PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • Carilah Nasihat yang Baik
    Sedarlah!—2007 | Agustus
    • Langkah 1

      Carilah Nasihat yang Baik

      Mengapa langkah ini penting? Kali pertama orang tua menimang anaknya yang baru lahir, mereka bisa jadi diliputi berbagai emosi yang saling bertentangan. ”Saya senang sekali dan sangat kagum,” kata Brett, seorang ayah yang tinggal di Inggris. ”Namun, saya pun menyadari tanggung jawab yang luar biasa di pundak saya dan saya merasa tidak siap.” Monica, seorang ibu yang tinggal di Argentina, mengatakan, ”Saya khawatir apakah saya bisa mengurus kebutuhan putri cilik saya. Saya bertanya-tanya, ’Sanggupkah saya mendidiknya menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab?’”

      Dapatkah Anda memahami sukacita dan kecemasan para orang tua tersebut? Tidak diragukan, membesarkan anak adalah salah satu tugas yang tersulit tetapi memuaskan, dan yang melelahkan tetapi bermanfaat, bagi siapa pun juga. Seperti kata seorang ayah, ”Anda hanya punya satu kesempatan saja untuk membesarkan anak Anda”. Mengingat begitu besarnya pengaruh orang tua atas kesehatan serta kebahagiaan anak-anak, Anda bisa jadi merasa sangat membutuhkan nasihat yang andal tentang cara menjadi orang tua yang lebih baik.

      Tantangannya: Kalau ditanya, setiap orang tampaknya mempunyai nasihat tentang membesarkan anak. Dahulu, pasangan yang baru menjadi orang tua mengandalkan contoh orang tua mereka atau keyakinan agama mereka sebagai pembimbing. Namun, di sejumlah negeri, unit keluarga semakin merosot dan agama telah kehilangan pengaruhnya. Akibatnya, banyak orang tua berpaling kepada para pakar dalam bidang pengasuhan anak. Beberapa hal yang dikatakan para pakar ini didasarkan atas prinsip-prinsip yang benar. Dalam kasus-kasus lain, nasihat mereka bisa saling bertentangan dan cepat dianggap ketinggalan zaman.

      Solusinya: Carilah nasihat dari satu-satunya Pribadi yang paling tahu cara membesarkan anak​—Pencipta kehidupan manusia, Allah Yehuwa. (Kisah 17:26-28) Firman-Nya, Alkitab, berisi nasihat yang terus terang serta contoh-contoh praktis yang dapat membantu Anda menjadi orang tua yang lebih baik. ”Aku akan memberikan nasihat dengan mataku tertuju kepadamu,” Ia berjanji.​—Mazmur 32:8.

      Nasihat apa yang Allah berikan kepada para orang tua yang dapat membantu mereka membesarkan anak-anak yang bahagia?

      [Kutipan di hlm. 3]

      ”Percayalah kepada Yehuwa dengan segenap hatimu dan jangan bersandar pada pengertianmu sendiri.”​—Amsal 3:5

  • Ciptakan Rumah yang Penuh Kasih Sayang
    Sedarlah!—2007 | Agustus
    • Langkah 2

      Ciptakan Rumah yang Penuh Kasih Sayang

      Mengapa langkah ini penting? Anak-anak butuh kasih sayang dan tanpa itu perkembangannya bisa bantut. Pada tahun 1950-an, antropolog M. F. Ashley Montagu menulis, ”Yang paling dibutuhkan tubuh manusia untuk perkembangannya adalah nutrisi kasih; obat mujarab untuk tetap sehat adalah merasakan kasih sayang, khususnya selama enam tahun pertama kehidupan.” Para peneliti modern setuju dengan kesimpulan Montagu bahwa ”perkembangan seorang anak bisa sangat terhambat apabila tidak mendapat santapan kasih sayang yang cukup”.

      Tantangannya: Hidup dalam dunia yang mementingkan diri dan tanpa kasih ini membuat ikatan keluarga menjadi tegang. (2 Timotius 3:1-5) Pasangan suami istri mungkin mendapati bahwa tuntutan keuangan dan emosi dalam membesarkan anak membuat problem perkawinan yang sudah ada semakin menjadi-jadi. Misalnya, perbedaan pendapat antara suami dan istri mengenai cara mendisiplin anak dan memberinya hadiah bisa menambah ketegangan antara dua orang yang memang sudah sulit berkomunikasi.

      Solusinya: Rencanakan waktu bersama sebagai keluarga secara teratur. Suami istri juga perlu merencanakan waktu untuk berdua-duaan. (Amos 3:3) Gunakan waktu dengan bijaksana setelah anak-anak tidur. Jangan biarkan TV merampas saat-saat berharga ini. Pertahankan kemesraan dalam perkawinan dengan sering menyatakan cinta kasih terhadap satu sama lain. (Amsal 25:11; Kidung Agung 4:7-10) Ketimbang terus ”mengecam”, setiap hari carilah cara-cara untuk memuji teman hidup Anda.​—Mazmur 103:9, 10; Amsal 31:28.

      Beri tahu anak-anak bahwa Anda mengasihi mereka. Allah Yehuwa memberikan teladan bagi para orang tua dengan secara terus terang menyatakan kasih-Nya kepada Putra-Nya, Yesus. (Matius 3:17; 17:5) Fleck, seorang ayah yang tinggal di Austria, mengatakan, ”Saya mendapati bahwa anak-anak mirip bunga. Sebagaimana tanaman kecil ini berpaling ke arah matahari untuk mendapatkan cahaya dan kehangatan, anak-anak berpaling kepada orang tua untuk mendapatkan kasih sayang dan kepastian bahwa mereka adalah anggota keluarga yang sangat dihargai.”

      Tidak soal Anda menikah atau adalah orang tua tunggal, apabila Anda membantu keluarga Anda mengembangkan kasih sayang kepada satu sama lain dan kepada Allah, kehidupan keluarga Anda akan menjadi lebih baik.

      Namun, apa yang Firman Allah katakan tentang menjalankan wewenang sebagai orang tua?

      [Kutipan di hlm. 4]

      ”Kasih . . . adalah ikatan pemersatu yang sempurna.”​—Kolose 3:14

  • Jalankan Wewenang Anda
    Sedarlah!—2007 | Agustus
    • Langkah 3

      Jalankan Wewenang Anda

      Mengapa langkah ini penting? Menurut penelitian, ”anak-anak yang dibesarkan oleh orang tua yang pengasih tetapi berwibawa​—yang mendukung anak-anak mereka tetapi menetapkan batas-batas yang tegas​—lebih unggul secara akademis, mengembangkan keterampilan sosial yang lebih baik, merasa puas tentang dirinya, dan secara keseluruhan lebih bahagia daripada anak-anak yang orang tuanya terlalu lunak atau kelewat keras”, kata majalah Parents.

      Tantangannya: Sejak bayi hingga remaja, anak-anak akan menantang hak Anda untuk menjalankan wewenang atas mereka. ”Anak-anak cepat melihat kapan orang tua mereka takut menjalankan wewenang mereka dan kemungkinan besar akan mengalah,” tulis John Rosemond, pengarang buku Parent Power! ”Sehubungan dengan pertanyaan ’Siapa bos di sini?’ jika orang tua tidak memegang kendali, anak-anaklah yang akan mengambil alih,” katanya.

      Solusinya: Jangan khawatir bahwa hubungan Anda dengan anak-anak akan menjadi renggang atau mereka jadi patah semangat jika Anda menjalankan wewenang Anda. Allah Yehuwa, Pemrakarsa kehidupan keluarga, tidak bermaksud bahwa anak-anak mempunyai hak yang sama untuk memutuskan cara mengatur keluarga. Sebaliknya, Ia menetapkan orang tua pada kedudukan yang berwenang dan memerintahkan anak-anak, ”Taatilah orang-tuamu.”​—Efesus 3:14, 15; 6:1-4.

      Anda dapat menjalankan wewenang tanpa menjadi diktator. Bagaimana? Dengan mengikuti teladan Yehuwa. Meskipun Ia mempunyai kuasa untuk memaksa manusia, anak-anak-Nya, melakukan kehendak-Nya, Ia menggugah kita melalui sifat-sifat baik kita. Firman-Nya menyatakan, ”Oh, seandainya saja engkau mau memperhatikan perintah-perintahku! Maka damaimu akan menjadi seperti sungai.” (Yesaya 48:18) Yehuwa ingin kita menaati Dia, bukan karena kita memiliki rasa takut yang tidak sehat, melainkan karena kita mengasihi-Nya. (1 Yohanes 5:3) Tuntutan-Nya masuk akal dan Ia tahu bahwa kita akan mendapat manfaat jika kita hidup menurut standar-standar moral-Nya.​—Mazmur 19:7-11.

      Bagaimana Anda bisa memperoleh kepercayaan diri untuk menjalankan wewenang sebagai orang tua dengan cara yang seimbang? Pertama, Anda perlu yakin bahwa Allah menuntut hal itu dari Anda. Kedua, Anda harus yakin bahwa hidup menurut standar-standar moral Allah adalah hal terbaik bagi Anda dan anak-anak Anda.​—Roma 12:2.

      Apa yang khususnya harus Anda lakukan untuk menjalankan wewenang Anda?

      [Kutipan di hlm. 5]

      ”Disiplinlah anak-anakmu, dan . . . mereka akan mendatangkan kesenangan kepada hatimu.”​—Amsal 29:17, New Revised Standard Version

  • Tetapkan Aturan Keluarga dan Tegakkan dengan Segera
    Sedarlah!—2007 | Agustus
    • Langkah 4

      Tetapkan Aturan Keluarga dan Tegakkan dengan Segera

      Mengapa langkah ini penting? ”Faktanya adalah,” kata Ronald Simons, seorang sosiolog di University of Georgia, ”anak-anak akan lebih baik keadaannya jika ada aturan yang jelas dan konsekuensi yang tegas. Tanpa keduanya, anak-anak akan menjadi asyik dengan diri sendiri, egois, dan tidak bahagia​—dan membuat semua orang di sekitar mereka ikut sengsara.” Firman Allah menyatakan dengan sederhana, ”Jika kamu menyayangi anak-anakmu, kamu akan mengoreksinya.”​—Amsal 13:24, New Century Version.

      Tantangannya: Menetapkan batas-batas yang masuk akal untuk perilaku anak-anak Anda dan menegakkan batas-batas tersebut butuh waktu, upaya, serta kegigihan. Dan, anak-anak tampaknya memiliki dorongan alami untuk menantang batas-batas demikian. Mike dan Sonia, yang membesarkan dua anak, menyimpulkan tantangan itu dengan tepat. ”Anak-anak adalah manusia cilik dengan pikiran dan keinginan sendiri serta kecenderungan bawaan untuk berdosa,” kata mereka. Kedua orang tua ini sangat menyayangi putri-putri mereka. Namun, mereka mengakui, ”Adakalanya, anak-anak bisa keras kepala dan egois.”

      Solusinya: Tirulah cara Yehuwa berurusan dengan bangsa Israel. Salah satu cara Ia menyatakan kasih-Nya bagi umat-Nya adalah dengan menjabarkan secara jelas hukum-hukum yang Ia ingin mereka ikuti. (Keluaran 20:2-17) Ia menguraikan konsekuensinya jika hukum-hukum tersebut tidak dipatuhi.​—Keluaran 22:1-9.

      Jadi, buatlah daftar tertulis aturan rumah tangga yang menurut Anda harus dipatuhi anak-anak. Beberapa orang tua menyarankan untuk membatasi daftar semacam itu dengan beberapa aturan saja, mungkin kira-kira lima aturan. Daftar singkat aturan rumah yang dipilih dengan baik akan lebih mudah ditegakkan dan lebih mudah diingat. Cantumkan juga konsekuensinya jika aturan dilanggar. Pastikan bahwa hukumannya masuk akal dan Anda siap menegakkannya. Secara rutin, tinjau aturan itu agar semua​—termasuk Mama dan Papa​—tahu persis apa yang diharapkan dari mereka.

      Jika aturan dilanggar, segera berlakukan konsekuensinya; lakukan dengan cara yang tenang, tegas, serta konsisten. Ingat: Jika Anda marah, tunggu sampai Anda tenang dulu sebelum memberikan disiplin apa pun. (Amsal 29:22) Namun, jangan tunda-tunda. Jangan tawar-menawar. Kalau tidak, anak Anda akan berpikir bahwa aturan itu tidak perlu dianggap serius. Hal ini mirip dengan apa yang Alkitab katakan, ”Karena hukuman atas perbuatan jahat tidak segera dilaksanakan, itulah sebabnya hati putra-putra manusia berkeras sepenuhnya untuk melakukan yang buruk.”​—Pengkhotbah 8:11.

      Apa lagi yang dapat Anda lakukan untuk menegaskan wewenang Anda dengan cara yang bermanfaat bagi anak-anak?

      [Kutipan di hlm. 6]

      ”Biarlah Ya yang kaukatakan itu berarti Ya, Tidak, Tidak.”​—Matius 5:37

  • Tetapkan dan Pertahankan Rutinitas
    Sedarlah!—2007 | Agustus
    • Langkah 5

      Tetapkan dan Pertahankan Rutinitas

      Mengapa langkah ini penting? Rutinitas adalah bagian penting kehidupan orang dewasa. Pekerjaan, ibadat, dan bahkan rekreasi biasanya mengikuti rutinitas yang ditetapkan. Orang tua merugikan anak-anak jika mereka tidak diajar untuk mengatur waktu mereka dan berpegang pada jadwal. Di pihak lain, ”penelitian memperlihatkan bahwa aturan dan jadwal membuat anak-anak akan merasa aman dan tenteram serta belajar mengendalikan diri dan mandiri”, kata Dr. Laurence Steinberg, seorang profesor psikologi.

      Tantangannya: Hidup ini serba terburu-buru. Banyak orang tua bekerja berjam-jam, sehingga jarang punya banyak waktu untuk anak-anak. Menetapkan dan mempertahankan rutinitas menuntut disiplin diri dan tekad untuk mengatasi sikap si anak yang pada awalnya menolak mengikuti rutinitas itu.

      Solusinya: Terapkan prinsip di balik nasihat Alkitab untuk ’membiarkan segala sesuatu berlangsung dengan sopan dan teratur’. (1 Korintus 14:40) Misalnya, sewaktu anak-anak masih kecil sekali, banyak orang tua dengan bijaksana menetapkan waktu tidur yang tetap dan teratur. Namun, waktu tidur hendaknya dibuat menyenangkan. Tatiana, yang tinggal di Yunani dan memiliki dua anak perempuan yang masih kecil, mengatakan, ”Sewaktu anak-anak berbaring di tempat tidur, saya membelai mereka dan menceritakan apa yang Mama lakukan sewaktu mereka di sekolah. Lalu, saya bertanya apakah mereka mau menceritakan apa saja yang mereka lakukan pada hari itu. Mereka merasa santai. Sering kali, mereka pun membuka isi hati mereka.”

      Kostas, suami Tatiana, membacakan cerita kepada anak-anaknya. ”Mereka mengomentari cerita itu,” katanya, ”dan sering kali kami akhirnya membahas perasaan pribadi mereka. Ini tidak akan terjadi jika saya hanya menyuruh mereka menceritakan apa yang mereka risaukan.” Tentu saja, seraya anak-anak bertambah besar, Anda mungkin perlu menyesuaikan jam tidur mereka. Namun, jika Anda mempertahankan rutinitas itu, anak-anak kemungkinan besar akan terus menggunakan waktu ini untuk berbicara kepada Anda.

      Selain itu, keluarga-keluarga akan dengan bijaksana menetapkan kebiasaan untuk makan bersama setidaknya satu kali sehari. Guna menetapkan kebiasaan ini, jadwal makan mungkin perlu sedikit fleksibel. ”Saya kadang-kadang pulang kerja agak malam,” kata Charles, ayah dua anak perempuan. ”Istri saya memberi anak-anak makanan kecil supaya tidak terlalu lapar, tetapi ia selalu menyuruh semuanya menunggu sampai kami bisa makan bersama sebagai satu keluarga. Kami membahas kegiatan hari itu, meninjau sebuah ayat Alkitab, berbicara tentang problem-problem, dan tertawa bersama. Saya ingin menekankan bahwa rutinitas ini benar-benar penting untuk kebahagiaan keluarga kami.”

      Agar dapat menguasai langkah ini, jangan biarkan kesibukan mengejar harta materi menggeser rutinitas keluarga. Terapkan nasihat Alkitab untuk ”memastikan perkara-perkara yang lebih penting”.​—Filipi 1:10.

      Apa lagi yang dapat dilakukan orang tua untuk memperbaiki komunikasi dengan anak-anak?

      [Kutipan di hlm. 7]

      ”Biarlah segala sesuatu berlangsung dengan sopan dan teratur.”​—1 Korintus 14:40

  • Jangan Abaikan Perasaan Anak Anda
    Sedarlah!—2007 | Agustus
    • Langkah 6

      Jangan Abaikan Perasaan Anak Anda

      Mengapa langkah ini penting? Anak-anak ingin dan butuh perasaannya dipahami oleh orang-orang yang paling penting dalam kehidupan mereka, yakni orang tua mereka. Apabila orang tua mempunyai kebiasaan membantah ketika anak-anak menyatakan perasaannya, kecil kemungkinan mereka akan membuka diri dan mereka malah mulai ragu bahwa mereka bisa merasa dan berpikir sendiri.

      Tantangannya: Anak-anak cenderung menyatakan pikiran dan emosi dengan istilah-istilah yang ekstrem. Memang, beberapa hal yang dikatakan anak-anak bisa meresahkan orang tua. Misalnya, seorang anak yang sedang frustrasi mungkin mengatakan, ”Aku sudah bosan hidup.”a Secara naluriah orang tua mungkin menyanggah, ”Jangan bicara sembarangan!” Orang tua mungkin khawatir bahwa jika mereka menanggapi perasaan atau pikiran negatif sang anak, itu berarti mereka menyetujuinya.

      Solusinya: Terapkan nasihat Alkitab untuk ”cepat mendengar, lambat berbicara, lambat murka”. (Yakobus 1:​19) Perhatikan bahwa Allah Yehuwa tidak mengabaikan perasaan negatif dari banyak hamba-Nya yang setia, tetapi memastikan agar hal itu dicatat dalam Alkitab. (Kejadian 27:46; Mazmur 73:12, 13) Misalnya, sewaktu Ayub mengalami cobaan yang ekstrem, ia mengatakan bahwa ia ingin mati saja.​—Ayub 14:13.

      Jelas, pikiran dan perasaan Ayub perlu dikoreksi. Namun, ketimbang mengabaikan perasaan Ayub atau menyuruh dia diam, Yehuwa mengangkat martabat Ayub dengan secara sabar mendengarkan dia mencurahkan isi hatinya. Baru setelah itu, Yehuwa dengan ramah mengoreksi dia. Seorang ayah Kristen menyatakannya sebagai berikut, ”Karena Yehuwa membiarkan saya mencurahkan isi hati saya kepada-Nya dalam doa, rasanya tidak adil kalau saya tidak membiarkan anak-anak mencurahkan perasaannya yang positif maupun negatif kepada saya.”

      Kali berikut Anda tergoda untuk memberi tahu anak Anda, ”Jangan merasa seperti itu” atau ”Jangan pikir yang tidak-tidak”, ingatlah aturan Yesus yang termasyhur, ”Sebagaimana kamu ingin orang lakukan kepadamu, lakukan juga demikian kepada mereka.” (Lukas 6:31) Sebagai contoh, bayangkan Anda telah diperlakukan dengan kasar di tempat kerja atau mengalami kekecewaan, mungkin karena kesalahan sendiri. Anda mengungkapkan kekesalan Anda kepada seorang teman dekat dan mengatakan bahwa Anda sudah tidak betah lagi bekerja di sana. Apa yang Anda harapkan darinya? Menyuruh Anda untuk tidak merasa seperti itu, kemudian langsung menegaskan bahwa yang salah adalah Anda sendiri? Atau, apakah Anda lebih suka jika ia mengatakan, ”Pasti sulit, ya. Ini hari yang berat untukmu”?

      Anak-anak serta orang dewasa jauh lebih mudah menerima nasihat jika mereka merasa bahwa orang yang memberikannya benar-benar memahami mereka dan kesulitan yang dihadapi. ”Hati orang berhikmat menyebabkan mulutnya memperlihatkan pemahaman, dan kepada bibirnya menambahkan kemampuan untuk meyakinkan,” kata Firman Allah.​—Amsal 16:23.

      Bagaimana Anda bisa memastikan bahwa nasihat apa pun yang Anda berikan dianggap serius?

      [Catatan Kaki]

      a Jangan anggap remeh pernyataan apa pun dari anak-anak Anda tentang keinginan mengakhiri kehidupan mereka.

      [Kutipan di hlm. 8]

      ”Apabila seseorang menjawab suatu perkara sebelum mendengar, itu adalah kebodohan di pihaknya.”​—Amsal 18:13

  • Ajarlah melalui Teladan
    Sedarlah!—2007 | Agustus
    • Langkah 7

      Ajarlah melalui Teladan

      Mengapa langkah ini penting? Kita belajar dengan melihat tindakan orang lain. Kata-kata sering kali hanya menyampaikan informasi. Misalnya, orang tua bisa memberi tahu anak-anak untuk bersikap respek dan berkata jujur. Akan tetapi, apabila orang tua yang sama ini meneriaki satu sama lain atau meneriaki anak-anak serta berbohong sebagai dalih untuk tidak melakukan kewajiban yang merepotkan, mereka mengajar anak-anak bahwa beginilah seharusnya orang dewasa bertingkah laku. Meniru orang tua adalah ”salah satu cara belajar yang paling ampuh bagi anak-anak”, kata pengarang Dr. Sal Severe.

      Tantangannya: Orang tua tidak sempurna. ”Semua orang telah berbuat dosa dan gagal mencapai kemuliaan Allah,” tulis rasul Paulus. (Roma 3:​23) Mengenai mengendalikan tutur kata kita, sang murid Yakobus menulis, ”Lidah, tidak seorang pun di antara umat manusia dapat menjinakkannya.” (Yakobus 3:8) Selain itu, bukan hal yang tidak lazim bagi anak-anak untuk menguji kesabaran orang tua sampai habis-habisan. ”Saya heran betapa mudahnya anak-anak saya bisa membuat saya hilang kesabaran,” kata Larry, ayah dua anak, yang biasanya tenang dan berpengendalian diri.

      Solusinya: Berupayalah menjadi contoh yang baik​—bukan yang sempurna. Dan, sewaktu Anda sesekali berperilaku buruk, gunakan itu untuk mengajarkan pelajaran yang positif. ”Apabila saya hilang kesabaran terhadap anak-anak atau apabila saya membuat keputusan yang buruk sehingga merugikan mereka,” kata Chris, ayah dua anak, ”saya akan mengakui kesalahan dan meminta maaf. Hal ini mengajar anak-anak bahwa orang tua juga bisa melakukan kesalahan dan bahwa kita semua perlu berupaya memperbaiki tingkah laku kita.” Kostas, yang disebutkan sebelumnya, mengatakan, ”Saya mendapati bahwa karena saya meminta maaf sewaktu hilang kesabaran, putri-putri saya belajar meminta maaf sewaktu mereka berbuat salah.”

      Allah Yehuwa berfirman, ”Janganlah membuat anak-anakmu kesal, tetapi teruslah besarkan mereka dengan disiplin dan pengaturan-mental dari Yehuwa.” (Efesus 6:4) Sewaktu seseorang yang mempunyai wewenang mengatakan sesuatu tetapi melakukan yang sebaliknya, anak-anak bisa sama kesalnya dengan, atau mungkin lebih kesal daripada, orang dewasa terhadap orang tersebut. Karena itu, tanyai diri Anda pertanyaan berikut pada akhir setiap hari: Jika sepanjang hari saya tidak mengucapkan sepatah kata pun, pelajaran apa yang ditarik anak-anak dari tindakan saya? Apakah ini adalah pelajaran yang sama yang saya coba ajarkan sewaktu berbicara kepada mereka?

      [Kutipan di hlm. 9]

      ”Apakah engkau, yang mengajar orang lain, tidak mengajar dirimu sendiri?”​—Roma 2:21

      [Gambar di hlm. 9]

      Apabila orang tua meminta maaf, seorang anak juga belajar melakukannya

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan