.

Di dalam, para utusan injil terus membahas ayat Alkitab untuk hari itu, sebagaimana kebiasaan mereka. ”Kuasa-kuasa langit akan diguncangkan” adalah ayat Alkitab yang sedang dibahas. (Mat. 24:29) Sungguh, itu terbukti menjadi sumber kekuatan bagi para utusan injil pada pagi itu! Di luar, para tentara mengibarkan bendera di halaman kantor cabang. Mereka telah mengambil alih tanah milik Lembaga!

Tak lama kemudian para tentara memerintahkan agar semua utusan injil keluar. Mereka hanya diperbolehkan membawa barang-barang pribadi yang dapat mereka bawa dalam koper mereka. Tanpa menunda-nunda, para utusan injil itu dinaikkan ke dalam mobil van Lembaga, untuk digiring ke luar dari negeri itu.

Seraya van itu meninggalkan Betel, seorang saudara muda yang bersepeda muncul di sisinya. ”Apa yang terjadi? Ke mana mereka membawa kalian?” ia bertanya. Para utusan injil itu memberi isyarat agar dia pergi karena khawatir bahwa ia juga akan ditangkap.

Apa yang menyebabkan pelarangan atas Saksi-Saksi Yehuwa di Benin? Bagaimana Saksi-Saksi setempat tetap kuat secara rohani selama masa 14 tahun yang sulit itu? Apakah para utusan injil kembali? Dan segera setelah pembatasan pada akhirnya disingkirkan, bagaimana Saksi-Saksi Yehuwa di Benin memanfaatkan kebebasan mereka yang baru?

Inilah Benin

Sebuah negeri berbentuk lubang kunci, diapit antara Togo dan Nigeria di pesisir Afrika Barat—inilah Benin. Anda mungkin mengenalnya dengan nama lamanya, Dahomey. Orang-orangnya hangat dan ramah, dan iklimnya menyenangkan. Meskipun terdapat lebih dari 50 bahasa setempat yang digunakan oleh kira-kira 60 kelompok etnik, bahasa Prancis merupakan bahasa nasional.

Benin adalah gudangnya puri-puri kecil dan raja-raja Afrika pada zaman purba. Di sebuah laguna biru terletak Ganvié, sebuah desa terapung yang oleh beberapa orang dijuluki Venesia di Afrika. Di sana jalannya adalah sungai dan taksinya adalah pirogues yang beraneka warna, atau kano dari batang pohon. Dua taman nasional, Pendjari dan ”W”, terdapat di bagian utara negeri itu, dan di sana, singa, gajah, monyet, kuda nil, dan binatang-binatang lain berkeliaran dengan bebas di sabana. Di bagian selatan, pohon-pohon palem menari-nari seirama dengan alunan angin laut.

Namun, adakalanya kehidupan sangat pahit bagi penduduk negeri ini. Pada awal abad ke-17, Kpassè, penguasa kerajaan Houéda, mengadakan hubungan perdagangan dengan para pedagang budak dari Prancis, Inggris, dan Portugis. Sebagai ganti dari benda-benda perhiasan dan senjata, raja yang kejam ini menjual saudara-saudaranya sendiri. Mereka dinaikkan ke kapal-kapal laut di Gléhoué, sekarang disebut Ouidah, dan diangkut ke Haiti, Antilla Belanda, dan Amerika. Perdagangan budak ini terus berlangsung dari abad ke-17 hingga awal abad ke-19. Kemudian pada akhirnya, ini dihapuskan di banyak negeri.

Akan tetapi, barulah pada awal abad ke-20 orang-orang di Benin mulai mendapatkan kesempatan untuk terlepas dari belenggu perbudakan yang jauh lebih kejam—perbudakan agama palsu dengan semua bentuknya yang menyeramkan. Di Benin, itu termasuk Voodoo.

Tempat Kelahiran Voodoo

Animisme adalah agama tradisional, dan di antara para animis di sini, dewa yang dipandang utama adalah Mahou. Ia diwakili oleh banyak dewa sekunder, atau voodoo, dan kepada mereka korban-korban dipersembahkan pada hari-hari pesta tertentu. Misalnya, Hébiosso adalah dewa guntur, dan dewa Zangbeto, katanya, melindungi ladang petani pada malam hari. Yang lebih rendah daripada para voodoo ini adalah dewa-dewa bawahan, yang juga dipercayai sebagai roh-roh orang mati. Oleh karena itu, mereka mempraktekkan penyembahan nenek moyang. Di banyak rumah, saudara akan menemukan asen, semacam payung kecil dari besi tempaan, dihiasi dengan lambang-lambang sebagai pengingat akan orang-orang yang dikasihi yang telah meninggal.

Untuk berurusan dengan dewa-dewa ini dibutuhkan seorang perantara, seorang imam berhala, boleh pria ataupun wanita. Setelah melewatkan waktu tiga tahun dalam sebuah biara berhala, sang imam dianggap memenuhi syarat untuk berkomunikasi dengan dewa-dewa dan roh-roh lain. Hierarki yang sangat kuat ini mempunyai pengaruh yang luar biasa atas kehidupan orang-orang Benin yang menganutnya.

Mereka yang mempraktekkan bentuk ibadat ini percaya bahwa setelah seseorang meninggal, ia dapat datang kembali dalam bentuk roh dan membunuh anggota-anggota keluarga yang lain. Banyak orang menjual harta milik mereka dan terjerumus ke dalam utang yang besar untuk dapat membayar korban-korban binatang dan upacara-upacara yang berlebihan demi menenangkan sanak saudara yang telah meninggal. Akibatnya, keluarga tersebut kemungkinan ditinggalkan dalam kemiskinan. Ketakutan yang bersifat takhayul dan dikobarkan oleh kepercayaan-kepercayaan ini memperbudak orang-orang.

Agama-agama yang mengaku Kristen juga terdapat di sini dan sering kali dipraktekkan bersama dengan animisme. Biasanya orang-orang tidak keberatan untuk memadukan kedua bentuk ibadat ini, tetapi berhenti mengambil bagian dalam tradisi animistis dianggap sebagai dosa yang serius. Meskipun demikian, banyak yang telah melakukannya.

Masa-Masa Awal

Pada tahun 1929, kebenaran Alkitab yang sungguh-sungguh dapat membebaskan orang-orang dari ketakutan yang bersifat takhayul, mencapai Dahomey. Setelah mempelajari kebenaran demikian dari Siswa-Siswa Alkitab (sebutan bagi Saksi-Saksi Yehuwa pada waktu itu) di Ibadan, Nigeria, Saudara Yanada dari suku Gun pulang untuk mengajar rekan-rekan sesukunya. Ia membentuk sebuah kelompok yang terdiri dari enam orang di kota asalnya, ibu kota Porto-Novo, dan mulai mempelajari Alkitab bersama mereka. Dari kelompok ini, Daniel Afeniyi, yang berasal dari Nigeria, berpegang teguh pada kebenaran dan dibaptis pada tahun 1935. Tetapi penganiayaan dari pemimpin agama setempat memaksa Saudara Yanada untuk kembali ke Nigeria, dan Daniel Afeniyi yang baru dibaptis dipaksa kembali ke desanya, Daagbe. Sewaktu empat Saksi-Saksi lainnya dari Nigeria mulai mengabar di Porto-Novo, mereka ditangkap dan langsung dideportasi.

Pada tahun 1938, dua belas saudara dari suku Ibo di Nigeria ditugaskan untuk melayani di Porto-Novo. Pemimpin agama Protestan merasa gelisah karena banyak orang menghargai apa yang diajarkan Saksi-Saksi kepada mereka dari Alkitab. Moïse Akinocho, seorang pedagang dari suku Yoruba, adalah salah seorang dari antara orang-orang ini. Sebelumnya ia adalah penganut agama Metodis yang juga mempraktekkan penyembahan nenek moyang. Sebagai akibat dari tekanan pemimpin agama atas kalangan berwenang setempat, Saksi-Saksi Yehuwa kembali dipaksa untuk meninggalkan Porto-Novo. Tetapi sewaktu api penganiayaan menghebat atas saudara-saudara suku Ibo, Saudara Akinocho mendukung mereka dan mengatakan, ”Jika pemerintah akan membunuh semua Saksi-Saksi Yehuwa, saya tidak takut.” Ia tetap teguh dalam iman sampai kematiannya pada tahun 1950.

Selama perang dunia kedua, Saksi-Saksi di Nigeria tidak dapat mengunjungi Benin lagi. Namun, benih-benih kebenaran telah ditabur, dan belakangan, dengan sedikit penyiraman dan penggarapan, mereka segera bertunas. Kesempatan itu tiba segera setelah perang berakhir. Nouru Akintoundé, penduduk asli Benin, telah menjadi seorang Saksi Yehuwa ketika berada di Nigeria. Pada tahun 1948, ia kembali ke negeri asalnya sebagai seorang perintis, menggunakan sebagian besar waktunya untuk memberi kesaksian kepada orang-orang lain tentang Allah Yehuwa dan maksud-tujuan-Nya sebagaimana yang disingkapkan dalam Alkitab. Hasilnya jauh melebihi semua perkiraan yang masuk akal.

Laporan dinas pengabaran untuk bulan Mei 1948 menyatakan, ”Sungguh menggetarkan untuk mengirimkan laporan bagi sebuah negeri baru. Injil telah menembus ke Dahomey Prancis [Benin] dan orang-orang yang berkemauan baik bergabung di bawah ’panji-panji bagi bangsa-bangsa’.”—Yes. 11:12.

Pada bulan itu juga, permohonan diajukan kepada gubernur Dahomey untuk mendapatkan pengakuan resmi bagi Lembaga. Permohonan ini berisi acuan kepada penilik tinggi di Dakar, Senegal. Akan tetapi, setelah penundaan selama lebih dari satu tahun, otorisasi ditolak. Sekalipun demikian, pekerjaan terus berkembang. Wilfred Gooch, pengawas cabang di Nigeria pada waktu itu, belakangan menulis, ”Begitu banyak minat yang terpendam sampai waktu itu sehingga dalam waktu enam minggu sebanyak 105 orang bergabung dengan sang perintis [Saudara Akintoundé] dalam dinas pengabaran. Selama beberapa bulan berikutnya, perintis ini terus menyebarkan kabar baik di kota-kota yang berdekatan, dan pertambahan yang bagus terus berlangsung—puncak 301 penyiar Kerajaan dicapai pada bulan Juli 1948.”

Pemberitaan Kabar Baik Meluas

Dari Porto-Novo pemberitaan kabar baik meluas ke kota-kota dan desa-desa terpencil. Saudara Akintoundé membawa beberapa peminat baru untuk bersama-sama mengabar di tempat-tempat seperti Lokogbo dan Cotonou. Mereka tinggal di sebuah desa selama beberapa hari, disambut dan dijamu oleh para peminat baru. Pada waktu itu, orang-orang yang berminat mulai ikut mengabar dengan saudara-saudara yang berkunjung segera setelah kontak mereka yang pertama.

Dalam waktu kurang dari empat bulan setelah Saudara Akintoundé kembali ke Benin, sebuah kebaktian diadakan di Porto-Novo selama tiga hari. Pada waktu itu hadir W. R. (Bible) Brown, Anthony Attwood, dan Ernest Moreton dari cabang Nigeria. Tiga puluh orang dibaptis pada kesempatan itu, dan ini membuat para misionaris Protestan sangat tidak senang. Mereka berbuat sedapat mungkin untuk membujuk kembali para peminat baru itu, tetapi para peminat ini tetap berteguh hati. Salah seorang dari antara mereka yang dibaptis pada kebaktian ini menyatakan, ”Jika Anda telah memeriksa semua perkara dan menemukan bahwa ada sesuatu yang tidak beres—keputusannya ada di tangan Anda. Sedangkan saya, saya mendapati bahwa ini sangat bagus.” Lebih banyak orang juga memeriksa apa yang diajarkan Saksi-Saksi Yehuwa dan menemukan bahwa itu ”sangat bagus”. Pada bulan Januari 1949, terdapat tiga sidang di Benin—Porto-Novo, Lokogbo, dan Cotonou.

Seorang yang Berpoligami Menemukan Kebenaran

Meskipun kegiatan Saksi-Saksi Yehuwa tidak diakui secara hukum di negeri ini, izin diberikan pada bulan Januari 1949 kepada kami untuk mengadakan kebaktian di Cotonou. Mobil-mobil dengan pengeras suara digunakan untuk mengumumkan acara tersebut, dan lebih dari 1.000 orang menghadiri khotbah umum ”Government of Peace” (”Pemerintahan Perdamaian”).

Salah seorang yang menghadiri kebaktian ini adalah Sourou Houénou, yang adalah seorang notaris dan hakim dan juga kepala dari Revenants, sebuah kelompok yang terlibat dalam penyembahan nenek moyang. Ia mempunyai empat istri. Apakah ia akan sanggup membuat perubahan yang diperlukan untuk berjalan menurut jejak kaki Yesus Kristus? Ia meninggalkan penyembahan nenek moyang, serta hal-hal yang berkaitan dengan spiritisme. Ia melakukan ini selaras dengan pernyataan Yesus, ”Yehuwa Allahmu yang harus engkau sembah, dan kepada dia saja engkau harus memberikan dinas suci.” (Luk. 4:8) Ia juga membenahi urusan perkawinannya selaras dengan standar-standar Kristen. Meskipun ia memiliki karier yang didambakan dalam sistem sekarang, sebagaimana halnya dengan Saul dari Tarsus sebelum menjadi rasul Paulus, ia menganggap semuanya ”sebagai tumpukan sampah” dan meninggalkannya di belakang. (Flp. 3:8) Agar bebas untuk mendahulukan kepentingan Kerajaan, ia meninggalkan jabatannya sebagai notaris dan hakim serta mengambil dinas sepenuh waktu.

Sidang Cotonou berhimpun secara tetap tentu di rumah Saudara Houénou di daerah Missebo di kota tersebut. Pada satu peristiwa, para pemimpin Katolik menggerakkan segerombolan anak untuk mengganggu perhimpunan. Sementara khotbah umum sedang disampaikan di halaman yang bertembok di rumah Saudara Houénou, seorang anak muda memanjat pohon dan mulai melemparkan penghinaan dan batu-batu ke arah pembicara lewat tembok. Tampaknya ia tidak dapat membidik dengan tepat, karena tidak satu pun dari antara batu-batunya yang melukai sang pembicara. Sebaliknya, salah satu batu meleset dari sasaran dan mengenai salah seorang anak muda lainnya dalam kelompok pengganggu tersebut, sedemikian kerasnya sehingga ia harus masuk rumah sakit! Semua anak lari ketakutan, karena percaya bahwa ini adalah hukuman dari Allah. Perhimpunan itu berlanjut tanpa insiden lain.

Voodoo versus Yehuwa

Dogbo-Tindé Ogoudina mengamati apa yang terjadi dari kejauhan. Ia adalah pedagang kain yang tokonya berada di seberang jalan dari rumah Saudara Houénou. Ia juga adalah sekretaris dari biara berhala di Porto-Novo. Akan tetapi, ia begitu terkesan oleh tingkah laku Saksi-Saksi dalam menghadapi tentangan ini sehingga ia menjadi berminat akan berita Kerajaan. Tak lama kemudian, ia sendiri menjadi objek dari tentangan yang berapi-api dari para imam berhala. Imam kepala dari penyembahan berhala mengumumkan bahwa dia akan mati dalam waktu tujuh hari karena memihak Saksi-Saksi! Sang imam menggunakan ilmu sihir untuk mengupayakan agar ramalannya menjadi kenyataan.

Meskipun sebelumnya beberapa orang telah dibunuh oleh roh-roh fasik, Saudari Ogoudina tidak gentar. Ia mengatakan, ”Jika berhala yang menciptakan Yehuwa, saya akan mati; tetapi jika Yehuwa adalah Allah yang Tertinggi, maka Ia akan mengalahkan berhala secara total.” Pada malam dari hari keenam, para imam berhala mempersembahkan korban kambing dan mantra-mantra kepada berhala mereka—Gbeloko. Mereka menebang sebatang pohon pisang, mengenakan padanya pakaian putih, dan menyeretnya di tanah untuk melambangkan kematian saudari kita. Setelah itu, mereka begitu yakin terhadap hasilnya sehingga mereka mengumumkan kepada khalayak ramai bahwa Saudari Ogoudina sekarang telah mati. Tetapi apa yang terjadi keesokan paginya?

Saudari Ogoudina masih ada di tempat yang biasanya ia berada hampir setiap pagi—menjual kain di pasar. Ia tidak mati; ia benar-benar masih hidup! Saat itu juga, sebuah delegasi diutus kepada imam kepala dari penyembahan berhala di Porto-Novo untuk memberi tahu dia apa yang terjadi, atau, sebaliknya, apa yang tidak terjadi. Ia sangat marah karena mantranya tidak berpengaruh. Mengetahui bahwa ini akan mengurangi pengaruhnya atas orang-orang, ia berangkat dari Porto-Novo menuju Cotonou dengan satu tujuan—menemukan Saudari Ogoudina dan membunuhnya. Saudara-saudara setempat tahu bahwa kesukaran akan datang, jadi mereka membantu Saudari Ogoudina menutup toko kecilnya dan membawanya ke suatu tempat yang aman.

Setelah menyembunyikan Saudari Ogoudina selama satu minggu, Saudara Houénou menyewa sebuah mobil dan membawanya berkeliling Porto-Novo sehingga semua orang dapat melihat bahwa ia hidup. Otomobil masih jarang di Afrika pada tahun 1949, jadi hampir setiap mobil yang lewat diperhatikan orang. Saudara Houénou memastikan agar Saudari Ogoudina terlihat oleh sebanyak mungkin orang; kemudian mereka mengakhiri perjalanan mereka di pintu biara berhala tempat dahulu ia melayani. Ia keluar dari mobil dan mengumumkan kepada semua orang bahwa, meskipun imam kepala dari penyembahan berhala telah mendatangkan mantra kematian ke atasnya, Yehuwa, Allahnya, adalah pemenang! Yehuwa terbukti menjadi ”menara yang kuat” baginya. (Ams. 18:10) Sekalipun memiliki kesehatan yang buruk, ia terus melayani Yehuwa dengan setia sampai akhir kehidupannya. Pendiriannya yang berani membantu para penyembah berhala lainnya membebaskan diri dari belenggu spiritisme.

Tentangan Menghebat

Menjelang Peringatan pada tahun 1949, pengaturan dibuat untuk mengadakan sebuah khotbah istimewa di Porto-Novo. Lebih dari 1.500 peminat yang hadir. Akan tetapi, berita ini tidak diterima dengan baik oleh para pemimpin agama. Sekali lagi, mereka menghasut kalangan berwenang melawan saudara-saudara, dan sepuluh saudara ditangkap.

Belakangan seorang saudara melaporkan, ”Saudara-saudara ditahan selama beberapa hari dan kemudian dilepaskan setelah diberi peringatan keras bahwa mereka tidak boleh ’mengajar atau mengabar dalam nama itu’. Tentangan demikian memberikan kesempatan kepada saudara-saudara untuk memberi kesaksian di hadapan ’raja dan penguasa’ dan untuk menceritakan harapan yang ada pada mereka.”—Bandingkan Kisah 4:17.

Peringatan diadakan dengan senyap pada tahun itu, dengan hadirin berjumlah 134 orang, termasuk lima orang yang ambil bagian. Pembaptisan biasanya dilakukan pada malam hari, di laguna Porto-Novo. Lokasi perhimpunan berubah-ubah, dan seorang saudara selalu ditugaskan untuk menjaga. Sebelum perhimpunan, sebuah meja ditata dengan makanan; jika ada orang mendekat, saudara-saudara segera duduk di meja dan berpura-pura sedang menikmati makanan bersama-sama. Dan sesungguhnya mereka sedang menikmati makanan—makanan rohani yang bagus sekali!

Saudara-saudara harus berhati-hati setiap saat—sebagaimana dikatakan Yesus, ”berhati-hati seperti ular namun polos seperti merpati”. (Mat. 10:16) Kalangan berwenang terus-menerus mencari Saudara Akintoundé, yang menurut perkiraan mereka adalah pemimpin kelompok Saksi. Pada suatu hari, seorang polisi dikirim untuk mencarinya. Karena tidak mengetahui di mana Saudara Akintoundé tinggal, petugas itu meminta seorang pria untuk membawanya ke rumah Mr. Akintoundé. Sesuai dengan kebiasaan orang-orang Benin yang ramah, pria itu melakukannya. Tetapi pria yang memberi petunjuk tersebut adalah Saudara Akintoundé sendiri! Sang polisi tidak mengenalinya. Sewaktu mereka tiba di rumah, tidaklah mengherankan bahwa Saudara Akintoundé tidak ada di rumah! Akan tetapi, akhirnya pada bulan Juni 1949, sewaktu pekerjaan Saksi-Saksi Yehuwa dilarang secara resmi, Saudara Akintoundé kembali ke Nigeria.

Pada bulan Agustus 1949, pemerintah mengeluarkan peringatan terhadap publikasi Menara Pengawal, menetapkan hukuman dua tahun penjara dan denda sebesar 500.000 F CFA (kira-kira 1.000 dolar AS) bagi siapa saja yang kedapatan membagikan lektur demikian dalam bahasa apa pun. Majalah Menara Pengawal dan buku ”Karena Allah Itu Benar Adanya” khususnya diincar. Saudara-saudara tidak menjadi kecil hati karena peristiwa-peristiwa ini. Mereka mengetahui dengan baik apa yang telah dikatakan Yesus Kristus, ”Seorang budak tidak lebih besar daripada majikannya. Jika mereka telah menganiaya aku, mereka akan menganiaya kamu juga.”—Yoh. 15:20.

Selama masa itu, Kpoyè Alandinkpovi, salah seorang dari antara orang-orang yang pertama-tama menerima kebenaran di negeri ini, memanfaatkan pakaian tradisional pria Benin untuk membantunya dalam pelayanan. Jubah lengan panjang yang mereka kenakan, disebut bubu, mempunyai sebuah kantong yang cukup besar di bagian dalam. Sewaktu Saudara Alandinkpovi merasa yakin bahwa ia telah menemukan seseorang yang menaruh minat yang tulus, ia memasukkan tangan ke dalam jubahnya dan mengeluarkan sebuah buku atau buku kecil yang disembunyikan di dalam kantong besar itu. Ia selalu berpura-pura seolah-olah itu adalah persediaannya yang terakhir, tetapi tampaknya selalu ada yang lain sewaktu ia menemukan orang lain yang lapar akan kebenaran.

Tercerai-berai, tetapi Mereka Terus Memberi Kesaksian

”Beritakanlah firman, tetaplah lakukan itu dengan mendesak pada musim yang menyenangkan, pada musim yang susah.” (2 Tim. 4:2) Nasihat itu, yang ditulis oleh rasul Paulus, meresap ke dalam hati Saksi-Saksi Yehuwa di Benin, dan pekerjaan kesaksian bertumbuh dengan subur bahkan dalam ”musim yang susah”. Selama bagian akhir dari tahun 1949, salah seorang perintis asal Benin yang baru dilantik, Albert Yédénou Ligan, berangkat ke Zinvié, sebuah desa kecil di sebelah utara Cotonou. Pada hari pertama ia berada di sana, ia menghubungi Josué dan Marie Mahoulikponto. Mereka segera mengenali nada kebenaran dalam pengajaran Alkitab yang mereka dengar. Meskipun ia seorang Protestan, Josué mempraktekkan penyembahan nenek moyang, memiliki dua istri, dan adalah imam kepala dari penyembahan kepada dewa Zangbeto. Dalam bulan yang sama mereka mendapatkan kebenaran, mereka meninggalkan semua praktek-praktek itu. Iman yang baru mereka dapatkan tidak diterima dengan baik oleh sanak saudara mereka, yang dengan sengit menentang mereka, bahkan mengusir mereka dari rumah keluarga dan menghancurkan ladang-ladang mereka.

Suami-istri Mahoulikponto melarikan diri ke desa untuk menyelamatkan diri, dan mereka bermukim di Dekin, salah satu desa dari para penghuni danau. Perpindahan ini berguna untuk menyebarkan kebenaran ke daerah yang baru. Kepala desa di Dekin adalah orang pertama yang menerima kebenaran di sana. Dalam waktu dua tahun, 16 orang di daerah itu menyambut ibadat yang sejati, meskipun kalangan berwenang menangkap dan memukuli mereka, dan semua lektur mereka, termasuk Alkitab mereka, dimusnahkan.

Sewaktu sedang memberi kesaksian di sebuah desa pada tahun 1950, seorang perintis bertemu dengan seorang pria yang memberitahunya bahwa ada seorang pria lanjut usia yang mengajarkan hal yang sama dari Alkitab seperti yang dilakukan perintis tersebut. Pria lanjut usia tersebut ternyata adalah Saudara Afeniyi, yaitu seorang dari kelompok yang mula-mula belajar kebenaran di negeri ini dan yang telah dibaptis pada tahun 1935. Meskipun ia diasingkan, Saudara Afeniyi tidak dilupakan oleh Yehuwa, dan Saudara Afeniyi juga tidak melupakan sukacita yang ia alami sewaktu dibebaskan dari kepercayaan yang tidak berdasarkan Alkitab dari agama Protestan yang dahulu dianutnya. Istrinya tidak pernah menyambut kebenaran, dan voodoo sangat berurat-berakar di desa tempat ia mengabar, namun Saudara Afeniyi tidak menyerah. Selama bertahun-tahun ia terlihat dengan setia mengajarkan Alkitab kepada orang-orang lain. Ia meninggal pada usia 80 tahun, setelah melayani Yehuwa dengan setia selama lebih dari 42 tahun.

Pada awal tahun 1950, gelombang penganiayaan terus-menerus dilancarkan terhadap Saksi-Saksi. Di daerah Kouti, seorang petugas polisi menemukan sekelompok saudara sedang membahas ayat hari itu. Beberapa ditangkap, diikat dengan tali, dan dibawa ke hadapan sang komandan, atau pejabat distrik. Belakangan mereka dibebaskan, dengan peringatan yang sangat keras untuk tidak mengabar atau mengadakan perhimpunan lagi. Meskipun demikian, umat Yehuwa menghargai pentingnya terus berhimpun bersama secara tetap tentu untuk mempelajari Firman Allah, jika perlu secara senyap. Salah seorang penatua setempat menulis, ”Sekarang satu-satunya kesempatan bagi saudara-saudara kita untuk dikumpulkan bersama-sama adalah dengan bangun pagi-pagi sekali untuk belajar. Mereka yang memiliki sepeda berangkat ke tempat-tempat yang jauh untuk memberi kesaksian . . . Bahkan berbahaya untuk membawa Alkitab. Sekalipun adanya kesulitan-kesulitan ini, kita akan terus memberitakan firman tersebut hingga akhir.” Pada bulan Maret 1950, dengan setia mereka bertemu untuk Peringatan kematian Kristus. Mereka tidak ’ciut’ karena perasaan takut. (Ibr. 10:38) Pada awal tahun 1951, terdapat tujuh sidang yang melapor, dan 36 dari 247 penyiar yang melapor terdaftar sebagai perintis.

Ia Mengembalikan Perlengkapan Keagamaannya

Pada awal tahun 1950-an, banyak dari saudara-saudara kita tidak dapat membaca dengan baik; tetapi mereka melakukan sebisa-bisanya untuk memberi kesaksian, dan Yehuwa memberkati upaya mereka. Pada suatu hari, dua saudara sedang mencoba menjelaskan kebenaran Alkitab kepada seseorang sewaktu Samuel Ogungbe mendekat. Belakangan ia melaporkan, ”Pada waktu itu saya tidak mengetahui persoalannya, namun rupanya orang-orang ini adalah Saksi-Saksi Yehuwa, dan mereka sedang berbantah satu sama lain karena mereka sendiri tidak dapat membaca Alkitab mereka dalam bahasa Gun. Saya bergabung dalam pembahasan tersebut dan dapat membantu mereka, karena saya pernah belajar membaca Alkitab berbahasa Gun tersebut.” Pada waktu itu Samuel Ogungbe adalah bendahara dan anggota dewan Gereja Kerub dan Serafim. Anggota agama ini mudah dikenali; mereka mengenakan jubah putih panjang dan topi putih karena mereka percaya bahwa mereka adalah pengantin Kristus. Tetapi meskipun ia memiliki agamanya sendiri, Samuel Ogungbe mendapati pembahasan dengan Saksi-Saksi Yehuwa ini menarik. Suatu janji dibuat untuk meneruskan pembahasan tersebut pada hari Sabtu, hanya empat hari kemudian. Akan tetapi, sebelum itu, terjadilah sesuatu yang menimbulkan rasa takut pada dirinya.

”Gereja tempat saya bergabung menggunakan tenung dan ramalan serta ilmu-ilmu gaib lainnya,” ia menjelaskan. ”Keesokan harinya setelah perjumpaan saya yang pertama dengan Saksi-Saksi Yehuwa, saya pergi ke gereja sebagaimana kebiasaan saya. Segera, saya diperingatkan oleh sesama anggota gereja yang telah berkonsultasi dengan roh-roh agar saya memperhatikan langkah saya untuk dua alasan—pertama, meskipun saya memiliki kedudukan yang tinggi di gereja, saya berada dalam bahaya ’membelot’, dan kedua, saya akan segera mengalami sakit perut yang parah dan akan menjadi fatal kecuali jika saya mengikuti nasihat yang diberikan oleh roh-roh. Mereka mengatakan bahwa saya harus membeli tujuh lilin dengan kemenyan dan mur untuk sebuah upacara khusus dengan doa-doa yang nyaring dan berpuasa selama tujuh hari. Jika saya tidak taat, itu berarti kematian saya.”

Belakangan ia dengan terus terang mengakui, ”Pada saat saya pulang ke rumah pada hari Kamis malam, saya takut. Pada hari Jumat paginya saya mulai berdoa dan berpuasa, mengetahui bahwa dalam waktu singkat saya harus memutuskan apakah saya akan meneruskan pembahasan saya dengan Saksi-Saksi atau tidak. Saya hampir melewatkan janji dengan mereka, tetapi pada menit-menit terakhir saya memutuskan untuk memenuhinya. Kami membahas banyak hal, dan mereka mengundang saya ke perhimpunan mereka pada hari Minggu.” Dengan cepat terjadi banyak perubahan. Anggota-anggota gereja di mana Samuel Ogungbe bergaul mencoba untuk melarangnya, tetapi ia merasa yakin bahwa ia telah menemukan kebenaran. Ia mengembalikan semua perlengkapan keagamaannya dan, dalam bulan yang sama, mulai ambil bagian dalam dinas pengabaran. Dalam waktu enam bulan, ia dibaptis sebagai lambang pembaktiannya kepada Yehuwa. Sementara itu, Saudara Ogungbe tidak meninggal karena iman yang baru ia dapatkan. Ia dengan setia melayani Yehuwa selama lebih dari 40 tahun, sampai kematiannya pada tahun 1996.

Kelas-Kelas Pemberantasan Buta Huruf Ditekankan

Seseorang mungkin sanggup memberi kesaksian tanpa perlu melek huruf, namun membaca Firman Allah dapat membantunya untuk memperoleh kekuatan agar dapat tabah di bawah situasi yang sulit. Kesanggupan membaca juga merupakan suatu faktor yang penting dalam hal mengajar dengan efektif. Akan tetapi, pada tahun-tahun yang telah lalu, banyak orang di Benin, termasuk saudara-saudara kita, buta aksara; maka Lembaga menganjurkan saudara-saudara untuk mengorganisasi kelas-kelas pemberantasan buta huruf. Pada mulanya, pengajaran demikian diberikan secara pribadi, dalam bentuk privat. Kemudian, pada tahun 1960-an, kelas-kelas pemberantasan buta huruf dibentuk di sidang-sidang.

Hingga sekarang, kelas-kelas pemberantasan buta huruf terus diadakan di banyak sidang di Benin. Selain itu, orang-orang lain dibantu secara perorangan. Tetapi seraya sekolah-sekolah umum yang lebih baik mulai tersedia, kebutuhan akan bantuan demikian berkurang. Setelah orang-orang belajar untuk memahami arti dari kata-kata pada halaman tercetak, mereka secara pribadi dapat menerapkan dengan lebih sepenuhnya dalam kehidupan mereka dan dapat menggunakan Firman Allah dengan lebih efektif untuk membantu orang-orang lain.—Ef. 6:14-17.

Para Imam Katolik dan Juju Menggabungkan Kekuatan

Karena tidak sanggup untuk menyangkal kebenaran yang diajarkan oleh Saksi-Saksi Yehuwa dari Alkitab, pemimpin agama sering kali menggunakan kalangan berwenang duniawi dalam upaya untuk menghentikan pekerjaan dari umat Yehuwa. Dalam sebuah kasus, seorang imam Katolik dan seorang imam juju menggabungkan kekuatan untuk membersihkan daerah Dekin dari Saksi-Saksi Yehuwa. Mereka mengajukan tuduhan-tuduhan kepada kalangan berwenang, mencampurkan setengah kebenaran dengan kepalsuan yang terang-terangan, menyatakan bahwa Saksi-Saksi membujuk orang-orang untuk memberontak melawan pemerintah, bahwa mereka meramalkan perang dunia, bahwa mereka memberitakan akhir dunia, dan bahwa mereka menolak untuk membayar pajak! Sang imam juju memberi tahu komandan distrik bahwa karena Saksi-Saksi, roh-roh menolak untuk menurunkan hujan dan oleh karena alasan inilah bala kelaparan mengancam negeri tersebut! Sang imam Katolik mengatakan bahwa Saksi-Saksi bertanggung jawab atas kenyataan bahwa doa-doanya dan Misa-Misa tidak didengarkan Allah!

Orang-orang yang berhati jujur mengerti tujuan sebenarnya dari serangan itu—tanda ketakutan di pihak para pemimpin agama. Mereka takut bahwa pekerjaan Saksi-Saksi Yehuwa mulai mempunyai pengaruh yang kuat atas orang-orang. Serangan demikian hanya berguna untuk menguatkan keyakinan saudara-saudara akan Yehuwa. Sebuah laporan yang ditulis pada waktu itu menyatakan, ”Saudara-saudara benar-benar ’berdiri teguh dalam satu roh, dengan satu jiwa berjuang bersisi-sisian demi iman akan kabar baik’, dan Yehuwa memberkati upaya mereka dengan pertambahan. (Flp. 1:27) Kami memiliki iman bahwa ia akan terus melakukannya.”

Apakah Yehuwa terus memberkati upaya-upaya ketekunan mereka? Pastilah Ia melakukannya! Meskipun adanya tentangan dan penganiayaan yang keras, jumlah yang ambil bagian dalam memberi kesaksian untuk nama dan Kerajaan-Nya meningkat dari 301 penyiar pada tahun 1948 menjadi 1.426 penyiar pada tahun 1958! Akan tetapi, kadang-kadang kesaksian itu dilakukan dalam penjara.

Memberi Kesaksian yang Saksama di Dalam Penjara

Sewaktu David Denon dari Porto-Novo ditahan karena ia tidak mau berhenti melayani Yehuwa, ia menganggap penjara sebagai daerahnya. Dan ia benar-benar memikat para hadirin! Tetapi pengabarannya menyebabkan ketidaksenangan di pihak kepala penjara, yang memindahkannya ke penjara lain. Akan tetapi, di sana ia mendapat perlakuan yang lebih baik dan dapat mengabar kepada narapidana lain tanpa rintangan. Kepala penjara sendiri menjadi berminat, dan dua tahanan lain menerima kebenaran dan bergabung dengan Saudara Denon dalam mengabar di daerah mereka—di dalam tembok-tembok penjara.

Pada siang hari, Saudara Denon, yang sangat dipercayai, dikirim ke luar penjara untuk bekerja sebagai tukang kayu di rumah inspektur polisi. Pria ini ternyata juga berminat akan berita Alkitab, bahkan mengizinkan Saudara Denon pulang ke rumah untuk membawakan dia beberapa lektur—lektur yang sama yang menyebabkan Saudara Denon dipenjara karena memilikinya!

Tidak lama kemudian lebih banyak bantuan tiba untuk mengerjakan daerah khusus ini. Pada tahun 1955, lima puluh penyiar lagi dari Nigeria melangkah ke Benin untuk membantu membawakan kabar baik ke bagian-bagian terpencil dari negeri tersebut. Seluruh kelompok tersebut ditangkap dan dibawa ke penjara setempat. Wah, ternyata penjara itu tidak cukup besar untuk menampung semuanya, maka semua saudari dan beberapa saudara disuruh pulang. Dua puluh tujuh saudara, yang ditahan atas tuduhan membagikan ”lektur terlarang”, dipindahkan ke sebuah penjara di dalam negeri untuk menunggu persidangan mereka. Sementara di sana, mereka tidak membuang-buang waktu. Sewaktu mereka datang dari Nigeria, ini bukanlah daerah pengabaran yang ada dalam pikiran mereka, tetapi di sini terdapat orang-orang yang perlu mendengar kabar baik. Sebagai hasil kegiatan mereka, sekurang-kurangnya 18 orang memperlihatkan minat, termasuk para petugas penjara dan dokter penjara.

Pada akhir bulan Agustus, Saksi-Saksi ini dihadapkan ke persidangan. Berita tentang persoalan tersebut telah menyebar luas, dan lebih dari 1.600 orang hadir. Para imam Katolik datang dari banyak daerah dan memberi tahu banyak orang bahwa saudara-saudara tersebut masing-masing akan menerima hukuman penjara selama 12 tahun—dan itu dikatakan sebelum pemeriksaan pengadilan dimulai!

Akan tetapi, sang hakim bersikap baik dan mengizinkan saudara-saudara untuk memberikan kesaksian yang baik di pengadilan. Ia menyamakan Saksi-Saksi dengan Yesus Kristus, yang dibawa ke persidangan meskipun ia tidak pernah melakukan pelanggaran apa pun. Sang hakim menyatakan penyesalannya karena harus menjatuhkan vonis tiga bulan penjara atas mayoritas saudara. Akan tetapi, vonis tersebut dihitung dari saat mereka ditahan, yang terjadi hampir tiga bulan sebelumnya. Saudara-saudara memanfaatkan sisa waktu mereka di penjara dengan baik. Selama bulan Agustus, mereka masing-masing melaporkan lebih dari 100 jam dalam memberitakan berita Kerajaan di balik tembok-tembok penjara! Seluruh insiden tersebut membawa kegiatan Saksi-Saksi Yehuwa kepada perhatian masyarakat dengan cara yang spektakuler.

Publikasi-Publikasi Alkitab dalam Bahasa Gun

Memiliki lektur dalam bahasa rakyat merupakan bantuan yang besar dalam mengajarkan kebenaran Alkitab kepada mereka. Bahasa Gun digunakan secara luas di seluruh negeri ini. Alangkah bahagianya saudara-saudara sewaktu pada tahun 1955, mereka menerima risalah Apa yang Dipercayai Saksi-Saksi Yehuwa? dalam bahasa Gun. Ini disusul oleh Pelayanan Kerajaan pada tahun 1957, yang membantu saudara-saudara mengorganisasi Perhimpunan Dinas mereka dan kegiatan dinas pengabaran dengan lebih efektif. Sebuah lembaga Alkitab juga mulai mencetak kembali Alkitab lengkap dalam bahasa Gun.

Selanjutnya tiba buku kecil ”This Good News of the Kingdom” (”Kabar Kesukaan tentang Kerajaan Ini”). Ketika eksemplar-eksemplar pertama diterima, dibuat pengaturan untuk mempelajarinya di semua Pelajaran Buku Sidang. Pada awal tahun berikutnya, buku kecil tersebut tersedia untuk dibagikan kepada umum. Pengaruhnya benar-benar luar biasa. Orang-orang yang rendah hati di negeri ini dengan gembira menerima penjelasannya yang jernih tentang kebenaran Alkitab. Pada bulan April 1958, sebuah puncak baru dari 1.426 penyiar dicapai—84 persen lebih banyak dibandingkan dengan rata-rata tahun sebelumnya.

Diterimanya publikasi-publikasi ini secara luas dalam bahasa Gun sangat menganjurkan sehingga penerjemahan buku ”Karena Allah Itu Benar Adanya” segera dimulai. Eksemplar-eksemplar stensilan Menara Pengawal dalam bahasa Gun juga tersedia, dimulai dengan terbitan tanggal 1 Desember 1960. Semua publikasi ini membantu saudara-saudara untuk bertumbuh dalam penghargaan akan kebenaran dan untuk membantu orang-orang lain membebaskan diri dari perhambaan kepada agama palsu.

Beberapa Ternyata ”Bukan dari Jenis Kita”

Sewaktu seseorang mengetahui bahwa ia telah diajarkan kebohongan, kemungkinan ia segera meninggalkan agamanya yang terdahulu dan mulai menyembah Yehuwa. Tetapi untuk terus mempraktekkan ibadat murni menuntut kerendahan hati dan kasih yang sejati kepada Yehuwa, kerelaan untuk membuat kemajuan ke kematangan Kristen dan menerapkan Firman Allah dalam segala aspek kehidupan. Tidak semua orang di Benin yang dengan sangat antusias mulai mengabar, mengejar haluan itu. Beberapa ternyata ”bukan dari jenis kita”.—1 Yoh. 2:19.

Sewaktu seorang pengawas di Sidang Gbougbouta berpaling dari kebenaran, ia mencoba membujuk Kouadinou Tovihoudji untuk melakukan hal yang sama. Saudara Tovihoudji dengan bijaksana mengingatkannya bahwa sewaktu ia menjadi hamba Yehuwa, ia telah memberi tahu yang lainnya bahwa kasih dari beberapa orang terhadap kebenaran akan mendingin. (Mat. 24:12) Saudara Tovihoudji selanjutnya menambahkan bahwa karena kasih sang pengawas sendiri telah mendingin, ia sekarang dapat melihat bahwa apa yang dikatakan Alkitab adalah benar. Saudara Tovihoudji dengan bijaksana tidak mengikutinya tetapi tetap setia kepada Yehuwa.

Akan tetapi, tidak semua saudara memahami dengan jelas bagaimana berurusan dengan mereka yang tidak mau lagi mengikuti prinsip-prinsip Allah yang adil-benar. Mereka membutuhkan bantuan. Pada tahun 1959, Theophilus Idowu, seorang pengawas wilayah asal Nigeria, ditugaskan ke kota Porto-Novo untuk memberikan anjuran kepada saudara-saudara. Mereka berbahagia melihat dia, tetapi mereka agak kehilangan semangat sewaktu mengetahui bahwa dia tidak tahu bahasa mereka. Dibutuhkan penerjemah untuk khotbah-khotbahnya dan pembahasan dengan para penatua. Saudara Idowu menyadari bahwa ada problem-problem yang perlu ditangani dalam sidang-sidang. Tetapi karena ia tidak sanggup berbicara dalam bahasa mereka, apa yang dapat dilakukannya terbatas. Ini membuatnya gelisah, maka ia mulai belajar bahasa Gun. Ia membuat kemajuan pesat dan segera dapat membantu saudara-saudara bahkan dalam situasi-situasi yang sulit. Secara bertahap, problem-problem ditangani; mereka yang memilih jalan hidup yang tidak bersih secara moral dan berpegang erat padanya disingkirkan dari sidang.

Salah satu kelemahan utama yang terus berlanjut adalah kurangnya pemahaman di pihak orang-orang baru yang tidak mampu membaca dan menulis. Akan tetapi, mereka yang memahami kebenaran dengan jelas dan mengesankannya dalam hati mereka membuat perubahan yang besar dalam kehidupan mereka. Germain Adomahou adalah salah seorang demikian.

Seorang yang Berpoligami Mendapatkan Jalan yang Lebih Baik

Ayah Germain Adomahou memiliki 12 istri. Tetapi bahkan sebelum menjadi seorang Saksi, Germain memutuskan untuk menikahi hanya satu istri. Ia dapat melihat bahwa meskipun memiliki banyak istri mencirikan kekayaan dan pengaruh, terdapat perbantahan dan kecemburuan yang memedihkan hati di antara istri-istri ayahnya. Namun, setelah Germain menikah, istrinya tidak mempunyai anak, dan ini merupakan hal yang hina di antara beberapa orang Afrika. Meskipun niat awalnya yang baik, ia segera mengambil dua istri lagi. Kemudian, kembali ia mengambil dua lagi, sehingga seluruhnya menjadi lima. Tidak lama kemudian persaingan dan kecemburuan yang memedihkan hati berkembang dalam rumahnya sendiri. Dalam upaya melupakan problem-problem ini, ia berpaling kepada wanita-wanita lain yang bukan istrinya. Rumahnya telah menjadi seperti rumah ayahnya, yang sangat tidak ia senangi.

Meskipun ia adalah penyembah berhala, ia mencari penghiburan dan nasihat dari seorang imam Katolik, yang memberi tahu dia bahwa untuk pergi ke surga ia harus dibaptis. Sedikit pun tidak disinggung mengenai penyembahan berhalanya, kelima istrinya, atau apa yang Alkitab katakan mengenai hubungan dengan wanita-wanita yang tidak dinikahi. Germain dibaptis oleh gereja tersebut dan terus beribadat kepada berhala dan berpoligami. Tidak ada yang benar-benar berubah. Kemudian pada tahun 1947, ia mendapat sebuah eksemplar buku ”The Truth Shall Make You Free”. Setelah ia membacanya, ia membebaskan diri dari Gereja Katolik dan dari agama berhalanya. Akan tetapi, poligami dan jalan hidup yang amoral masih membelenggu hatinya. Ia menyadari bahwa untuk menjadi salah seorang dari umat Yehuwa, ia harus meninggalkan semua hal ini. Kemudian pada suatu hari keadaan berubah.

Beberapa saudara dari Sidang Saksi-Saksi Yehuwa di Abomey ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara. Berita ini menyebar ke seluruh desa. Germain tidak pernah melihat orang-orang dari agama lain diperlakukan seperti itu. Ia sangat terkesan oleh kerelaan Saksi-Saksi Yehuwa untuk bertekun menahan penganiayaan agar dapat memberitakan berita Alkitab. Ia diyakinkan bahwa Saksi-Saksi Yehuwa adalah orang-orang Kristen sejati. (2 Tim. 3:12) Ia membuat keputusan. Ia meninggalkan gaya hidup poligaminya, menyelaraskan diri dengan pengajaran Alkitab, dan membaktikan kehidupannya kepada Allah Yehuwa.

Namun, iman yang baru ia dapatkan tidak memperbolehkannya untuk begitu saja menelantarkan istri-istrinya yang dahulu. Meskipun ia tidak lagi hidup dengan mereka, ia memperhatikan kebutuhan mereka secara materi maupun rohani sampai mereka kemudian menikah. Dua bekas istrinya kemudian menjadi hamba Yehuwa yang berbakti; yang lebih muda menikah dengan seorang pelayan sepenuh waktu dan akhirnya melayani bersama suaminya dalam pekerjaan wilayah. Banyak dari anak-anak yang dilahirkan melalui perkawinan poligaminya juga belajar kebenaran.

Keinginan Seorang Pria yang Sekarat

Yang lain-lain juga haus akan kebenaran. Amos Djagun adalah pemimpin gereja Metodis di Kilibo, sebuah desa di sebelah utara Benin, dan Silas Fagbohoun adalah salah seorang anggotanya yang terkemuka. Tetapi sewaktu salah seorang Saksi-Saksi Yehuwa mengunjungi rumah Silas Fagbohoun, ia dengan terus terang menyatakan bahwa ia dan banyak yang lainnya merasa tidak puas dengan kekacauan dalam gereja mereka dan bahwa mereka tahu praktek-praktek yang salah diizinkan di antara mereka. Ia sendiri mempunyai dua istri dan sejumlah gundik, termasuk istri dari seorang awam yang terkemuka di gerejanya.

Setelah Saksi-Saksi mengunjungi Amos Djagun, ia mengumpulkan banyak anggota gereja yang ia tahu sedang lapar akan kebenaran. Pengawas wilayah, yang sedang berkunjung pada waktu itu, memperlihatkan kepada mereka bagaimana mempelajari Alkitab dengan bantuan buku ”Karena Allah Itu Benar Adanya” dan buku kecil ”This Good News of the Kingdom”. Ia juga memperlihatkan kepada mereka bagaimana menarik manfaat dari ayat harian. Banyak di antara mereka, termasuk Amos Djagun dan Silas Fagbohoun, dengan sangat bersukacita menerima perkara-perkara yang mereka pelajari.

Tentu saja, Silas Fagbohoun sangat menginginkan agar istri dan anak-anaknya menerima iman yang baru ia dapatkan, tetapi tampaknya kurang ada tanggapan. Pada malam sebelum kematiannya pada bulan Juni 1963, Silas memanggil putranya yang paling tua, Joseph, ke samping tempat tidurnya dan mengatakan, ”Papa sangat menyesal karena sampai sekarang kamu belum mengambil pendirian yang teguh mengenai agama yang sejati. Ketahuilah bahwa yang sekarang kamu tolak adalah kebenaran yang membimbing kepada kehidupan kekal. Papa berdoa agar Yehuwa bersamamu dalam tugas sulit yang Papa tinggalkan kepadamu; mulai sekarang kamu bertanggung jawab atas semua saudara-saudaramu. Uruslah mereka secara materi dan terutama secara rohani.” Apakah keinginan terakhir Saudara Fagbohoun akan dikabulkan?

Joseph tampaknya tidak akan mengubah pandangannya. Pada waktunya, ia mendaftarkan diri di sekolah menengah Protestan di Cotonou. Sementara berada di sana, pada suatu hari ia membahas Alkitab dengan pendeta di depan kelas di hadapan 80 orang siswa. Jawaban pendeta untuk kebanyakan pertanyaan adalah, ”Itu tetap merupakan misteri ilahi.” Dengan bantuan buku ”Karena Allah Itu Benar Adanya”, Joseph dapat memberikan jawaban-jawaban yang memuaskan untuk banyak pertanyaan Alkitab. Seraya permintaan terakhir ayahnya terngiang-ngiang di telinganya, Joseph meminta di hadapan umum, di depan seluruh kelas dan pendeta, agar namanya dicoret dari daftar keanggotaan agama Protestan. Ia bebas! Ia dibaptis pada bulan Juli 1964 dan mengambil dinas perintis biasa pada tahun 1969.

Meskipun sangat ramah dan berhati baik, istri Saudara Fagbohoun, Lydie, tidak melihat perlunya untuk mengubah agamanya. Ia percaya bahwa ia dapat memiliki kehidupan abadi dan tetap sebagai seorang Protestan. Akan tetapi, matanya terbuka sewaktu seorang pastor yang berusia lanjut di gerejanya meminta untuk mengadakan hubungan seksual dengan dia untuk ”menghibur” dia dalam masa jandanya! Tidak pernah lagi ia menginjakkan kakinya di gereja itu! Dengan anjuran dari putranya dan bantuan dari seorang perintis istimewa, ia mulai belajar dengan Saksi-Saksi Yehuwa. Akhirnya, tidak hanya ia yang dibaptis tetapi hampir semua anak-anaknya menjadikan kebenaran sebagai milik mereka.

Para Utusan Injil Hasil Pelatihan Gilead Tiba

Alangkah girangnya saudara-saudara sewaktu para utusan injil yang pertama dari Sekolah Gilead tiba pada tanggal 3 Februari 1963! Keith dan Carroll Robbins adalah lulusan dari kelas ke-37 Gilead. Mereka mencari sebuah rumah dan segera mempelajari bahasa Gun. Saudara-saudara sangat dianjurkan oleh kehadiran rekan-rekan Saksi yang berkulit putih ini—suatu bukti persatuan dari persaudaraan seluas dunia bagi mereka. Dengan mengendarai sepeda, para utusan injil tersebut tidak hanya mengunjungi sidang-sidang di daerah terpencil tetapi juga melatih yang lain yang ditugaskan untuk melakukan pekerjaan itu. Sewaktu mereka ternyata harus kembali ke tempat asal mereka di Kanada untuk mengurus tanggung jawab keluarga, saudara-saudara setempat merasa sangat kehilangan.

Dalam bulan-bulan berikutnya, dua utusan injil lagi asal Kanada ditugaskan ke Benin—Louis dan Eleanor Carbonneau. Mereka menguasai bahasa Prancis, jadi sebuah sidang berbahasa Prancis dibentuk di Cotonou segera setelah mereka tiba. Karena banyak lektur dalam Bahasa Prancis tersedia untuk dipelajari, ini menyumbang kepada pertumbuhan rohani yang pesat dalam kelompok itu.

Saudara Carbonneau adalah ketua dari Kebaktian Distrik ”Buah-Buah Roh” di Abomey pada bulan November 1964. Polisi hadir, sesuai dengan kebiasaan mereka untuk pertemuan yang besar. Mereka tidak menemukan kesalahan apa pun; malahan, mereka sangat ramah terhadap saudara-saudara dan menikmati khotbah-khotbah Alkitab. Mereka juga merasa heran menyaksikan 1.442 orang, beberapa dari bagian utara dan yang lainnya dari bagian selatan Benin, semuanya bergaul bersama sebagai saudara-saudara. Hal ini sangat menonjol karena pada saat itu sedang terjadi huru-hara, perlawanan antara orang-orang utara dan orang-orang selatan.

Para utusan injil lain juga melayani di Benin—beberapa hanya untuk waktu yang singkat; tetapi yang lainnya datang dengan keinginan untuk menjadikan Benin rumah mereka. Setelah beberapa penundaan yang disebabkan oleh pergolakan politik di Benin, Don dan Virginia Ward serta Carlos dan Mary Prosser tiba pada awal tahun 1966. Segera setelah mereka tiba, pada bulan Maret 1966 kantor cabang didirikan di Cotonou untuk mengawasi pemberitaan kabar baik di negeri ini.

Sejak tahun 1948, Saksi-Saksi Yehuwa telah mengupayakan pengakuan resmi untuk pekerjaan pendidikan Alkitab mereka di Benin, tetapi ini ditolak. Oleh karena itu, sungguh besar sukacita mereka sewaktu menyaksikan nama Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania (Lembaga Alkitab dan Risalah Menara Pengawal, Pennsylvania) ada dalam jurnal resmi Benin, dengan keterangan bahwa Saksi-Saksi Yehuwa boleh mengajarkan Alkitab dari rumah ke rumah di seluruh bagian negeri tersebut dan bahwa para utusan injil diizinkan untuk melakukan kegiatan mereka tanpa rintangan!

Waktunya Menikah

Sebelum tahun 1966, pemerintah tidak menyediakan pendaftaran pernikahan secara hukum. Semua pernikahan dirayakan secara tradisional, tetapi saudara-saudara juga mengirimkan sebuah pernyataan yang ditandatangani ke kantor cabang, Akan tetapi, pada tahun 1966 pemerintah membuat persediaan untuk pendaftaran pernikahan secara hukum, meskipun ini bukan suatu keharusan. Para utusan injil menunjukkan kepada Saksi-Saksi setempat mengenai pentingnya mendaftarkan perkawinan mereka, selaras dengan persediaan hukum ini.

Hal ini mendatangkan berbagai problem bagi saudara-saudara. Pertama-tama, dibutuhkan uang untuk melakukannya—uang yang sangat sulit diperoleh. Kedua, tanggal lahir dari pasangan yang baru menikah harus dibuktikan. Ini tidak selalu diketahui, karena catatan yang saksama jarang disimpan. Meskipun ada kendala-kendala ini, umat Yehuwa bertekad untuk memiliki perkawinan yang ”terhormat” dalam pandangan Allah.—Ibr. 13:4.

Saksi-Saksi di Hetin, sebuah desa yang kebanyakan rumahnya adalah rumah panggung, memutuskan bahwa biayanya akan lebih murah jika pengaturan dibuat agar petugas pendaftar perkawinan mengunjungi mereka daripada ke-25 pasangan suami-istri tersebut mengunjunginya. Karena jumlahnya sangat banyak, sang petugas menyetujuinya. Sewaktu ia akhirnya tiba, ia mendapati 60 pasangan suami-istri menunggu untuk perkawinan mereka disahkan! Apa yang telah terjadi? Sementara pengaturan sedang dibuat untuk upacara perkawinan massal ini, penduduk desa lain mendengar tentang hal ini. Karena pemimpin-pemimpin gereja mereka sendiri tidak menawarkan bantuan apa pun untuk mendaftarkan perkawinan mereka, mereka meminta kepada para Saksi agar, kalau boleh, mereka juga dapat memanfaatkan jasa petugas pendaftar dari pemerintah sewaktu ia datang. Dalam jangka waktu kira-kira empat bulan, jumlah penyiar sidang tersebut melonjak dari 69 menjadi 90.

Menyediakan Fasilitas Cabang yang Layak

Agar kantor cabang dapat berfungsi dengan baik, dibutuhkan fasilitas-fasilitas yang layak. Don Ward pernah menjadi tukang bangunan sebelum memasuki dinas sepenuh waktu. Selama tahun 1968, ia menggunakan pengalaman itu dalam pekerjaan konstruksi kantor cabang yang digabung dengan rumah utusan injil di Cotonou. Dengan bantuan dari 16 perintis dan banyak Saksi setempat, pekerjaan konstruksinya sendiri hanya memakan waktu delapan bulan. Di lantai dasar dari fasilitas ini terdapat Balai Kerajaan yang bagus, juga ruang kantor, ruang makan, dan ruang pengiriman untuk cabang tersebut. Di tingkat atas, enam kamar tidur yang menghadap ke sebuah taman yang besar yang ditanami pohon-pohon palem. Laguna yang berkilauan dengan para nelayan di atas kano-kano dari batang pohon terlihat dari kejauhan di seberang tembok taman.

Tanggal 12 Januari 1969 tercatat sebagai hari yang istimewa dalam sejarah teokratis di Benin. Pada hari itu fasilitas kantor cabang dan rumah utusan injil yang baru dibaktikan kepada Yehuwa. Saudara-saudara merasa bahwa bangunan yang sangat bagus itu benar-benar merupakan bukti dari berkat Yehuwa untuk pekerjaan mereka. Namun, yang lebih bernilai daripada bangunan itu adalah kepribadian Kristen yang sedang dibangun dengan sifat-sifat yang saleh.

Kejujuran—Haluan yang Benar

Pada suatu hari, Daniel Aïnadou, yang bekerja di salah satu hotel berbintang, mendapat pengalaman yang menguji mutu kepribadian Kristennya. Sewaktu membawakan celana seorang tamu hotel ke penatu, ia menemukan uang senilai 1.600 dolar AS di salah satu kantongnya. Untuknya jumlah ini lebih daripada gajinya selama dua tahun. Apa yang akan ia lakukan? Bayangkan, ia sedang menggenggam keberuntungan dan tidak ada orang di sekelilingnya.

Saudara ini belum lama dibaptis tetapi baru-baru ini ia mempelajari artikel dalam Menara Pengawal mengenai kejujuran. Ia bertekad untuk tidak membuat Allah tidak senang dengan memperoleh keuntungan yang tidak jujur. Ia melaporkan uang tersebut kepada resepsionis di meja depan. Tetapi sewaktu sang resepsionis melihat uang sebanyak itu, ia membawa saudara kita ke samping dan mengatakan, ”Ayo kita simpan saja uang ini dan kita rahasiakan.” ”Saya tidak dapat melakukan hal itu,” kata saudara kita. ”Saya seorang Kristen dan seorang Saksi Yehuwa.” ”Saya juga orang Kristen,” protes pegawai tersebut. ”Saya pergi ke gereja Katolik secara tetap tentu. Saya merasa tidak ada salahnya menyimpan uang ini. Bagaimanapun juga, orang tersebut memang sudah kehilangan uang itu, bukan?” Tanpa gentar, saudara kita membawa uang tersebut kepada pemilik hotel, yang mengamankannya di brankas.

Suatu waktu kemudian, tamu tersebut kembali ke kamarnya dan dengan kalang kabut mencari uangnya—di bawah tempat tidur, di lemari, di belakang kursi. Uang itu tidak ada di mana-mana. Dengan perasaan sangat tertekan, ia pergi ke pemilik hotel, yang meyakinkan dia bahwa uangnya tidak hilang tetapi ada di dalam brankas hotel. Begitu ia tahu bahwa salah seorang pekerja hotel telah menyerahkan uang tersebut, sang tamu meminta untuk bertemu dengan orang yang jujur ini. Dengan perasaan sangat terkesan, tamu tersebut mengatakan, ”Saya tahu bahwa Saksi-Saksi Yehuwa adalah orang-orang baik. Pada waktu saya kembali ke Prancis nanti, saya pasti akan menghubungi mereka karena saya ingin mengetahui lebih banyak tentang mereka.” Bahkan pengelola hotel tersebut, yang sebelumnya kurang menghargai Saksi-Saksi Yehuwa, sekarang mengatakan bahwa ia merasa senang untuk mempekerjakan mereka.

Insiden ini tidak segera terlupakan. Belakangan, tamu lain dilaporkan kehilangan sejumlah kecil uang dan menuduh Saudara Aïnadou mencurinya. Ketika pemilik hotel mendengar tentang insiden tersebut, ia segera membela saudara kita dan menceritakan pengalaman di atas.

Pada tahun-tahun berikutnya, dilaporkan mengenai pertambahan yang tetap dalam jumlah Saksi-Saksi yang aktif di Benin. Pada tahun 1971, dua puluh dua utusan injil melayani dalam dinas lapangan dan di kantor cabang di sini. Pada tahun 1975, terdapat 2.381 penyiar yang aktif dalam dinas pengabaran, dibandingkan dengan puncak 290 penyiar saja pada tahun 1950. Pastilah Yehuwa memberkati orang-orang berhati jujur yang membebaskan diri dari belenggu agama palsu. Akan tetapi, pertambahan demikian tidak menyenangkan semua orang. Lebih banyak lagi awan penganiayaan yang gelap mulai tampak di cakrawala.

Perubahan dalam Pemerintahan

”Pour la révolution?” (Siapkah Anda untuk revolusi?) ”Prêt!” (Saya siap!) Itulah salam yang umum terdengar di jalan-jalan Benin sewaktu rezim Marxist-Lenin mencengkeram negeri tersebut pada awal tahun 1975. Pada bagian akhir dari setiap surat yang dikeluarkan kantor pemerintah terdapat kata-kata, ”Bersiaplah untuk revolusi, perjuangan belum selesai!”

Umat Yehuwa dikenal di seluruh dunia karena memelihara kenetralan sehubungan dengan urusan-urusan politik, dan hati nurani mereka yang dilatih Alkitab tidak memperbolehkan mereka untuk mengulangi slogan-slogan yang berbau politik demikian. (Yoh. 15:19; 18:36) Ini mendatangkan banyak permusuhan atas mereka.

November 1975—Terjadi Penangkapan

Pierre Worou sedang melaksanakan dinas pengabaran pada bulan November 1975 sewaktu ia bertemu dengan seorang pria yang menyapanya dengan sebuah slogan politik. Sewaktu Saudara Worou tidak memberikan tanggapan yang jelas, ia segera dibawa ke kantor polisi. Polisi mencoba membuatnya mengulangi slogan-slogan tersebut, tetapi ia menolak. Ia dipaksa merangkak selama beberapa jam. Saudara Worou tetap berkukuh.

Akhirnya, beberapa saudara berbicara dengan perwira polisi yang bertanggung jawab, dan karena itu adalah hari Minggu, mereka setuju untuk melepaskan dia pada akhir hari tersebut. Insiden ini membuat saudara-saudara siaga akan apa yang bakal terjadi.

Desember 1975—Peringatan Radio dan Surat Kabar

Pada bulan Desember, radio yang dikelola pemerintah, ”The Voice of Revolution” (”Suara Revolusi”), menyerang seluruh agama yang terorganisasi. Kelompok-kelompok pemuda dilaporkan menjarah gereja-gereja tertentu. Banyak pejuang revolusi memperingatkan Saksi-Saksi untuk berhenti mengabar. Pada tanggal 14 Januari 1976, kesaksian umum telah dicegah oleh kalangan berwenang di sejumlah tempat. Balai-Balai Kerajaan ditutup di enam lokasi, dan perhimpunan dihentikan di tiga rumah pribadi. Di Hetin, Balai Kerajaan direbut dan digunakan untuk pertemuan-pertemuan politik. Namun, di beberapa daerah yang lebih luas di pusat Benin, para perintis dan utusan injil masih dapat meneruskan pelayanan tanpa banyak gangguan.

Maret 1976—Pembatasan Meningkat

Pada tanggal 24 Maret 1976, kantor cabang di Benin melaporkan kepada Badan Pimpinan dari Saksi-Saksi Yehuwa, ”Kalangan berwenang di berbagai bagian negeri semakin membatasi kegiatan agama dalam berbagai cara. Banyak upacara adat dan upacara agama lainnya telah dilarang di banyak bagian negeri. Juga pengabaran dari rumah ke rumah atau di berbagai daerah di kota dan desa telah dilarang.”

Dua minggu kemudian, kantor cabang tersebut melaporkan lebih jauh kepada Badan Pimpinan, ”Di satu daerah di utara (Gouka), seluruh saudara dalam sidang (kecuali saudari-saudari) ditangkap dan ditahan selama 72 jam. Ini sebagai peringatan bagi mereka untuk tidak melakukan pekerjaan pengabaran dan untuk mencoba memaksa saudara-saudara mengulangi slogan-slogan politik, yang mereka tolak. . . . Saudara-saudara diberi tahu bahwa mereka boleh berhimpun di Balai Kerajaan mereka asalkan mereka mengibarkan bendera di depannya, serta sebelum dan sesudah setiap perhimpunan, mereka harus menjadwalkan waktu untuk menyanyikan lagu dan slogan politik. Saudara-saudara mengetahui bahwa mereka tidak dapat melakukan ini, dan terpaksa berhimpun di rumah saudara-saudara.”

April 1976—Saudara-Saudara di Cotonou Ditangkap

Ketegangan politik terus meningkat di seluruh negeri. Pada awal bulan April kebanyakan tempat kerja menyelenggarakan penataran setiap minggunya yang berisi slogan-slogan politik, upacara bendera, lagu kebangsaan, dan kursus ”ideologi”. Mereka yang tidak ikut serta dalam pertemuan ini akan dilaporkan kepada kalangan berwenang. Salah satu pertemuan demikian diadakan di satu daerah di Cotonou tempat tiga saudara dan seorang saudari bekerja. Ketiga saudara itu menolak menghadiri pertemuan itu; sang saudari datang tetapi menolak untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan tersebut. Sewaktu mereka melapor untuk bekerja pada hari Senin, keesokan harinya, mula-mula saudari tersebut dan kemudian ketiga saudara itu dipaksa berlari sepanjang jalan menuju ke kantor polisi pusat dengan dibuntuti sebuah mobil polisi—sejauh kira-kira 5 kilometer. Saudari tersebut sedang hamil empat bulan pada waktu itu. Di kantor polisi, sikap mereka tetap tidak berubah; mereka menolak untuk mengulangi slogan-slogan politik. Meskipun dipukuli dengan hebat, mereka tetap teguh—serangan fisik tidak mematahkan iman mereka.

Carlos Prosser, yang mewakili Panitia Cabang Benin, menulis kepada Badan Pimpinan pada tanggal 7 April 1976, ”Pada saat saya sedang menulis surat ini, kepala distrik dengan pengawal dan sekretarisnya datang mengunjungi saya. Ia mengajukan pertanyaan mengenai slogan, hormat bendera, dan sebagainya, dan saya dapat membahas beberapa dari pokok-pokok ini dengannya. Ia juga menyinggung bahwa beberapa saudara kita ditahan karena menolak untuk ambil bagian dalam hal-hal ini dan juga menyinggung mengenai sebuah daftar nama dari mereka yang akan ia tangkap. Kunjungan tersebut cukup ramah tetapi ia cukup tegas mengenai beberapa pokok, misalnya, mengatakan bahwa kami tidak lagi diperbolehkan untuk mengabar di rumah-rumah orang tetapi harus tinggal di ’kuil’ kami. Kami tidak tahu apa yang sedang diputuskan orang-orang yang berwenang ini, tetapi satu hal pasti: Saksi-Saksi Yehuwa lebih dikenal daripada sebelumnya, dan kami berdoa agar semua ini menjadi suatu kesaksian. Semua utusan injil mulai bertanya-tanya berapa lama lagi kami akan tinggal di sini.”

Intensitas Penganiayaan Meningkat secara Bertahap

Pada tanggal 16 April 1976, dalam sebuah siaran radio ke seluruh negeri, menteri dalam negeri dengan keras mengkritik Saksi-Saksi Yehuwa. Antara lain, ia mengatakan bahwa Saksi-Saksi Yehuwa menolak ambil bagian dalam kursus ideologi dan mereka diajarkan untuk tidak akan mengulangi slogan-slogan politik. Dengan kata-kata yang keras, ia menyatakan bahwa jika Saksi-Saksi Yehuwa tidak mengubah sikap mereka menjelang akhir bulan tersebut, seluruh wakil mereka yang adalah ’agen-agen resmi CIA’—kesalahpahaman akan peranan para utusan injil—akan dideportasi dari negeri tersebut!

Komentar-komentar demikian disiarkan selama kira-kira dua minggu di seluruh penjuru Benin. Banyak yang sebelumnya tidak pernah mendengar tentang Saksi-Saksi Yehuwa mulai bertanya-tanya, Siapa sebenarnya orang-orang ini yang begitu banyak diperbincangkan?’ Siaran-siaran semacam itu sangat menggugah rasa ingin tahu, dan nama Yehuwa terdengar di seluruh negeri tersebut sampai taraf yang tidak sanggup dicapai oleh Saksi-Saksi Yehuwa sendiri melalui kegiatan kesaksian umum mereka yang sekarang dibatasi.

Wakil lain dari kantor kepala distrik datang ke kantor cabang untuk mendapatkan nama semua orang serta keterangan lainnya. Mereka menginginkan nama semua saudara yang bertanggung jawab di negeri tersebut. Mereka diberikan nama-nama para utusan injil yang tinggal di kantor cabang/rumah utusan injil. Setelah kepergian mereka, semua catatan dan berkas Lembaga dikeluarkan dari kompleks dan disembunyikan dengan hati-hati.

Keesokan harinya, pada tanggal 17 April, dua petugas datang, meminta untuk bertemu dengan pengawas. Karena keduanya merokok, Saudara Prosser memberi tahu mereka untuk mematikan rokok mereka sebelum masuk. Mereka memenuhi permintaan tersebut dan diundang ke dalam kantor. Mereka masih menginginkan nama-nama dari semua saudara-saudara yang bertanggung jawab di seluruh negeri tersebut. Tetapi pada saat itu, berkas-berkas penting di cabang tidak dapat ditemukan di mana pun, bahkan jika mereka memutuskan untuk menggeledah.

Jam-Jam Terakhir bagi para Utusan Injil

Pada tanggal 26 April 1976, beberapa saudara berpikir bahwa adalah bijaksana untuk mengunjungi kepala distrik di Akpakpa, Cotonou, untuk menjelaskan duduk persoalannya. Jika saja kantor cabang mengetahui maksud mereka, tindakan demikian akan dihalangi. Meskipun beberapa penatua setempat mencoba untuk menghentikan delegasi yang bermaksud baik ini, mereka berkeras untuk berangkat. Hasilnya benar-benar bencana. Setelah berbicara dengan mereka selama beberapa waktu, sang kepala distrik menyerukan beberapa slogan politik, dan sewaktu mereka tidak membalas, ia memerintahkan untuk menahan mereka.

Pada saat ini, 10 dari 13 utusan injil masih ada di dalam negeri. Saudara dan Saudari Mahon sedang menantikan kelahiran seorang bayi dan telah bersiap-siap untuk kembali ke Inggris dalam beberapa minggu. Mengingat situasi yang mengancam tersebut, cabang menganjurkan mereka untuk berangkat secepat mungkin daripada menunggu hingga menit-menit terakhir. Mereka melakukannya. Maryann Davies dari rumah utusan injil di Porto-Novo berada di Kanada karena ibunya sedang sakit.

Pada petang hari tanggal 26 April, utusan injil yang masih tinggal menjadi ”tawanan” di Rumah Betel—mereka tidak dapat keluar, dan tidak seorang pun yang dapat datang. Tidak ada telepon. Para utusan injil mulai mengemasi barang-barang mereka kalau-kalau mereka akan dideportasi.

27 April 1976—Koordinator Panitia Cabang Dibawa

Keesokan paginya seorang polisi bersenjata datang untuk membawa Saudara Prosser. Ia memberi tahu Saudara Prosser untuk masuk ke dalam van Lembaga dan mengemudi; sementara itu, ia terus menodongkan senjatanya pada Saudara Prosser. Saudara Prosser dibawa ke kantor polisi di Akpakpa untuk diperiksa. Tidak ada penganiayaan fisik, tetapi mereka mencoba mengintimidasinya dengan penganiayaan lisan.

”Berikan nama dari semua orang penting kalian!” seru polisi tersebut. Saudara Prosser menjawab, ”Saya tidak dapat memberikan nama saudara-saudara saya kepada kalian. Jika kalian menginginkannya, datang saja ke Balai Kerajaan dan catat sendiri nama-nama mereka.” Mereka menyetujuinya. Namun, Saudara Prosser tahu bahwa ini tidak berbahaya karena sudah sekian lama tidak ada perhimpunan yang diadakan di Balai Kerajaan. Perhimpunan sekarang diadakan di rumah-rumah pribadi dengan kelompok Pelajaran Buku Sidang.

”Bagaimana dengan Samuel Hans-Moévi? Kamu tidak mengenalnya? Bukankah ia salah seorang dari kalian?” Pertanyaan ini benar-benar mengejutkan Saudara Prosser. Di rumah Saudara Hans-Moévilah mereka telah menyembunyikan catatan Lembaga dalam dua buah tas yang tua dan usang. Catatan ini berisi nama dari banyak saudara. Apakah polisi telah menemukan catatan itu? Saudara Prosser berupaya untuk tetap terlihat tenang, sementara jauh di lubuk hatinya, ia berdoa memohon bimbingan Yehuwa.

Akhirnya pemeriksaan berakhir. Tidak ada nama yang diberikan, dan tidak ada cedera fisik yang menimpa Saudara Prosser. Ia kemudian dibebaskan—sendirian! Beberapa tahun kemudian, sewaktu mengenang saat-saat itu, Saudara Prosser mengatakan, ”Yang pertama-tama terlintas dalam pikiran saya adalah, ’Apa yang dapat saya lakukan untuk membantu saudara-saudara?’ Kemudian saya pikir, ’Hati-hati! Ini mungkin jebakan. Mereka mungkin merencanakan untuk membuntuti saya dengan harapan saya akan membawa mereka kepada saudara-saudara.’”

”Sebaliknya daripada langsung pulang ke rumah,” Saudara Prosser mengenang, ”saya mengemudi mobil van Lembaga menyeberangi jembatan dan masuk ke dalam kota untuk memeriksa surat di kantor pos. Saya tidak ingin melakukan apa pun yang dapat mempersulit saudara-saudara. Tetapi saya sangat ingin melihat mereka untuk meyakinkan mereka bahwa kami, para utusan injil, baik-baik saja dan memberikan beberapa pengarahan untuk hari-hari mendatang.”

”Dalam perjalanan pulang, saya berpikir bagaimana saya dapat menghubungi saudara-saudara. Tiba-tiba, angin yang sangat kencang datang, dan hujan deras mulai turun. Tiba-tiba, sebuah sepeda motor yang berpenumpang dua orang menuju ke arah saya. Saya bertanya-tanya siapa mereka itu, karena sangat berbahaya untuk melewati jembatan yang sempit tersebut, khususnya di bawah curahan hujan. Sewaktu sepeda motor tersebut sekarang berada di depan saya, pria di bagian belakang menoleh dan mengangkat helmnya sehingga saya dapat mengenalinya. Saya sangat terkejut, ia adalah salah seorang anggota Panitia Cabang! Dan pengemudinya adalah anggota lainnya! Saya belum bertemu mereka selama berhari-hari karena kami berada dalam tahanan rumah di Betel/rumah utusan injil.”

”Hujan terus turun dengan derasnya, dan kebanyakan orang lari untuk berlindung. Saya terus mengemudi menyeberangi jembatan, melewati jalan menuju rumah kami dan menunggu di sisi jalan . . . berdoa . . . menunggu . . . berharap dapat melihat saudara-saudara saya, mungkin untuk yang terakhir kalinya.

”Rasanya seperti berabad-abad, tetapi sepeda motor yang membawa kedua saudara tersebut akhirnya berhenti di samping saya. Saat itu sangat cocok untuk berbincang-bincang, tidak ada orang di sekitar kami karena curahan hujan. Saya memberi tahu saudara-saudara tentang perlunya untuk memindahkan catatan Lembaga ke tempat lain, mengingat apa yang dikatakan polisi selama pemeriksaan. Kami juga membahas perkara-perkara sehubungan dengan para perintis istimewa, pengaturan agar para pengawas wilayah segera mengunjungi semua sidang untuk memberi tahu mereka apa yang sedang terjadi, dan perencanaan untuk terus berhimpun dalam kelompok-kelompok kecil di rumah-rumah pribadi. Dapat dipastikan bahwa segera akan ada pelarangan.”

Betel/Rumah Utusan Injil Digeledah

Pada hari Selasa siang, tanggal 27 April, tentara Militer mengepung Betel/rumah utusan injil. Mereka menyandang senjata otomatis. Seorang tentara berdiri di pintu masuk, seorang di pintu belakang, dan yang lainnya di taman. Semua utusan injil diperintahkan untuk turun ke ruang makan dan ditangkap di bawah todongan senjata. Satu per satu, mereka dibawa ke kamar mereka, dan penggeledahan dilakukan oleh para tentara, yang berpikir bahwa mereka pasti akan menemukan informasi yang membuktikan bahwa para utusan injil adalah mata-mata Amerika atau orang-orang asing pejuang revolusi. Para tentara berbaris ke kamar Margarita Königer dan mulai menggeledah. Aha! Mereka sekarang memegang beberapa dokumen yang memberatkan—atau demikian pikir mereka. Mereka menyita salinan dari surat wasiat dan warisan dari ayah Saudari Königer dalam bahasa Jerman! Mereka merasa yakin itu pasti pesan yang disandikan. Di kamar Peter Pompl, mereka menemukan apa yang mereka yakini sebagai resep rahasia, tetapi sebenarnya itu hanyalah resep dokter untuk jamur di kuku jari kaki.

Kamar Carlos dan Mary Prosser adalah yang terakhir digeledah. Dalam satu tas, para tentara menemukan sejumlah besar uang. Uang tersebut telah ditarik dari rekening bank Lembaga dua hari sebelumnya, karena ditakutkan bahwa rekening tersebut akan dibekukan. Karena semua utusan injil telah berada dalam tahanan rumah selama beberapa waktu, mereka tidak dapat membawa ke luar uang tersebut. Karena suatu alasan, sewaktu para tentara menemukannya, mereka merasa takut untuk menyentuhnya dan segera menaruhnya kembali ke dalam tas. Belakangan seluruh uang tersebut dikirimkan dalam keadaan utuh ke kantor cabang di Lagos, Nigeria.

Saudari Prosser melukiskan situasinya, ”Salah seorang tentara berkata kepada saya, ’Kamu telah berada di sini untuk waktu yang lama, kamu pasti mengetahui nama-nama dari beberapa orang yang mengawasi sidang-sidang kalian.’ Saya menjawab, ’Ya, Anda tahu sendiri bagaimana keadaan di sini, tidak seorang pun yang benar-benar dipanggil dengan nama lengkap. Kami kenal semua orang seperti Papa Emmanuel atau Mama Eugenie, dan sebagainya. Saya tidak benar-benar mengetahui nama resmi setiap orang.’ Tentara yang mengajukan pertanyaan tersebut tertawa dan berkata, ’Kamu memang benar telah lama berada di sini!’”

Saudari Prosser melanjutkan, ”Kami memperhatikan bahwa salah seorang dari pria ini berhenti menggeledah kamar kami dan duduk. Komandannya memperhatikan ini dan menyuruhnya untuk meneruskan tugasnya. Jawabannya sungguh menyentuh sewaktu ia mengangkat mukanya dan berkata, ’Saya telah mengenal Tuan dan Nyonya Prosser selama bertahun-tahun, dan mereka sering membahas Alkitab dengan saya di rumah saya. Bagaimana mungkin saya dapat datang ke sini dan menggeledah kamar mereka?’”

Para tentara selesai menggeledah kamar suami-istri Prosser dan turun ke bawah. Mereka tidak menemukan sesuatu pun yang memberatkan. Kebanyakan dari para utusan injil ini telah menghabiskan berjam-jam pada malam sebelumnya untuk menggunting nama-nama dari map-map arsip yang masih ada di cabang. Guntingan kertas ini dibuang ke toilet atau dibakar. Selama penggeledahan, salah seorang tentara memperhatikan tumpukan yang masih membara di taman dan menanyakan tentangnya. ”Oh, ya, itu tempat pembakaran sampah kami,” jawab Saudara Prosser. Baik tentara itu maupun Saudara Prosser tahu bahwa dokumen-dokumen penting telah habis dibakar.

”Hey, lihat ini!” seru salah seorang dari para tentara yang melakukan penggeledahan di ruang pengiriman. Para tentara tersebut telah menemukan pita-pita kaset bersama dengan naskah untuk drama Alkitab dari kebaktian distrik. Mereka merasa yakin bahwa nama-nama dari tokoh drama pastilah orang-orang penting dalam organisasi. Mereka dengan gembira mengumpulkan pita kaset dan naskah sebagai barang bukti.

Ke Sûreté Nationale

Para tentara memerintahkan para utusan Injil untuk mengambil paspor mereka, dan mereka dibawa ke Sûreté Nationale, sebuah cabang dari Kementerian Dalam Negeri. Surat-surat deportasi mereka dibacakan—para utusan injil akan diantar ke perbatasan dan diusir pada saat itu juga, bahkan tanpa memperbolehkan mereka pulang ke rumah untuk mengambil barang-barang mereka! Untunglah, hari sudah malam, dan kebanyakan polisi telah pulang ke rumah. Karena tidak ada seorang pun untuk mengawal mereka ke perbatasan, para utusan injil diperintahkan untuk pulang ke rumah dan bersiap untuk berangkat pada pukul 7.00.

”Pada saat kami tiba di rumah,” Saudara Prosser menceritakan, ”jam sudah menunjukkan pukul 20.00. Kami tahu malam itu akan menjadi malam yang sulit. Ribuan pejuang revolusi mengepung rumah kami dan menyanyikan slogan-slogan politik, mengencingi tembok, menyerukan julukan-julukan yang merendahkan terhadap para utusan injil. Tingkah laku demikian berlangsung sepanjang malam. Tidak seorang pun yang dapat tidur karena kami tidak tahu apa yang mungkin akan dilakukan gerombolan massa yang marah di luar. Beberapa bertanya-tanya dalam hati, apakah mereka akan dilukai malam itu atau mereka masih hidup keesokan harinya. Saudari-saudari dapat mengendalikan diri dan tidak menangis; mereka sibuk berkemas dan menganjurkan satu sama lain. Syukur kepada Yehuwa, para pejuang revolusi tidak memasuki rumah, dan tidak seorang pun dari kami yang terluka secara fisik. Akan tetapi, tekanan emosi dan pelecehan psikologis merupakan pencobaan yang dapat ditanggung oleh para utusan injil hanya karena dukungan Yehuwa melalui doa dan anjuran dari satu sama lain.” Betapa pentingnya untuk saling membantu dan untuk mengandalkan Yehuwa dalam waktu-waktu mendatang!

Hari Terakhir di Benin

Berkas sinar mentari pagi mulai mengintip menembus awan kira-kira pada pukul 6.00, mengumumkan mulainya hari baru. Hari itu tanggal 28 April—hari yang tak akan terlupakan. Sebagaimana kebiasaan mereka, para utusan injil berkumpul di meja makan pada pukul 7.00 untuk membahas ayat harian pagi itu. Hari ini pastilah bukan waktunya untuk mengabaikan pelajaran Firman Allah! Semua utusan injil mengetahui bahwa mereka membutuhkan kekuatan ekstra untuk melewati hari tersebut.

Theophilus Idowu, seorang Nigeria yang telah belajar bahasa Gun bertahun-tahun sebelumnya, melayani sebagai penerjemah di kantor cabang, meskipun ia tidak tinggal di Betel. Ia telah mengamati situasi dengan saksama dari luar. Karena tidak seorang pun yang dapat masuk atau keluar, tidak ada roti untuk sarapan para utusan injil. Saudara Idowu mengetahui hal itu, jadi ia pergi ke toko roti, membeli beberapa roti dan mengaku kepada para tentara di gerbang Betel sebagai tukang roti. Ia mengenakan pakaian usang yang compang-camping dengan sebuah topi yang ditarik menutupi mukanya sehingga tidak seorang pun dalam kerumunan yang masih berkeliaran di luar dapat mengenalinya. Para tentara membiarkannya masuk. Betapa para utusan injil merasa dianjurkan ketika melihat Saudara Idowu yang kekasih dengan wajah tersenyum sekali lagi! Isyarat yang sederhana ini memberikan makna baru untuk doa, ”Berikanlah kami hari ini roti kami untuk hari ini.” (Mat. 6:11) Ya, para utusan injil menyaksikan tangan Yehuwa dalam berurusan dan memperoleh kekuatan dari itu.

”Dor! dor! dor!” Ada orang menggedor gerbang utama. Sewaktu pembahasan ayat harian hari itu dimulai, keributan terdengar di luar. Kepala distrik dan para pejuang revolusi lainnya telah memancangkan tiang bendera di luar tanah milik cabang, tanda bahwa bangunan tersebut sekarang adalah milik ”rakyat”. Para utusan injil diperintahkan keluar untuk ambil bagian dalam upacara penaikan bendera. Mereka tidak yakin mereka akan dipaksa keluar, tetapi semua bertekad untuk tidak ambil bagian. Salah seorang utusan injil, Paul Byron, menyatakan, ”Mereka mau tidak mau harus menyeret saya dengan paksa.” Komentarnya menguatkan tekad para utusan injil lainnya. Karena suatu alasan—bisa jadi karena campur tangan Yehuwa—para tentara tidak sampai memaksa para utusan injil keluar. Ini memberikan mereka beberapa menit untuk menyelesaikan ayat harian.

Setelah upacara pengibaran bendera, para petugas militer memerintahkan para utusan injil untuk membawa turun barang-barang pribadi. Semuanya digeledah dengan saksama. Mereka hanya diperbolehkan membawa apa yang ada di dalam tas mereka. Semua barang lainnya harus ditinggal. Para tentara membawa Saudara Prosser ke seluruh kamar Betel untuk mengunci pintu-pintu dan menuntut agar semua kunci diserahkan kepadanya. Kantor cabang telah direbut! Dengan berat hati, beberapa saudara setempat menyaksikan seluruh kejadian dari kejauhan di luar tembok Betel seraya para utusan injil mereka yang kekasih dibawa dari rumah mereka, dikawal seperti penjahat di bawah todongan senjata.

Dideportasi!

Para utusan injil sekali lagi dibawa ke Sûreté Nationale, dan surat-surat deportasi dikeluarkan untuk mereka masing-masing. Semuanya kecuali Margarita Königer dan Gisela Hoffmann digiring kembali ke van Lembaga untuk dibawa ke perbatasan Nigeria. Saudari Königer dan Hoffmann belakangan dibawa ke perbatasan Togo.

Pengawal bersenjata yang menyertai para utusan injil dalam kendaraan ini sangat tegang. Ia merasa yakin ia sedang mengawal para penjahat yang berbahaya ke perbatasan. Namun, ia memperbolehkan kendaraan berhenti untuk mengisi bensin. Pegawai pompa bensin yang masih muda, yang mengenali kendaraan Lembaga, menanyakan apa duduk persoalannya. ”Kami adalah utusan injil yang sedang dideportasi karena memberitakan tentang Alkitab,” jawab utusan injil dengan sedih. ”Jangan khawatir, pada suatu hari kalian pasti kembali,” ia menjawab. Kata-kata pemuda ini terbukti benar, tetapi tidak dalam waktu singkat.

Di Bawah Pelarangan

Kepala berita surat kabar Benin Ehuzu terbitan tanggal 30 April 1976 berbunyi ”SEKTE ’SAKSI-SAKSI YEHUWA’ DILARANG DI REPUBLIK RAKYAT BENIN”. Penganiayaan bukan hal baru bagi umat Yehuwa di negeri ini. Sejak masa-masa awal, Setan telah bekerja keras untuk menghentikan aliran air kebenaran ke benteng agama palsu ini.

Berhari-hari, berminggu-minggu, dan berbulan-bulan setelah pengusiran para utusan injil, banyak saudara—lebih dari 600 orang—melarikan diri dari negeri tersebut dengan keadaan sangat berkekurangan secara materi tetapi berkelimpahan secara rohani. Banyak dari mereka yang tetap tinggal, baik muda maupun tua, dipukuli dengan kejam. Yang lainnya kehilangan harta dan pekerjaan mereka.

Saudara-saudara yang memegang kedudukan penting dalam bidang ketenagakerjaan mengalami pukulan yang terberat, karena mereka diharapkan untuk mengakhiri setiap surat, menjawab telepon, dan menyalami orang-orang dengan slogan-slogan politik seperti ”Siap untuk revolusi?” dan ”Perjuangan belum berakhir!” Apollinaire Amoussou-Guenou mengurus sebuah klinik medis di daerah Cotonou. Ia menolak untuk ambil bagian dalam kegiatan semacam itu karena ia memberikan dukungannya hanya kepada Kerajaan Allah. Anggota-anggota keluarga memohon agar ia mengulangi slogan-slogan tersebut, bahkan jika ia tidak benar-benar setuju dengan yang ia ucapkan. ”Pikirkan anak-anakmu,” demikian seorang keponakannya yang masih muda mengingatkan. Sewaktu penganiayaan meningkat terhadap umat Yehuwa, ia memutuskan untuk meninggalkan Benin ke Nigeria.

Dari Nigeria ia menulis, ”Dalam waktu yang relatif singkat, saya kehilangan semua harta materi—rumah, mobil, dan pekerjaan. Saya sekarang tinggal di sebuah rumah yang sedang dalam tahap pembangunan di sini di Nigeria. Tidak ada jendela atau pintu ataupun lantai bersemen. Kesembilan anak saya ikut dengan saya, dan untunglah dua anak yang paling tua telah mendapatkan pekerjaan. Kami berjuang melawan cacing, nyamuk, hujan, dan kedinginan. Seorang saudara memberikan kami sebuah tempat tidur kecil yang kami gunakan untuk anak kami yang berusia tiga bulan. Kami berpuas diri dengan apa yang kami miliki seraya kami terus berharap kepada Allah kami yang pengasih, Yehuwa, yang akan segera menghapus segala air mata dari mata kami.” Setelah pelarangan diberlakukan, keadaan yang menyedihkan dari banyak saudara tidak jauh berbeda dengan ini.

”Berhati-hati seperti Ular”

Keadaan-keadaan demikian tidak dapat menghentikan agama yang sejati. Masih terdapat orang-orang yang sangat menghargai kebebasan dari belenggu agama. Para pengawas wilayah terus mengunjungi sidang-sidang tetapi sering kali hanya selama dua atau tiga hari dalam setiap kunjungan. Sekarang saudara-saudara harus memanfaatkan kewaspadaan dan wawasan untuk menghindari penangkapan. Kebanyakan pengawas wilayah mengenakan pakaian tua yang kotor sewaktu mereka datang ke kota, biasanya sebelum fajar atau setelah matahari terbenam, sehingga tidak seorang pun yang memperhatikan kedatangan mereka. Jika seseorang mencurigai siapa mereka, mereka selalu siap untuk segera berganti pakaian. Zacharie Elegbe, sekarang anggota dari Panitia Cabang Benin, mengenang kembali sewaktu ia mengunjungi sidang-sidang sebagai pengawas wilayah pada waktu itu. ”Saya ingat suatu kali menghabiskan sepanjang hari di sebuah lumbung jagung yang dibangun dari lumpur sementara kalangan berwenang mencari saya,” ia mengatakan. ”Saya dapat mendengar suara mereka, tetapi mereka tidak pernah berpikir untuk mencari saya di dalam lumbung itu. Saya dapat meneruskan perjalanan pada akhir hari tersebut.”

Untuk mengadakan pertemuan besar apa pun pada waktu itu, izin harus dikeluarkan oleh balai kota setempat. Akan tetapi, hamba-hamba Yehuwa membuktikan diri mereka ”berhati-hati seperti ular namun polos seperti merpati”. (Mat. 10:16) Sewaktu diketahui bahwa ada satu pasangan yang ingin menikah, permohonan izin diajukan kepada kalangan berwenang setempat untuk mengadakan resepsi. Ini biasanya diberikan tanpa problem apa pun. Ketua akan memulai acara dengan menjelaskan bagaimana ”resepsi dua hari” tersebut akan berlangsung. Resepsi dua hari? Ya. Sebenarnya, resepsi tersebut benar-benar sebuah kebaktian distrik miniatur! Pasangan yang baru menikah duduk di barisan depan di hadapan pengkhotbah, dan khotbah-khotbah yang berdasarkan Alkitab akan disampaikan demi manfaat pasangan yang baru menikah dan hadirin yang berbahagia. Dalam satu kesempatan demikian di desa Hetin, lebih dari 600 orang menghadiri ”resepsi” tersebut, dan 13 orang dibaptis. Banyak dari warga mengomentari bahwa Saksi-Saksi Yehuwa memiliki resepsi pernikahan yang ganjil—khususnya sewaktu mereka mendengar tentang pembaptisan! Upacara pemakaman juga menyediakan kesempatan untuk mengadakan kebaktian.

Lektur Alkitab dibawa ke dalam negeri dengan berbagai cara—dengan kano, sepeda, ransel, di sepanjang jalur semak atau metode lain apa pun yang cocok. Tidak semua pejabat berwenang dengan keras menentang pekerjaan kita. Oleh karena itu, pada tahun 1984, sewaktu dua saudara muda sedang menyeberangi sungai dengan kano bermuatan lektur dari Nigeria, mereka dikejutkan oleh dua petugas bea cukai di bagian Benin. Apakah lektur tersebut akan disita, atau apakah saudara-saudara akan dipukuli dan dipenjarakan? ”Apa isi tas-tas itu?” tanya salah seorang petugas bea cukai. ”Lektur Alkitab,” jawab saudara-saudara. ”Coba kami lihat.” Saudara-saudara menyodorkan kepada mereka masing-masing sebuah eksemplar dari brosur Nikmatilah Hidup Kekal di Bumi!, yang mereka terima dengan senang hati. ”Apakah kalian masih membawakan lektur untuk Saksi-Saksi Yehuwa?” Saudara-saudara tersebut tertegun, tidak yakin apa yang harus dikatakan. ”Silakan lewat,” kata para petugas bea cukai. Kedua saudara tersebut bersyukur kepada Yehuwa dalam hati. Contoh-contoh demikian menguatkan keyakinan saudara-saudara bahwa Yehuwa memberkati upaya-upaya untuk membawakan makanan rohani kepada saudara-saudara ”pada waktu yang tepat”.—Mat. 24:45.

”Firman Allah Tidak Diikat”

Saksi-Saksi yang masih tinggal di Benin tidak dapat menahan diri dari membicarakan kebenaran yang berharga yang ada di dalam hati mereka. Itulah yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan Maurice Kodo. Ia adalah guru sekolah di Calavi, sebuah desa berjarak kira-kira 20 kilometer dari Cotonou. Sebelumnya ia berpikir bahwa jika ia adalah seorang yang baik, ia akan pergi ke surga. Akan tetapi, sewaktu ia dihubungi oleh Saksi-Saksi Yehuwa, ia belajar dari Alkitab bahwa lebih banyak yang dituntut jika ia ingin mendapatkan perkenan Allah. Seorang sepupu memperkenalkan Maurice kepada tetangga Saksinya, dan setelah mengamati minat yang diperlihatkan Maurice terhadap Alkitab, Saksi tersebut segera menawarkannya pengajaran Alkitab di rumah secara cuma-cuma. Maurice dan istrinya mulai belajar Alkitab dan membuat kemajuan dengan pesat. Segera ia ingin ambil bagian dalam pekerjaan pengabaran, karena ia yakin bahwa ia telah menemukan kebenaran. Tentu saja, saudara-saudara harus memastikan ketulusannya. Orang-orang lain telah memperlihatkan minat yang palsu, hanya untuk mengkhianati mereka. Akan tetapi, tidaklah demikian dengan Maurice Kodo. Ia meraih setiap kesempatan untuk berbicara mengenai kebenaran kepada sanak saudara, teman-teman dan rekan-rekan sekerjanya.

Kemudian pada tanggal 11 Februari 1982, Saudara dan Saudari Kodo ditangkap. Mereka dipenjarakan bersama dengan saudara yang mula-mula memberi pengajaran Alkitab kepada mereka dan seorang peminat baru yang sedang belajar Alkitab dengan Saudara Kodo. Mengapa dipenjara? Mereka adalah Saksi-Saksi Yehuwa dan berbicara kepada sesama mereka mengenai Kerajaan Allah, dan yang satunya karena memperlihatkan minat akan apa yang diajarkan Saksi-Saksi. Menurut laporan yang dibuat kalangan berwenang, desa Calavi merupakan ”sarang lebah bagi kegiatan” Saksi-Saksi Yehuwa. Hal itu sangat tidak menyenangkan kalangan berwenang.

Keempat orang yang telah ditahan tersebut, termasuk istri Saudara Kodo, ditempatkan dalam sebuah sel bersama para penjahat yang paling buruk dan dalam keadaan yang paling tidak manusiawi. Mereka diberi tahu bahwa mereka akan dibebaskan jika mereka melakukan satu hal yang paling sederhana—menandatangani sebuah surat yang menyatakan bahwa mereka bukan Saksi-Saksi Yehuwa lagi. Saudara-saudara kita menolak ini mentah-mentah. Mereka tidak dapat menyangkal Yehuwa, Allah mereka. Pembaktian mereka kepada-Nya adalah tanpa syarat dan tidak dapat ditawar-tawar. Pendirian ini membuat para pejabat sangat marah, dan lektur Alkitab apa pun yang dimiliki saudara-saudara di dalam sel disita.

Kedua anak Saudara dan Saudari Kodo, Nadine dan Jimmy (masing-masing berusia enam dan tiga tahun), jatuh sakit. Saudari Kodo meminta kalau-kalau ia boleh kembali ke rumah untuk merawat anak-anaknya yang sakit. Ini ditolak, tetapi izin diberikan kepadanya untuk merawat mereka di dalam penjara. Sekarang mereka berenam di dalam penjara, termasuk anak-anak!

Bagaimana mereka dapat merayakan Peringatan yang mendekat? Saudara-saudara setempat berhasil menyelundupkan roti tidak beragi dan anggur kepada mereka untuk perayaan. Saudara Kodo mengenang, ”Aneh sekali. Sewaktu kami sedang merayakan Peringatan, terdapat semacam ketenangan yang menyelimuti seluruh penjara, sehingga perayaan Peringatan kami tidak terganggu.”

Akhirnya, petugas setempat yang bertanggung jawab atas pemenjaraan mereka ditugaskan ke bagian lain dari negeri tersebut. Pria yang menggantikannya lebih menyenangkan; jadi pada tanggal 26 Mei, setelah tiga setengah bulan dipenjara, mereka dibebaskan.

Empat tahun kemudian, Saudara Kodo kembali meringkuk di balik terali besi—kali ini karena menolak mengulangi slogan-slogan politik. Belakangan ia menceritakan bagaimana ia menggunakan waktunya dengan bijaksana, ”Saya melayani sebagai perintis ekstra selama di penjara. Kali ini, saya dapat memiliki persediaan lektur yang baik untuk digunakan di ’daerah pribadi saya’. Saya mengabar kepada narapidana lain, penjaga, dan polisi, dan saya memimpin banyak pengajaran Alkitab.” Meskipun ia di dalam penjara, ”firman Allah tidak diikat”.—2 Tim. 2:9.

Memandang ke masa lalu, saudara-saudara tersebut setuju bahwa desa Calavi benar-benar menjadi ”sarang lebah bagi kegiatan” umat Yehuwa. Dari 4 penyiar pada tahun 1982, jumlah mereka telah tumbuh berlipat-lipat, sehingga sekarang dua sidang sedang berkembang pesat di sana, dengan lebih dari 160 penyiar. Sejak pembaptisannya, Saudara Kodo telah mendapat hak istimewa membantu lebih dari 30 orang memperoleh kebebasan, bukan dari belenggu penjara, tetapi dari Babilon Besar, imperium agama palsu sedunia.

Pada akhir tahun 1980-an, perubahan mulai terjadi dalam pemerintahan. Tidak seorang pun yang dapat memastikan bagaimana hasilnya. Tetapi intensitas penganiayaan atas umat Yehuwa mulai mereda. Mereka bahkan dapat mengadakan perhimpunan secara terbuka di beberapa daerah, meskipun tidak di semua tempat.

”Saya Hanyalah Pelopor”

Selama waktu ini sebuah pengalaman yang terjadi menunjukkan bahwa masih ada banyak orang di Benin yang dengan perasaan syukur menerima kebenaran Firman Allah yang membebaskan. Pierre Awhanto merasa kehilangan semangat sewaktu menyaksikan kemunafikan agama, cinta akan uang, dan perbuatan amoral dalam Eglise du Christianisme Céleste (Gereja Kekristenan Surgawi), tempat ia menjadi anggota. Meskipun gereja tersebut mempraktekkan penyembuhan iman, praktek ini tidak sanggup menyelamatkan anaknya dari kematian. ’Allah telah memanggil putramu ke surga,’ sang pastor memberi tahu dia. Karena merasa tidak puas dengan penjelasan tersebut dan merasa gelisah terhadap praktek-praktek yang diizinkan di dalam gereja, ia meninggalkan gereja pada tahun 1973, dengan maksud untuk mendirikan agamanya sendiri. Ia menginginkan sebuah agama yang bebas dari kemunafikan dan praktek-praktek fasik yang telah ia saksikan di mana-mana.

Ia kemudian melantik dirinya sendiri sebagai pendiri dan pastor dari Gereja Ayi-Wiwé (Hati Suci). Pada tahun 1964, ia pernah dihubungi oleh Saksi-Saksi Yehuwa. Ia mengagumi mereka. Ia merasa yakin bahwa jika ia mendirikan gerejanya sendiri, ia juga dapat memiliki sebuah agama yang bebas dari ketamakan dan perbuatan amoral sama seperti Saksi-Saksi Yehuwa. Dalam waktu singkat, gerejanya bertumbuh hingga lebih dari 2.700 pengikut dalam 21 kelompok jemaat. Ia menikmati pengaruh dan kekayaan yang ia peroleh.

Pada suatu hari, seorang pria datang kepadanya untuk disembuhkan. Pria tersebut menderita gangguan kulit yang telah berlangsung cukup lama. Pierre Awhanto menyembuhkan dia. Pria tersebut merasa begitu senang sehingga ia memberikan sebuah rumah sebagai imbalan!

Akan tetapi, perbuatan amoral dan ketamakan, praktek-praktek yang sama yang telah memotivasi Pierre Awhanto untuk mendirikan agamanya sendiri, sekarang merembes ke dalam gerejanya. Ia mulai menyadari bahwa jika ia menginginkan ibadat yang murni, ia tidak dapat meniru umat Yehuwa—ia harus menjadi salah seorang dari mereka. Ia mulai belajar Alkitab dengan Saksi-Saksi Yehuwa. Secara bertahap, ia mengajarkan di mimbar apa yang telah ia pelajari dari pelajaran Alkitabnya dengan Saksi-Saksi. Ia sering mengakhiri khotbahnya dengan pernyataan yang agak aneh, ”Saya hanyalah pelopor. Pembawa kebenaran yang sejati akan datang kemudian.” Banyak dari mereka yang mendengarnya bertanya-tanya apa maksudnya ini.

Setelah ia meningkatkan frekuensi pelajarannya dengan Saksi-Saksi menjadi dua kali seminggu, ia menyadari bahwa ia harus membuat keputusan. Ia mengumpulkan semua pastornya untuk rapat. Semuanya ada 28 orang. Dengan menggunakan Alkitab, ia menjelaskan perbedaan antara agama yang sejati dan yang palsu. Dalam rapat itu, keputusan dibuat agar semua patung dalam gereja mereka disingkirkan dan bahwa jubah khusus tidak lagi dikenakan oleh para pemimpin agama. Para pastor tersebut kemudian diinstruksikan untuk menghubungi Saksi-Saksi di tempat mereka sendiri untuk sebuah pengajaran Alkitab di rumah. Para pastor di banyak dari gereja tersebut mulai melakukan apa yang dilakukan Pierre Awhanto. Setiap hari Rabu, para pemimpin gereja belajar Alkitab, dan setiap hari Minggu, mereka akan memberikan khotbah berdasarkan apa yang telah mereka pelajari. Belakangan, acara hari Rabu menjadi Pelajaran Buku Sidang, dan khotbah hari Minggu menjadi khotbah umum.

Pada tahun 1989, Pierre Awhanto mengadakan rapat dengan semua pengikutnya. Lebih dari 1.000 orang hadir untuk pertemuan di Porto-Novo itu. Pada kesempatan itu ia memberi tahu mereka, ”Kalian ingat sewaktu saya biasanya mengakhiri khotbah saya dengan mengatakan, ’Saya hanyalah pelopor. Pembawa kebenaran yang sejati akan datang kemudian’? Mereka akhirnya telah datang—mereka adalah Saksi-Saksi Yehuwa!” Pengumuman tersebut menghasilkan acara tanya jawab yang berlangsung selama kira-kira tujuh jam! Tidak semua orang menganggap ini sebagai kabar baik. Beberapa lebih menyukai jalan hidup mereka sendiri, termasuk yang hidup berpoligami. Akan tetapi, hingga sekarang di Benin sendiri, lebih dari 75 bekas anggota Gereja Ayi-Wiwé telah dibaptis dan kira-kira 200 orang lebih sedang belajar dan membuat kemajuan ke arah yang sama. Banyak dari kelompok tersebut juga sedang belajar membaca dan menulis.

Sedangkan Pierre Awhanto, ia dibaptis pada bulan Juni 1991. Ia telah memutuskan secara hukum semua ikatan dengan agamanya yang dulu. Delapan dari bekas gerejanya telah diubah menjadi Balai Kerajaan. Dan bagaimana dengan rumah yang ia terima sebagai hadiah dari pria yang ia sembuhkan? Saudara Awhanto mengembalikannya kepada pria tersebut. Jelas, pria itu sangat terkejut. Tetapi saudara kita menjelaskan bahwa sekarang ia telah menemukan kebenaran, dan ia mengetahui bahwa penyembuhan apa pun yang sanggup ia lakukan adalah hasil dari kuasa hantu-hantu, bukan dari Allah.

Betapa menganjurkannya untuk menyaksikan orang-orang—ya, bahkan jumlah yang besar dari mereka—sedang dibebaskan dari kerusakan agama dan sampai kepada ”pengetahuan yang saksama akan kebenaran”! (1 Tim. 2:4) Dan waktunya telah tiba manakala mereka dapat berkumpul bersama dengan bebas untuk diajar dengan Firman Allah.

Hari yang Tidak akan Dilupakan

Pada tanggal 24 Januari 1990, dua saudara dari Benin mengadakan perjalanan ke Lagos, Nigeria, dengan sebuah dokumen penting di tangan mereka. Mereka ingin memberi tahu kantor cabang Nigeria, yang memelihara pekerjaan di Benin selama tahun-tahun yang sulit itu, bahwa Dekret No. 004, tertanggal 23 Januari 1990, mengumumkan bahwa dekret sebelumnya (No. 111 tertanggal 27 April 1976) yang melarang pekerjaan Saksi-Saksi Yehuwa di Republik Benin dengan demikian dibatalkan dan tidak berlaku! Saksi-Saksi Yehuwa akhirnya secara resmi bebas untuk mengabar di hadapan umum dan untuk mengadakan perhimpunan Kristen! Bagaimana Saksi-Saksi setempat diberi tahu?

Rencana dibuat untuk mengadakan sebuah perhimpunan di Cotonou. Akan tetapi, saudara-saudara yang mengorganisasinya tidak memberi tahu di muka alasan perhimpunan ini. Saksi-Saksi setempat mau tidak mau bertanya-tanya mengapa mereka diundang untuk berkumpul di aula umum di pusat Cotonou. Sewaktu tiba, betapa terkejutnya mereka melihat sebuah spanduk besar untuk menyambut Saksi-Saksi Yehuwa! ’Bagaimana mungkin? Kita masih di bawah pelarangan,’ demikian pikir banyak dari antara saudara-saudara. Beberapa ragu-ragu, ’Apakah ini jebakan?’

Perhimpunan dimulai pukul 10.00 pagi, tetapi pada pukul 9.00 semua kursi telah terisi. Di dalam aula terdapat dua spanduk besar. Salah satu mengutip kata-kata Penyingkapan 4:11, ”Engkau layak, Yehuwa, ya Allah kami, untuk menerima kemuliaan dan kehormatan.” Yang satunya mengutip Mazmur 144:15, ”Berbahagialah bangsa yang Allahnya ialah [Yehuwa]!”

Sewaktu perhimpunan dimulai, ketua mengumumkan bahwa menurut dokumen yang sedang ia pegang, ”pemerintah telah mencabut pelarangan atas pekerjaan kita!” Saudara Olih, seorang anggota dari Panitia Cabang Nigeria yang hadir, menceritakan, ”Tepuk tangan yang menyambut pengumuman ini sedemikian antusiasnya sehingga jika tidak dibangun dengan benar, bangunan itu dapat runtuh karena gemuruh sorak-sorai yang membahana. Kemudian tiba-tiba tepuk tangan berhenti, seolah-olah para hadirin ingin mengingat apa yang telah dikatakan. Kemudian mereka mulai bertepuk tangan lagi, dan ini terus berlangsung selama beberapa menit. Ketua mengutip Mazmur 126, tetapi tidak dapat membacakannya karena tepuk tangan tersebut. Cukup banyak dari antara kami, termasuk ketua, mencucurkan air mata. Seolah-olah menyaksikan adegan kebangkitan, sewaktu saudara-saudara menoleh ke arah satu sama lain dan saling bersalaman dengan perasaan bersyukur dan bersukacita.”

Dalam khotbah-khotbah selanjutnya, saudara-saudara dipuji atas ketekunan mereka selama 14 tahun pelarangan. Ini bukan waktunya untuk air mata kesedihan, tetapi waktunya untuk membangun, untuk memanfaatkan kebebasan yang baru mereka dapatkan dengan bijaksana dengan mengambil dinas perintis jika situasi mereka mengizinkan, atau untuk berupaya meraih hak-hak istimewa lain dalam dinas di sidang-sidang. Adalah penting untuk terus mengandalkan Yehuwa, yang sekarang telah memberikan kemenangan kepada umat-Nya! Perhimpunan tersebut berlangsung selama empat jam tanpa istirahat, tetapi bagi mereka yang hadir, tampaknya itu hanya beberapa menit saja.

Pembicara terakhir menyinggung bahwa hanya beberapa hari sebelumnya, sewaktu saudara-saudara saling berpapasan di jalan, mereka berhati-hati untuk tidak mengkhianati satu sama lain. Tetapi dalam kesempatan ini mereka diberi tahu bahwa mereka dapat mulai menyalami saudara-saudara mereka dengan bebas setelah sekian lama tidak dapat melakukannya. Kira-kira dua jam setelah doa terakhir yang sepenuh hati, banyak Saksi-Saksi masih berada di luar gedung sambil memeluk dan mencium satu sama lain serta saling berkenalan. Tercium bau harum kebebasan beragama. Tetapi bagaimana saudara-saudara akan memanfaatkan kebebasan ini?

Bersukacita karena Dapat Berhimpun untuk Ibadat

Balai-Balai Kerajaan perlu dibersihkan, dicat, dan diperbaiki agar dapat digunakan kembali. Saudara-saudara dengan murah hati memberikan waktu dan sumber daya mereka untuk melakukan pekerjaan tersebut. Pengaturan juga dibuat oleh Lembaga agar para pengawas wilayah segera mengunjungi semua sidang, menggunakan dua atau tiga hari dalam setiap kunjungan. Pengorganisasian kembali sedang berlangsung.

Betapa sukacita menyaksikan keluarga-keluarga kembali berduyun-duyun ke Balai Kerajaan mereka! Hadirin perhimpunan sering kali dua atau tiga kali lipat dari jumlah penyiar. Banyak yang tiba dengan sepeda; beberapa dengan sepeda motor atau dengan kano dari batang pohon. Yang lainnya berjalan kaki, dan meskipun harus menempuh jarak beberapa kilometer tidak menghalangi mereka. Ibu menggendong anak yang paling kecil di punggung dengan selembar kain dililitkan di dadanya. Anak-anak yang lebih tua membantu yang lebih kecil. Sering kali para ayah yang membawa buku-buku perhimpunan yang berharga—berharga karena melalui buku-buku ini, Yehuwa menyediakan instruksi, juga berharga karena setiap buku yang besar ini mungkin berarti gaji satu hari penuh.

Pada waktunya, semua Balai Kerajaan di seluruh negeri, rumah utusan injil di Porto-Novo, dan fasilitas cabang di Cotonou, yang telah direbut selama pelarangan, dikembalikan ke pemiliknya yang sah. Renovasi dasar terhadap kantor cabang dan rumah di Porto-Novo segera diselesaikan, dan pada bulan Agustus 1990, kurang dari sebulan setelah tanah milik cabang dikembalikan, sebuah kebaktian diadakan di tanah milik Lembaga, dengan hadirin sebanyak kira-kira 2.000 orang. Setiap orang menjadi tahu bahwa Saksi-Saksi Yehuwa kembali menggunakan tanah milik ini sehubungan dengan pekerjaan pendidikan Alkitab mereka.

Kantor cabang Benin mulai berfungsi kembali pada bulan September 1991, dengan demikian memungkinkan hubungan yang lebih dekat dengan saudara-saudara dan bantuan yang lebih besar dalam berurusan dengan kebutuhan rohani mereka.

Gairah untuk Memberi Kesaksian tentang Kebenaran

Saksi-Saksi Yehuwa di Benin ingin memberitakan kabar baik dengan cara yang sama dengan saudara-saudara mereka di negeri-negeri lain. Selama 14 tahun pelarangan, kebanyakan kesaksian telah diberikan secara tidak resmi. Bahkan beberapa penatua tidak pernah mengabar dari rumah ke rumah. Tetapi dengan sedikit anjuran dan instruksi, mereka mulai melakukannya.

Memberi kesaksian bukan hal yang sulit di Benin. Orang-orang pada umumnya menyukai Alkitab. Mereka sering menawarkan Saksi yang berkunjung untuk duduk dan mendengarkan dengan penuh perhatian. Seraya Saksi-Saksi pergi dari satu rumah ke rumah yang lain, bukan hal yang aneh jika seseorang yang sedang bersepeda berseru kepada mereka meminta terbitan terbaru dari Menara Pengawal dan Sedarlah!

Sering kali, terdapat banyak orang dari satu keluarga yang tinggal di rumah-rumah dengan satu halaman. Karena respek, seorang Saksi meminta untuk berbicara terlebih dahulu dengan kepala keluarga. Setelah itu, kunjungan dilakukan kepada putra-putranya yang dewasa dan keluarga mereka yang pintu rumahnya menghadap ke halaman yang sama.

Untuk memperlihatkan penghargaan mereka atas semua yang telah dilakukan Yehuwa bagi mereka, ratusan penyiar memasuki dinas perintis setelah pelarangan dicabut. Para perintis istimewa, biasa, dan ekstra, berjumlah 162 pada tahun 1989; pada tahun 1996, terdapat 610 perintis.

Bagaimana tanggapan yang mereka jumpai? Sepasang perintis istimewa ditugaskan ke sebuah kota yang tidak terdapat Saksi. Baru beberapa bulan saja, tiba waktunya untuk perayaan Peringatan kematian Kristus. Para peminat di kota tersebut mengetahui bahwa kita biasanya merayakan Peringatan di sebuah Balai Kerajaan, tetapi tidak ada satu Balai pun di sana. Salah seorang dari para peminat itu mendekati seorang pria yang memiliki sebidang tanah yang luas dan bertanya kalau-kalau mereka boleh mengosongkan sebagian dari tanah itu untuk membangun sebuah Balai Kerajaan. Pria tersebut menyukai pekerjaan Saksi-Saksi, jadi ia menyetujuinya. Dalam waktu beberapa hari, kedua perintis istimewa dan para peminat telah mengosongkan tanah tersebut dan membangun sebuah Balai Kerajaan yang cantik yang bertembok anyaman cabang-cabang pohon palem dan beratap ilalang. Di bagian depan terdapat dua rumbai dari cabang pohon palem dan didekorasi dengan bunga. Sewaktu seorang imam voodoo setempat mencoba menimbulkan tentangan, para tua-tua desa memberi tahu dia, ”Kamu bukan pemilik tanah desa ini. Kami ingin Saksi-Saksi Yehuwa tetap tinggal. Jika mereka pergi, kamu juga harus pergi!” Ia tidak menimbulkan masalah lebih lanjut. Pada waktu Peringatan, 110 orang hadir, di antaranya hanya kedua perintis istimewa tersebut yang adalah Saksi-Saksi yang terbaptis.

Fasilitas Kebaktian

Tidak lama setelah pelarangan dicabut, sebidang tanah seluas 5 hektar diperoleh di Calavi, sebuah desa tidak jauh dari Cotonou, dan belakangan sebidang tanah seluas 4 hektar yang berdekatan dibeli. Di desa inilah beberapa dari saudara kita telah dipenjarakan karena kalangan berwenang mengatakan bahwa daerah tersebut telah menjadi ”sarang lebah bagi kegiatan” Saksi-Saksi Yehuwa. Alangkah tepatnya kata-kata itu belakangan! Pada tahun 1990, umat Yehuwa dapat mengadakan kebaktian di tempat ini dengan bebas dan di tanah mereka sendiri!

Tetapi bagaimana mungkin fasilitas kebaktian yang cukup untuk 4.000 orang dibangun dengan biaya yang terjangkau oleh saudara-saudara kita? Dengan cara yang khas dari Saksi-Saksi Yehuwa di Afrika Barat. Saudara-saudara menuju semak-semak dan menebas batang-batang bambu dan daun-daun pohon kelapa. Tiang-tiang bambu tersebut digunakan untuk tempat duduk. Pasak-pasak yang menonjol ke atas setinggi 50 sentimeter dipancangkan ke tanah dengan jarak 1,2 meter satu sama lain. Ini berfungsi sebagai kaki kursi. Dua tiang bambu yang lebih panjang diletakkan membujur di antara pasak-pasak setinggi 50 sentimeter tersebut dan diikat. Bukan main! Tempat duduk untuk 15 orang. Tiang-tiang bambu yang lebih besar digunakan untuk menopang atap, dan daun-daun dianyam untuk digunakan sebagai atap. Meskipun struktur demikian tidak kedap air, ini melindungi semua orang dari teriknya matahari Afrika, dan mereka yang berada di bawahnya merasa cukup nyaman.

Pada waktunya, fasilitas cabang yang baru dan juga Balai Kebaktian tanpa dinding dengan konstruksi yang lebih kokoh, akan dibangun di tempat ini.

Para Utusan Injil Kembali

Kira-kira tiga bulan setelah pelarangan dicabut, dekret pemerintah yang lain dikeluarkan. Ini membatalkan dekret yang mengakibatkan pengusiran para utusan injil pada tahun 1976, dan dekret ini menyatakan bahwa Saksi-Saksi Yehuwa bebas menjalankan pekerjaan utusan injil di Benin.

Sebagai tanggapan atas tindakan resmi tersebut, pada bulan November 1990, para utusan injil kembali ditugaskan ke Benin. Tab dan Janis Honsberger, yang telah melayani di Dakar, Senegal, ditugaskan kembali ke Benin. Michel Muller dan istrinya, Babette, dan juga Claude dan Marie-Claire Buquet, tiba di Benin beberapa hari kemudian. Sebelumnya mereka melayani di Tahiti.

Saudara Honsberger mengenang, ”Kami sangat terkejut dan senang dengan reaksi orang-orang yang kami jumpai sewaktu kami pertama-tama mengabar dari rumah ke rumah di daerah penugasan kami yang baru. Mereka benar-benar menyambut kami kembali ke Benin! Seorang pria mengatakan bahwa sewaktu para utusan injil dari Saksi-Saksi Yehuwa meninggalkan Benin bertahun-tahun yang lalu, keadaan negeri tersebut mulai memburuk.” Ingatlah, bahwa 14 tahun berselang, seorang pemuda yang bekerja di pompa bensin berkata kepada para utusan injil yang sedang berangkat—”Jangan khawatir, suatu hari kalian pasti kembali.” Kata-katanya menjadi kenyataan—para utusan injil telah kembali!

Saudara Buquet menyebut Benin sebagai surga para utusan injil karena banyak orang-orang Benin memiliki kasih yang dalam akan Allah dan Alkitab. Banyak di antara lebih dari 50 utusan injil yang sekarang melayani di Benin telah dicegat di jalan oleh seseorang yang ingin meminta pengajaran Alkitab atau jawaban untuk pertanyaan Alkitab yang lebih mendalam!

Memanfaatkan Kebebasan dengan Bijaksana

Bertahun-tahun yang lalu, orang-orang Benin dijual sebagai budak dan dikirim ke luar negeri. Yang sama mengerikannya dengan ini adalah jenis perbudakan lain sebagai akibat dari agama palsu, terus ada hingga dewasa ini. Perbudakan ini menutup hati dan pikiran orang-orang yang mungkin berpikir bahwa mereka bebas. Adakalanya, ini menyebabkan ketakutan yang lebih besar dibandingkan ketakutan seorang budak terhadap cambuk dari majikannya.

Ribuan orang di Benin telah dibebaskan dari belenggu demikian dan telah menjadi Saksi-Saksi yang bersukacita dari Yehuwa. Mereka juga mengetahui apa artinya menjadi ”bukan bagian dari dunia” dalam meniru Kristus. Sebagai hasilnya, mereka menikmati kebebasan dari belenggu ”penguasa dunia ini”, yang dikatakan oleh Yesus tidak berkuasa atasnya. (Yoh. 12:31; 14:30; 15:19) Penganiayaan hebat selama bertahun-tahun yang dialami oleh Saksi-Saksi Yehuwa di Benin tidak membelenggu mereka kembali. Mereka mengetahui dengan baik kata-kata Yesus Kristus, ”Jika mereka telah menganiaya aku, mereka akan menganiaya kamu juga.” (Yoh. 15:20) Dan mereka mengetahui bahwa rasul Paulus menulis, ”Semua orang yang berhasrat untuk hidup dengan pengabdian yang saleh dalam persekutuan dengan Kristus Yesus juga akan dianiaya.” (2 Tim. 3:12) Meskipun selama suatu waktu mereka tidak memperoleh kebebasan berhimpun secara terbuka untuk beribadat dan memberi kesaksian kepada orang lain secara umum—beberapa bahkan dijebloskan ke dalam penjara—namun, mereka senantiasa memiliki kebebasan yang tidak seorang pun dapat merenggutnya.

Sekarang kira-kira tujuh tahun telah berlalu sejak pelarangan dicabut dan Saksi-Saksi Yehuwa kembali mendapat pengakuan secara hukum. Apakah saudara-saudara kita di Benin telah memanfaatkan kebebasan itu secara bijaksana? Tidak lama sebelum pelarangan ditetapkan, terdapat kira-kira 2.300 pemberita Kerajaan yang aktif di negeri tersebut. Sekarang terdapat lebih dari dua kali lipat dari angka itu. Sehubungan dengan mereka yang ambil bagian dalam pelayanan sepenuh waktu, jumlah ini telah menjadi lebih dari tiga kali lipat. Banyak orang sedang menyambut undangan untuk ”mengambil air kehidupan dengan cuma-cuma”. (Pny. 22:17) Sewaktu sidang-sidang berhimpun untuk Peringatan kematian Kristus, sejumlah besar peminat bergabung dengan mereka, sehingga hadirin lebih dari empat kali lipat jumlah Saksi-Saksi. Jelaslah masih ada banyak yang harus dilakukan guna membantu para peminat tersebut menghargai dan menerapkan perkara-perkara yang diperintahkan oleh Yesus sendiri.—Mat. 28:19, 20.

Juga terdapat banyak situasi sulit yang harus dihadapi orang-orang selama sistem perkara yang tua masih ada. Meskipun demikian, sungguh menghangatkan hati untuk mengunjungi sidang-sidang dari umat Yehuwa di Benin dan mengamati secara langsung kebebasan yang didatangkan oleh Firman Allah atas orang-orang di sini. Terdapat seseorang yang tadinya berpoligami di desa Logou yang, karena keinginannya untuk mendapat perkenan Yehuwa, membebaskan dirinya sendiri dari tradisi setempat yang tidak berdasarkan Alkitab dan sekarang hidup dengan satu istri. Terdapat seorang pemuda di Sidang Togoudo Godomey yang oleh ayahnya ditawarkan kesempatan pendidikan yang tidak akan dilewatkan oleh banyak orang dan juga ayahnya berjanji bahwa pada suatu waktu putranya akan menjadi imam voodoo dan akan mewarisi rumah dan istri ayahnya; tetapi sang putra sebaliknya memilih untuk melayani Yehuwa. Ada seorang saudari di Tori-Cada Zounmé yang sebelumnya menghabiskan waktu bertahun-tahun dalam biara voodoo tetapi sekarang adalah perintis biasa. Seorang pemuda yang tadinya hidup dari mencuri telah mengenakan kepribadian baru dan sekarang melayani sebagai perintis istimewa di Kotan. Seorang bekas anggota militer yang pernah menganiaya umat Yehuwa sekarang adalah perintis biasa dan hamba pelayanan. Mereka ini dan masih banyak lagi yang seperti mereka sedang sibuk membantu orang-orang berhati jujur untuk belajar cara mendapatkan kebebasan dari belenggu agama, sebagaimana mereka telah dibantu. Mereka mengetahui dari pengalaman bahwa ”di mana roh Yehuwa berada, ada kemerdekaan”.—2 Kor. 3:17.

[Gambar penuh di hlm. 66]

[Gambar di hlm. 72]

Nouru Akintoundé kembali ke Benin sebagai perintis dan membantu banyak orang untuk mulai melayani Yehuwa

[Gambar di hlm. 80]

Kelas pemberantasan buta huruf di Sekandji (1996)

[Gambar di hlm. 86]

Germain Adomahou meninggalkan poligami untuk hidup dengan istri pertamanya, Vigue

[Gambar di hlm. 89]

Amasa Ayinla dan keluarganya, sewaktu ia menjadi pengawas wilayah di Benin

[Gambar di hlm. 90]

Carlos dan Mary Prosser, utusan injil siap untuk dinas pengabaran

[Gambar di hlm. 95]

Sekolah Pelayanan Kerajaan pada tahun 1975, selama masa ketegangan politik di Benin

[Gambar di hlm. 102]

Peter Pompl dengan Mary dan Carlos Prosser—semua dideportasi dari Benin, sekarang melayani di Nigeria dan Kamerun

[Gambar di hlm. 115]

Pierre Awhanto, yang dulu melantik dirinya sebagai rohaniwan, sekarang menjadi rohaniwan terlantik dari Allah yang sejati

[Gambar di hlm. 116]

Perhimpunan tempat diumumkannya pencabutan pelarangan

[Gambar di hlm. 118]

Tempat kebaktian di Calavi

[Gambar di hlm. 123]

Kantor cabang Benin, dengan Panitia Cabang pada tahun dinas lalu (kiri ke kanan): Zacharie Elegbe, Tab Honsberger, Sourou Hounye

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan