-
”Jadilah Pengikutku”—Apa Maksud Yesus?”Mari Jadilah Pengikutku”
-
-
PASAL SATU
”Jadilah Pengikutku”—Apa Maksud Yesus?
”Apa yang harus saya lakukan untuk mewarisi kehidupan abadi?”
1, 2. Undangan terbaik apa yang bisa manusia dapatkan, dan pertanyaan apa yang perlu kita ajukan kepada diri sendiri?
UNDANGAN terbaik apa yang pernah Saudara dapatkan? Saudara mungkin teringat akan saat ketika Saudara diundang menghadiri suatu acara istimewa, boleh jadi perkawinan dua orang yang sangat Saudara kasihi. Atau, barangkali Saudara teringat akan hari ketika Saudara diundang untuk menduduki suatu jabatan penting. Sewaktu mendapat undangan seperti itu, Saudara pasti senang sekali, bahkan tersanjung. Namun, sebenarnya, Saudara telah mendapat undangan yang jauh lebih hebat. Kita masing-masing telah mendapatkannya. Dan, cara kita menanggapi undangan itu sangat besar pengaruhnya atas diri kita. Itulah pilihan terpenting yang akan kita buat dalam kehidupan kita.
2 Undangan apa itu? Undangan itu berasal dari Yesus Kristus, Putra tunggal Yehuwa, Allah Yang Mahakuasa, dan undangan itu dicatat dalam Alkitab. Di Markus 10:21, kita membaca kata-kata Yesus: ”Mari jadilah pengikutku.” Itulah undangan yang Yesus ulurkan kepada kita masing-masing. Kita perlu menanyai diri sendiri, ’Maukah saya menerimanya?’ Mungkin Saudara merasa bahwa jawabannya sudah jelas. Siapa yang bakal menolak undangan seistimewa itu? Anehnya, kebanyakan orang justru menolak. Mengapa?
3, 4. (a) Mengenai pria yang menghampiri Yesus untuk bertanya tentang kehidupan abadi, apa yang dipunyainya yang bisa membangkitkan perasaan iri? (b) Sifat-sifat bagus apa yang mungkin Yesus lihat dalam diri penguasa muda yang kaya itu?
3 Perhatikan contoh seorang pria yang mendapat undangan itu secara langsung kira-kira 2.000 tahun yang lalu. Dia seorang pria yang sangat direspek. Dia punya setidaknya tiga hal yang biasanya diidam-idamkan orang, yang bahkan bisa membangkitkan perasaan iri—usia muda, kekayaan, dan kekuasaan. Catatan Alkitab menggambarkan dia sebagai pemuda yang ”sangat kaya” dan seorang ”pemimpin Yahudi”. (Matius 19:20; Lukas 18:18, 23) Namun, ada sesuatu yang lebih penting dalam diri pemuda ini. Dia telah mendengar tentang sang Guru Agung, Yesus, dan dia menyukai apa yang dia dengar.
4 Kebanyakan penguasa pada zaman itu tidak memberi Yesus respek yang sepatutnya dia terima. (Yohanes 7:48; 12:42) Tetapi, penguasa ini berbeda. Alkitab memberi tahu kita, ”Sewaktu Yesus meneruskan perjalanan, seorang pria berlari ke arah Yesus dan berlutut di depannya. Dia bertanya, ’Guru Yang Baik, apa yang harus saya lakukan untuk mewarisi kehidupan abadi?’” (Markus 10:17) Perhatikan betapa bersemangatnya pria ini untuk berbicara dengan Yesus. Dia berlari mendekatinya di tempat umum, persis seperti yang biasa dilakukan oleh orang-orang kecil dan miskin. Selain itu, dia dengan penuh respek berlutut di hadapan Kristus. Jadi, hingga taraf tertentu, dia rendah hati dan menyadari kebutuhan rohaninya. Yesus menghargai sifat-sifat bagus seperti itu. (Matius 5:3; 18:4) Maka, tidaklah mengherankan bahwa ”Yesus memandang dia dengan penuh kasih”. (Markus 10:21) Namun, bagaimana Yesus menjawab pertanyaan pemuda itu?
Undangan Terhebat
5. Apa jawaban Yesus kepada pemuda kaya itu, dan bagaimana kita tahu bahwa Yesus tidak memaksudkan bahwa dia harus hidup melarat? (Lihat juga catatan kaki.)
5 Yesus memperlihatkan bahwa Bapaknya telah menyediakan keterangan untuk menjawab pertanyaan yang sangat penting tentang cara memperoleh kehidupan abadi. Dia merujuk ke Kitab Suci, dan pemuda itu menyatakan bahwa dia dengan setia menaati Hukum Musa. Namun, Yesus, dengan pemahamannya yang luar biasa, melihat sesuatu yang lebih dalam. (Yohanes 2:25) Dia melihat sebuah problem rohani dalam diri penguasa ini—problem yang serius. Maka, Yesus mengatakan, ”Ada satu yang belum kamu lakukan.” Apa satu hal itu? Yesus berkata, ”Jual hartamu lalu berikan hasilnya kepada orang miskin.” (Markus 10:21) Apakah Yesus memaksudkan bahwa untuk melayani Allah seseorang harus hidup melarat? Tidak.a Kristus sedang menyingkapkan sesuatu yang sangat penting.
6. Undangan apa yang Yesus ulurkan, dan dari tanggapan penguasa muda yang kaya itu, apa yang tersingkap tentang hatinya?
6 Untuk menyingkapkan apa yang belum dilakukan pria itu, Yesus menawari dia kesempatan yang luar biasa: ”Mari jadilah pengikutku.” Bayangkan—Putra dari Allah Yang Mahatinggi mengundang pria itu secara langsung untuk mengikuti dia! Yesus juga menjanjikan upah yang tidak terbayangkan. Dia berkata, ”Kamu akan punya harta di surga.” Apakah penguasa muda yang kaya itu segera menyambut kesempatan ini, undangan yang mulia ini? Alkitab mengatakan, ”Orang itu menjadi sedih mendengar jawaban itu lalu pergi dengan pedih hati, karena hartanya banyak.” (Markus 10:21, 22) Jadi, kata-kata Yesus yang tidak terduga itu menyingkapkan problem dalam hati pria ini. Dia terlalu terikat pada hartanya dan, tidak diragukan, pada kekuasaan serta gengsi yang menyertainya. Sungguh menyedihkan, kasihnya pada hal-hal ini masih lebih kuat daripada kasihnya kepada Kristus. Jadi, satu hal yang belum dia lakukan adalah menunjukkan kasih yang sepenuh hati dan rela berkorban kepada Yesus dan Yehuwa. Karena tidak memiliki kasih semacam itu, pemuda ini menampik undangan yang terhebat! Namun, apa kaitannya dengan Saudara?
7. Mengapa kita bisa yakin bahwa undangan Yesus diulurkan kepada kita juga?
7 Undangan Yesus tidak hanya diulurkan kepada pria itu; juga tidak dibatasi bagi segelintir orang saja. Yesus berkata, ”Kalau seseorang ingin mengikuti aku, dia harus . . . terus mengikuti aku.” (Lukas 9:23) Jadi, siapa pun dapat menjadi pengikut Kristus jika dia benar-benar ingin. Allah menarik orang-orang berhati jujur seperti itu kepada Putra-Nya. (Yohanes 6:44) Bukan hanya orang kaya, orang miskin, orang dari ras atau bangsa tertentu, dan bukan hanya orang yang hidup pada zaman itu, melainkan semua orang mendapat kesempatan untuk menerima undangan Yesus. Jadi, kata-kata Yesus ”Mari jadilah pengikutku” sebenarnya berlaku atas Saudara juga. Mengapa Saudara hendaknya ingin mengikuti Kristus? Dan, apa saja yang tercakup?
Mengapa Menjadi Pengikut Kristus?
8. Semua manusia membutuhkan apa, dan mengapa?
8 Ada satu kebenaran yang harus kita akui: Kita pada dasarnya membutuhkan kepemimpinan yang baik. Sekalipun tidak semua manusia mengakuinya, kebutuhan itu tetap ada. Nabi Yehuwa, Yeremia, diilhami untuk mencatat kebenaran abadi ini: ”Oh Yehuwa, aku tahu benar bahwa manusia tidak berkuasa menentukan jalan hidupnya sendiri. Manusia bahkan tidak berkuasa mengarahkan langkahnya.” (Yeremia 10:23) Manusia tidak sanggup dan juga tidak berhak memerintah diri sendiri. Malah, sebagian besar sejarah manusia merupakan catatan tentang kepemimpinan yang buruk. (Pengkhotbah 8:9) Pada zaman Yesus, para pemimpin menindas, menganiaya, dan menyesatkan orang. Yesus bisa mengamati bahwa rakyat jelata bagaikan ”domba tanpa gembala”. (Markus 6:34) Begitu pula dengan umat manusia sekarang. Secara kelompok dan perorangan, kita butuh pemimpin yang dapat diandalkan dan direspek. Apakah Yesus memenuhi kebutuhan itu? Perhatikan beberapa alasan mengapa jawabannya adalah ya.
9. Apa yang membedakan Yesus dari semua pemimpin lain?
9 Pertama, Yesus dipilih oleh Allah Yehuwa. Kebanyakan pemimpin manusia dipilih oleh sesama manusia tidak sempurna, yang sering kali tertipu dan cenderung salah menilai. Yesus adalah pemimpin yang berbeda. Gelarnya saja menunjukkan hal itu. Kata ”Kristus”, seperti kata ”Mesias”, berarti ”Yang Diurapi”. Ya, Yesus diurapi, atau khusus dilantik untuk memegang kedudukannya yang suci, tidak lain oleh Tuan Yang Mahatinggi di alam semesta. Allah Yehuwa mengatakan tentang Putra-Nya, ”Inilah hamba-Ku yang Kupilih, yang Kukasihi. Aku berkenan kepadanya! Aku akan memberi dia kuasa kudus-Ku.” (Matius 12:18) Tidak ada pribadi selain Pencipta kita yang lebih tahu pemimpin seperti apa yang kita butuhkan. Karena hikmat Yehuwa yang tiada batasnya, kita memiliki alasan yang kuat untuk memercayai pilihan-Nya.—Amsal 3:5, 6.
10. Mengapa teladan Yesus adalah teladan terbaik untuk diikuti manusia?
10 Kedua, Yesus memberikan teladan yang sempurna dan menggugah bagi kita. Pemimpin terbaik memiliki sifat-sifat yang dapat dikagumi dan ditiru oleh rakyatnya. Dia memimpin melalui teladan, menggugah orang lain untuk menjadi lebih baik daripada sebelumnya. Sifat apa saja yang paling Saudara respek dalam diri seorang pemimpin? Keberanian? Hikmat? Keibaan hati? Bagaimana dengan ketekunan sewaktu menghadapi kesukaran? Sewaktu Saudara mempelajari catatan kehidupan Yesus di bumi, Saudara akan mendapati bahwa dia memiliki sifat-sifat itu—dan masih banyak lagi. Sebagai cerminan sempurna Bapak surgawinya, Yesus meniru semua sifat Allah secara sempurna. Dilihat dari sudut mana pun, dia benar-benar manusia sempurna. Jadi, dari setiap hal yang dia lakukan, setiap kata yang dia ucapkan, setiap perasaan batin yang dia perlihatkan, kita melihat sesuatu yang layak ditiru. Alkitab mengatakan bahwa dia ”menjadi teladan supaya kalian mengikuti jejaknya dengan saksama”.—1 Petrus 2:21.
11. Bagaimana Yesus terbukti sebagai ”gembala yang baik”?
11 Ketiga, Kristus sepenuhnya hidup selaras dengan pernyataannya, ”Saya adalah gembala yang baik.” (Yohanes 10:14) Bagi orang-orang pada zaman Alkitab, gambaran itu tidak asing di telinga mereka. Gembala bekerja keras mengurus domba-domba di bawah pengawasannya. ”Gembala yang baik” mengutamakan keselamatan dan kesejahteraan kawanan. Contohnya, kakek moyang Yesus, Daud, adalah gembala semasa mudanya, dan dalam lebih dari satu peristiwa, dia mempertaruhkan kehidupannya untuk melawan binatang liar dan buas yang menyerang domba-dombanya. (1 Samuel 17:34-36) Yesus bahkan bertindak lebih jauh lagi bagi manusia pengikutnya. Dia menyerahkan kehidupannya bagi mereka. (Yohanes 10:15) Berapa banyak pemimpin yang memiliki semangat rela berkorban seperti itu?
12, 13. (a) Dalam pengertian apa gembala mengenal domba-dombanya, dan bagaimana mereka mengenal dia? (b) Mengapa Saudara ingin dipimpin oleh Gembala yang Baik?
12 Yesus adalah ”gembala yang baik” dalam pengertian lain lagi. Dia berkata, ”Saya mengenal domba saya, dan domba saya mengenal saya.” (Yohanes 10:14) Renungkanlah apa yang Yesus gambarkan itu. Di mata orang awam, kawanan domba mungkin hanyalah sekumpulan makhluk berbulu. Namun, sang gembala mengenal dombanya satu per satu. Dia tahu domba betina mana yang sebentar lagi membutuhkan bantuannya sewaktu melahirkan, domba mana yang masih perlu digendong karena terlalu kecil dan lemah untuk berjalan jauh, dan domba mana yang baru sakit atau cedera. Domba pun mengenal gembala mereka. Mereka mengenal suaranya, tidak pernah salah mengiranya sebagai suara gembala lain. Apabila ada nada bahaya atau ketegangan dalam panggilannya, mereka segera bertindak. Ke mana pun dia menuntun, mereka mengikutinya. Dan, dia tahu persis ke mana harus menuntun mereka. Dia tahu di mana rumput yang subur dan hijau, di mana aliran air yang segar dan jernih, di mana padang rumput yang aman. Karena dia mengawasi mereka, mereka merasa aman.—Mazmur 23.
13 Tidakkah Saudara merindukan pemimpin seperti itu? Sang Gembala yang Baik memiliki catatan yang tiada bandingannya dalam hal memperlakukan para pengikutnya seperti itu. Dia berjanji untuk menuntun Saudara menuju kehidupan yang bahagia serta memuaskan sekarang dan sampai selama-lamanya! (Yohanes 10:10, 11; Wahyu 7:16, 17) Maka, kita perlu mengetahui apa persisnya yang tercakup dalam mengikuti Kristus.
Apa Artinya Menjadi Pengikut Kristus
14, 15. Untuk menjadi pengikut Kristus, mengapa tidak cukup mengaku diri Kristen atau merasa mengasihi Yesus?
14 Ratusan juta orang sekarang ini kemungkinan besar merasa telah menerima undangan Kristus. Lagi pula, mereka memilih untuk dikenal sebagai orang Kristen. Boleh jadi, mereka tergabung di gereja tempat mereka dibaptis sewaktu kecil. Atau, mereka mungkin mengaku mengasihi Yesus karena mereka merasa Yesus sudah menyelamatkan mereka. Tetapi, apakah itu berarti mereka sudah menjadi pengikut Kristus? Itukah yang ada dalam benak Yesus sewaktu dia mengundang kita menjadi pengikutnya? Ada lebih banyak yang tersangkut.
15 Perhatikan negeri-negeri yang sebagian besar rakyatnya mengaku sebagai pengikut Kristus. Apakah mereka mencerminkan ajaran Yesus Kristus? Atau, apakah kita menyaksikan adanya kebencian, penindasan, kejahatan, dan ketidakadilan di negeri-negeri itu, persis seperti di bagian lain dunia ini?
16, 17. Apa yang acap kali belum dilakukan orang-orang yang mengaku Kristen, dan apa yang membedakan pengikut Kristus yang sejati?
16 Yesus mengatakan bahwa para pengikutnya yang sejati akan dikenal tidak saja dari kata-kata atau sebutan mereka, tetapi terutama dari perbuatan mereka. Misalnya, dia berkata, ”Tidak setiap orang yang memanggil aku, ’Tuan, Tuan,’ akan masuk ke Kerajaan surga. Yang akan masuk hanyalah orang yang melakukan kehendak Bapakku yang di surga.” (Matius 7:21) Mengapa begitu banyak orang yang mengakui Yesus sebagai Tuan mereka malah gagal melakukan kehendak Bapaknya? Ingatlah penguasa muda yang kaya itu. Acap kali, ada ’satu yang belum dilakukan’ orang-orang yang mengaku Kristen: Mereka belum menunjukkan kasih yang sepenuh hati kepada Yesus dan Pribadi yang mengutusnya.
17 Bagaimana mungkin? Bukankah jutaan orang yang menyebut diri Kristen juga mengaku mengasihi Kristus? Tidak diragukan. Tetapi, kasih kepada Yesus dan Yehuwa bukan sekadar ucapan di bibir. Yesus berkata, ”Orang yang mengasihi aku akan menuruti kata-kataku.” (Yohanes 14:23) Dan sekali lagi, sebagai gembala dia berkata, ”Domba-domba saya mendengarkan suara saya. Saya mengenal mereka, dan mereka mengikuti saya.” (Yohanes 10:27) Ya, kasih kita kepada Kristus benar-benar terbukti tidak saja dari kata-kata atau perasaan kita, tetapi terutama dari perbuatan kita.
18, 19. (a) Setelah belajar tentang Yesus, apa seharusnya pengaruhnya atas diri kita? (b) Apa tujuan buku ini, dan apa manfaatnya bagi orang-orang yang telah lama menganggap dirinya sebagai pengikut Kristus?
18 Namun, perbuatan tidak muncul dengan sendirinya. Perbuatan mencerminkan apa yang ada dalam batin kita. Inilah yang harus kita beri perhatian. Yesus berkata, ”Untuk mendapat kehidupan abadi, mereka perlu mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang Engkau utus.” (Yohanes 17:3) Jika kita memperoleh dan merenungkan pengetahuan yang saksama tentang Yesus, hati kita akan terpengaruh. Kita akan semakin mengasihi dia, sehingga dalam diri kita timbul keinginan yang semakin kuat untuk mengikuti dia hari demi hari.
19 Itulah tujuan buku ini. Sasarannya bukan untuk meringkaskan secara lengkap kehidupan dan pelayanan Yesus, melainkan untuk membantu kita melihat dengan lebih jelas cara mengikuti dia.b Buku ini dirancang untuk membantu kita bercermin pada ayat-ayat Alkitab dan menanyai diri sendiri, ’Apakah saya benar-benar mengikuti Yesus?’ (Yakobus 1:23-25) Mungkin saja Saudara telah lama menganggap diri sebagai domba yang dibimbing oleh sang Gembala yang Baik. Namun, tidakkah Saudara setuju bahwa selalu ada hal-hal yang bisa ditingkatkan? Alkitab mendesak kita, ”Teruslah periksa apakah hidup kalian sesuai dengan iman Kristen. Teruslah pastikan seperti apa kalian sebenarnya.” (2 Korintus 13:5) Kita pasti menuai banyak manfaat apabila kita mengerahkan upaya untuk memastikan bahwa kita benar-benar dibimbing oleh Gembala kita yang baik dan pengasih, Yesus, yang Yehuwa sendiri lantik untuk menuntun kita.
20. Apa yang akan diulas dalam pasal berikut?
20 Dengan mempelajari buku ini, semoga kasih Saudara kepada Yesus dan Yehuwa diperkuat. Kasih tersebut akan membimbing Saudara dalam kehidupan, dan Saudara akan merasakan kedamaian dan kepuasan terbesar yang bisa dinikmati dalam dunia tua ini, dan Saudara akan hidup untuk memuji Yehuwa selama-lamanya karena telah menyediakan Gembala yang Baik bagi kita. Tentu saja, pelajaran kita tentang Kristus harus didasarkan atas fondasi yang benar. Jadi, sungguh tepat bahwa di Pasal 2 kita akan mengulas peranan Yesus dalam mewujudkan kehendak Yehuwa.
-
-
”Jalan, Kebenaran, dan Kehidupan””Mari Jadilah Pengikutku”
-
-
PASAL DUA
”Jalan, Kebenaran, dan Kehidupan”
”Jadilah pengikutku”
1, 2. Mengapa mustahil menghampiri Yehuwa dengan upaya kita sendiri, dan apa yang telah Yesus Kristus lakukan bagi kita dalam hal ini?
PERNAHKAH Saudara kehilangan arah? Saudara mungkin teringat akan saat ketika Saudara dalam perjalanan mengunjungi teman atau kerabat dan tahu-tahu Saudara tersesat. Sambil menyusuri jalan yang tampak asing itu, apakah Saudara berhenti dan bertanya kepada seseorang? Bayangkan perasaan Saudara seandainya orang itu tidak hanya memberitahukan jalannya, tetapi dengan baik hati mengatakan, ”Ikut saya saja. Saya akan mengantar Anda ke sana.” Sungguh lega rasanya!
2 Boleh dikatakan, itulah yang Yesus Kristus lakukan bagi kita. Dengan upaya sendiri, kita mustahil menghampiri Allah. Karena mewarisi dosa dan ketidaksempurnaan, dunia umat manusia telah kehilangan arah, ”jauh dari kehidupan yang berasal dari Allah”. (Efesus 4:17, 18) Kita butuh bantuan untuk menemukan jalan. Yesus, Teladan kita yang baik hati, tidak hanya menawarkan nasihat dan pengarahan, tetapi lebih daripada itu. Seperti yang kita lihat di Pasal 1, Yesus mengundang kita, ”Mari jadilah pengikutku.” (Markus 10:21) Namun, dia juga memberi kita alasan yang kuat untuk menerima undangan itu. Dalam sebuah peristiwa, Yesus mengatakan, ”Akulah jalan, kebenaran, dan kehidupan. Tidak ada yang bisa datang kepada Bapak kalau tidak melalui aku.” (Yohanes 14:6) Mari kita bahas beberapa alasan mengapa hanya melalui Putra-lah kita bisa menghampiri Bapak. Lalu, berdasarkan alasan-alasan itu, kita akan mengulas bagaimana Yesus memang adalah ”jalan, kebenaran, dan kehidupan”.
Peranan yang Sangat Penting dalam Kehendak Yehuwa
3. Mengapa kita menghampiri Allah melalui Yesus?
3 Alasan yang pertama dan terutama kita menghampiri Allah melalui Yesus adalah karena Yehuwa telah menentukan bahwa Putra-Nya cocok diberi peranan yang terpenting.a Sang Bapak telah menjadikan dia tokoh sentral, atau tokoh kunci, dalam pelaksanaan seluruh kehendak-Nya. (2 Korintus 1:20; Kolose 1:18-20) Untuk memahami peranan sang Putra yang sangat penting itu, kita perlu membahas peristiwa di Taman Eden, ketika pasangan manusia pertama ikut dengan Setan memberontak terhadap Yehuwa.—Kejadian 2:16, 17; 3:1-6.
4. Pemberontakan di Eden menimbulkan sengketa apa, dan Yehuwa menetapkan untuk mengambil langkah apa guna menuntaskannya?
4 Pemberontakan di Eden menimbulkan sengketa universal: Apakah pribadi yang bernama Yehuwa memang kudus, baik, adil, dan pengasih dalam segala hal? Untuk menuntaskan sengketa yang sangat penting ini, Yehuwa menetapkan bahwa salah satu putra rohani-Nya yang sempurna harus turun ke bumi. Misi yang diemban putra ini sungguh berat—menyerahkan kehidupannya untuk menyucikan nama Bapaknya dan menjadi tebusan guna menyelamatkan umat manusia. Apabila putra pilihan ini tetap setia sampai mati, semua problem yang timbul akibat pemberontakan Setan bisa dituntaskan. (Ibrani 2:14, 15; 1 Yohanes 3:8) Tetapi, Yehuwa punya ratusan juta putra rohani yang sempurna. (Daniel 7:9, 10) Siapa yang akan Dia pilih untuk melaksanakan tugas yang mahapenting ini? Yehuwa memilih ”Putra tunggal-Nya”, yang belakangan dikenal sebagai Yesus Kristus.—Yohanes 3:16.
5, 6. Bagaimana Yehuwa mempertunjukkan bahwa Dia memiliki keyakinan akan Putra-Nya, dan apa yang mendasari keyakinan ini?
5 Haruskah kita heran akan pilihan Yehuwa? Sama sekali tidak! Sang Bapak sepenuhnya yakin kepada Putra tunggal-Nya. Berabad-abad sebelum Putra-Nya datang ke bumi, Yehuwa menubuatkan bahwa Putra ini akan tetap setia kendati mengalami segala macam penderitaan. (Yesaya 53:3-7, 10-12; Kisah 8:32-35) Pikirkan apa yang ditunjukkan oleh hal itu. Sang Putra, seperti semua makhluk cerdas lainnya, punya kebebasan untuk memilih haluan hidupnya. Namun, keyakinan Yehuwa sedemikian kuatnya sampai-sampai Dia menubuatkan kesetiaan Putra-Nya. Apa yang mendasari keyakinan ini? Satu kata saja: pengenalan. Yehuwa sangat mengenal Putra-Nya dan tahu betapa besar keinginan Putra-Nya untuk menyenangkan Dia. (Yohanes 8:29; 14:31) Sang Putra mengasihi Bapaknya, dan Yehuwa juga mengasihi Putra-Nya. (Yohanes 3:35) Kasih antara Bapak dan Putra itu menghasilkan ikatan persatuan dan kepercayaan yang tak terputuskan.—Kolose 3:14.
6 Mengingat peranan penting sang Putra, keyakinan Sang Bapak akan dirinya, dan kasih yang mengikat Bapak dan Putra, bukankah jelas bahwa hanya melalui Yesus-lah kita bisa menghampiri Allah? Namun, ada alasan lain mengapa hanya Putra-lah yang bisa menuntun kita kepada Sang Bapak.
Hanya Putra yang Sepenuhnya Mengenal Bapak
7, 8. Mengapa Yesus dapat dengan tepat mengatakan bahwa tidak seorang pun mengenal Bapak sepenuhnya ”selain Putra”?
7 Ada beberapa persyaratan yang harus kita penuhi jika kita ingin menghampiri Yehuwa. (Mazmur 15:1-5) Selain sang Putra, siapa yang lebih tahu tentang persyaratan untuk memenuhi standar Allah dan mendapat perkenan-Nya? Yesus mengatakan, ”Segala sesuatu telah diserahkan kepadaku oleh Bapakku. Tidak ada yang benar-benar mengenal Putra selain Bapak, dan tidak ada yang benar-benar mengenal Bapak selain Putra. Orang akan benar-benar mengenal Bapak hanya kalau Putra mau memberi tahu dia tentang Bapak.” (Matius 11:27) Mari kita perhatikan mengapa Yesus dapat mengatakan, dengan tepat dan tanpa melebih-lebihkan, bahwa tidak seorang pun mengenal Bapak sepenuhnya ”selain Putra”.
8 Sebagai ”ciptaan yang pertama”, sang Putra memiliki keakraban yang unik dengan Yehuwa. (Kolose 1:15) Bayangkan betapa dekatnya hubungan Bapak-Anak yang terjalin selama kurun waktu yang tidak terbilang manakala hanya ada mereka berdua—dari awal penciptaan hingga makhluk-makhluk roh lain diciptakan. (Yohanes 1:3; Kolose 1:16, 17) Coba pikirkan kesempatan berharga yang dimiliki sang Putra di sisi Bapaknya—menyelami pikiran Bapak tentang berbagai hal dan mempelajari kehendak, standar, serta jalan-jalan-Nya. Sungguh, sama sekali tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa Yesus mengenal Bapaknya lebih daripada siapa pun. Karena keakraban ini, pastilah Yesus dapat menyingkapkan kebenaran tentang Bapaknya dengan cara yang tidak dapat dilakukan oleh siapa pun.
9, 10. (a) Dengan cara apa saja Yesus menyingkapkan kebenaran tentang Bapaknya? (b) Agar diperkenan Yehuwa, apa yang harus kita lakukan?
9 Ajaran Yesus menunjukkan bahwa dia tahu persis cara berpikir dan perasaan Yehuwa serta apa yang Dia minta dari para penyembah-Nya.b Ada lagi cara Yesus menyingkapkan kebenaran tentang Bapaknya secara saksama. Yesus mengatakan, ”Siapa pun yang sudah melihat aku sudah melihat Bapak juga.” (Yohanes 14:9) Yesus dengan sempurna meniru Bapaknya dalam segala sesuatu yang dia katakan dan lakukan. Jadi, sewaktu kita membaca Alkitab tentang Yesus—kata-katanya yang ampuh sekaligus memikat sewaktu mengajar, keibaan hati yang menggerakkannya untuk menyembuhkan orang lain, dan empati yang membuatnya meneteskan air mata—kita bisa membayangkan Yehuwa mengatakan dan melakukan semua itu juga. (Matius 7:28, 29; Markus 1:40-42; Yohanes 11:32-36) Jalan-jalan dan kehendak Sang Bapak disingkapkan dengan sempurna melalui kata-kata dan tindakan sang Putra. (Yohanes 5:19; 8:28; 12:49, 50) Jadi, agar diperkenan Yehuwa, kita perlu mengindahkan ajaran Yesus dan mengikuti teladannya.—Yohanes 14:23.
10 Karena Yesus mengenal Yehuwa dengan akrab dan meniru Dia dengan sempurna, tidaklah mengherankan bahwa Yehuwa menetapkan sang Putra sebagai sarana untuk menghampiri Dia. Setelah memahami alasan mengapa hanya melalui Yesus-lah kita dapat datang kepada Yehuwa, mari kita bahas makna kata-kata Yesus ini: ”Akulah jalan, kebenaran, dan kehidupan. Tidak ada yang bisa datang kepada Bapak kalau tidak melalui aku.”—Yohanes 14:6.
”Akulah Jalan”
11. (a) Mengapa hanya melalui Yesus kita dapat memasuki hubungan yang diperkenan dengan Allah? (b) Bagaimana kata-kata yang dicatat di Yohanes 14:6 menandaskan betapa uniknya kedudukan Yesus? (Lihat catatan kaki.)
11 Kita telah belajar bahwa tanpa melalui Yesus, kita tidak dapat menghampiri Allah. Perhatikan, secara lebih spesifik, apa artinya hal ini bagi kita. Yesus adalah ”jalan” dalam pengertian bahwa hanya melalui dialah kita dapat menjalin hubungan yang diperkenan dengan Allah. Mengapa demikian? Dengan membuktikan diri setia sampai mati, Yesus memberikan kehidupannya sebagai korban tebusan. (Matius 20:28) Tanpa persediaan tebusan ini, mustahil kita dapat menghampiri Allah. Akibat dosa, terciptalah rintangan antara manusia dan Allah, mengingat Yehuwa itu kudus dan karenanya tidak pernah dapat memperkenan dosa. (Yesaya 6:3; 59:2) Tetapi, korban Yesus menyingkirkan rintangan tersebut; korban itu menyediakan penutup, atau pendamaian, bagi dosa. (Ibrani 10:12; 1 Yohanes 1:7) Jika kita menerima persediaan Allah melalui Kristus dan beriman akan persediaan itu, kita dapat memperoleh perkenan Yehuwa. Inilah satu-satunya jalan agar kita dapat ”didamaikan dengan Allah”.c—Roma 5:6-11.
12. Dalam pengertian apa saja Yesus adalah ”jalan”?
12 Yesus adalah ”jalan” sehubungan dengan doa. Hanya melalui Yesus-lah kita dapat menghampiri Yehuwa dalam doa dengan keyakinan bahwa permohonan kita yang sepenuh hati akan didengar. (1 Yohanes 5:13, 14) Yesus sendiri mengatakan, ”Kalau kalian meminta apa pun kepada Bapak dengan namaku, Dia akan memberikannya kepada kalian. . . . Mintalah dan kalian akan menerima, supaya kalian benar-benar bersukacita.” (Yohanes 16:23, 24) Sungguh tepat bahwa dengan nama Yesus, kita dapat menghampiri Yehuwa dalam doa dan memanggil Dia ”Bapak”. (Matius 6:9) Yesus adalah ”jalan” dalam pengertian lain lagi—melalui teladannya. Seperti yang telah dikomentari, Yesus dengan sempurna meniru Bapaknya. Dengan demikian, teladan Yesus memperlihatkan kepada kita cara hidup yang menyenangkan Yehuwa. Jadi, untuk menghampiri Yehuwa, kita harus berjalan mengikuti langkah-langkah Yesus.—1 Petrus 2:21.
”Akulah . . . Kebenaran”
13, 14. (a) Bagaimana Yesus adalah ”kebenaran” dalam kata-katanya? (b) Agar terbukti sebagai ”kebenaran”, apa yang harus Yesus lakukan, dan mengapa?
13 Yesus selalu membicarakan kebenaran tentang firman nubuat Bapaknya. (Yohanes 8:40, 45, 46) Tipu daya tidak pernah ditemukan dalam mulut Yesus. (1 Petrus 2:22) Bahkan para penentangnya mengakui bahwa dia mengajarkan ”jalan Allah sesuai dengan kebenaran”. (Markus 12:13, 14) Namun, sewaktu mengatakan, ”Akulah . . . kebenaran,” Yesus tidak sekadar memaksudkan bahwa dia menyampaikan kebenaran melalui apa yang dia katakan, beritakan, dan ajarkan. Lebih banyak—jauh lebih banyak—yang tercakup daripada kata-kata.
14 Ingatlah bahwa berabad-abad sebelumnya, Yehuwa telah mengilhami para penulis Alkitab untuk mencatat sejumlah nubuat tentang Mesias, atau Kristus. Nubuat-nubuat ini berisi perincian tentang kehidupan, pelayanan, dan kematiannya. Selain itu, dalam Hukum Musa terdapat bayangan, atau pola nubuat, yang menunjuk ke Mesias. (Ibrani 10:1) Apakah Yesus akan terbukti setia sampai mati, dengan demikian menggenapi semua hal yang dinubuatkan tentang dia? Hanya dengan cara itulah Yehuwa akan terbukti sebagai Allah nubuat sejati. Beban yang luar biasa berat itu harus dipikul Yesus. Melalui cara hidupnya—setiap kata yang dia ucapkan dan setiap tindakan yang dia lakukan—Yesus mewujudkan pola nubuat itu menjadi kenyataan yang sebenarnya. (2 Korintus 1:20) Jadi, Yesus adalah ”kebenaran” dalam pengertian bahwa melalui kedatangannya, kebenaran firman nubuat Yehuwa menjadi kenyataan.—Yohanes 1:17; Kolose 2:16, 17.
”Akulah . . . Kehidupan”
15. Apa artinya memperlihatkan iman akan Putra, dan orang yang melakukannya akan memiliki apa?
15 Yesus adalah ”kehidupan”, karena hanya melalui dialah kita dapat menerima kehidupan, yakni ”kehidupan yang sebenarnya”. (1 Timotius 6:19) Alkitab mengatakan, ”Orang yang beriman kepada Putra akan mendapat kehidupan abadi, sedangkan yang tidak taat kepada Putra tidak mendapat kehidupan, tapi merasakan kemarahan Allah untuk seterusnya.” (Yohanes 3:36) Apa artinya memperlihatkan iman akan Putra Allah? Itu berarti kita memiliki keyakinan bahwa kita tidak dapat memperoleh kehidupan tanpa dia. Itu juga berarti kita mempertunjukkan iman melalui perbuatan, terus belajar dari Yesus, dan sebisa-bisanya berupaya mengikuti ajaran serta teladannya. (Yakobus 2:26) Dengan demikian, orang yang memperlihatkan iman kepada Putra Allah akan memiliki kehidupan abadi—kehidupan yang tak berkematian sebagai makhluk roh di surga bagi ”kawanan kecil” orang Kristen terurap dan kehidupan sempurna sebagai manusia di bumi firdaus bagi kumpulan besar ”domba-domba lain”.—Lukas 12:32; 23:43; Wahyu 7:9-17; Yohanes 10:16.
16, 17. (a) Bagaimana Yesus akan terbukti sebagai ”kehidupan” bahkan bagi orang-orang yang telah meninggal? (b) Apa keyakinan kita?
16 Bagaimana dengan orang-orang yang telah meninggal? Bagi mereka pun, Yesus adalah ”kehidupan”. Tak lama sebelum membangkitkan sahabatnya, Lazarus, yang telah meninggal, Yesus memberi tahu Marta, saudara perempuan Lazarus, ”Akulah kebangkitan dan kehidupan. Orang yang beriman kepadaku akan hidup lagi meskipun sudah mati.” (Yohanes 11:25) Yehuwa telah memercayakan kepada Putra-Nya ”kunci kematian dan kunci Kuburan”, maksudnya, mengaruniai dia kuasa untuk membangkitkan orang. (Wahyu 1:17, 18) Dengan kunci itu, Yesus yang dimuliakan akan seolah-olah membuka gerbang kuburan umat manusia dan membebaskan semua orang yang tertawan di dalamnya.—Yohanes 5:28, 29.
17 ”Akulah jalan, kebenaran, dan kehidupan”—dengan kata-kata yang sederhana ini, Yesus meringkaskan tujuan kehidupan dan pelayanannya di bumi. Kata-kata itu sarat makna bagi kita sekarang. Ingatlah bahwa Yesus melanjutkan pernyataan ini dengan mengatakan, ”Tidak ada yang bisa datang kepada Bapak kalau tidak melalui aku.” (Yohanes 14:6) Kata-kata Yesus masih berlaku sekarang seperti ketika dia mengucapkannya. Oleh karena itu, kita dapat yakin sepenuhnya bahwa jika kita mengikuti Yesus, kita tidak akan pernah kehilangan arah. Dia, dan dia saja, yang akan memperlihatkan kepada kita jalan ”kepada Bapak”.
Apa Tanggapan Saudara?
18. Untuk menjadi pengikut Yesus yang sejati, apa yang tercakup?
18 Mengingat peranan Yesus yang sangat penting dan pengenalannya yang begitu dalam akan Bapak, kita punya alasan yang kuat untuk mengikuti sang Putra. Seperti yang kita lihat di pasal sebelumnya, menjadi pengikut Yesus yang sejati mencakup tindakan, bukan sekadar kata-kata atau perasaan. Mengikuti Kristus berarti menjalani kehidupan selaras dengan pola ajaran dan teladannya. (Yohanes 13:15) Alat bantu belajar yang sedang Saudara baca ini dapat membantu Saudara mengupayakan hal tersebut.
19, 20. Apa isi alat bantu belajar ini, yang dapat membantu Saudara dalam upaya mengikuti Kristus?
19 Dalam pasal-pasal berikut, kita akan mengupas dengan saksama kehidupan dan pelayanan Yesus. Pasal-pasal ini dikelompokkan menjadi tiga bagian. Pertama, kita akan meninjau sifat dan tindakannya. Kedua, kita akan memeriksa teladannya yang penuh semangat dalam mengabar dan mengajar. Ketiga, kita akan mengulas cara dia memperlihatkan kasih. Mulai Pasal 3, ada kotak pengajaran yang berjudul ”Bagaimana Saudara Dapat Mengikuti Yesus?” Ayat dan pertanyaan di dalamnya dirancang untuk membantu kita merenungkan cara kita dapat meniru Yesus melalui kata-kata dan tindakan.
20 Syukur kepada Allah Yehuwa, Saudara tidak perlu kehilangan arah, terasing dari Dia karena dosa warisan. Dengan pengorbanan yang sangat besar di pihak-Nya, Yehuwa dengan pengasih mengutus Putra-Nya untuk memperlihatkan kepada kita cara memperoleh hubungan yang diperkenan dengan diri-Nya sendiri. (1 Yohanes 4:9, 10) Semoga Saudara tergerak, bahkan terdorong, untuk menanggapi kasih yang sungguh besar itu dengan menerima dan bertindak selaras dengan undangan Yesus: ”Jadilah pengikutku.”—Yohanes 1:43.
a Sedemikian pentingnya peranan sang Putra sampai-sampai Alkitab memberinya sejumlah nama dan gelar yang mengandung nubuat.—Lihat kotak ”Beberapa Gelar Yesus Kristus”.
b Sebagai contoh, simaklah kata-kata Yesus yang dicatat di Matius 10:29-31; 18:12-14, 21-35; 22:36-40.
c Dalam teks Yunani asli Alkitab, kata ”jalan” di Yohanes 14:6 memiliki kata sandang tentu, yang menandaskan bahwa kedudukan Yesus itu unik. Jadi, frasa ”akulah jalan” menunjukkan bahwa dialah satu-satunya pribadi yang melaluinya kita dapat menghampiri Bapak.
-
-
”Aku . . . Rendah Hati””Mari Jadilah Pengikutku”
-
-
PASAL TIGA
”Aku . . . Rendah Hati”
”Lihat! Rajamu akan datang kepadamu”
1-3. Bagaimana Yesus masuk ke Yerusalem, dan mengapa beberapa pengamatnya boleh jadi kaget?
PENDUDUK Yerusalem heboh. Seorang tokoh besar akan datang! Di luar kota, orang-orang berkumpul di sepanjang jalan. Mereka ingin sekali menyambut pria ini karena kabarnya dia adalah ahli waris Raja Daud dan Penguasa Israel yang sah. Sejumlah orang membawa cabang pohon palem untuk dilambaikan; yang lain menghamparkan pakaian dan cabang pohon untuk meratakan jalan baginya. (Matius 21:7, 8; Yohanes 12:12, 13) Banyak orang agaknya bertanya-tanya bagaimana dia akan masuk ke kota.
2 Ada yang mungkin mengharapkan arak-arakan yang megah. Mereka pasti tahu pria-pria penting yang pernah masuk ke kota dengan cara yang megah. Misalnya, putra Daud, Absalom, mengumumkan dirinya sebagai raja; dia menyuruh agar 50 pria berlari di depan keretanya. (2 Samuel 15:1, 10) Penguasa Romawi, Julius Caesar, menuntut yang lebih bersemarak lagi; sekali waktu, dia memimpin pawai kemenangan hingga kapitol Romawi, dan di sebelah kiri serta kanannya terdapat barisan 40 ekor gajah yang membawa pelita! Tetapi, yang ditunggu-tunggu penduduk Yerusalem adalah tokoh yang jauh lebih hebat. Entah kumpulan orang itu sadar atau tidak, inilah sang Mesias, tokoh terbesar sepanjang masa. Namun, ketika calon Raja ini mulai terlihat, ada yang mungkin kaget.
3 Tidak ada kereta, tidak ada pelari, tidak ada kuda—apalagi gajah. Yesus hanya menunggang seekor binatang beban biasa, seekor keledai.a Tidak ada kain-kain gemerlap yang menghiasi penunggang maupun tunggangannya. Tidak ada pelana yang mahal, hanya beberapa helai pakaian yang diletakkan oleh beberapa murid Yesus di atas punggung binatang itu. Mengapa Yesus memilih masuk ke Yerusalem dengan cara yang begitu sederhana, sedangkan pria-pria yang jauh lebih rendah kedudukannya berkeras melakukannya dengan arak-arakan yang lebih meriah dan bersemarak?
4. Apa yang Alkitab nubuatkan tentang cara sang Mesias akan masuk ke Yerusalem?
4 Yesus sedang menggenapi nubuat ini: ”Bergembiralah . . . Serukan kemenangan, Yerusalem. Lihat! Rajamu akan datang kepadamu. Dia benar dan membawa keselamatan; dia rendah hati dan menunggang keledai.” (Zakharia 9:9) Nubuat ini memperlihatkan bahwa suatu hari kelak, Pribadi yang Diurapi Allah, sang Mesias, akan menyingkapkan dirinya kepada penduduk Yerusalem sebagai Raja yang dilantik Allah. Selain itu, cara dia melakukannya, termasuk tunggangan pilihannya, akan menyingkapkan sifatnya yang indah—rendah hati.
5. Mengapa kerendahan hati Yesus begitu menggugah kalbu sewaktu direnungkan, dan mengapa penting sekali agar kita belajar meniru Yesus dalam hal ini?
5 Sifat rendah hati adalah salah satu sifat Yesus yang paling menarik, sifat yang begitu menggugah kalbu sewaktu direnungkan. Seperti yang telah dibahas di pasal sebelumnya, hanya Yesus-lah ”jalan, kebenaran, dan kehidupan”. (Yohanes 14:6) Jelaslah, tidak satu pun dari antara bermiliar-miliar manusia yang pernah hidup di bumi ini yang kedudukannya sepenting Putra Allah. Namun, Yesus tidak pernah sedikit pun memperlihatkan kesombongan, keangkuhan, atau kecongkakan yang menjangkiti tak terhitung banyaknya manusia yang tidak sempurna. Untuk menjadi pengikut Kristus, kita perlu melawan kecenderungan untuk menyerah kepada kesombongan. (Yakobus 4:6) Ingatlah, Yehuwa membenci keangkuhan. Jadi, penting sekali agar kita belajar meniru kerendahan hati Yesus.
Catatan Panjang Kerendahan Hati
6. Apa kerendahan hati itu, dan bagaimana Yehuwa tahu bahwa Mesias akan rendah hati?
6 Rendah hati berarti bebas dari keangkuhan dan kesombongan. Sifat ini berawal dari hati dan tampak nyata dalam tutur kata, tingkah laku, dan cara berurusan dengan orang lain. Bagaimana Yehuwa tahu bahwa Mesias akan rendah hati? Dia tahu bahwa Putra-Nya mencerminkan teladan-Nya sendiri yang sempurna dalam hal kerendahan hati. (Yohanes 10:15) Dia juga telah melihat sang Putra menunjukkan kerendahan hati. Bagaimana?
7-9. (a) Bagaimana Mikhael memperlihatkan kerendahan hati dalam konfrontasinya dengan Setan? (b) Bagaimana orang Kristen bisa meniru Mikhael dalam memperlihatkan kerendahan hati?
7 Surat Yudas menyingkapkan sebuah contoh yang menarik: ”Ketika Mikhael yang adalah pemimpin malaikat berselisih dengan Iblis tentang mayat Musa, dia tidak berani menghakiminya dengan kata-kata hinaan. Dia malah berkata, ’Biarlah Yehuwa menegurmu.’” (Yudas 9) Mikhael adalah nama Yesus—sebelum dan setelah dia hidup di bumi—dalam peranannya sebagai pemimpin bala tentara surgawi Yehuwa yang terdiri dari para malaikat.b (1 Tesalonika 4:16) Namun, perhatikan sikap Mikhael dalam konfrontasi dengan Setan ini.
8 Catatan Yudas tidak memberi tahu kita apa yang ingin Setan lakukan dengan tubuh Musa, tetapi si Iblis pasti berniat jahat. Barangkali dia ingin menganjurkan penyalahgunaan jenazah pria yang setia itu dalam ibadah palsu. Sewaktu melawan siasat jahat Setan, Mikhael juga memperlihatkan pengekangan diri yang mengagumkan. Setan jelas-jelas pantas ditegur, tetapi Mikhael, yang ketika berselisih dengan Setan belum diserahi wewenang untuk ”semua urusan penghakiman”, merasa bahwa penghakiman tersebut seharusnya hanya datang dari Allah Yehuwa. (Yohanes 5:22) Sebagai pemimpin malaikat, Mikhael memiliki wewenang yang besar. Namun, dia dengan rendah hati tunduk kepada Yehuwa dan tidak mencoba merebut wewenang tambahan. Selain rendah hati, dia juga menyadari keterbatasannya.
9 Tentu ada alasan mengapa Yudas diilhami untuk menulis peristiwa ini. Sungguh menyedihkan, beberapa orang Kristen pada zaman Yudas tidak rendah hati. Mereka dengan angkuh ”menghina semua hal yang tidak mereka pahami”. (Yudas 10) Betapa mudahnya kita manusia tidak sempurna membiarkan diri dikuasai oleh kesombongan! Apabila kita tidak memahami sesuatu yang berlangsung di sidang Kristen—barangkali keputusan yang diambil oleh badan penatua—bagaimana reaksi kita? Jika kita melontarkan kata-kata yang negatif dan kritis padahal kita tidak bisa mengetahui semua faktor di balik keputusan tersebut, tidakkah itu menunjukkan bahwa kita tidak rendah hati? Sebaliknya, marilah kita meniru Mikhael, atau Yesus, dengan menahan diri untuk tidak menghakimi hal-hal di luar wewenang yang Allah berikan kepada kita.
10, 11. (a) Mengapa kerelaan Putra Allah menerima tugas untuk turun ke bumi sungguh luar biasa? (b) Bagaimana kita bisa meniru kerendahan hati Yesus?
10 Putra Allah juga memperlihatkan kerendahan hati dengan menerima tugas untuk turun ke bumi. Pikirkan apa yang harus dia tinggalkan. Dia adalah pemimpin malaikat. Dia juga ”Firman”—Juru Bicara pribadi Yehuwa. (Yohanes 1:1-3) Dia tinggal di surga, ”tempat tinggal [Yehuwa] yang tinggi, mulia, dan suci”. (Yesaya 63:15) Meskipun demikian, sang Putra ”melepaskan segala yang dia miliki dan menjadi seperti budak. Dia menjadi manusia”. (Filipi 2:7) Bayangkan apa yang tersangkut dalam tugasnya di bumi! Kehidupannya dipindahkan ke dalam rahim seorang perawan Yahudi, dan selama sembilan bulan dia berkembang menjadi bayi manusia. Dia terlahir sebagai bayi yang tidak berdaya dalam keluarga tukang kayu yang miskin lalu bertumbuh menjadi balita, anak kecil, dan remaja. Kendati dia sempurna, semasa remaja dia tetap tunduk kepada orang tuanya yang tidak sempurna. (Lukas 2:40, 51, 52) Benar-benar kerendahan hati yang luar biasa!
11 Dapatkah kita meniru kerendahan hati Yesus dengan rela menerima tugas dinas yang adakalanya tampak rendah? Misalnya, tugas kita memberitakan kabar baik Kerajaan Allah mungkin tampak rendah sewaktu ditanggapi orang-orang dengan sikap apatis, ejekan, atau permusuhan. (Matius 28:19, 20) Namun, jika kita bertekun dalam pekerjaan ini, kita bisa turut menyelamatkan kehidupan. Yang pasti, kita akan belajar banyak hal tentang kerendahan hati, dan kita akan mengikuti jejak Majikan kita, Yesus Kristus.
Kerendahan Hati Yesus Sebagai Manusia
12-14. (a) Bagaimana Yesus memperlihatkan kerendahan hati sewaktu orang-orang memuji dia? (b) Bagaimana Yesus rendah hati sewaktu berinteraksi dengan orang lain? (c) Apa buktinya bahwa kerendahan hati Yesus bukan sekadar formalitas atau sopan santun?
12 Dari awal hingga akhir, pelayanan Yesus di bumi bercirikan kerendahan hati. Dia memperlihatkannya dengan menujukan segala pujian dan kemuliaan kepada Bapaknya. Adakalanya orang memuji Yesus karena kata-katanya yang berhikmat, mukjizatnya yang penuh kuasa, bahkan sifatnya yang baik. Berulang kali, Yesus menolak kemuliaan tersebut tetapi menujukannya kepada Yehuwa.—Markus 10:17, 18; Yohanes 7:15, 16.
13 Yesus memperlihatkan kerendahan hati melalui cara dia memperlakukan orang-orang. Malah, dia mengatakan dengan jelas bahwa dia datang ke bumi, bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani orang lain. (Matius 20:28) Dia memperlihatkan kerendahan hati melalui interaksinya yang lemah lembut dan masuk akal dengan orang-orang. Sewaktu dikecewakan oleh para pengikutnya, dia tidak membentak-bentak mereka; dia terus berupaya mencapai hati mereka. (Matius 26:39-41) Ketika kumpulan orang mengganggunya sewaktu dia mencari tempat yang tenang untuk beristirahat dan menyendiri, dia tidak menyuruh mereka pergi; dia mengerahkan diri, mengajarkan ”banyak hal” kepada mereka. (Markus 6:30-34) Sewaktu seorang wanita non-Israel terus memohon agar dia menyembuhkan putrinya, mula-mula dia menunjukkan bahwa dia tidak mau melakukannya. Namun, dia tidak menolak sambil marah-marah, dan dia akhirnya mengabulkan permintaan tersebut mengingat iman wanita itu yang luar biasa, seperti yang akan kita bahas di Pasal 14.—Matius 15:22-28.
14 Melalui cara yang tak terhitung banyaknya, Yesus hidup selaras dengan apa yang dia katakan tentang dirinya sendiri: ”Aku lembut hati dan rendah hati.” (Matius 11:29) Kerendahan hatinya bukan polesan, bukan pula sekadar formalitas atau sopan santun. Itu berasal dari lubuk hatinya, manusia batiniahnya. Maka, tidak mengherankan bahwa Yesus sangat memprioritaskan soal mengajar para pengikutnya agar rendah hati!
Mengajar Para Pengikutnya Agar Rendah Hati
15, 16. Kontras apa yang Yesus sebutkan tentang sikap para penguasa dunia dan sikap yang perlu dipupuk oleh para pengikutnya?
15 Rasul-rasul Yesus tidak cepat memupuk kerendahan hati. Yesus harus mengajar mereka berulang kali. Misalnya, sekali peristiwa, Yakobus dan Yohanes melalui ibu mereka meminta Yesus menjanjikan kedudukan tinggi dalam Kerajaan Allah bagi mereka. Dengan sadar diri, Yesus menjawab, ”Soal duduk di sebelah kanan dan kiriku, aku tidak berhak menentukannya. Bapakku sudah menyiapkannya untuk orang-orang yang Dia tentukan.” Kesepuluh rasul lainnya ”marah” kepada Yakobus dan Yohanes. (Matius 20:20-24) Bagaimana Yesus menangani problem ini?
16 Dia dengan baik hati menegur mereka semua, katanya, ”Kalian tahu bahwa para penguasa bangsa-bangsa memerintah mereka, dan para pejabat tinggi juga menjalankan kekuasaan atas mereka. Tapi kalian tidak boleh begitu. Siapa pun yang ingin menjadi besar di antara kalian harus menjadi pelayan kalian, dan siapa pun yang ingin menjadi pertama di antara kalian harus menjadi budak kalian.” (Matius 20:25-27) Kemungkinan besar, rasul-rasul telah melihat betapa sombong, ambisius, dan egoisnya ”para penguasa bangsa-bangsa”. Yesus memperlihatkan bahwa para pengikutnya harus berbeda dengan orang-orang lalim yang haus kekuasaan itu. Mereka perlu rendah hati. Apakah rasul-rasul memahaminya?
17-19. (a) Pada malam menjelang kematiannya, bagaimana Yesus mengajar rasul-rasulnya tentang kerendahan hati dengan cara yang tak terlupakan? (b) Apa pelajaran terampuh soal kerendahan hati yang Yesus ajarkan sebagai manusia?
17 Hal itu tidak mudah bagi mereka. Ini bukan pertama kalinya dan juga bukan terakhir kalinya Yesus mengajarkan hal itu. Sebelumnya, ketika mereka mempersoalkan siapa yang terbesar di antara mereka, dia menempatkan seorang anak kecil di tengah-tengah mereka dan memberi tahu mereka untuk meniru anak-anak, yang cenderung tidak sombong, tidak ambisius, dan tidak ambil pusing soal kedudukan, berbeda dengan kebanyakan orang dewasa. (Matius 18:1-4) Meskipun demikian, persis pada malam sebelum kematiannya, dia melihat rasul-rasulnya masih berjuang untuk mengatasi kesombongan. Lalu, dia memberi mereka pelajaran yang tak terlupakan. Dia mengikatkan handuk pada pinggangnya dan melakukan tugas yang paling rendah, yang kala itu biasa dilakukan oleh pelayan bagi para tamu. Yesus mencuci kaki setiap rasulnya—termasuk Yudas, yang sebentar lagi mengkhianati dia!—Yohanes 13:1-11.
18 Yesus membantu mereka memahami pokok ini sewaktu dia mengatakan, ”Aku memberi kalian teladan.” (Yohanes 13:15) Apakah pelajaran ini akhirnya menyentuh hati mereka? Nah, malam itu, mereka sekali lagi berbantah soal siapa yang terbesar di antara mereka! (Lukas 22:24-27) Namun, Yesus terus bersabar dan mengajar mereka dengan rendah hati. Kemudian, dia memberikan pelajaran yang paling ampuh: ”Dia merendahkan dirinya dan taat sampai mati, bahkan mati di tiang siksaan.” (Filipi 2:8) Yesus rela mengalami kematian yang memalukan, secara tidak adil dihukum sebagai penjahat dan orang yang menghina Allah. Dengan demikian, Putra Allah terbukti unik, karena dalam dirinya, di antara semua ciptaan Yehuwa, kerendahan hati dinyatakan dengan cara yang sempurna dan tiada bandingannya.
19 Agaknya inilah—pelajaran terakhir tentang kerendahan hati yang Yesus ajarkan sebagai manusia—yang terpatri dalam hati rasul-rasulnya yang setia. Alkitab memberi tahu kita bahwa pria-pria ini dengan rendah hati bekerja selama bertahun-tahun, bahkan puluhan tahun, setelah itu. Bagaimana dengan kita?
Maukah Saudara Mengikuti Pola Yesus?
20. Bagaimana kita bisa tahu bahwa kita rendah hati?
20 Paulus mendesak kita masing-masing, ”Miliki pikiran dan sikap ini dalam diri kalian, yang sama dengan yang dimiliki Kristus Yesus.” (Filipi 2:5) Seperti Yesus, kita perlu rendah hati. Bagaimana kita bisa tahu bahwa kita benar-benar rendah hati? Nah, Paulus mengingatkan kita, ”Jangan suka bertengkar atau merasa diri penting. Sebaliknya, dengan rendah hati, anggaplah orang lain lebih tinggi daripada kalian.” (Filipi 2:3) Jadi, kuncinya terletak pada cara kita memandang orang lain dalam kaitannya dengan kita. Kita perlu menganggap mereka lebih tinggi, lebih penting, daripada kita. Maukah Saudara menerapkan nasihat itu?
21, 22. (a) Mengapa para pengawas Kristen perlu rendah hati? (b) Bagaimana kita bisa memperlihatkan bahwa kita memakai ikat pinggang kerendahan hati?
21 Bertahun-tahun setelah kematian Yesus, Rasul Petrus masih berpikir tentang pentingnya kerendahan hati. Petrus mengajar para pengawas Kristen untuk melaksanakan tugas dengan rendah hati, tidak pernah memerintah atas domba-domba Yehuwa. (1 Petrus 5:2, 3) Diberi tanggung jawab tidak berarti diberi hak untuk sombong. Sebaliknya, semakin besar tanggung jawab seseorang, semakin dia membutuhkan kerendahan hati yang sejati. (Lukas 12:48) Tentu saja, sifat ini sangat penting tidak hanya bagi para pengawas tetapi bagi setiap orang Kristen.
22 Petrus pastilah tidak pernah melupakan malam ketika Yesus mencuci kakinya—sekalipun Petrus sudah menolaknya! (Yohanes 13:6-10) Petrus menulis kepada orang Kristen, ”Kalian semua harus memakai ikat pinggang kerendahan hati dalam memperlakukan satu sama lain.” (1 Petrus 5:5, catatan kaki) Ungkapan ”memakai ikat pinggang” menyiratkan tindakan seorang pelayan yang mengikatkan celemek pada pinggangnya untuk melakukan pekerjaan rendahan. Frasa itu kemungkinan besar mengingatkan kita akan peristiwa ketika Yesus mengikatkan handuk pada pinggangnya sebelum berlutut untuk melakukan tugas mencuci kaki. Jika kita memang mengikuti Yesus, adakah tugas dari Allah yang bisa kita anggap merendahkan martabat kita? Kerendahan hati kita mesti terlihat oleh semua orang, seolah-olah itu terikat pada pinggang kita.
23, 24. (a) Mengapa kita hendaknya melawan kecenderungan apa pun untuk angkuh? (b) Pasal berikut akan mengoreksi anggapan keliru apa tentang kerendahan hati?
23 Keangkuhan bagaikan racun. Dampaknya sangat menghancurkan. Manusia yang paling berbakat pun bisa dibuatnya tidak berguna bagi Allah. Sebaliknya, kerendahan hati bisa membuat manusia yang paling kecil pun sangat berguna bagi Yehuwa. Jika kita memupuk sifat yang berharga ini setiap hari dengan berupaya berjalan dengan rendah hati mengikuti jejak Kristus, upahnya sangat menakjubkan untuk direnungkan. Petrus menulis, ”Rendahkan diri kalian di bawah tangan Allah yang kuat, supaya Dia meninggikan kalian pada waktunya.” (1 Petrus 5:6) Yehuwa benar-benar meninggikan Yesus karena dia telah sepenuhnya merendahkan diri. Allah kita juga akan senang mengupahi Saudara atas kerendahan hati Saudara.
24 Sungguh menyedihkan, ada yang mengira bahwa kerendahan hati itu tanda kelemahan. Teladan Yesus membantu kita melihat betapa kelirunya anggapan itu karena meskipun dia orang yang paling rendah hati, dia juga orang yang paling berani. Itulah yang akan dikupas dalam pasal berikut.
a Sewaktu membahas peristiwa ini, sebuah karya referensi mengatakan bahwa binatang ini ”adalah binatang rendahan”, dan menambahkan, ”Mereka lamban, susah diatur, dan merupakan binatang beban bagi orang miskin, serta penampilannya tidak terlalu menarik.”
b Untuk lebih banyak bukti bahwa Mikhael adalah Yesus, lihat bagian ”Pertanyaan Alkitab Dijawab”, artikel ”Siapakah Mikhael Sang Penghulu Malaikat?”, di situs web resmi Saksi-Saksi Yehuwa, jw.org.
-
-
”Singa dari Suku Yehuda””Mari Jadilah Pengikutku”
-
-
PASAL EMPAT
”Singa dari Suku Yehuda”
”Saya orangnya”
1-3. Bahaya apa yang Yesus alami, dan bagaimana reaksinya?
SEGEROMBOLAN massa sedang mencari Yesus. Selain bersenjatakan pedang dan pentung, gerombolan itu juga disertai tentara. Dengan satu tujuan yang jahat, mereka menyusuri jalan-jalan gelap Yerusalem dan menyeberangi Lembah Kidron menuju Gunung Zaitun. Saat itu bulan purnama, tetapi mereka membawa obor dan pelita. Apakah mereka membutuhkannya karena awan menghalangi cahaya bulan? Atau, apakah mereka menyangka sasaran mereka sedang bersembunyi di balik kegelapan malam? Satu hal yang pasti: Siapa pun yang menyangka bahwa Yesus akan menciut ketakutan pasti belum mengenal dia.
2 Yesus tahu betul bahwa ada bahaya yang mengancam. Sekalipun demikian, dia berdiri dan menunggu. Gerombolan itu mendekat, dipimpin Yudas, bekas sahabat kepercayaannya. Yudas terang-terangan mengkhianati Yesus, menyingkapkan identitas mantan tuannya dengan salam dan ciuman yang munafik. Namun, Yesus tetap tenang. Lalu, dia maju menghadapi gerombolan itu. ”Siapa yang kalian cari?” tanyanya. ”Yesus orang Nazaret,” jawab mereka.
3 Kebanyakan orang akan gemetar ketakutan jika berhadapan dengan gerombolan bersenjata seperti itu. Barangkali itulah yang diharapkan oleh kumpulan orang itu dari pria di hadapan mereka. Tetapi, Yesus tidak menciut ketakutan, tidak lari, juga tidak mengarang suatu dusta. Sebaliknya, dia terus terang mengatakan, ”Saya orangnya.” Sikapnya begitu tenang, begitu berani, sampai-sampai pria-pria itu terkesima. Mereka terhuyung-huyung mundur dan jatuh!—Yohanes 18:1-6; Matius 26:45-50; Markus 14:41-46.
4-6. (a) Putra Allah disamakan dengan apa, dan mengapa? (b) Dalam tiga bidang apa Yesus memperlihatkan keberanian?
4 Mengapa Yesus bisa menghadapi bahaya sehebat itu dengan penuh ketenangan dan pengendalian diri? Jawabannya satu kata saja, keberanian. Tak banyak sifat lain yang demikian dikagumi atau dibutuhkan dalam diri seorang pemimpin seperti halnya keberanian, dan tidak seorang manusia pun yang keberaniannya menyamai Yesus, apalagi mengunggulinya. Di pasal sebelumnya, kita belajar betapa rendah hati dan lembutnya Yesus. Dia dengan tepat disebut ”Anak Domba”. (Yohanes 1:29) Namun, karena keberaniannya, Yesus digambarkan dengan sebutan yang sangat berbeda. Alkitab mengatakan bahwa Putra Allah adalah ”Singa dari suku Yehuda”.—Wahyu 5:5.
5 Singa sering dikaitkan dengan keberanian. Pernahkah Saudara bertatapan dengan singa jantan dewasa? Kalaupun pernah, kemungkinan besar Saudara berdiri di posisi yang aman, barangkali dipisahkan oleh pagar kandangnya di kebun binatang. Sekalipun demikian, pengalaman itu pun bisa menciutkan nyali. Sewaktu makhluk yang besar dan kuat ini membalas tatapan Saudara, tak terbayangkan bahwa ada yang bisa membuat singa lari ketakutan. Alkitab mengatakan, ”Singa, yang paling kuat di antara binatang, . . . tidak mundur dari siapa pun.” (Amsal 30:30) Seperti itulah keberanian Kristus.
6 Marilah kita bahas bagaimana Yesus memperlihatkan keberanian bagaikan singa dalam tiga bidang: membela kebenaran, menegakkan keadilan, dan menghadapi tentangan. Kita juga akan melihat bahwa tidak soal pada dasarnya berani atau tidak, kita semua bisa meniru Yesus dalam memperlihatkan keberanian.
Dia Membela Kebenaran dengan Berani
7-9. (a) Apa yang terjadi ketika Yesus berusia 12 tahun, dan seandainya Saudara berada dalam situasi itu, mengapa Saudara bisa merasa terintimidasi? (b) Bagaimana Yesus memperlihatkan keberanian sewaktu berhadapan dengan guru-guru di bait?
7 Dalam dunia yang dikuasai Setan, ”bapak para pendusta”, sering kali dibutuhkan keberanian untuk membela kebenaran. (Yohanes 8:44; 14:30) Yesus tidak menunggu hingga dewasa untuk melakukannya. Ketika berusia 12 tahun, Yesus terpisah dari orang tuanya setelah perayaan Paskah di Yerusalem. Selama tiga hari, Maria dan Yusuf kalang kabut mencarinya. Akhirnya, mereka menemukannya di bait. Sedang apa dia di sana? ”Dia sedang duduk di tengah-tengah para guru agama sambil mendengarkan mereka dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan.” (Lukas 2:41-50) Bayangkan latar diskusi itu.
8 Menurut para sejarawan, beberapa pemimpin agama yang terkemuka biasanya tetap berada di bait setelah perayaan selesai dan mengajar di salah satu berandanya yang luas. Orang-orang duduk di kaki mereka dan mendengarkan serta mengajukan pertanyaan. Guru-guru ini adalah pria-pria terpelajar. Mereka sangat menguasai Hukum Musa dan juga tak terhitung banyaknya hukum serta tradisi buatan manusia yang rumit dan terus bertambah setiap tahunnya. Bagaimana perasaan Saudara seandainya Saudara duduk di tengah-tengah mereka? Terintimidasi? Wajar saja. Dan, bagaimana seandainya Saudara baru berusia 12 tahun? Anak-anak biasanya pemalu. (Yeremia 1:6) Ada yang berupaya mati-matian agar tidak menarik perhatian guru di sekolah; anak-anak muda ini takut dipanggil, takut diberi perhatian khusus, dan takut kalau-kalau dipermalukan atau diejek.
9 Namun, Yesus justru sedang duduk di tengah-tengah para pria terpelajar itu, tanpa takut-takut mengajukan berbagai pertanyaan yang menyelidik. Dan, bukan itu saja. Menurut catatan, ”semua orang yang mendengarkan dia sangat kagum karena dia mengerti banyak hal dan karena jawaban-jawabannya”. (Lukas 2:47) Alkitab tidak memberi tahu kita apa yang dia katakan kala itu, tetapi kita bisa yakin bahwa dia tidak sekadar mengulangi gagasan-gagasan palsu yang begitu digandrungi guru-guru agama itu. (1 Petrus 2:22) Tidak, dia menjunjung kebenaran Firman Allah, dan para pendengarnya pasti takjub bahwa seorang anak berusia 12 tahun bisa mengutarakan diri dengan begitu berani dan penuh pemahaman.
Banyak anak muda Kristen dengan berani menceritakan iman mereka kepada orang lain
10. Bagaimana anak-anak muda Kristen sekarang meniru keberanian Yesus?
10 Sekarang ini, ada tak terhitung banyaknya anak muda Kristen yang mengikuti jejak Yesus. Memang, mereka tidak sempurna seperti Yesus. Namun, seperti dia, mereka tidak menunggu hingga dewasa untuk membela kebenaran. Di sekolah atau di lingkungan tempat mereka tinggal, mereka dengan bijaksana mengajukan pertanyaan, mendengarkan, dan dengan penuh respek menceritakan kebenaran kepada orang-orang. (1 Petrus 3:15) Sebagai kelompok, anak-anak muda ini telah membantu teman sekolah, guru, dan tetangga menjadi pengikut Kristus. Keberanian mereka pasti benar-benar menyenangkan Yehuwa! Dalam Firman-Nya, anak-anak muda seperti itu disamakan dengan titik-titik embun—menyegarkan, menyenangkan, dan banyak jumlahnya.—Mazmur 110:3.
11, 12. Sebagai orang dewasa, bagaimana Yesus memperlihatkan keberanian untuk membela kebenaran?
11 Sewaktu dewasa, Yesus berulang kali memperlihatkan keberanian untuk membela kebenaran. Malah, pelayanannya diawali dengan konfrontasi yang, bagi banyak orang, menakutkan. Bukan sebagai pemimpin malaikat yang perkasa, melainkan sebagai manusia darah daging biasa, Yesus harus berhadapan dengan Setan, musuh Yehuwa yang paling kuat dan paling berbahaya. Yesus menolak godaan Setan dan menyanggah kata-katanya yang menyalahterapkan Kitab Suci yang terilham. Yesus mengakhiri konfrontasi itu dengan perintah yang berani ini: ”Pergi, Setan!”—Matius 4:2-11.
12 Dengan demikian, Yesus menetapkan pola untuk pelayanannya, dengan berani membela Firman Bapaknya terhadap berbagai upaya untuk memutarbalikkan atau menyalahgunakannya. Kala itu, seperti halnya sekarang, ketidakjujuran agama sudah sangat umum. Yesus memberi tahu para pemimpin agama pada zamannya, ”Kalian membuat firman Allah tidak berlaku karena tradisi yang kalian teruskan.” (Markus 7:13) Pria-pria itu sangat diagung-agungkan oleh orang pada umumnya, tetapi Yesus tanpa takut-takut mengecam mereka sebagai penuntun buta dan orang munafik.a (Matius 23:13, 16) Bagaimana kita bisa meniru teladan Yesus yang berani dalam aspek ini?
13. Apa yang perlu kita ingat sewaktu meniru Yesus, tetapi kehormatan apa yang kita miliki?
13 Tentu saja, kita ingat bahwa kita tidak punya kesanggupan membaca hati dan tidak punya wewenang untuk menghakimi seperti halnya Yesus. Namun, kita dapat meniru keberaniannya untuk membela kebenaran. Misalnya, dengan menyingkapkan kepalsuan agama—dusta yang begitu sering diajarkan tentang Allah, kehendak-Nya, dan Firman-Nya—kita memancarkan terang dalam dunia yang digelapkan oleh propaganda Setan. (Matius 5:14; Wahyu 12:9, 10) Kita membantu orang-orang terbebas dari perbudakan ajaran palsu, yang membuat mereka dihantui perasaan takut dan yang meracuni hubungan mereka dengan Allah. Sungguh luar biasa karena kita bisa menyaksikan penggenapan janji Yesus: ”Kebenaran itu akan membebaskan kalian”!—Yohanes 8:32.
Dia Menegakkan Keadilan dengan Berani
14, 15. (a) Apa salah satu cara Yesus membuat jelas ”artinya keadilan”? (b) Dengan berbicara kepada seorang wanita Samaria, prasangka apa saja yang tidak Yesus hiraukan?
14 Nubuat Alkitab mengatakan bahwa Mesias akan membuat jelas bagi bangsa-bangsa ”artinya keadilan”. (Matius 12:18; Yesaya 42:1) Sudah tentu, Yesus mulai melakukannya sewaktu berada di bumi. Dengan keberanian yang besar, dia selalu adil dan tidak berat sebelah sewaktu berurusan dengan orang-orang. Misalnya, dia tidak mau menerima pandangan penuh prasangka dan sikap fanatik yang tidak berdasarkan Alkitab sekalipun hal itu begitu merajalela dalam dunia di sekelilingnya.
15 Sewaktu Yesus berbicara dengan seorang wanita Samaria di sumur di Sikhar, murid-muridnya terkejut. Mengapa? Pada zaman itu, orang Yahudi pada umumnya sangat membenci orang Samaria; ketidaksenangan ini sudah tertanam lama sekali. (Ezra 4:4) Selain itu, beberapa rabi memiliki pandangan yang sangat meremehkan kaum wanita. Menurut kaidah para rabi, yang belakangan dibuat tertulis, pria tidak boleh berbicara dengan wanita; para rabi itu bahkan menyiratkan bahwa wanita tidak layak diajar Hukum Allah. Wanita Samaria khususnya dianggap najis. Yesus tidak menghiraukan prasangka yang tidak adil tersebut, tetapi terang-terangan mengajar wanita Samaria itu (yang kehidupannya amoral), bahkan menyingkapkan identitasnya sebagai Mesias kepada wanita itu.—Yohanes 4:5-27.
16. Mengapa orang Kristen membutuhkan keberanian untuk memiliki pendirian yang berbeda sehubungan dengan prasangka?
16 Pernahkah Saudara berada di antara orang-orang yang pikirannya penuh prasangka buruk? Barangkali mereka melontarkan lelucon yang menghina ras atau bangsa lain, meremehkan lawan jenis, atau menyepelekan orang-orang yang berbeda status ekonomi atau sosialnya. Para pengikut Kristus tidak bersimpati terhadap pandangan penuh kebencian tersebut, dan mereka berupaya keras memberantas prasangka apa pun yang masih tersisa dalam hati mereka sendiri. (Kisah 10:34) Kita masing-masing perlu memupuk keberanian untuk bersikap tidak berat sebelah dalam hal ini.
17. Apa tindakan Yesus di bait, dan mengapa?
17 Keberanian juga menggugah Yesus untuk memperjuangkan kebersihan umat Allah dan ibadah yang murni. Pada awal pelayanannya, dia masuk ke wilayah bait di Yerusalem dan terperangah sewaktu melihat para pedagang dan penukar uang berbisnis di sana. Dengan penuh kemarahan, Yesus mengusir orang-orang yang serakah itu dan melemparkan barang dagangan mereka ke luar. (Yohanes 2:13-17) Dia melakukan hal yang sama menjelang akhir pelayanannya. (Markus 11:15-18) Tindakannya ini pasti membuatnya dimusuhi beberapa orang yang berkuasa, tetapi dia tidak bimbang. Mengapa? Sejak kecil, dia menyebut bait sebagai rumah Bapaknya—dan dia serius. (Lukas 2:49) Pencemaran ibadah murni di sana merupakan ketidakadilan yang mustahil dia biarkan. Semangatnya memberinya keberanian untuk bertindak.
18. Bagaimana orang Kristen dapat memperlihatkan keberanian sehubungan dengan kebersihan sidang?
18 Para pengikut Kristus sekarang juga sangat memedulikan kebersihan umat Allah dan ibadah yang murni. Jika mereka melihat seorang rekan Kristen terlibat dalam perbuatan salah yang serius, mereka tidak menutup mata. Mereka dengan berani berbicara kepada orang itu atau kepada penatua. (1 Korintus 1:11) Mereka memastikan bahwa para penatua mengetahuinya. Para penatua dapat membantu orang yang sakit rohani dan juga bertindak untuk memastikan bahwa domba-domba Yehuwa tetap memiliki kedudukan yang bersih.—Yakobus 5:14, 15.
19, 20. (a) Ketidakadilan apa yang merajalela pada zaman Yesus, dan tekanan apa yang Yesus hadapi? (b) Mengapa para pengikut Kristus tidak mau terlibat dalam politik dan tindak kekerasan, dan apa salah satu upah untuk pendirian mereka?
19 Namun, dapatkah kita menyimpulkan bahwa Yesus memerangi ketidakadilan sosial di dunia pada umumnya? Tentulah ada banyak ketidakadilan di sekelilingnya. Negerinya sedang dijajah. Orang Romawi menindas orang Yahudi dengan kehadiran pasukan militer yang kuat, membebani mereka dengan pajak yang tinggi, bahkan mencampuri tata cara agama mereka. Tidak mengherankan jika banyak orang ingin agar Yesus terjun dalam kancah politik pada zamannya. (Yohanes 6:14, 15) Sekali lagi, dia butuh keberanian.
20 Yesus menjelaskan bahwa Kerajaannya bukan bagian dari dunia. Melalui teladannya, dia melatih para pengikutnya agar tidak terlibat dalam pertikaian politik kala itu, tetapi sebaliknya, berfokus pada pemberitaan kabar baik Kerajaan Allah. (Yohanes 17:16; 18:36) Dia memberikan pelajaran yang ampuh tentang kenetralan ketika gerombolan massa datang untuk menangkapnya. Petrus langsung beraksi, dengan spontan mengayunkan pedangnya dan mencederai seseorang. Mudah untuk bersimpati dengan Petrus. Tindak kekerasan apa pun pada malam itu tampaknya bisa dibenarkan karena Putra Allah sedang diserang padahal dia sama sekali tidak bersalah. Namun, pada saat itu Yesus menetapkan standar bagi para pengikutnya di bumi yang berlaku hingga sekarang, ”Masukkan pedangmu ke tempatnya, karena semua yang memakai pedang akan mati oleh pedang.” (Matius 26:51-54) Para pengikut Kristus pasti membutuhkan keberanian untuk mempertahankan pendirian yang suka damai pada masa itu, dan begitu pula sekarang. Berkat kenetralan Kristen mereka, umat Allah memiliki catatan yang bersih karena tidak pernah terlibat dalam perang, pembantaian massal, kerusuhan, dan aksi kekerasan serupa yang tak terhitung banyaknya pada zaman ini. Catatan yang luar biasa itu adalah salah satu upah untuk keberanian mereka.
Dia Menghadapi Tentangan dengan Berani
21, 22. (a) Bantuan apa yang Yesus terima sebelum menghadapi cobaannya yang terberat? (b) Bagaimana Yesus terbukti berani hingga akhir?
21 Putra Yehuwa sudah tahu jauh sebelumnya bahwa dia akan menghadapi tentangan yang hebat sewaktu berada di bumi. (Yesaya 50:4-7) Dia menghadapi banyak ancaman kematian, dan puncaknya adalah peristiwa yang disebutkan di awal pasal ini. Bagaimana Yesus bisa tetap berani sewaktu menghadapi bahaya tersebut? Nah, apa yang Yesus lakukan sebelum gerombolan itu datang untuk menangkapnya? Dia berdoa dengan sungguh-sungguh kepada Yehuwa. Dan, apa yang Yehuwa lakukan? Alkitab memberi tahu kita bahwa doa Yesus ”didengar”. (Ibrani 5:7) Yehuwa mengutus seorang malaikat dari langit untuk menguatkan Putra-Nya yang berani.—Lukas 22:42, 43.
22 Tak lama setelah dikuatkan, Yesus mengatakan kepada rasul-rasulnya, ”Berdirilah, ayo kita pergi.” (Matius 26:46) Pikirkan keberanian di balik kata-kata itu. ”Ayo kita pergi,” katanya, padahal dia tahu bahwa dia akan meminta gerombolan itu melepaskan sahabat-sahabatnya, tahu bahwa rekan-rekannya akan lari meninggalkannya, dan tahu bahwa dia akan sendirian menghadapi cobaan terberat dalam hidupnya. Seorang diri, dia menghadapi pengadilan yang ilegal dan tidak adil, ejekan, penyiksaan, dan kematian yang penuh penderitaan. Selama menghadapi semua itu, keberaniannya tidak pernah surut.
23. Jelaskan mengapa cara Yesus menghadapi bahaya dan ancaman kematian bukanlah tindakan yang nekat.
23 Apakah Yesus nekat? Tidak; kenekatan tidak ada kaitannya dengan keberanian sejati. Malah, Yesus mengajar para pengikutnya untuk berhati-hati, dengan bijaksana menghindari bahaya agar dapat terus melakukan kehendak Allah. (Matius 4:12; 10:16) Namun, dalam kasus ini, Yesus tahu bahwa dia tidak mungkin menghindar lagi. Dia tahu bahwa kehendak Allah tersangkut. Yesus bertekad untuk mempertahankan integritasnya, maka satu-satunya jalan adalah maju, menghadapi cobaan itu secara langsung.
Saksi-Saksi Yehuwa telah memperlihatkan keberanian sewaktu menghadapi penganiayaan
24. Mengapa kita dapat yakin bahwa kita bisa berani menghadapi cobaan apa pun yang mungkin timbul?
24 Betapa seringnya para pengikut Yesus dengan berani berjalan mengikuti jejak Majikan mereka! Banyak yang telah berdiri teguh sewaktu menghadapi ejekan, penganiayaan, penangkapan, pemenjaraan, penyiksaan, dan bahkan kematian. Dari mana manusia tidak sempurna mendapatkan keberanian tersebut? Itu tidak muncul dengan sendirinya. Sebagaimana Yesus menerima bantuan dari atas, begitu pula para pengikutnya. (Filipi 4:13) Jadi, jangan pernah takut terhadap apa yang mungkin akan terjadi. Bertekadlah untuk mempertahankan integritas Saudara, dan Yehuwa akan memberi Saudara keberanian yang dibutuhkan. Teruslah peroleh kekuatan dari teladan Pemimpin kita, Yesus, yang berkata, ”Tabahlah! Aku sudah menaklukkan dunia.”—Yohanes 16:33.
a Para sejarawan mengomentari bahwa makam para rabi dipuja-puja seperti halnya makam para nabi dan para leluhur bangsa Israel.
-
-
”Seluruh Harta Berupa Hikmat””Mari Jadilah Pengikutku”
-
-
PASAL LIMA
”Seluruh Harta Berupa Hikmat”
1-3. Apa latar khotbah yang Yesus sampaikan pada suatu hari di musim semi tahun 31 M, dan mengapa para pendengarnya terpukau?
PERISTIWANYA terjadi pada suatu hari di musim semi tahun 31 M. Yesus Kristus berada dekat Kapernaum, sebuah kota yang sibuk di pesisir barat-laut Laut Galilea. Di sebuah gunung tidak jauh dari sana, Yesus berdoa sendirian sepanjang malam. Keesokan paginya, dia memanggil murid-muridnya, dan dari antara mereka dia memilih 12 orang, yang dia sebut rasul-rasul. Sementara itu, kumpulan besar orang—sebagian datang dari jauh—telah mengikuti Yesus ke tempat ini dan berkumpul di tempat yang datar di gunung itu. Mereka ingin sekali mendengarkan Yesus dan disembuhkan dari penyakit mereka. Yesus tidak mengecewakan mereka.—Lukas 6:12-19.
2 Yesus mendekati kumpulan orang itu dan menyembuhkan semua yang sakit. Akhirnya, setelah tidak ada lagi yang merasa sakit karena penyakit yang serius, dia duduk dan mulai mengajar.a Kata-kata yang dia ucapkan pada hari yang cerah itu pastilah mengejutkan para pendengarnya. Faktanya, mereka belum pernah mendengar siapa pun mengajar seperti dia. Untuk menambah bobot pengajarannya, dia tidak mengutip tradisi lisan maupun kata-kata para rabi Yahudi yang terkenal. Sebaliknya, dia berulang kali mengutip Kitab-Kitab Ibrani yang terilham. Beritanya terus terang, kata-katanya sederhana, maknanya jelas. Setelah dia selesai, kumpulan orang itu terpukau. Sewajarnya demikian. Mereka baru saja mendengarkan pria paling berhikmat sepanjang masa!—Matius 7:28, 29.
”Kumpulan orang itu kagum dengan cara dia mengajar”
3 Khotbah itu serta banyak hal lain yang Yesus katakan dan lakukan dicatat dalam Firman Allah. Kita hendaknya menggali catatan terilham tentang Yesus itu, karena di dalam dia terdapat ”seluruh harta berupa hikmat”. (Kolose 2:3) Dari mana dia mendapatkan hikmat tersebut, yakni kesanggupan untuk menerapkan pengetahuan dan pengertian dengan cara yang praktis? Bagaimana dia memperlihatkan hikmat, dan bagaimana kita dapat mengikuti teladannya?
”Dari Mana Dia Mendapat Hikmat Seperti Ini?”
4. Pertanyaan apa yang diajukan para pendengar Yesus di Nazaret, dan mengapa?
4 Pada salah satu perjalanan pengabarannya, Yesus mengunjungi Nazaret, kota tempat dia dibesarkan, dan mulai mengajar di rumah ibadah di sana. Banyak pendengarnya takjub dan bertanya-tanya, ”Dari mana dia mendapat hikmat seperti ini?” Mereka kenal dengan keluarganya—orang tua dan adik-adiknya—dan mereka tahu bahwa dia berasal dari keluarga yang sederhana. (Matius 13:54-56; Markus 6:1-3) Mereka pasti juga tahu bahwa tukang kayu yang mahir ini tidak pernah mengikuti sekolah bergengsi bagi para rabi. (Yohanes 7:15) Jadi, pertanyaan mereka tampaknya wajar.
5. Yesus menyingkapkan bahwa hikmatnya berasal dari Sumber mana?
5 Hikmat yang Yesus perlihatkan bukan sekadar produk dari pikirannya yang sempurna. Belakangan dalam pelayanannya, sewaktu mengajar secara terbuka di bait, Yesus menyingkapkan bahwa hikmatnya berasal dari Sumber yang jauh lebih tinggi. ”Yang saya ajarkan bukan ajaran saya sendiri,” katanya, ”tapi ajaran Dia yang mengutus saya.” (Yohanes 7:16) Ya, hikmat Yesus bersumber dari Sang Bapak yang mengutus dia. (Yohanes 12:49) Namun, bagaimana Yesus mendapatkan hikmat dari Yehuwa?
6, 7. Dengan cara apa saja Yesus memperoleh hikmat dari Bapaknya?
6 Kuasa kudus Yehuwa bekerja dalam hati dan pikiran Yesus. Mengenai Yesus sebagai Mesias yang dijanjikan, Yesaya menubuatkan, ”Dia akan dipenuhi kuasa kudus Yehuwa. Karena itulah dia akan menjadi bijaksana, punya pengertian yang hebat, memberikan nasihat yang bagus, menjadi perkasa, punya banyak pengetahuan, dan sangat menghormati Yehuwa.” (Yesaya 11:2) Karena Yesus dipenuhi kuasa kudus Yehuwa, yang membimbing cara berpikir serta keputusannya, perlukah kita heran bahwa kata-kata dan tindakan Yesus mencerminkan hikmat yang unggul?
7 Yesus memperoleh hikmat dari Bapaknya dengan cara lain yang luar biasa. Seperti yang kita lihat di Pasal 2, selama eksistensi pramanusianya, yang lamanya tidak terbilang, Yesus memiliki kesempatan untuk menyerap cara berpikir Yehuwa tentang berbagai hal. Kita tidak dapat membayangkan betapa dalamnya hikmat yang diperoleh Putra di sisi Bapaknya, ketika bekerja keras sebagai ”pekerja ahli” Allah untuk menciptakan semua hal lain, makhluk hidup maupun benda mati. Sungguh beralasan bahwa selama eksistensi pramanusianya, Putra digambarkan sebagai hikmat yang dipersonifikasi. (Amsal 8:12, 22-31; Kolose 1:15, 16) Sepanjang pelayanannya, Yesus bisa memanfaatkan hikmat yang telah dia peroleh di sisi Bapaknya di surga.b (Yohanes 8:26, 28, 38) Jadi, kita tidak perlu heran apabila kata-kata Yesus mencerminkan pengetahuan yang luas serta pemahaman yang dalam dan apabila setiap perbuatannya menunjukkan pertimbangan yang masuk akal.
8. Sebagai pengikut Yesus, bagaimana kita bisa memperoleh hikmat?
8 Sebagai pengikut Yesus, kita pun perlu berpaling kepada Yehuwa sebagai Sumber hikmat. (Amsal 2:6) Tentu saja, Yehuwa tidak memberi kita hikmat melalui mukjizat. Namun, Dia menjawab ketika kita dengan sungguh-sungguh berdoa meminta hikmat yang dibutuhkan untuk berhasil mengatasi tantangan hidup. (Yakobus 1:5) Untuk memperoleh hikmat itu, kita perlu mengerahkan upaya yang besar. Kita perlu terus mencarinya ”seperti menggali harta terpendam”. (Amsal 2:1-6) Ya, kita perlu terus menggali jauh ke dalam Firman Allah, yang menyingkapkan hikmat-Nya, lalu menyelaraskan kehidupan kita menurut apa yang kita pelajari. Teladan Putra Yehuwa khususnya bermanfaat untuk membantu kita memperoleh hikmat. Marilah kita periksa dalam bidang apa saja Yesus memperlihatkan hikmat dan bagaimana kita dapat meniru dia.
Kata-Kata Hikmat
Hikmat Allah disingkapkan dalam Alkitab
9. Mengapa ajaran Yesus bisa demikian berhikmat?
9 Orang berbondong-bondong mendatangi Yesus hanya untuk mendengar dia berbicara. (Markus 6:31-34; Lukas 5:1-3) Hal itu tidak mengherankan karena setiap kali Yesus berbicara, yang terucap adalah kata-kata hikmat yang unggul! Ajarannya mencerminkan pengetahuan yang dalam akan Firman Allah dan kesanggupan yang tiada bandingannya untuk membidik inti permasalahan. Ajarannya memikat bagi siapa saja dan dapat diterapkan kapan saja. Perhatikan beberapa contoh hikmat yang terdapat dalam kata-kata Yesus, sang ’Penasihat Hebat’ yang telah dinubuatkan.—Yesaya 9:6.
10. Yesus mendesak kita untuk memupuk hal positif apa saja, dan mengapa?
10 Khotbah di Gunung, yang disebutkan di awal, adalah kumpulan terbesar ajaran Yesus yang tidak disela oleh narasi atau perkataan orang lain. Dalam khotbah itu, Yesus tidak sekadar menasihati kita untuk berupaya bertutur dan bertindak dengan patut. Nasihatnya jauh lebih dalam. Karena tahu bahwa kata-kata dan tindakan bersumber dari pikiran dan perasaan, Yesus mendesak kita untuk memupuk hal-hal positif dalam pikiran dan hati kita, seperti watak yang lembut, rasa lapar akan apa yang benar, kecenderungan untuk berbelaskasihan dan suka damai, serta kasih kepada orang lain. (Matius 5:5-9, 43-48) Kalau kita memupuk hal-hal itu dalam hati kita, hasilnya adalah tutur kata dan tingkah laku yang sehat, yang tidak hanya menyenangkan Yehuwa tetapi juga membina hubungan baik dengan sesama manusia.—Matius 5:16.
11. Sewaktu memberikan nasihat tentang perbuatan dosa, bagaimana Yesus membidik akar masalahnya?
11 Sewaktu memberikan nasihat tentang perbuatan dosa, Yesus membidik akar masalahnya. Dia tidak sekadar menyuruh kita menghindari tindak kekerasan. Sebaliknya, dia memperingatkan kita agar tidak membiarkan kemarahan membara dalam hati. (Matius 5:21, 22; 1 Yohanes 3:15) Dia tidak sekadar melarangkan perzinaan. Sebaliknya, dia memperingatkan tentang nafsu yang berawal di hati dan mengarah ke pengkhianatan tersebut. Dia mendesak kita agar tidak membiarkan mata kita membangkitkan hasrat yang tidak patut dan merangsang hawa nafsu. (Matius 5:27-30) Yesus membahas penyebabnya, bukan gejalanya. Dia mengupas sikap dan hasrat yang melahirkan perbuatan yang berdosa.—Mazmur 7:14.
12. Bagaimana para pengikut Yesus memandang nasihatnya, dan mengapa?
12 Sungguh luar biasa hikmat yang terdapat dalam kata-kata Yesus! Tidak heran, ”kumpulan orang itu kagum dengan cara dia mengajar”. (Matius 7:28) Sebagai pengikutnya, kita memandang nasihatnya yang berhikmat sebagai pola untuk menjalani kehidupan. Kita berupaya memupuk sifat-sifat positif yang dia anjurkan—termasuk belas kasihan, suka damai, dan kasih—karena tahu bahwa dengan cara itu kita membubuh dasar untuk tingkah laku yang saleh. Kita berupaya keras memberantas dari hati kita semua perasaan dan hasrat negatif yang dia peringatkan, seperti amarah yang sengit dan keinginan yang amoral, karena tahu bahwa langkah itu akan membantu kita menghindari perbuatan yang berdosa.—Yakobus 1:14, 15.
Jalan Hidup yang Diarahkan oleh Hikmat
13, 14. Apa yang memperlihatkan bahwa Yesus menggunakan pertimbangan yang baik sewaktu memilih haluan hidupnya?
13 Yesus memperlihatkan hikmat tidak hanya dalam kata-kata tetapi juga dalam perbuatan. Seluruh cara hidupnya—keputusannya, cara dia memandang diri sendiri, dan cara dia berurusan dengan orang lain—mempertunjukkan segi-segi hikmat yang indah. Perhatikan beberapa contoh yang memperlihatkan bahwa Yesus diarahkan oleh ’hikmat dan kemampuan berpikir’.—Amsal 3:21.
14 Hikmat mencakup pertimbangan yang masuk akal. Yesus menggunakan pertimbangan yang baik sewaktu memilih haluan hidupnya. Dapatkah Saudara bayangkan kehidupan seperti apa yang bisa dia peroleh—rumah yang bisa dia dirikan, bisnis yang bisa dia bangun, atau ketenaran duniawi yang bisa dia raih? Yesus tahu bahwa kehidupan yang dibaktikan untuk mengejar hal-hal itu ”sia-sia seperti mengejar angin”. (Pengkhotbah 4:4; 5:10) Haluan tersebut adalah kebodohan, lawan dari hikmat. Yesus memilih tetap hidup sederhana. Dia tidak berminat mencari uang atau menimbun harta. (Matius 8:20) Selaras dengan ajarannya, dia menjaga matanya tetap terfokus pada satu tujuan—melakukan kehendak Allah. (Matius 6:22) Dengan bijaksana, Yesus membaktikan waktu dan energinya untuk kepentingan Kerajaan, yang jauh lebih penting dan memuaskan ketimbang hal-hal materi. (Matius 6:19-21) Dengan demikian, dia meninggalkan teladan yang patut ditiru.
15. Bagaimana para pengikut Yesus dapat mempertunjukkan bahwa mereka menjaga mata tetap sederhana, dan mengapa ini adalah haluan hikmat?
15 Para pengikut Yesus sekarang ini melihat betapa bijaksananya menjaga mata tetap sederhana. Dengan demikian, mereka terhindar dari beban utang yang tidak perlu dan kesibukan duniawi yang menyita terlalu banyak perhatian serta energi mereka. (1 Timotius 6:9, 10) Banyak yang telah mengambil langkah-langkah guna menyederhanakan gaya hidup sehingga mereka dapat membaktikan lebih banyak waktu untuk pelayanan Kristen, bahkan melayani sebagai pemberita Kerajaan sepenuh waktu. Sama sekali tidak ada haluan lain yang lebih bijaksana, karena menomorsatukan kepentingan Kerajaan menghasilkan kebahagiaan dan kepuasan yang terbesar.—Matius 6:33.
16, 17. (a) Dengan cara apa saja Yesus mempertunjukkan bahwa dia sadar diri dan realistis tentang apa yang dia harapkan dari dirinya? (b) Bagaimana kita bisa memperlihatkan bahwa kita sadar diri dan realistis tentang apa yang kita harapkan dari diri kita sendiri?
16 Alkitab mengaitkan hikmat dengan sikap sadar diri, yang mencakup menyadari keterbatasan kita. (Amsal 11:2) Yesus bersikap sadar diri dan realistis tentang apa yang dia harapkan dari dirinya. Dia tahu bahwa dia tidak akan menobatkan setiap orang yang mendengar beritanya. (Matius 10:32-39) Dia juga sadar bahwa orang yang dapat dia kabari secara langsung jumlahnya terbatas. Jadi, dia dengan bijaksana memercayakan pekerjaan membuat murid kepada para pengikutnya. (Matius 28:18-20) Dia dengan sadar diri mengakui bahwa mereka akan ”melakukan pekerjaan yang lebih hebat” daripada pekerjaannya, karena mereka akan menjangkau lebih banyak orang di daerah yang lebih luas dan untuk waktu yang lebih lama. (Yohanes 14:12) Yesus juga mengakui bahwa dia bukannya tidak membutuhkan bantuan. Dia menerima bantuan para malaikat yang datang untuk melayani dia di padang belantara dan malaikat yang datang untuk menguatkan dia di Getsemani. Pada saat dia paling membutuhkan bantuan, Putra Allah berseru memintanya.—Matius 4:11; Lukas 22:43; Ibrani 5:7.
17 Kita pun perlu bersikap sadar diri dan realistis tentang apa yang kita harapkan dari diri kita sendiri. Kita tentu ingin bekerja sepenuh jiwa dan mengerahkan diri sekuat-kuatnya dalam pekerjaan mengabar dan membuat murid. (Lukas 13:24; Kolose 3:23) Namun, kita juga perlu ingat bahwa Yehuwa tidak membanding-bandingkan kita dengan orang lain, dan kita pun hendaknya tidak melakukannya. (Galatia 6:4) Hikmat praktis akan membantu kita menetapkan tujuan-tujuan yang realistis sesuai dengan kesanggupan dan keadaan kita. Selain itu, hikmat akan membimbing para pengemban tanggung jawab untuk mengakui bahwa mereka memiliki keterbatasan dan sewaktu-waktu membutuhkan bantuan serta dukungan. Sikap sadar diri akan memungkinkan mereka menyambut bantuan dengan tangan terbuka, menyadari bahwa Yehuwa bisa menggunakan rekan seiman untuk ”menjadi sumber penghiburan bagi” mereka.—Kolose 4:11.
18, 19. (a) Apa yang memperlihatkan bahwa Yesus bersikap masuk akal dan positif sewaktu berurusan dengan murid-muridnya? (b) Mengapa kita memiliki alasan yang kuat untuk bersikap positif dan masuk akal sewaktu berurusan dengan satu sama lain, dan bagaimana caranya?
18 ”Hikmat dari atas . . . membuat seseorang . . . bersikap masuk akal,” kata Yakobus 3:17. Yesus bersikap masuk akal dan positif sewaktu berurusan dengan murid-muridnya. Dia tahu betul kesalahan mereka, tetapi ia melihat hal-hal baik dalam diri mereka. (Yohanes 1:47) Dia tahu bahwa mereka akan meninggalkan dia pada malam dia ditangkap, tetapi dia tidak meragukan kesetiaan mereka. (Matius 26:31-35; Lukas 22:28-30) Tiga kali Petrus menyangkal mengenal Yesus. Namun, Yesus membuat permohonan demi Petrus dan menyatakan keyakinan akan kesetiaannya. (Lukas 22:31-34) Pada malam terakhir kehidupannya di bumi, dalam doa kepada Bapaknya, Yesus tidak berfokus pada kekeliruan murid-muridnya. Sebaliknya, dia berbicara dengan positif tentang haluan mereka hingga malam itu, katanya, ”Mereka sudah menjalankan firman-Mu.” (Yohanes 17:6) Sekalipun mereka tidak sempurna, dia memercayakan pekerjaan pemberitaan Kerajaan dan membuat murid di bumi ke tangan mereka. (Matius 28:19, 20) Keyakinan dan iman yang dia nyatakan akan diri mereka pastilah menguatkan mereka untuk melaksanakan pekerjaan yang telah dia perintahkan.
19 Para pengikut Yesus memiliki alasan untuk meniru teladannya dalam hal ini. Jika Putra Allah yang sempurna dengan sabar berurusan dengan murid-muridnya yang tidak sempurna, terlebih lagi kita sebagai manusia berdosa seharusnya bersikap masuk akal sewaktu berurusan dengan satu sama lain! (Filipi 4:5) Ketimbang berfokus pada kelemahan rekan-rekan seiman, kita hendaknya mencari hal-hal baik dalam diri mereka. Kita hendaknya ingat bahwa Yehuwa telah menarik mereka. (Yohanes 6:44) Jadi, Dia pasti melihat sesuatu yang baik dalam diri mereka, dan kita pun seharusnya melihatnya. Sikap tersebut akan membantu kita untuk tidak hanya ”mengabaikan kesalahan”, tetapi juga mencari hal-hal yang dapat kita puji dalam diri orang lain. (Amsal 19:11) Sewaktu kita menyatakan keyakinan akan saudara-saudari Kristen kita, kita membantu mereka melayani Yehuwa sebisa-bisanya dan menikmati sukacita dalam pelayanan.—1 Tesalonika 5:11.
20. Apa yang hendaknya kita lakukan dengan harta hikmat yang terdapat dalam catatan Injil, dan mengapa?
20 Catatan Injil tentang kehidupan dan pelayanan Yesus benar-benar merupakan harta berupa hikmat! Apa yang harus kita lakukan dengan karunia yang tak ternilai ini? Pada penutup Khotbah di Gunung, Yesus mendesak para pendengarnya untuk tidak sekadar mendengar kata-katanya yang bijaksana, tetapi juga melakukan, atau menerapkannya. (Matius 7:24-27) Dengan membentuk cara berpikir, motivasi, dan tindakan kita menurut kata-kata dan perbuatan Yesus yang berhikmat, kita akan menemukan kehidupan yang terbaik sekarang juga dan tetap berada di jalan menuju kehidupan abadi. (Matius 7:13, 14) Pastilah, tidak ada jalan hidup yang lebih baik atau lebih bijaksana!
a Ceramah yang Yesus sampaikan pada hari itu belakangan dikenal sebagai Khotbah di Gunung. Seperti dicatat di Matius 5:3–7:27, khotbah itu terdiri dari 107 ayat dan agaknya dapat disampaikan hanya dalam waktu kira-kira 20 menit.
b Tampaknya, sewaktu ”langit terbuka” ketika Yesus dibaptis, ingatan tentang eksistensi pramanusianya dipulihkan.—Matius 3:13-17.
-
-
”Dia Belajar Ketaatan””Mari Jadilah Pengikutku”
-
-
PASAL ENAM
”Dia Belajar Ketaatan”
1, 2. Mengapa seorang ayah yang pengasih senang melihat putranya menaati dia, dan bagaimana perasaannya sama dengan perasaan Yehuwa?
SEORANG ayah sedang berdiri dekat jendela, mengamati putranya bermain dengan teman-temannya. Bola mereka melambung ke luar pekarangan dan berhenti di tengah jalan. Mata putranya terpaku pada bola itu. Salah satu temannya mendesak dia untuk lari ke jalan dan mengambil bola itu, tapi dia menggelengkan kepalanya. ”Aku tidak boleh main di jalan,” katanya. Sang ayah tersenyum.
2 Mengapa sang ayah begitu senang? Karena dia telah mengajar putranya agar tidak bermain-main di jalan. Sewaktu anak itu taat—sekalipun dia tidak tahu bahwa ayahnya sedang mengamatinya—sang ayah tahu bahwa putranya sedang belajar ketaatan dan alhasil sang putra lebih aman. Itulah yang juga dirasakan oleh Bapak surgawi kita, Yehuwa. Allah tahu bahwa agar kita bisa tetap setia dan menyaksikan masa depan menakjubkan yang Dia sediakan bagi kita, kita harus belajar memercayai dan menaati-Nya. (Amsal 3:5, 6) Untuk itu, Dia mengutus guru yang paling baik bagi kita.
3, 4. Bagaimana Yesus ”belajar ketaatan” dan ”menjadi sempurna”? Berikan ilustrasi.
3 Alkitab mengatakan suatu hal yang menakjubkan tentang Yesus: ”Meskipun dia adalah putra, dia belajar ketaatan dari hal-hal yang dia derita. Setelah menjadi sempurna, dia bertanggung jawab untuk memberikan keselamatan abadi kepada semua orang yang menaati dia.” (Ibrani 5:8, 9) Putra ini telah hidup selama waktu yang tak terbilang di surga. Dia melihat Setan dan malaikat pemberontak lainnya tidak taat, tetapi Putra sulung ini tidak pernah ikut-ikutan. Nubuat terilham menerapkan kata-kata ini pada dia, ”Aku tidak memberontak.” (Yesaya 50:5) Kalau begitu, bagaimana kata-kata ”dia belajar ketaatan” berlaku atas Putra yang ketaatannya sudah sempurna ini? Bagaimana makhluk yang sudah sempurna bisa ”menjadi sempurna”?
4 Perhatikan sebuah ilustrasi. Seorang prajurit memiliki sebilah pedang besi. Meskipun belum pernah teruji dalam pertempuran, pedang itu sempurna buatannya dan indah rancangannya. Namun, prajurit itu menukarnya dengan pedang dari baja pejal yang lebih kuat. Pedang yang baru itu telah teruji di medan tempur. Bukankah itu pertukaran yang bijak? Demikian pula, ketaatan yang Yesus perlihatkan sebelum dia datang ke bumi memang tanpa cacat. Tetapi, setelah tinggal di sini selama beberapa waktu, mutu ketaatannya sudah jauh berbeda. Ketaatannya telah teruji bagaikan baja pejal dan telah terbukti melalui cobaan-cobaan yang tidak akan pernah Yesus hadapi di surga.
5. Mengapa ketaatan Yesus sangat penting, dan apa yang akan kita ulas dalam pasal ini?
5 Ketaatan sangat penting dalam misi Yesus di bumi. Sebagai ”Adam yang terakhir”, Yesus datang untuk melakukan apa yang gagal dilakukan oleh orang tua pertama kita—tetap taat kepada Allah Yehuwa, bahkan di bawah ujian. (1 Korintus 15:45) Namun, ketaatan Yesus tidak bersifat mekanis. Yesus taat dengan segenap pikiran, hati, dan jiwanya. Dan, dia melakukannya dengan bersukacita. Baginya, melakukan kehendak Bapak lebih penting daripada makan! (Yohanes 4:34) Apa yang akan membantu kita meniru ketaatan Yesus? Pertama-tama, marilah kita ulas motifnya. Dengan memupuk motif seperti yang dia miliki, kita akan dibantu menolak godaan dan melaksanakan kehendak Allah. Lalu, kita akan meninjau beberapa hal yang dihasilkan karena memperlihatkan ketaatan seperti Kristus.
Motif di Balik Ketaatan Yesus
6, 7. Apa beberapa motif di balik ketaatan Yesus?
6 Ketaatan Yesus bersumber dari sifat-sifat dalam hatinya. Seperti yang kita lihat di Pasal 3, Kristus rendah hati. Keangkuhan membuat orang meremehkan ketaatan, sedangkan kerendahan hati membantu kita menaati Yehuwa dengan rela. (Keluaran 5:1, 2; 1 Petrus 5:5, 6) Selain itu, ketaatan Yesus timbul dari apa yang dia kasihi dan dari apa yang dia benci.
7 Di atas segalanya, Yesus mengasihi Bapak surgawinya, Yehuwa. Kasih itu akan dibahas secara lebih panjang lebar di Pasal 13. Dari kasih itu berkembanglah rasa takut akan Allah dalam diri Yesus. Sedemikian kuat kasihnya kepada Yehuwa, sedemikian dalam rasa hormatnya, sehingga dia takut membuat Bapaknya tidak senang. Takut akan Allah merupakan salah satu alasan mengapa doa-doa Yesus didengar. (Ibrani 5:7) Takut akan Yehuwa juga merupakan ciri menonjol pemerintahan Yesus sebagai Raja yang dilantik Yehuwa.—Yesaya 11:3.
Apakah hiburan yang Saudara pilih memperlihatkan bahwa Saudara membenci apa yang buruk?
8, 9. Seperti dinubuatkan, bagaimana perasaan Yesus tentang apa yang benar dan apa yang jahat, dan bagaimana dia menunjukkan perasaan itu?
8 Kasih akan Yehuwa juga mencakup membenci apa yang Yehuwa benci. Misalnya, perhatikan nubuat ini, yang ditujukan kepada sang Raja dan Mesias: ”Kamu mencintai apa yang benar dan membenci kejahatan. Itu sebabnya Allah, Allahmu, telah melantikmu dengan minyak, dan membuatmu lebih bahagia daripada raja-raja lain.” (Mazmur 45:7) ”Raja-raja lain” memaksudkan raja-raja lain dalam garis keturunan Raja Daud. Lebih dari mereka semua, Yesus memiliki alasan untuk sangat bersukacita atas pelantikannya. Mengapa? Upahnya jauh melebihi upah mereka, pemerintahannya mendatangkan manfaat yang tidak terbatas. Dia diupahi karena kasihnya akan apa yang benar dan kebenciannya terhadap apa yang jahat menggerakkan dia untuk menaati Allah dalam segala sesuatu.
9 Bagaimana Yesus menunjukkan perasaannya tentang apa yang benar dan apa yang jahat? Misalnya, sewaktu para pengikutnya menaati pengarahannya dalam pekerjaan pengabaran dan menuai hasil-hasil yang bagus, bagaimana reaksi Yesus? Sukacitanya melimpah. (Lukas 10:1, 17, 21) Dan, sewaktu penduduk Yerusalem berulang kali memperlihatkan semangat memberontak, menolak upayanya yang pengasih untuk membantu mereka, bagaimana perasaan Yesus? Dia menangis karena pemberontakan kota itu. (Lukas 19:41, 42) Tingkah laku yang baik dan yang buruk memengaruhi perasaan Yesus secara mendalam.
10. Perasaan apa yang perlu kita pupuk sehubungan dengan perbuatan yang benar dan tindakan yang salah, dan apa yang akan membantu kita memupuknya?
10 Dengan merenungkan perasaan Yesus, kita dibantu memeriksa motif di balik ketaatan kita sendiri kepada Yehuwa. Sekalipun tidak sempurna, kita dapat memupuk kasih yang sepenuh hati akan perbuatan baik dan kebencian yang sungguh-sungguh terhadap tingkah laku yang salah. Kita perlu berdoa kepada Yehuwa, meminta-Nya membantu kita memupuk perasaan seperti yang dimiliki Dia dan Putra-Nya. (Mazmur 51:10) Pada saat yang sama, kita perlu menghindari pengaruh yang akan mengikis perasaan itu. Sangat penting agar kita berhati-hati memilih hiburan dan teman bergaul. (Amsal 13:20; Filipi 4:8) Jika kita memupuk motif seperti motif Kristus, ketaatan kita tidak akan bersifat formalitas belaka. Kita akan melakukan apa yang benar karena kita senang melakukannya. Kita akan menghindari perbuatan yang salah, bukan karena takut ketahuan, melainkan karena kita membencinya.
”Dia Tidak Berbuat Dosa”
11, 12. (a) Peristiwa apa yang Yesus alami pada awal pelayanannya? (b) Apa godaan pertama yang Setan lancarkan kepada Yesus, dan taktik licik apa yang dia gunakan?
11 Kebencian Yesus terhadap dosa telah diuji pada awal pelayanannya. Setelah dibaptis, dia tinggal di padang belantara selama 40 hari dan 40 malam tanpa makanan. Pada akhir periode itu, Setan datang untuk menggoda dia. Perhatikan betapa liciknya si Iblis.—Matius 4:1-11.
12 Pertama-tama, Setan mengatakan, ”Kalau kamu putra Allah, suruh batu-batu ini menjadi roti.” (Matius 4:3) Apa yang Yesus rasakan setelah lama berpuasa? Alkitab mengatakan, ”Dia merasa lapar.” (Matius 4:2) Jadi, Setan memanfaatkan hasrat alami akan makanan, pastilah sengaja menunggu hingga kondisi fisik Yesus lemah. Perhatikan juga tantangan Setan: ”Kalau kamu putra Allah.” Padahal, Setan tahu bahwa Yesus adalah ”ciptaan yang sulung”. (Kolose 1:15, catatan kaki.) Sekalipun demikian, Yesus tidak membiarkan Setan memancingnya untuk tidak taat. Yesus tahu bahwa Allah tidak ingin dia menggunakan kuasanya untuk tujuan yang mementingkan diri. Dia tidak mau melakukannya. Dengan demikian, dia memperlihatkan bahwa dia dengan rendah hati bersandar kepada Yehuwa untuk memperoleh makanan dan pengarahan.—Matius 4:4.
13-15. (a) Bagaimana Setan menggoda Yesus untuk kedua dan ketiga kalinya, dan apa reaksi Yesus? (b) Bagaimana kita tahu bahwa Yesus tidak boleh lengah sekejap pun terhadap Setan?
13 Untuk godaannya yang kedua, Setan membawa Yesus ke tempat yang tinggi di pagar tembok di atap bait. Dengan lihai Setan memutarbalikkan Firman Allah, menggoda Yesus untuk memamerkan kehebatannya dengan menjatuhkan diri dari tempat tinggi itu agar malaikat-malaikat datang menyelamatkannya. Jika kumpulan orang di bait menyaksikan mukjizat itu, pasti tidak seorang pun bakal berani meragukan bahwa Yesus adalah Mesias yang dijanjikan, bukan? Dan, jika kumpulan orang itu memercayai Yesus sebagai Mesias berdasarkan pertunjukan itu, Yesus boleh jadi akan terhindar dari banyak kesukaran dan masalah, bukan? Mungkin saja. Tetapi, Yesus tahu bahwa Yehuwa menghendaki Mesias melaksanakan pekerjaannya dengan cara yang sederhana, bukan memengaruhi orang untuk memercayainya melalui pertunjukan yang spektakuler. (Yesaya 42:1, 2) Sekali lagi, Yesus tidak mau melawan kehendak Yehuwa. Dia tidak tergiur oleh kemasyhuran.
14 Namun, bagaimana dengan daya tarik kekuasaan? Dalam upayanya yang ketiga, Setan menawari Yesus semua kerajaan dunia jika Yesus mau melakukan satu saja tindakan penyembahan kepada Setan. Apakah dia sudi mempertimbangkan tawaran Setan? ”Pergi, Setan!” jawabnya. Dia menambahkan, ”Ada tertulis, ’Yang harus kamu sembah adalah Yehuwa Allahmu, dan bagi Dia saja kamu harus melakukan pelayanan suci.’” (Matius 4:10) Tidak ada yang bisa membuat Yesus menyembah allah lain. Tidak satu pun tawaran berupa kekuasaan atau pengaruh dalam dunia ini yang bisa membujuknya untuk tidak taat dengan cara apa pun.
15 Apakah Setan menyerah? Dia memang pergi atas perintah Yesus. Namun, Injil Lukas mengatakan bahwa Iblis ”meninggalkan dia dan menunggu kesempatan lain yang tepat”. (Lukas 4:13) Ya, Setan akan mencari kesempatan lain untuk menguji dan menggoda Yesus hingga akhir. Alkitab memberi tahu kita bahwa Yesus ”diuji dalam segala hal”. (Ibrani 4:15) Jadi, Yesus tidak boleh lengah sekejap pun; begitu pula kita.
16. Bagaimana Setan menggoda hamba-hamba Allah sekarang ini, dan bagaimana kita bisa menolak upayanya?
16 Setan masih terus menggoda hamba-hamba Allah sekarang ini. Sayangnya, akibat ketidaksempurnaan, kita sering kali menjadi sasaran empuk. Dengan lihai Setan memanfaatkan kecenderungan kita untuk mementingkan diri, sombong, dan haus akan kekuasaan. Melalui umpan materialisme, Setan bahkan bisa memanfaatkan semuanya sekaligus! Sungguh penting untuk secara berkala memeriksa diri kita dengan jujur. Kita hendaknya merenungkan kata-kata di 1 Yohanes 2:15-17. Sembari melakukannya, kita bisa menanyai diri apakah hingga taraf tertentu keinginan tubuh yang berdosa, kerinduan akan hal materi, dan keinginan untuk membuat orang lain terkesan telah mengikis kasih kita kepada Bapak surgawi kita. Kita perlu ingat bahwa dunia ini sedang berlalu, seperti penguasanya, Setan. Semoga kita menolak upaya-upayanya yang licik untuk membujuk kita agar berdosa! Semoga kita terinspirasi oleh Majikan kita, karena ”dia tidak berbuat dosa”.—1 Petrus 2:22.
”Saya Selalu Melakukan Hal-Hal yang Menyenangkan Dia”
17. Bagaimana perasaan Yesus tentang hal menaati Bapaknya, tetapi sanggahan apa yang mungkin diajukan beberapa orang?
17 Ketaatan mencakup lebih dari sekadar menjauhi dosa; Kristus aktif melaksanakan setiap perintah Bapaknya. Dia menyatakan, ”Saya selalu melakukan hal-hal yang menyenangkan Dia.” (Yohanes 8:29) Ketaatan ini membuat Yesus sangat bersukacita. Memang, ada yang mungkin menyanggah bahwa mudah saja bagi Yesus untuk taat. Mereka mungkin menyangka bahwa dia hanya perlu menaati Yehuwa, yang sempurna, sedangkan kita sering kali harus menaati manusia-manusia tidak sempurna yang berwenang. Namun, kenyataannya Yesus dahulu taat kepada manusia-manusia tidak sempurna yang berwenang.
18. Semasa kanak-kanak, teladan apa yang Yesus berikan dalam soal ketaatan?
18 Semasa kanak-kanak, Yesus berada di bawah wewenang orang tuanya yang tidak sempurna, Yusuf dan Maria. Agaknya, tidak seperti anak-anak pada umumnya, dia dapat dengan lebih jelas melihat kelemahan orang tuanya. Apakah dia lantas memberontak, melangkahi peranan yang Allah berikan kepadanya dan memberi tahu mereka cara mengurus keluarga? Perhatikan kata-kata Lukas 2:51 tentang Yesus yang berusia 12 tahun: ”Dia terus tunduk kepada mereka.” Dalam soal ketaatan, dia memberikan teladan yang sangat bagus bagi kaum muda Kristen, yang berjuang untuk menaati orang tua mereka dan memperlihatkan respek yang sepatutnya.—Efesus 6:1, 2.
19, 20. (a) Tantangan unik apa yang Yesus hadapi dalam hal menaati manusia tidak sempurna? (b) Mengapa orang Kristen sejati sekarang ini hendaknya menaati para pengemban tanggung jawab di sidang?
19 Dalam hal menaati manusia tidak sempurna, Yesus menghadapi tantangan yang tidak bakal dihadapi orang Kristen sejati sekarang ini. Pikirkan keunikan masa hidupnya. Kala itu, sistem agama Yahudi, dengan baitnya di Yerusalem dan keimamannya, telah diperkenan Yehuwa untuk waktu yang lama tetapi akan segera disingkirkan dan digantikan dengan sidang Kristen. (Matius 23:33-38) Sementara itu, banyak pemimpin agama mengajarkan kepalsuan yang diambil dari filsafat Yunani. Di bait, kebejatan sedemikian merajalela sampai-sampai Yesus menjulukinya ”gua perampok”. (Markus 11:17) Apakah Yesus menjauhi bait dan rumah ibadah? Tidak! Yehuwa masih menggunakan pengaturan itu. Hingga tiba saatnya Allah turun tangan dan membuat perubahan, Yesus dengan taat menghadiri perayaan di bait dan pergi ke rumah ibadah.—Lukas 4:16; Yohanes 5:1.
20 Jika Yesus saja taat di bawah keadaan itu, terlebih lagi kita, orang Kristen sejati sekarang ini hendaknya tetap taat! Bukankah kita hidup pada masa yang jauh berbeda, yakni era pemulihan ibadah murni yang telah lama dinubuatkan? Allah meyakinkan kita bahwa Dia tidak akan pernah membiarkan Setan merusak umat-Nya yang telah dipulihkan. (Yesaya 2:1, 2; 54:17) Memang, masih ada dosa dan ketidaksempurnaan dalam sidang Kristen. Tetapi, haruskah kita menjadikan kegagalan orang lain sebagai dalih untuk tidak menaati Yehuwa, barangkali dengan tidak mau berhimpun atau dengan bersikap kritis terhadap para penatua? Jangan sekali-kali! Sebaliknya, kita dengan sepenuh hati mendukung para pengemban tanggung jawab di sidang. Dengan taat kita menghadiri perhimpunan serta pertemuan dan menerapkan nasihat Alkitab yang kita terima di sana.—Ibrani 10:24, 25; 13:17.
Dengan taat kita menerapkan apa yang kita pelajari di perhimpunan
21. Bagaimana Yesus menanggapi tekanan dari manusia untuk tidak menaati Allah, dan bagaimana dia menjadi teladan bagi kita?
21 Yesus tidak pernah membiarkan seorang pun, bahkan sahabat yang berniat baik, membuat dia tidak menaati Yehuwa. Misalnya, Rasul Petrus mencoba meyakinkan Majikannya bahwa dia tidak perlu menderita dan mati. Yesus dengan tegas menolak nasihat Petrus yang berniat baik tetapi salah arah agar Yesus berbaik hati kepada dirinya sendiri. (Matius 16:21-23) Sekarang ini, para pengikut Yesus sering kali menghadapi kerabat yang dengan niat baik mungkin mencoba membujuk mereka agar tidak menaati hukum dan prinsip Allah. Seperti para pengikut Yesus pada abad pertama, pendirian kita adalah: ”Kami harus lebih taat kepada Allah sebagai penguasa kami daripada kepada manusia.”—Kisah 5:29.
Upah Karena Taat Seperti Kristus
22. Yesus memberikan jawaban atas pertanyaan apa, dan bagaimana?
22 Sewaktu Yesus menghadapi kematian, ketaatannya diuji dengan cara yang terberat. Pada hari yang suram itu, ”dia belajar ketaatan” dalam makna sepenuhnya. Dia melakukan kehendak Bapaknya, bukan kehendaknya sendiri. (Lukas 22:42) Dengan cara itu, dia menorehkan catatan integritas yang sempurna. (1 Timotius 3:16) Dia menyediakan jawaban atas pertanyaan yang telah lama diajukan: Dapatkah manusia sempurna tetap taat kepada Yehuwa sekalipun diuji? Adam gagal, begitu pula Hawa. Lalu, Yesus datang. Dia hidup, mati, dan memberikan jawaban telak. Tokoh terbesar di antara semua ciptaan Yehuwa memberikan jawaban yang paling jitu. Dia taat sekalipun harus membuat pengorbanan yang begitu besar.
23-25. (a) Bagaimana ketaatan berkaitan dengan integritas? Berikan ilustrasi. (b) Pokok apa yang akan diulas di pasal berikut?
23 Integritas, atau pengabdian sepenuh hati kepada Yehuwa, dinyatakan melalui ketaatan. Karena taat, Yesus mempertahankan integritasnya dan mendatangkan manfaat bagi seluruh umat manusia. (Roma 5:19) Yehuwa memberkati Yesus dengan limpah. Jika kita menaati Majikan kita, Kristus, Yehuwa pun akan memberkati kita. Ketaatan kepada Kristus menghasilkan ”keselamatan abadi”!—Ibrani 5:9.
24 Selain itu, integritas sendiri merupakan berkat. Amsal 10:9 (catatan kaki) mengatakan, ”Orang yang berintegritas akan berjalan dengan aman.” Jika integritas dapat diibaratkan dengan rumah besar yang terbuat dari batu-batu bata pilihan, setiap tindakan ketaatan dapat disamakan dengan satu bata. Satu bata mungkin tampak tidak berarti, tetapi setiap bata memiliki tempat dan nilai. Apabila banyak bata digabungkan, berdirilah sesuatu yang jauh lebih besar nilainya. Apabila tindakan-tindakan ketaatan disatukan, ditambahkan satu demi satu, hari demi hari, tahun demi tahun, kita membangun integritas bagaikan rumah yang indah.
25 Haluan ketaatan yang ditempuh selama waktu yang lama mengingatkan kita akan sifat lain—ketekunan. Aspek itu dari teladan Yesus merupakan pokok yang akan diulas di pasal berikut.
-
-
’Pikirkan Baik-Baik tentang Dia yang Bertekun’”Mari Jadilah Pengikutku”
-
-
PASAL TUJUH
’Pikirkan Baik-Baik tentang Dia yang Bertekun’
1-3. (a) Seberapa hebatkah penderitaan Yesus di Taman Getsemani, dan apa penyebabnya? (b) Apa yang dapat dikomentari tentang teladan ketekunan Yesus, dan pertanyaan apa saja yang timbul?
TEKANANNYA sungguh hebat. Belum pernah Yesus mengalami penderitaan mental dan emosi seberat itu. Kehidupannya di bumi tinggal beberapa jam lagi. Bersama rasul-rasulnya, dia pergi ke Taman Getsemani, yang sudah sering mereka kunjungi. Namun, malam itu dia perlu menyendiri beberapa waktu. Setelah meninggalkan rasul-rasulnya, dia masuk lebih jauh ke taman itu, dan sambil berlutut, dia mulai berdoa. Dia berdoa dengan begitu khusyuk dan merasakan penderitaan yang begitu dalam sampai-sampai keringatnya menjadi ”seperti darah yang menetes ke tanah”.—Lukas 22:39-44.
2 Mengapa Yesus begitu susah hati? Memang, dia tahu bahwa sebentar lagi dia harus menghadapi penderitaan fisik yang ekstrem, tetapi bukan itu alasan di balik penderitaan batinnya. Ada hal-hal yang jauh lebih penting yang membebaninya. Dia sangat mengkhawatirkan reputasi Bapaknya dan sadar bahwa masa depan keluarga manusia bergantung pada apakah dia akan tetap setia atau tidak. Yesus tahu bahwa ketekunannya sangat penting. Kalau sampai gagal, dia akan mendatangkan celaan besar atas nama Yehuwa. Tetapi, Yesus tidak gagal. Belakangan pada hari itu, beberapa saat sebelum mengembuskan napas terakhirnya, pria yang telah menetapkan teladan ketekunan terbaik di bumi itu berseru penuh kemenangan, ”Sudah selesai!”—Yohanes 19:30.
3 Alkitab mendesak kita, ’Pikirkan baik-baik tentang dia [Yesus] yang bertekun.’ (Ibrani 12:3) Maka, timbul beberapa pertanyaan yang penting: Apa saja cobaan yang Yesus hadapi? Mengapa dia bisa bertekun? Bagaimana kita bisa mengikuti teladannya? Namun, sebelum kita menjawabnya, mari kita bahas apa arti ketekunan.
Apa Ketekunan Itu?
4, 5. (a) Apa arti ”ketekunan”? (b) Bagaimana kita dapat menjelaskan bahwa bertekun tidak sekadar berarti mengalami kesukaran yang tidak terelakkan?
4 Adakalanya, kita semua ”harus menderita berbagai cobaan”. (1 Petrus 1:6) Apakah fakta bahwa kita mengalami cobaan dengan sendirinya berarti kita sudah bertekun? Tidak. Kata benda dalam bahasa Yunani untuk ”ketekunan” berarti ”kesanggupan untuk bertahan atau tegar menghadapi kesulitan”. Mengenai jenis ketekunan yang dimaksudkan oleh para penulis Alkitab, seorang pakar menjelaskan, ”[Ketekunan] adalah suatu sifat yang dengannya seseorang dapat menanggung sesuatu, bukan dengan pasrah, melainkan dengan harapan yang membara. . . . Sifat ini membuat seseorang tetap tegar menghadapi prahara. Sifat ini merupakan suatu kebajikan yang dapat mengubah cobaan yang paling sulit menjadi sesuatu yang mulia karena orang yang memiliki sifat ini dapat melihat tujuan di balik kepedihan.”
5 Jadi, bertekun tidak sekadar berarti mengalami kesukaran yang tidak terelakkan. Dalam Alkitab, ketekunan mencakup keadaan kukuh, mempertahankan sikap mental yang benar dan sudut pandangan yang optimistis kala menghadapi cobaan. Perhatikan sebuah ilustrasi: Dua pria dipenjarakan dengan kondisi yang sama tetapi karena alasan yang sangat berbeda. Yang satu, seorang penjahat, menjalani hukumannya dengan bersungut-sungut dan kesal. Yang lain, seorang Kristen sejati yang dipenjarakan karena kesetiaannya, tetap tegar dan bersikap positif karena dia melihat situasinya sebagai kesempatan untuk mempertunjukkan imannya. Si penjahat sama sekali tidak bisa dianggap contoh ketekunan, sedangkan orang Kristen yang setia itu merupakan teladan untuk sifat yang unggul ini.—Yakobus 1:2-4.
6. Bagaimana kita memupuk ketekunan?
6 Ketekunan sangat penting untuk memperoleh keselamatan. (Matius 24:13) Namun, sifat yang penting ini bukan sifat bawaan kita. Ketekunan harus dipupuk. Caranya? ”Kesengsaraan membuat kita bertekun,” kata Roma 5:3. Ya, jika kita benar-benar ingin memupuk ketekunan, kita tidak boleh menghindari semua ujian iman karena merasa takut. Sebaliknya, kita harus menghadapinya. Ketekunan dihasilkan sewaktu kita hari demi hari menghadapi dan mengatasi cobaan, besar maupun kecil. Setiap ujian yang kita lewati menguatkan kita untuk menghadapi ujian berikutnya. Tentu saja, ketekunan tidak dipupuk dengan upaya sendiri. Kita ”mengandalkan kekuatan dari Allah”. (1 Petrus 4:11) Untuk membantu kita tetap kukuh, Yehuwa telah memberi kita bantuan yang terbaik—teladan Putra-Nya. Mari kita cermati catatan ketekunan Yesus yang tanpa cacat.
Apa yang Yesus Alami
7, 8. Apa yang Yesus alami menjelang akhir kehidupannya di bumi?
7 Menjelang akhir kehidupannya di bumi, Yesus bertekun mengalami kekejaman demi kekejaman. Selain tekanan mental yang hebat pada malam terakhirnya, bayangkan kekecewaan yang pasti dia rasakan dan penghinaan yang dia derita. Dia dikhianati teman karibnya, ditinggalkan oleh sahabat-sahabat terdekatnya, dan dihadapkan ke pengadilan ilegal, lalu di sana, para hakim agama tertinggi di negeri itu mengejek, meludahi, dan meninjunya. Namun, dia menghadapi itu semua dengan tenang, bermartabat, dan tegar.—Matius 26:46-49, 56, 59-68.
8 Pada jam-jam terakhirnya, Yesus mengalami penderitaan fisik yang luar biasa. Dia disesah, yakni dicambuki dengan hebat, yang konon menyebabkan ”luka robek yang dalam dan panjang serta mengucurkan banyak darah”. Dia dipakukan pada tiang, suatu metode eksekusi yang menyebabkan ”kematian perlahan dengan kesakitan dan penderitaan terhebat”. Bayangkan penderitaannya ketika paku-paku besar dipalu menembus kaki dan tangannya hingga dia tertancap pada tiang. (Yohanes 19:1, 16-18) Bayangkan rasa nyeri yang menjalar ke sekujur tubuhnya sewaktu tiang itu ditegakkan lalu berat tubuhnya menggantung pada paku-paku itu dan punggungnya yang sudah robek tergesek pada tiang. Dan, dia mengalami penderitaan fisik yang ekstrem ini sambil menanggung beban mental yang disebutkan di awal pasal ini.
9. Apa artinya mengangkat ’tiang siksaan’ kita dan mengikuti Yesus?
9 Sebagai pengikut Kristus, apa yang boleh jadi harus kita alami? Yesus berkata, ”Kalau seseorang ingin mengikuti aku, dia harus . . . memikul tiang siksaannya dan terus mengikuti aku.” (Matius 16:24) Istilah ’tiang siksaan’ di sini digunakan secara kiasan untuk menggambarkan penderitaan, rasa malu, atau bahkan kematian. Mengikuti Kristus tidak mudah. Standar Kristen membuat kita berbeda. Dunia ini membenci kita karena kita bukan bagian darinya. (Yohanes 15:18-20; 1 Petrus 4:4) Meskipun demikian, kita rela mengangkat tiang siksaan kita—ya, kita siap menderita, bahkan mati, ketimbang berhenti mengikuti Teladan kita.—2 Timotius 3:12.
10-12. (a) Mengapa ketidaksempurnaan orang-orang di sekeliling Yesus menjadi ujian ketekunan baginya? (b) Apa beberapa situasi yang menguji Yesus?
10 Selama pelayanannya, Yesus menghadapi ujian lain yang timbul karena ketidaksempurnaan orang-orang di sekelilingnya. Ingatlah bahwa dia adalah ”pekerja ahli”, yang Yehuwa gunakan untuk menciptakan bumi dan segala isinya. (Amsal 8:22-31) Jadi, Yesus tahu kehendak Yehuwa bagi umat manusia; mereka semestinya mencerminkan sifat-sifat-Nya dan menikmati kehidupan dengan kesehatan yang sempurna. (Kejadian 1:26-28) Sewaktu berada di bumi, Yesus melihat akibat tragis dosa dari sudut pandang yang berbeda—sebagai manusia, dia bisa menyelami perasaan dan emosi manusia. Pasti sungguh pedih rasanya melihat langsung seberapa jauh manusia telah merosot dari kesempurnaan yang semula dimiliki Adam dan Hawa! Maka, ujian ketekunan pun mengadang Yesus. Apakah dia akan berkecil hati dan angkat tangan, menganggap bahwa manusia berdosa sudah tidak tertolong lagi? Mari kita lihat.
11 Sikap apatis orang-orang Yahudi sangat menyusahkan hati Yesus sampai-sampai dia menangis di hadapan umum. Apakah dia membiarkan ketidakacuhan mereka mengendurkan semangatnya atau membuatnya berhenti mengabar? Sebaliknya, ”setiap hari, Yesus mengajar di bait”. (Lukas 19:41-44, 47) Dia ”sangat pedih hati” atas ketidakpekaan hati orang-orang Farisi yang memperhatikannya dengan saksama hanya untuk melihat apakah dia akan menyembuhkan seorang pria pada hari Sabat. Apakah dia membiarkan para penentang yang menganggap diri benar itu mengintimidasi dia? Tentu saja tidak! Dia tetap teguh dan menyembuhkan pria itu—persis di tengah-tengah rumah ibadah!—Markus 3:1-5.
12 Ada lagi yang pasti sangat menguji Yesus—kelemahan murid-murid terdekatnya. Seperti yang kita bahas di Pasal 3, mereka tak henti-hentinya mempertunjukkan hasrat akan kedudukan terkemuka. (Matius 20:20-24; Lukas 9:46) Yesus menasihati mereka lebih dari satu kali tentang perlunya kerendahan hati. (Matius 18:1-6; 20:25-28) Namun, mereka lambat belajar. Bahkan pada malam terakhirnya bersama mereka, mereka ”berdebat dengan sengit” mengenai siapa yang terbesar di antara mereka! (Lukas 22:24) Apakah Yesus menyerah, menyimpulkan bahwa mereka sudah tidak tertolong lagi? Tidak. Dia senantiasa sabar, positif, dan berharap, melihat hal-hal baik dalam diri mereka. Dia tahu bahwa mereka mengasihi Yehuwa dari hati dan benar-benar ingin melakukan kehendak-Nya.—Lukas 22:25-27.
Apakah kita akan membiarkan tentangan mengendurkan semangat kita, atau apakah kita akan terus mengabar dengan bersemangat?
13. Kita mungkin menghadapi ujian apa, yang mirip dengan ujian yang Yesus hadapi?
13 Kita mungkin menghadapi ujian yang mirip dengan ujian yang Yesus hadapi. Misalnya, kita mungkin bertemu dengan orang-orang yang tidak menyambut atau bahkan menentang berita Kerajaan. Apakah kita akan membiarkan reaksi negatif itu mengendurkan semangat kita, atau apakah kita akan terus mengabar dengan bersemangat? (Titus 2:14) Kita mungkin diuji sebagai akibat ketidaksempurnaan saudara-saudari Kristen kita. Kata-kata yang tidak dipikir atau tindakan yang sembrono boleh jadi melukai perasaan kita. (Amsal 12:18) Apakah kita akan membiarkan kelemahan rekan-rekan seiman membuat kita angkat tangan terhadap mereka, atau apakah kita akan terus bersabar terhadap kesalahan mereka dan mencari hal-hal baik dalam diri mereka?—Kolose 3:13.
Mengapa Yesus Bisa Bertekun
14. Dua faktor apa yang membantu Yesus tetap teguh?
14 Apa yang membantu Yesus tetap teguh dan berintegritas sekalipun mengalami semua penghinaan, kekecewaan, dan penderitaan? Ada dua faktor mencolok yang menopang Yesus. Pertama, dia berpaling ke atas, kepada Allah, yang bisa membantunya bertekun. (Roma 15:5) Kedua, Yesus menatap ke depan, berfokus pada hasil ketekunannya kelak. Marilah kita kupas faktor-faktor ini satu per satu.
15, 16. (a) Apa yang memperlihatkan bahwa Yesus tidak mengandalkan kekuatannya sendiri untuk bertekun? (b) Keyakinan apa yang Yesus miliki tentang Bapaknya, dan mengapa?
15 Kendati dia Putra Allah yang sempurna, Yesus tidak mengandalkan kekuatannya sendiri untuk bertekun. Sebaliknya, dia berpaling kepada Bapak surgawinya dan berdoa memohon bantuan dari atas. Rasul Paulus menulis, ”Kristus berdoa dengan sungguh-sungguh dan memohon dengan jeritan dan tangisan kepada Allah, yang bisa menyelamatkan dia dari kematian.” (Ibrani 5:7) Perhatikan bahwa Yesus bukan hanya berdoa tapi juga memohon. Istilah ”memohon” memaksudkan meminta dengan sepenuh hati dan sungguh-sungguh—ya, seolah-olah mengemis meminta bantuan. Dalam teks Yunani asli, kata yang diterjemahkan menjadi ”memohon” adalah kata benda berbentuk jamak, yang menunjukkan bahwa Yesus memohon kepada Yehuwa lebih dari satu kali. Di Taman Getsemani, Yesus juga berdoa berulang kali dengan sungguh-sungguh.—Matius 26:36-44.
16 Yesus sepenuhnya yakin bahwa Yehuwa akan menjawab permohonannya, karena dia tahu bahwa Bapaknya adalah ”Pendengar doa”. (Mazmur 65:2) Selama eksistensi pramanusianya, Putra sulung ini telah melihat bagaimana Bapaknya menjawab doa para penyembah-Nya yang setia. Misalnya, Putra ini adalah saksi mata di surga ketika Yehuwa mengutus seorang malaikat untuk menjawab doa Nabi Daniel yang sepenuh hati—bahkan sebelum Daniel selesai berdoa. (Daniel 9:20, 21) Jadi, bagaimana mungkin Bapak tidak menjawab ketika Putra tunggal-Nya mencurahkan isi hatinya ”dengan jeritan dan tangisan”? Yehuwa menanggapi permohonan Putra-Nya dan mengutus seorang malaikat untuk menguatkan dia agar tegar di bawah cobaan berat itu.—Lukas 22:43.
17. Untuk bertekun, mengapa kita perlu berpaling ke atas, dan bagaimana kita dapat melakukannya?
17 Untuk bertekun, kita pun harus berpaling ke atas—kepada Allah, yang bisa memberikan kekuatan. (Filipi 4:13) Jika Putra Allah yang sempurna saja merasa perlu memohon bantuan Yehuwa, terlebih lagi kita! Seperti Yesus, kita mungkin perlu memohon kepada Yehuwa berkali-kali. (Matius 7:7) Meskipun kita tidak berharap akan dikunjungi malaikat, kita dapat yakin akan hal ini: Allah kita yang pengasih akan menanggapi permohonan orang Kristen setia yang ”terus berdoa dan memohon kepada-Nya siang malam”. (1 Timotius 5:5) Apa pun cobaan yang mungkin kita hadapi—entah penyakit, kematian orang yang disayangi, atau penganiayaan dari para penentang—Yehuwa akan menjawab doa kita yang sungguh-sungguh memohon hikmat, ketabahan, dan kekuatan untuk bertekun.—2 Korintus 4:7-11; Yakobus 1:5.
Yehuwa akan menjawab doa kita yang sungguh-sungguh memohon bantuan untuk bertekun
18. Bagaimana Yesus menatap, bukan pada penderitaannya, melainkan pada apa yang terbentang di hadapannya?
18 Faktor kedua yang memungkinkan Yesus bertekun adalah dia menatap ke depan, bukan pada penderitaannya, melainkan pada apa yang terbentang di hadapannya. Tentang Yesus, Alkitab berkata, ”Demi sukacita yang ditaruh di hadapannya, dia bertekun di tiang siksaan.” (Ibrani 12:2) Teladan Yesus menunjukkan bagaimana harapan, sukacita, dan ketekunan saling berkaitan. Ini dapat diringkaskan sebagai berikut: Harapan menghasilkan sukacita, dan sukacita menghasilkan ketekunan. (Roma 15:13; Kolose 1:11) Yesus memiliki prospek yang menakjubkan. Dia tahu bahwa kesetiaannya turut menyucikan nama Bapaknya dan memungkinkan dia membeli kembali keluarga manusia dari dosa serta kematian. Yesus juga memiliki harapan memerintah sebagai Raja dan melayani sebagai Imam Besar, untuk mendatangkan lebih banyak berkat bagi manusia yang taat. (Matius 20:28; Ibrani 7:23-26) Dengan berfokus pada prospek dan harapan di hadapannya, Yesus memperoleh sukacita yang tak terkira, dan sukacita itu selanjutnya membantu dia bertekun.
19. Sewaktu menghadapi ujian iman, apa peranan harapan, sukacita, dan ketekunan?
19 Seperti Yesus, kita perlu memiliki harapan, sukacita, dan ketekunan. ”Bersukacitalah atas harapan kalian,” kata Rasul Paulus. Lalu, dia menambahkan, ”Bertekunlah menghadapi kesengsaraan.” (Roma 12:12) Apakah Saudara sedang menghadapi ujian iman yang berat? Maka, berupayalah sebisa-bisanya menatap ke depan. Jangan lupa bahwa ketekunan Saudara akan mendatangkan pujian atas nama Yehuwa. Tetaplah berfokus pada harapan Kerajaan yang berharga. Bayangkan diri Saudara berada di dunia baru Allah yang akan datang, menikmati berkat-berkat dalam Firdaus. Dengan menanti-nantikan penggenapan hal-hal menakjubkan yang telah Yehuwa janjikan—termasuk penyucian nama-Nya, disingkirkannya kejahatan dari bumi, dan dihapusnya penyakit serta kematian—hati Saudara akan dipenuhi sukacita, dan sukacita itu dapat membantu Saudara bertekun tidak soal cobaan yang mungkin menimpa Saudara. Bila dibandingkan dengan perwujudan harapan Kerajaan, penderitaan apa pun dalam dunia ini sesungguhnya ”sementara dan ringan”.—2 Korintus 4:17.
’Ikuti Jejaknya dengan Saksama’
20, 21. Mengenai ketekunan, apa yang Yehuwa harapkan dari kita, dan apa hendaknya tekad kita?
20 Yesus tahu bahwa menjadi pengikutnya tidaklah mudah, suatu haluan yang membutuhkan ketekunan. (Yohanes 15:20) Dia siap menunjukkan jalan, tahu bahwa teladannya akan menguatkan orang lain. (Yohanes 16:33) Memang, Yesus menetapkan teladan ketekunan yang sempurna, tetapi kita jauh dari sempurna. Apa yang Yehuwa harapkan dari kita? Petrus menjelaskan, ”Kristus . . . menderita demi kalian, menjadi teladan supaya kalian mengikuti jejaknya dengan saksama.” (1 Petrus 2:21) Melalui cara dia menghadapi ujian, Yesus ”menjadi teladan” untuk ditiru.a Catatan ketekunan yang dia bangun bisa disamakan dengan jejak-jejak kaki. Kita tidak bisa mengikuti jejak itu dengan sempurna, tetapi kita bisa mengikutinya ”dengan saksama”.
21 Jadi, marilah kita bertekad untuk mengikuti teladan Yesus sebisa-bisanya. Jangan pernah lupa bahwa semakin saksama kita mengikuti langkah-langkah Yesus, kita semakin diperlengkapi untuk bertekun ”sampai ke akhir”—akhir dunia tua ini atau akhir kehidupan kita sekarang. Kita tidak tahu mana yang akan datang terlebih dahulu, tetapi satu hal yang kita tahu: Yehuwa akan mengupahi ketekunan kita hingga selama-lamanya.—Matius 24:13.
a Kata Yunani yang diterjemahkan menjadi ”teladan” secara harfiah berarti ”tulisan di bawah”. Rasul Petrus adalah satu-satunya penulis Kitab-Kitab Yunani Kristen yang menggunakan kata ini, yang memaksudkan ”sebuah contoh tulisan dalam buku latihan anak-anak, suatu model yang sempurna untuk ditiru anak itu sepersis mungkin”.
-
-
”Untuk Itulah Saya Diutus””Mari Jadilah Pengikutku”
-
-
PASAL DELAPAN
”Untuk Itulah Saya Diutus”
1-4. (a) Bagaimana Yesus dengan terampil mengajar seorang wanita Samaria, dan apa hasilnya? (b) Bagaimana reaksi rasul-rasulnya?
MEREKA telah berjalan selama berjam-jam. Yesus dan rasul-rasulnya sedang mengadakan perjalanan ke utara, dari Yudea menuju Galilea. Karena menggunakan rute terpendek—yang memakan waktu sekitar tiga hari—mereka melintasi Samaria. Menjelang tengah hari, mereka mendekati sebuah kota kecil bernama Sikhar dan berhenti untuk menyegarkan diri.
2 Sementara rasul-rasulnya pergi membeli makanan, Yesus beristirahat dekat sebuah sumur di luar kota. Seorang wanita datang untuk menimba air. Yesus bisa saja memilih untuk mengabaikan dia. Lagi pula, dia sedang ”sangat lelah karena perjalanannya”. (Yohanes 4:6) Dapat dimaklumi seandainya dia memejamkan mata lalu membiarkan wanita Samaria itu datang dan pergi begitu saja. Seperti yang kita lihat di Pasal 4 buku ini, wanita itu kemungkinan besar sudah mengantisipasi perlakuan hina dari orang Yahudi. Namun, Yesus mengajaknya berbicara.
3 Dia membuka percakapan dengan perumpamaan yang diambil dari keseharian wanita itu—malah dari apa yang sedang dia lakukan. Wanita itu datang untuk menimba air; Yesus berbicara tentang air kehidupan yang akan memuaskan dahaga rohaninya. Namun, beberapa kali wanita itu melontarkan pernyataan yang berpotensi menimbulkan perbantahan.a Dengan bijaksana, Yesus mengesampingkannya dan terus membahas topik yang telah diangkatnya. Dia berfokus pada hal-hal rohani—ibadah yang murni dan Allah Yehuwa. Kata-katanya berdampak luas, karena wanita itu menyampaikannya lagi kepada pria-pria di kota, dan mereka pun ingin mendengarkan Yesus.—Yohanes 4:3-42.
4 Ketika rasul-rasul kembali, bagaimana perasaan mereka tentang kesaksian luar biasa yang Yesus berikan? Tidak ada petunjuk bahwa mereka antusias. Mereka malah heran bahwa Yesus berbicara dengan wanita itu, dan tampaknya mereka tidak mengacuhkannya. Setelah dia pergi, mereka terus mendesak Yesus untuk menyantap makanan yang mereka bawa. Namun, Yesus mengatakan kepada mereka, ”Aku sudah punya makanan, tapi kalian tidak tahu apa itu.” Awalnya, mereka bingung dan mengira Yesus benar-benar sudah makan. Lalu, dia menjelaskan, ”Makananku adalah melakukan kehendak Dia yang mengutus aku dan menyelesaikan pekerjaan dari-Nya.” (Yohanes 4:32, 34) Demikianlah Yesus mengajar mereka bahwa pekerjaan utama dalam kehidupannya jauh lebih penting baginya daripada makan. Dia ingin agar mereka memiliki perasaan yang sama. Pekerjaan apa itu?
5. Apa pekerjaan utama Yesus, dan apa yang akan kita bahas di pasal ini?
5 Yesus pernah berkata, ”Saya juga harus memberitakan kabar baik tentang Kerajaan Allah di kota-kota lain, karena untuk itulah saya diutus.” (Lukas 4:43) Ya, Yesus diutus untuk mengabar dan mengajarkan kabar baik tentang Kerajaan Allah.b Sekarang, para pengikut Yesus memiliki pekerjaan yang sama. Jadi, penting sekali kita membahas mengapa Yesus mengabar, apa yang dia kabarkan, dan bagaimana dia menyikapi tugasnya.
Mengapa Yesus Mengabar
6, 7. Yesus ingin agar ”setiap guru” merasa bagaimana tentang tugas menceritakan kabar baik kepada orang lain? Berikan ilustrasi.
6 Mari kita perhatikan perasaan Yesus tentang kebenaran yang dia ajarkan; lalu kita akan membahas sikapnya terhadap orang-orang yang dia ajar. Yesus menggunakan perumpamaan yang hidup untuk memperlihatkan bagaimana perasaannya tentang tugas memberitahukan kebenaran-kebenaran yang telah Yehuwa ajarkan kepadanya. Dia berkata, ”Setiap guru yang sudah diajar tentang Kerajaan surga itu seperti tuan rumah, yang mengeluarkan barang-barang baru dan lama dari tempat penyimpanannya.” (Matius 13:52) Untuk apa tuan rumah dalam perumpamaan ini mengeluarkan barang-barang dari tempat penyimpanan hartanya?
7 Tuan rumah itu bukan memamerkan hartanya, seperti yang pernah dilakukan Raja Hizkia pada zaman dahulu—dengan konsekuensi yang pahit. (2 Raja 20:13-20) Apa motif tuan rumah itu? Pikirkan sebuah ilustrasi: Saudara berkunjung ke rumah guru kesayangan Saudara. Dia membuka laci mejanya dan mengeluarkan dua pucuk surat—yang satu sudah kuning dimakan usia, yang satu lagi lebih baru. Keduanya surat dari ayahnya—yang satu dia terima puluhan tahun yang lalu ketika sang guru masih kecil, yang satu lagi dia terima belum lama ini. Matanya berbinar-binar saat dia memberi tahu Saudara bahwa dia sangat menghargai surat-surat itu dan bahwa nasihat di dalamnya telah mengubah kehidupannya serta dapat membantu Saudara juga. Jelaslah, surat-surat itu sangat berharga, memiliki tempat yang istimewa di hati sang guru. (Lukas 6:45) Dia memperlihatkannya kepada Saudara, bukan untuk menyombongkan diri atau mengeruk keuntungan dengan cara tertentu, melainkan agar Saudara memperoleh manfaat dan merasakan nilainya juga.
8. Mengapa kita memiliki alasan yang kuat untuk menganggap segala sesuatu yang kita pelajari dari Firman Allah sebagai harta?
8 Seperti itulah motif sang Guru Agung, Yesus, sewaktu menceritakan kebenaran-kebenaran dari Allah kepada orang lain. Baginya, semua kebenaran itu adalah harta yang tak ternilai. Dia mengasihinya, dan dia ingin sekali menceritakannya. Dia ingin agar semua pengikutnya, ”setiap guru”, memiliki perasaan yang sama. Itukah perasaan kita? Kita memiliki alasan yang kuat untuk mengasihi segala sesuatu yang kita pelajari dari Firman Allah. Kita sangat menghargai permata-permata kebenaran, entah itu kepercayaan yang sudah lama kita anut atau pemurnian baru-baru ini. Kita menunjukkan bahwa kita seperasaan dengan Yesus apabila kita berbicara dengan sikap antusias yang tulus dan selalu mengasihi apa yang telah Yehuwa ajarkan.
9. (a) Bagaimana perasaan Yesus terhadap orang-orang yang dia ajar? (b) Bagaimana kita dapat meniru sikap Yesus terhadap orang-orang?
9 Yesus juga mengasihi orang-orang yang dia ajar, seperti yang akan kita bahas lebih lengkap di Bagian 3. Menurut nubuat, Mesias akan ”mengasihani orang kecil dan orang miskin”. (Mazmur 72:13) Ya, Yesus peduli kepada orang-orang. Dia peduli akan pikiran dan sikap yang memotivasi mereka; dia prihatin akan tanggungan yang membebani mereka dan rintangan yang menghalangi mereka untuk memahami kebenaran. (Matius 11:28; 16:13; 23:13, 15) Misalnya, ingatlah contoh wanita Samaria. Dia pasti sangat terkesan bahwa Yesus peduli kepadanya. Pemahaman Yesus tentang situasi pribadinya menggerakkan dia untuk mengakui Yesus sebagai nabi dan memberitahukannya kepada orang lain. (Yohanes 4:16-19, 39) Memang, para pengikut Yesus sekarang tidak dapat membaca hati orang-orang yang mereka kabari. Namun, seperti Yesus, kita dapat memperlihatkan minat kepada orang lain; kita dapat menunjukkan kepedulian kita; dan kita dapat menyesuaikan kata-kata kita dengan minat, masalah, dan kebutuhan mereka.
Apa yang Yesus Kabarkan
10, 11. (a) Apa yang Yesus kabarkan? (b) Apa yang terjadi sehingga Kerajaan Allah dibutuhkan?
10 Apa yang Yesus kabarkan? Seandainya Saudara mencoba mencari jawabannya dengan memeriksa ajaran banyak gereja yang mengaku mewakilinya, Saudara boleh jadi akan menyimpulkan bahwa dia mengupayakan semacam reformasi sosial. Atau, boleh jadi Saudara akan mendapat kesan bahwa dia menganjurkan reformasi politis atau sekadar mengutamakan keselamatan manusia. Namun, seperti yang disebutkan sebelumnya, Yesus dengan gamblang mengatakan, ”Saya . . . harus memberitakan kabar baik tentang Kerajaan Allah.” Apa persisnya yang tercakup?
11 Ingatlah, Yesus berada di surga ketika Setan mula-mula merusak nama Yehuwa yang kudus dan mempertanyakan cara Allah memerintah. Betapa sakit hatinya Yesus sewaktu melihat Bapaknya yang sangat baik difitnah dan dituduh sebagai Penguasa yang tidak adil, yang menahan hal-hal baik dari makhluk ciptaan-Nya! Betapa pedihnya Putra Allah ketika Adam dan Hawa, calon orang tua umat manusia, memercayai fitnah Setan! Sang Putra melihat bahwa dosa dan kematian menyebar dalam keluarga manusia akibat pemberontakan itu. (Roma 5:12) Namun, betapa senangnya dia ketika tahu bahwa suatu hari kelak Bapaknya akan meluruskan kembali segala sesuatu melalui Kerajaan-Nya!
12, 13. Ketidakadilan apa saja yang akan diluruskan oleh Kerajaan Allah, dan bagaimana Yesus menjadikan Kerajaan itu sebagai inti pelayanannya?
12 Di atas segalanya, sengketa apa yang harus diluruskan? Nama kudus Yehuwa harus disucikan, dibersihkan dari segala celaan yang ditimpakan ke atasnya oleh Setan dan semua pendukungnya. Karena nama Yehuwa mencakup reputasinya sebagai Penguasa, itu berarti cara Yehuwa untuk memerintah perlu dibuktikan kebenarannya. Dibandingkan dengan manusia mana pun, Yesus paling memahami sengketa-sengketa yang sangat penting itu. Dalam contoh doanya, dia mengajar para pengikutnya untuk pertama-tama meminta agar nama Bapaknya disucikan, lalu agar Kerajaan Bapaknya datang, dan kemudian agar kehendak Allah terjadi di bumi. (Matius 6:9, 10) Kerajaan Allah, dengan Kristus Yesus sebagai Penguasanya, akan segera menyingkirkan dunia Setan yang korup dari bumi ini dan meneguhkan pemerintahan Yehuwa yang adil dan benar hingga selama-lamanya.—Daniel 2:44.
13 Kerajaan itulah tema pelayanan Yesus. Semua perkataan dan tindakannya turut memperjelas apa Kerajaan itu dan bagaimana Kerajaan itu akan mewujudkan kehendak Yehuwa. Yesus tidak membiarkan apa pun menyimpangkan dia dari misinya, yakni memberitakan kabar baik Kerajaan Allah. Pada zamannya, ada problem sosial yang kritis, ketidakadilan yang merajalela, tetapi dia berfokus pada berita dan pekerjaannya. Apakah dengan mempertahankan fokus itu, Yesus menjadi orang yang picik, bersikap tidak masuk akal, dan membosankan? Sama sekali tidak!
14, 15. (a) Bagaimana Yesus terbukti ”lebih penting daripada Salomo”? (b) Bagaimana kita dapat meniru Yesus dalam hal berita yang kita kabarkan?
14 Seperti yang akan kita lihat di seluruh bagian ini, pengajaran Yesus menarik dan bervariasi. Dia berupaya menggugah hati orang-orang. Kita boleh jadi teringat akan Raja Salomo yang berhikmat, yang berupaya menemukan kata-kata yang menyenangkan, kata-kata kebenaran yang tepat, untuk menuangkan gagasan yang telah Yehuwa ilhamkan kepadanya. (Pengkhotbah 12:10) Yehuwa memberi pria yang tidak sempurna itu ”pemahaman yang sangat berlimpah”, sehingga dia dapat berbicara tentang banyak hal—mengenai burung, ikan, pohon, dan binatang liar. Orang-orang datang dari jauh untuk mendengar Salomo berbicara. (1 Raja 4:29-34) Namun, Yesus ”lebih penting daripada Salomo”. (Matius 12:42) Dia jauh lebih berhikmat, jauh lebih berlimpah pemahamannya. Sewaktu mengajar, Yesus menggunakan khazanah pengetahuannya yang unggul tentang Firman Allah, juga tentang burung, binatang liar, ikan, pertanian, cuaca, peristiwa terkini, sejarah, dan kondisi sosial. Namun, Yesus tidak pernah memamerkan pengetahuannya untuk membuat orang lain terkesan. Dia membuat beritanya tetap sederhana dan jelas. Tidak heran, orang-orang senang mendengarnya berbicara!—Markus 12:37; Lukas 19:48.
15 Orang Kristen sekarang berupaya mengikuti teladan Yesus. Kita tidak memiliki hikmat dan pengetahuan yang luas seperti dia, tetapi kita semua memiliki sejumlah pengetahuan dan pengalaman yang berguna sewaktu kita menyampaikan kebenaran Firman Allah kepada orang lain. Misalnya, orang tua dapat menggunakan pengalaman membesarkan anak-anak untuk menunjukkan kasih Yehuwa kepada anak-anak-Nya. Yang lain bisa menggunakan contoh atau ilustrasi dari pekerjaan sekuler, sekolah, atau pengetahuan mereka tentang orang-orang dan peristiwa terkini. Sewaktu melakukannya, kita berhati-hati agar perhatian orang-orang tidak tersimpangkan dari berita kita—kabar baik Kerajaan Allah.—1 Timotius 4:16.
Sikap Yesus Terhadap Pelayanannya
16, 17. (a) Bagaimana sikap Yesus terhadap pelayanannya? (b) Bagaimana Yesus memperlihatkan bahwa pelayanan adalah fokus kehidupannya?
16 Bagi Yesus, pelayanannya adalah harta yang berharga. Dia senang membantu orang-orang melihat Bapak surgawinya sebagaimana yang sebenarnya, tidak dikaburkan oleh doktrin dan tradisi buatan manusia yang membingungkan. Yesus ingin sekali membantu orang memperoleh hubungan yang diperkenan dengan Yehuwa dan harapan kehidupan abadi. Dia senang menyampaikan kabar baik kepada orang-orang agar mereka terhibur dan bersukacita. Bagaimana dia menunjukkan perasaan tersebut? Perhatikan tiga cara.
17 Pertama, Yesus menjadikan pelayanan sebagai fokus utama kehidupannya. Berbicara tentang Kerajaan adalah kariernya, pekerjaan utamanya, minat terbesarnya. Itulah sebabnya, seperti yang kita ulas di Pasal 5, Yesus dengan bijaksana menjaga kehidupannya sederhana. Seperti yang dia nasihatkan kepada orang lain, dia menjaga matanya terfokus pada hal yang terpenting. Dia tidak tersimpangkan oleh berbagai hal yang harus dia bayar, pelihara, dan perbaiki atau ganti seiring waktu berlalu. Dia hidup sederhana sehingga tidak ada yang akan menyimpangkan perhatiannya dari pelayanan.—Matius 6:22; 8:20.
18. Dengan cara apa saja Yesus mengerahkan diri dalam pelayanan?
18 Kedua, Yesus mengerahkan diri dalam pelayanan. Dia membaktikan energi yang luar biasa untuk itu, berjalan ratusan kilometer ke seluruh penjuru Palestina, mencari orang-orang yang dapat dia beri kabar baik. Dia berbicara kepada mereka di rumah mereka, di alun-alun, di pasar, dan di tempat terbuka. Dia berbicara kepada mereka bahkan sewaktu dia butuh istirahat, makanan, minuman, atau sedikit waktu untuk bersantai bersama teman-teman terdekatnya. Bahkan menjelang kematiannya, dia terus menceritakan kabar baik Kerajaan Allah kepada orang lain!—Lukas 23:39-43.
19, 20. Bagaimana Yesus mengilustrasikan betapa mendesaknya pekerjaan pengabaran?
19 Ketiga, Yesus menganggap pelayanannya sebagai hal yang mendesak. Ingatlah percakapannya dengan wanita Samaria di sumur dekat Sikhar. Pada peristiwa itu, rasul-rasul Yesus tampaknya tidak melihat adanya kebutuhan mendesak untuk memberitakan kabar baik kepada orang lain. ”Kalian bilang musim panen masih empat bulan lagi. Tapi aku berkata kepada kalian: Lihat, ladang-ladang sudah putih dan siap dipanen.”—Yohanes 4:35.
20 Yesus menggunakan musim saat itu sebagai perumpamaan. Karena saat itu tampaknya bulan Khislew (November/Desember), panen barli masih empat bulan lagi, sekitar hari Paskah, tanggal 14 Nisan. Jadi, para petani tidak menganggap panen sebagai hal yang mendesak pada saat itu. Itu masih lama. Tetapi, bagaimana dengan panen kiasan? Nah, banyak yang siap mendengar, belajar, menjadi murid Kristus, dan memperoleh harapan menakjubkan yang Yehuwa sediakan bagi mereka. Yesus seolah-olah dapat memandang dan melihat bahwa ladang kiasan itu sudah memutih dan semua bulir biji-bijiannya yang matang bergoyang lembut ditiup angin sepoi-sepoi, siap dipanen.c Waktunya sudah tiba, dan pekerjaannya mendesak! Oleh karena itu, sewaktu penduduk sebuah kota berupaya menahan Yesus agar tinggal bersama mereka, dia menjawab, ”Saya juga harus memberitakan kabar baik tentang Kerajaan Allah di kota-kota lain, karena untuk itulah saya diutus.”—Lukas 4:43.
21. Bagaimana kita dapat meniru Yesus?
21 Dalam ketiga cara yang baru dibahas, kita dapat meniru Yesus. Kita dapat menjadikan pelayanan Kristen sebagai fokus utama kehidupan kita. Sekalipun kita mungkin memiliki kewajiban keluarga dan sekuler, kita dapat memperlihatkan bahwa kita menomorsatukan pelayanan dengan melakukannya secara teratur dan bersemangat, seperti halnya Yesus. (Matius 6:33; 1 Timotius 5:8) Kita dapat mengerahkan diri dalam pelayanan, tidak pelit-pelit memberikan waktu, energi, dan sumber daya kita untuk mendukungnya. (Lukas 13:24) Dan, kita dapat senantiasa mencamkan bahwa pekerjaan kita mendesak. (2 Timotius 4:2) Kita perlu memanfaatkan setiap kesempatan untuk mengabar!
22. Apa yang akan dibahas dalam pasal berikut?
22 Yesus juga memperlihatkan bahwa pekerjaan itu penting dengan memastikan agar itu terus berlanjut setelah kematiannya. Dia memberi para pengikutnya amanat untuk melaksanakan pekerjaan mengabar dan mengajar. Amanat itu akan diulas dalam pasal berikut.
a Misalnya, dengan bertanya mengapa seorang Yahudi mau menyapa seorang Samaria, dia mengangkat masalah tentang perseteruan yang sudah ada berabad-abad antara kedua bangsa itu. (Yohanes 4:9) Dia juga menegaskan bahwa bangsanya adalah keturunan Yakub, pernyataan yang disangkal dengan sengit oleh orang Yahudi pada masa itu. (Yohanes 4:12) Mereka menjuluki orang Samaria sebagai orang Kuta untuk menandaskan bahwa mereka keturunan orang asing.
b Mengabar berarti mengumumkan, atau menyatakan, suatu berita. Mengajar mengandung makna yang serupa tetapi beritanya disampaikan secara lebih mendalam dan terperinci. Pengajar yang baik akan mencari cara untuk menyentuh hati guna memotivasi para pelajar agar bertindak menurut apa yang mereka dengar.
c Mengenai ayat ini, sebuah karya referensi berkomentar, ”Bulir biji-bijian, apabila masak, berubah dari hijau menjadi kuning, atau berwarna terang, menunjukkan bahwa sudah tiba waktunya untuk dituai.”
-
-
”Pergilah dan Buatlah Orang-Orang . . . Menjadi Muridku””Mari Jadilah Pengikutku”
-
-
PASAL SEMBILAN
”Pergilah dan Buatlah Orang-Orang . . . Menjadi Muridku”
Apa yang dapat dilakukan petani jika panenannya terlalu banyak untuk dia kumpulkan sendirian?
1-3. (a) Apa yang dilakukan seorang petani jika panenannya terlalu banyak untuk dia kumpulkan sendirian? (b) Tantangan apa yang Yesus hadapi pada musim semi tahun 33 M, dan bagaimana dia mengatasinya?
SEORANG petani menghadapi tantangan besar. Beberapa bulan sebelumnya, dia membajak ladang dan menabur benih. Dia memperhatikan dengan saksama ketika daun mulai bermunculan, dan dia bersukacita ketika biji-bijian mulai masak. Sekarang waktunya untuk menerima imbalan atas segala kerja keras itu, karena masa menuai telah tiba. Yang menjadi masalah: Panenannya terlalu banyak untuk dia kumpulkan sendirian. Untuk mengatasinya, dia dengan bijaksana mempekerjakan beberapa orang dan mengirim mereka ke ladang. Lagi pula, tidak banyak waktu yang tersisa untuk mengumpulkan panenan yang berharga itu.
2 Pada musim semi tahun 33 M, Yesus yang telah dibangkitkan menghadapi tantangan serupa. Selama pelayanannya di bumi, dia telah menaburkan benih-benih kebenaran. Sekarang masa menuai telah tiba, dan panenannya berlimpah. Banyak orang yang menyambut perlu dikumpulkan sebagai murid. (Yohanes 4:35-38) Bagaimana Yesus mengatasi tantangan ini? Di sebuah gunung di Galilea, tidak lama sebelum naik ke surga, dia memberi murid-muridnya amanat untuk mencari lebih banyak pekerja, ”Pergilah dan buatlah orang-orang dari segala bangsa menjadi muridku. Baptislah mereka . . . Ajarlah mereka untuk menjalankan semua yang kuperintahkan kepada kalian.”—Matius 28:19, 20.
3 Hanya dengan melaksanakan amanat itulah seseorang bisa disebut pengikut Kristus yang sejati. Jadi, mari kita ulas tiga pertanyaan. Mengapa Yesus memberikan amanat itu? Bagaimana dia melatih murid-muridnya untuk mencari lebih banyak pekerja? Bagaimana amanat itu berkaitan dengan kita?
Mengapa Dibutuhkan Lebih Banyak Pekerja
4, 5. Mengapa Yesus tidak akan menyelesaikan pekerjaan yang dia mulai, dan siapa yang akan melanjutkan pekerjaan itu setelah dia kembali ke surga?
4 Sewaktu mengawali pelayanannya pada tahun 29 M, Yesus tahu bahwa dia memulai suatu pekerjaan yang tidak akan dia selesaikan sendirian. Karena waktunya di bumi tinggal sedikit, daerah yang dapat dia kerjakan dan jumlah orang yang dapat dia beri kabar baik Kerajaan pun terbatas. Memang, dia terutama mengabar kepada orang Yahudi dan proselit, yaitu ”orang Israel yang bagaikan domba yang tersesat”. (Matius 15:24) Tetapi, mereka tersebar di segenap penjuru Israel, negeri yang luasnya ribuan kilometer persegi. Selain itu, kabar baik pada akhirnya harus diberitakan hingga bagian-bagian dunia lainnya.—Matius 13:38; 24:14.
5 Yesus mengakui bahwa masih ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan setelah kematiannya. Kepada 11 rasulnya yang setia, dia mengatakan, ”Dengan sungguh-sungguh aku katakan, siapa pun yang beriman kepadaku akan melakukan juga pekerjaan yang kulakukan, dan dia akan melakukan pekerjaan yang lebih hebat lagi, karena aku akan pergi kepada Bapak.” (Yohanes 14:12) Karena sang Putra akan kembali ke surga, para pengikutnya—bukan hanya para rasul, melainkan juga semua muridnya di kemudian hari—harus melakukan pekerjaan mengabar dan mengajar. (Yohanes 17:20) Dengan rendah hati Yesus mengakui bahwa pekerjaan mereka akan ”lebih hebat” daripada pekerjaannya. Dalam segi apa saja?
6, 7. (a) Dalam segi apa saja pekerjaan para pengikut Yesus akan lebih hebat daripada pekerjaan Yesus? (b) Bagaimana kita bisa memperlihatkan bahwa keyakinan Yesus kepada para pengikutnya tidak salah tempat?
6 Pertama, para pengikut Yesus akan mengerjakan lebih banyak daerah. Sekarang, kesaksian mereka telah mencapai ujung-ujung bumi, jauh melampaui batas-batas daerah yang Yesus kerjakan. Kedua, mereka akan menemui lebih banyak orang. Sekelompok kecil murid yang Yesus tinggalkan segera bertambah menjadi ribuan orang. (Kisah 2:41; 4:4) Sekarang, mereka berjumlah jutaan, dan ada ratusan ribu orang baru yang dibaptis setiap tahun. Ketiga, mereka akan mengabar selama jangka waktu yang lebih panjang—hingga zaman sekarang, hampir 2.000 tahun setelah berakhirnya pelayanan Yesus selama tiga setengah tahun.
7 Sewaktu mengatakan bahwa para pengikutnya akan melakukan ”pekerjaan yang lebih hebat”, Yesus sebenarnya sedang mengutarakan keyakinannya kepada mereka. Dia memercayakan kepada mereka pekerjaan yang teramat penting baginya, yakni memberitakan dan mengajarkan ”kabar baik tentang Kerajaan Allah”. (Lukas 4:43) Dia yakin bahwa mereka akan melaksanakan tugas itu dengan setia. Apa artinya hal itu bagi kita sekarang? Apabila kita dengan segenap hati dan bersemangat melaksanakan pelayanan, kita memperlihatkan bahwa keyakinan Yesus kepada para pengikutnya tidak salah tempat. Bukankah itu suatu kehormatan yang luar biasa?—Lukas 13:24.
Dilatih untuk Memberikan Kesaksian
Kasih memotivasi kita untuk mengabar di mana pun orang dapat ditemui
8, 9. Teladan apa yang Yesus berikan dalam pelayanan, dan bagaimana kita dapat meniru pola teladannya dalam pelayanan kita?
8 Yesus memberi murid-muridnya pelatihan terbaik untuk pelayanan mereka. Yang terutama, dia menjadi teladan yang sempurna bagi mereka. (Lukas 6:40) Di pasal sebelumnya, kita membahas sikapnya terhadap pelayanan. Pikirkan sejenak tentang murid-murid yang bepergian dengan Yesus dalam perjalanan pengabarannya. Mereka mengamati bahwa dia mengabar di mana pun orang-orang dapat ditemui—di tepi danau dan lereng bukit, di kota dan pasar, serta di rumah pribadi. (Matius 5:1, 2; Lukas 5:1-3; 8:1; 19:5, 6) Mereka melihat bahwa dia seorang pekerja keras, bangun pagi-pagi dan terus melayani hingga larut malam. Pelayanan bukan sekadar pengisi waktu luang baginya! (Lukas 21:37, 38; Yohanes 5:17) Mereka tentu merasakan bahwa motifnya adalah kasih yang dalam bagi orang-orang. Dari raut wajahnya, mereka mungkin dapat melihat keibaan dalam hatinya. (Markus 6:34) Menurut Saudara, apa pengaruh teladan Yesus atas murid-muridnya? Apa pengaruhnya atas Saudara seandainya Saudara berada di sana?
9 Dalam pelayanan kita sebagai pengikut Kristus, kita meniru pola teladannya. Karena itu, kita sebisa-bisanya memanfaatkan setiap kesempatan untuk ”bersaksi dengan saksama”. (Kisah 10:42) Seperti Yesus, kita mengunjungi orang di rumah mereka. (Kisah 5:42) Jika perlu, kita menyesuaikan jadwal kita agar dapat berkunjung pada waktu mereka lebih besar kemungkinannya ada di rumah. Kita juga mencari dan dengan bijaksana mengabar kepada orang-orang di tempat umum—di jalan, taman, toko, dan tempat kerja. Kita terus ”bekerja keras dan berjuang” dalam pelayanan, karena kita menganggap serius pekerjaan ini. (1 Timotius 4:10) Kasih yang dalam dan sepenuh hati kepada orang-orang memotivasi kita untuk terus mencari kesempatan guna mengabar di mana saja dan kapan saja orang dapat ditemui.—1 Tesalonika 2:8.
”Ke-70 murid itu kembali dengan sukacita”
10-12. Pelajaran penting apa saja yang Yesus berikan kepada murid-muridnya sebelum mengutus mereka mengabar?
10 Cara lain Yesus melatih murid-muridnya adalah dengan memberi mereka petunjuk yang terperinci. Sebelum mengutus ke-12 rasul dan kemudian ke-70 murid untuk mengabar, Yesus mengadakan semacam sesi pelatihan. (Matius 10:1-15; Lukas 10:1-12) Pelatihan itu membuahkan hasil yang baik, sebab Lukas 10:17 melaporkan, ”Ke-70 murid itu kembali dengan sukacita.” Mari kita bahas dua pelajaran penting yang Yesus ajarkan, sambil mengingat bahwa kata-katanya harus dipahami menurut latar kebiasaan orang Yahudi pada zaman Alkitab.
11 Yesus mengajar murid-muridnya untuk mengandalkan Yehuwa. Dia memberi tahu mereka, ”Jangan bawa emas, atau perak, atau tembaga untuk kantong uangmu, atau kantong makanan untuk perjalanan, atau baju ganti, sandal cadangan, atau tongkat cadangan, karena seorang pekerja layak menerima upahnya.” (Matius 10:9, 10) Orang yang bepergian biasa membawa kantong uang, kantong makanan, dan sepasang sandal cadangan.a Dengan menginstruksikan murid-muridnya untuk tidak mengkhawatirkan hal-hal tersebut, Yesus sebenarnya mengatakan, ’Andalkanlah Yehuwa sepenuhnya, sebab Dia akan memenuhi kebutuhanmu.’ Yehuwa akan menyediakan kebutuhan mereka dengan menggerakkan orang-orang yang menyambut kabar baik untuk menunjukkan keramahtamahan, suatu kebiasaan di Israel.—Lukas 22:35.
12 Yesus juga mengajar murid-muridnya untuk menghindari penyimpang perhatian. Dia berkata, ”Jangan beri salam di sepanjang jalan.” (Lukas 10:4) Apakah Yesus menyuruh mereka bersikap dingin atau masa bodoh? Tentu saja tidak. Pada zaman Alkitab, sering kali salam bukan sekadar sapaan singkat. Salam yang lazim kala itu mencakup berbagai formalitas dan percakapan yang panjang. Seorang pakar Alkitab menyatakan, ”Sewaktu memberi salam, orang Timur tidak sekadar sedikit membungkukkan badan atau mengulurkan tangan, seperti halnya kita [orang Barat], tetapi mereka melakukannya dengan berkali-kali memeluk, membungkuk, dan bahkan bersujud di tanah. Ini semua membutuhkan banyak waktu.” Dengan memberi tahu para muridnya untuk tidak memberi salam menurut tata cara kala itu, Yesus sebenarnya mengatakan, ”Gunakanlah waktu seefisien mungkin, sebab berita yang harus kalian sampaikan sangat mendesak.”b
13. Bagaimana kita dapat memperlihatkan bahwa kita mencamkan petunjuk Yesus kepada murid-muridnya pada abad pertama?
13 Kita mencamkan petunjuk Yesus kepada murid-muridnya pada abad pertama. Ketika melaksanakan pelayanan, kita percaya sepenuhnya kepada Yehuwa. (Amsal 3:5, 6) Kita tahu bahwa kebutuhan hidup kita akan selalu terpenuhi jika kita ’terus mengutamakan Kerajaan’. (Matius 6:33) Para pemberita Kerajaan sepenuh waktu di seluruh dunia dapat memberikan kesaksian bahwa, bahkan pada masa sulit, tangan Yehuwa tidak pernah pendek. (Mazmur 37:25) Kita juga mengakui perlunya menghindari penyimpang perhatian. Jika kita tidak berhati-hati, dunia ini dapat dengan mudah menyimpangkan kita. (Lukas 21:34-36) Tetapi, kini bukan waktunya untuk tersimpangkan. Karena kehidupan dipertaruhkan, berita kita amat mendesak. (Roma 10:13-15) Dengan mempertahankan perasaan mendesak dalam hati kita, kita tidak akan membiarkan penyimpang perhatian dari dunia ini menyita waktu serta energi yang lebih bermanfaat jika digunakan dalam pelayanan. Ingat, waktu yang tersisa tinggal sedikit sedangkan panenannya besar.—Matius 9:37, 38.
Amanat untuk Kita Juga
14. Apa yang menunjukkan bahwa amanat yang dicatat di Matius 28:18-20 berlaku atas semua pengikut Kristus? (Lihat juga catatan kaki.)
14 Dengan kata-kata ”Pergilah dan buatlah orang-orang . . . menjadi muridku”, Yesus yang telah dibangkitkan meletakkan tanggung jawab yang berat di pundak para pengikutnya. Yang ada dalam benaknya bukan hanya murid-murid yang hadir pada hari itu di gunung di Galilea.c Pekerjaan yang dia amanatkan mencakup menemui ”orang-orang dari segala bangsa”, dan melakukannya ”sampai penutup zaman ini”. Jelaslah, amanat itu berlaku atas semua pengikut Kristus, termasuk kita sekarang. Mari kita cermati kata-kata Yesus yang dicatat di Matius 28:18-20.
15. Mengapa kita sebaiknya menaati perintah Yesus untuk membuat murid?
15 Sebelum menyampaikan amanat itu, Yesus mengatakan, ”Seluruh kekuasaan di surga dan di bumi telah diberikan kepadaku.” (Ayat 18) Apakah Yesus memang memiliki wewenang sebesar itu? Ya, tentu! Dia adalah pemimpin malaikat, yang mengepalai berlaksa-laksa malaikat. (1 Tesalonika 4:16; Wahyu 12:7) Sebagai ”kepala sidang jemaat”, dia juga memiliki wewenang atas para pengikutnya di bumi. (Efesus 5:23) Sejak tahun 1914, dia telah memerintah sebagai Raja di surga. (Wahyu 11:15) Wewenangnya bahkan menjangkau dunia orang mati, sebab dia memiliki kuasa untuk membangkitkan orang mati. (Yohanes 5:26-28) Dengan pertama-tama menyatakan wewenangnya yang besar, Yesus menunjukkan bahwa kata-kata berikutnya bukan saran melainkan perintah. Kita sebaiknya taat, sebab wewenang itu tidak ditetapkan oleh dirinya sendiri tetapi dikaruniakan oleh Allah.—1 Korintus 15:27.
16. Dengan kata ”pergilah”, Yesus menyuruh kita melakukan apa, dan bagaimana kita memenuhi aspek yang satu ini?
16 Yesus kemudian menguraikan amanat itu, yang dimulai dengan satu kata: ”Pergilah.” (Ayat 19) Dengan demikian, dia menyuruh kita mengambil inisiatif untuk menyampaikan kabar Kerajaan kepada orang lain. Dalam memenuhi aspek yang satu ini, ada beragam metode yang dapat digunakan. Mengabar dari rumah ke rumah adalah satu cara yang paling efektif untuk menemui orang-orang secara pribadi. (Kisah 20:20) Kita juga mencari kesempatan untuk memberikan kesaksian tidak resmi; kita sangat ingin memulai percakapan tentang kabar baik di mana pun situasinya cocok dalam kehidupan sehari-hari. Metode pengabaran kita masing-masing bisa jadi beragam, disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan setempat. Tetapi, satu hal tetap sama: Kita ’pergi’ dan mencari orang-orang yang layak.—Matius 10:11.
17. Bagaimana cara kita ’membuat murid’?
17 Selanjutnya Yesus menjelaskan tujuan amanat itu, yakni ”buatlah orang-orang dari segala bangsa menjadi muridku”. (Ayat 19) Bagaimana caranya? Pada dasarnya, murid adalah orang yang belajar, yang diajar. Tetapi, membuat murid bukan sekadar soal menyampaikan pengetahuan kepada orang lain. Tujuan kita memberikan pelajaran Alkitab kepada para peminat adalah membantu mereka menjadi pengikut Kristus. Sebisa mungkin, kita menonjolkan teladan Yesus sehingga pelajar kita belajar memandang dia sebagai Guru dan Anutan mereka, hidup seperti dia dan melakukan pekerjaan yang dia lakukan.—Yohanes 13:15.
18. Mengapa baptisan adalah tonggak terpenting dalam kehidupan seorang murid?
18 Satu bagian yang sangat penting dalam amanat itu diungkapkan melalui kata-kata: ”Baptislah mereka dengan nama Bapak dan Putra dan kuasa kudus.” (Ayat 19) Baptisan adalah tonggak terpenting dalam kehidupan seorang murid, sebab itu adalah lambang yang cocok untuk pembaktiannya yang sepenuh hati kepada Allah. Jadi, baptisan sangat penting untuk keselamatan. (1 Petrus 3:21) Ya, dengan terus berbuat sebisa-bisanya melayani Yehuwa, sang murid terbaptis bisa mengharapkan berkat yang tak berkesudahan dalam dunia baru yang akan datang. Sudahkah Saudara membantu seseorang menjadi murid Kristus yang terbaptis? Dalam pelayanan Kristen, tidak ada alasan yang lebih besar untuk bersukacita.—3 Yohanes 4.
19. Apa yang kita ajarkan kepada orang baru, dan mengapa proses mengajar bisa jadi berlanjut setelah mereka dibaptis?
19 Yesus menjelaskan bagian berikutnya dari amanat itu dengan mengatakan, ”Ajarlah mereka untuk menjalankan semua yang kuperintahkan kepada kalian.” (Ayat 20) Kita mengajar orang-orang baru untuk mengindahkan perintah Yesus, termasuk perintah untuk mengasihi Allah, mengasihi sesama, dan membuat murid. (Matius 22:37-39) Secara progresif, kita mengajar mereka untuk menjelaskan kebenaran-kebenaran Alkitab dan membela iman mereka yang bertumbuh. Sewaktu mereka memenuhi syarat untuk berpartisipasi dalam kegiatan pengabaran kepada umum, kita bekerja sama dengan mereka, melalui perkataan dan teladan mengajar mereka caranya melakukan pekerjaan ini secara produktif. Proses mengajar murid baru tidak serta-merta selesai menjelang mereka dibaptis. Orang-orang yang baru dibaptis mungkin membutuhkan petunjuk tambahan untuk membantu mereka menghadapi tantangan yang terkait dengan mengikuti Kristus.—Lukas 9:23, 24.
”Aku Akan Selalu Menyertai Kalian”
20, 21. (a) Dalam melaksanakan amanat Yesus, mengapa kita tidak perlu takut? (b) Mengapa kini bukan waktunya untuk melambat, dan apa hendaknya tekad kita?
20 Kata-kata terakhir dalam amanat Yesus sangat menenteramkan hati: ”Ingatlah, aku akan selalu menyertai kalian sampai penutup zaman ini.” (Matius 28:20) Yesus mengakui bahwa ini tugas yang sangat penting. Dia juga tahu bahwa dalam pelaksanaannya, adakalanya timbul reaksi yang penuh permusuhan dari para penentang. (Lukas 21:12) Tetapi, tidak ada alasan untuk takut. Pemimpin kita tidak membiarkan kita melaksanakan tugas ini sendirian atau tanpa bantuan. Tidakkah kita merasa lega karena tahu bahwa Pribadi yang memiliki ”seluruh kekuasaan di surga dan di bumi” menyertai kita untuk mendukung kita melaksanakan amanat itu?
21 Yesus meyakinkan murid-muridnya bahwa dia akan menyertai mereka dalam pelayanan selama berabad-abad hingga ”penutup zaman ini”. Sampai akhir itu tiba, kita harus terus melaksanakan amanat Yesus. Kini bukan waktunya untuk melambat. Panen rohani yang limpah sedang berlangsung! Orang-orang yang menyambut sedang dikumpulkan dalam jumlah besar. Sebagai pengikut Kristus, mari kita bertekad untuk melaksanakan amanat yang sangat penting yang telah dipercayakan kepada kita. Mari kita bertekad untuk memberikan waktu, energi, dan sumber daya kita untuk melaksanakan perintah Kristus: ”Pergilah dan buatlah orang-orang . . . menjadi muridku.”
a Kantong uang dipakai untuk membawa uang logam. Kantong makanan ukurannya lebih besar, biasanya dari kulit, yang disangkutkan pada bahu dan digunakan untuk membawa makanan atau perbekalan lain.
b Nabi Elisa pernah memberikan petunjuk serupa. Sewaktu mengutus hambanya, Gehazi, ke rumah wanita yang putranya meninggal, Elisa mengatakan, ”Kalau bertemu orang, jangan beri salam.” (2 Raja 4:29) Misi itu sangat mendesak, maka tidak boleh ada waktu yang terbuang sia-sia.
c Karena sebagian besar pengikut Yesus ada di Galilea, bisa jadi pada peristiwa yang digambarkan di Matius 28:16-20 itulah Yesus yang telah dibangkitkan menemui ”lebih dari 500 saudara”. (1 Korintus 15:6) Jadi, barangkali ada ratusan orang yang hadir pada saat Yesus memberikan amanat untuk membuat murid.
-
-
”Ada Tertulis””Mari Jadilah Pengikutku”
-
-
PASAL SEPULUH
”Ada Tertulis”
”Hari ini, ayat yang baru saja kalian dengar sudah menjadi kenyataan”
1-3. Yesus ingin agar orang-orang Nazaret menarik kesimpulan penting apa, dan bukti apa yang dia kemukakan?
PERISTIWANYA terjadi pada awal pelayanan Yesus. Kristus kembali ke Nazaret, kampung halamannya. Tujuannya ialah membantu orang-orang menarik kesimpulan yang sangat penting: Dialah Mesias yang telah lama dinubuatkan! Bukti apa yang dia kemukakan?
2 Banyak orang pasti mengharapkan mukjizat. Mereka telah mendengar laporan tentang berbagai hal menakjubkan yang Yesus lakukan. Namun, dia tidak memberi mereka tanda semacam itu. Sebaliknya, dia pergi ke rumah ibadah, seperti kebiasaannya. Dia berdiri untuk membaca, dan gulungan kitab Yesaya diserahkan kepadanya. Gulungan itu panjang, dan Yesus perlahan-lahan membukanya hingga menemukan ayat yang dia cari. Lalu, dia membacakan kata-kata yang sekarang terdapat dalam Yesaya 61:1-3.—Lukas 4:16-19.
3 Hadirin pasti mengenal ayat itu yang menubuatkan tentang Mesias. Mata semua orang di rumah ibadah itu terpaku pada Yesus. Keheningan menyelimuti ruangan. Lalu, Yesus mulai menjelaskan, mungkin dengan panjang lebar, ”Hari ini, ayat yang baru saja kalian dengar sudah menjadi kenyataan.” Hadirin terpukau oleh perkataannya yang menawan hati, tetapi banyak yang tampaknya masih ingin melihat suatu tanda yang spektakuler. Sebaliknya, Yesus dengan berani menggunakan sebuah contoh dari Kitab Suci untuk menyingkapkan ketiadaan iman mereka. Tak lama kemudian, orang-orang Nazaret berupaya membunuhnya!—Lukas 4:20-30.
4. Yesus menetapkan pola apa dalam pelayanannya, dan apa yang akan kita kupas di pasal ini?
4 Yesus menetapkan pola yang dia pertahankan sepanjang pelayanannya. Dia sangat mengandalkan Firman Allah yang terilham. Memang, mukjizatnya sangat penting untuk mempertunjukkan bahwa kuasa kudus Allah ada padanya. Namun, bagi Yesus, tidak ada yang lebih berbobot daripada Kitab Suci. Marilah kita selidiki teladannya dalam hal ini. Kita akan mengupas cara Majikan kita mengutip Firman Allah, membela Firman Allah, dan menjelaskan Firman Allah.
Mengutip Firman Allah
5. Yesus ingin agar para pendengarnya mengetahui apa, dan bagaimana dia membuktikan kebenaran komentarnya?
5 Yesus ingin agar orang-orang mengetahui sumber beritanya. Dia berkata, ”Yang saya ajarkan bukan ajaran saya sendiri, tapi ajaran Dia yang mengutus saya.” (Yohanes 7:16) Pada kesempatan lain, dia berkata, ”Saya tidak melakukan apa pun atas kemauan saya sendiri. Apa yang Bapak ajarkan kepada saya, itulah yang saya bicarakan.” (Yohanes 8:28) Selain itu, dia berkata, ”Hal-hal yang kukatakan kepada kalian bukan berasal dari pikiranku sendiri. Sebaliknya, Bapak yang tetap bersatu dengan aku melakukan pekerjaan-Nya melalui aku.” (Yohanes 14:10) Untuk membuktikan kebenaran komentar tersebut, Yesus berulang kali mengutip Firman Allah yang tertulis.
6, 7. (a) Seberapa banyakkah Yesus mengutip Kitab-Kitab Ibrani, dan mengapa hal ini luar biasa? (b) Apa perbedaan antara cara Yesus dan cara para penulis sewaktu mengajar?
6 Dengan meneliti perkataan Yesus yang dicatat, tersingkaplah bahwa dia mengutip secara langsung atau merujuk secara tidak langsung ke lebih dari setengah kanon Kitab-Kitab Ibrani. Mulanya, itu mungkin kedengaran biasa-biasa saja. Saudara mungkin bertanya-tanya mengapa, dalam tiga setengah tahun pengajaran dan pengabarannya di hadapan umum, dia tidak mengutip semua buku terilham yang ada. Sebenarnya, ada kemungkinan dia telah melakukannya. Ingatlah, hanya sebagian kecil perkataan dan tindakan Yesus yang dicatat. (Yohanes 21:25) Saudara boleh jadi butuh beberapa jam saja untuk membacakan semua perkataan Yesus yang dicatat itu. Sekarang, bayangkan diri Saudara berbicara tentang Allah dan Kerajaan-Nya hanya dalam beberapa jam dan berupaya mengacu ke lebih dari setengah Kitab-Kitab Ibrani! Selain itu, dalam kebanyakan kasus, Yesus tidak memiliki gulungan tertulis. Sewaktu menyampaikan Khotbah di Gunung yang terkenal, dia menyertakan puluhan rujukan langsung dan tidak langsung ke Kitab-Kitab Ibrani—semuanya di luar kepala!
7 Dari apa yang Yesus kutip, tampaklah bahwa dia sangat menghormati Firman Allah. Hadirinnya ”kagum dengan cara dia mengajar, karena dia mengajar sebagai orang yang berwenang, tidak seperti para ahli Taurat”. (Markus 1:22) Sewaktu mengajar, para penulis senang mengacu ke hukum lisan, mengutip kata-kata para rabi terpelajar tempo dulu. Yesus tidak pernah satu kali pun mengutip hukum lisan atau kata-kata rabi tertentu sebagai patokan. Sebaliknya, dia memandang Firman Allah sebagai patokan mutlak. Berulang-ulang, kita mendapati dia mengatakan, ”Ada tertulis.” Berkali-kali dia menggunakan kata-kata itu atau yang mirip sewaktu mengajar para pengikutnya dan sewaktu mengoreksi gagasan yang keliru.
8, 9. (a) Bagaimana Yesus menjunjung Firman Allah sebagai patokan sewaktu dia membersihkan bait? (b) Apa yang menunjukkan bahwa para pemimpin agama di bait sangat tidak merespek Firman Allah?
8 Sewaktu membersihkan bait di Yerusalem, Yesus berkata, ”Ada tertulis, ’Rumah-Ku akan disebut rumah doa,’ tapi kalian menjadikannya gua perampok.” (Matius 21:12, 13; Yesaya 56:7; Yeremia 7:11) Sehari sebelumnya, dia telah melakukan banyak perkara ajaib di sana. Karena sangat terkesan, anak-anak lelaki mulai memuji dia. Namun, para pemimpin agama dengan kesal bertanya apakah Yesus mendengar apa yang dikatakan anak-anak itu. Dia menjawab, ”Ya. Apa kalian tidak pernah baca ini: ’Engkau membuat mulut anak-anak dan bayi-bayi mengucapkan pujian’?” (Matius 21:16; Mazmur 8:2) Yesus ingin agar pria-pria itu tahu bahwa peristiwa tersebut dapat dibenarkan oleh Firman Allah.
9 Para pemimpin agama itu belakangan berkumpul dan mengadang Yesus dengan pertanyaan, ”Dari mana kamu dapat wewenang untuk melakukan hal-hal ini?” (Matius 21:23) Yesus telah menunjukkan dengan sangat jelas Sumber wewenangnya. Dia tidak memperkenalkan atau menciptakan doktrin baru. Dia hanya menerapkan apa yang dikatakan dalam Firman Bapaknya yang terilham. Jadi, sebenarnya, para imam dan penulis itu sangat tidak merespek Yehuwa dan Firman-Nya. Sepantasnyalah mereka dikecam oleh Yesus sewaktu dia menyingkapkan motif mereka yang buruk.—Matius 21:23-46.
10. Bagaimana kita dapat meniru cara Yesus menggunakan Firman Allah, dan sarana apa saja yang kita miliki yang tidak tersedia pada zaman Yesus?
10 Seperti Yesus, orang Kristen sejati sekarang ini mengandalkan Firman Allah dalam pelayanan. Di seluruh dunia, Saksi-Saksi Yehuwa dikenal karena semangat mereka untuk menceritakan berita Alkitab kepada orang lain. Publikasi kita banyak sekali mengutip dan merujuk ke Alkitab. Dan, dalam pelayanan, kita melakukan hal yang sama, berupaya menonjolkan Alkitab setiap kali kita berbicara kepada orang-orang. (2 Timotius 3:16) Betapa senang rasanya sewaktu ada yang mempersilakan kita membacakan Alkitab dan membahas nilai serta makna Firman Allah! Tidak seperti Yesus, ingatan kita tidak sempurna, tetapi kita memiliki banyak sarana yang tidak tersedia pada zaman Yesus. Selain Alkitab lengkap yang diterbitkan dalam semakin banyak bahasa, ada banyak alat bantu untuk menemukan setiap ayat yang kita cari. Marilah kita bertekad untuk terus mengutip Alkitab dan mengarahkan orang-orang ke Firman Allah setiap kali ada kesempatan!
Membela Firman Allah
11. Mengapa Yesus harus sering membela Firman Allah?
11 Yesus mendapati bahwa Firman Allah sering diserang, tetapi hal itu tentu tidak mengejutkannya. ”Firman-Mu adalah kebenaran,” kata Yesus kepada Bapaknya dalam doa. (Yohanes 17:17) Dan, Yesus tahu betul bahwa Setan, ”penguasa dunia ini”, adalah ”pendusta dan bapak para pendusta”. (Yohanes 8:44; 14:30) Sewaktu menampik godaan Setan, Yesus tiga kali mengutip Kitab Suci. Setan mengutip satu ayat dari Mazmur, sengaja menyalahterapkannya, dan Yesus menanggapi dengan membela Firman Allah agar tidak disalahgunakan.—Matius 4:6, 7.
12-14. (a) Apa yang menunjukkan bahwa para pemimpin agama tidak merespek Hukum Musa? (b) Bagaimana Yesus membela Firman Allah?
12 Yesus sering membela Alkitab agar tidak disalahgunakan, disalahtafsirkan, dan disalahgambarkan. Guru-guru agama pada zamannya menggambarkan Firman Allah dengan cara yang tidak seimbang. Mereka sangat menandaskan soal menjalankan hal yang kecil-kecil dari Hukum Musa tetapi nyaris tidak menonjolkan penerapan prinsip-prinsip yang mendasari hukum itu. Dengan demikian, mereka menganjurkan bentuk ibadah yang dangkal, yang hanya berpusat pada penampilan luar ketimbang hal-hal yang lebih berbobot—seperti keadilan, belas kasihan, dan kesetiaan. (Matius 23:23) Bagaimana Yesus membela Hukum Allah?
13 Dalam Khotbah di Gunung, Yesus berulang kali menggunakan frasa ”kalian pernah mendengar kata-kata” untuk mengawali suatu ketetapan dalam Hukum Musa. Dia melanjutkan dengan frasa ”tapi aku berkata kepada kalian” dan kemudian memaparkan prinsip yang lebih dalam ketimbang pelaksanaan Hukum secara dangkal. Apakah dia membantah apa yang dikatakan Hukum? Tidak, dia justru membelanya. Misalnya, orang-orang mengetahui hukum ”Jangan membunuh”. Tetapi, Yesus memberi tahu mereka bahwa membenci seseorang merupakan pelanggaran terhadap semangat di balik hukum itu. Demikian pula, memupuk nafsu terhadap seseorang selain teman hidup sendiri merupakan pelanggaran terhadap prinsip yang mendasari hukum Allah tentang perzinaan.—Matius 5:17, 18, 21, 22, 27-39.
14 Akhirnya, Yesus berkata, ”Kalian pernah mendengar kata-kata, ’Kasihilah sesamamu dan bencilah musuhmu.’ Tapi aku berkata kepada kalian: Teruslah kasihi musuh-musuh kalian dan berdoa bagi orang-orang yang menganiaya kalian.” (Matius 5:43, 44) Apakah perintah ”bencilah musuhmu” diambil dari Firman Allah? Tidak, ini adalah aturan yang diajarkan oleh para pemimpin agama menurut pemikiran mereka sendiri. Mereka mengencerkan Hukum Allah yang sempurna dengan pemikiran manusia. Yesus tanpa takut-takut membela Firman Allah terhadap pengaruh tradisi manusia yang mencelakakan.—Markus 7:9-13.
15. Bagaimana Yesus membela Hukum Allah terhadap upaya-upaya untuk membuatnya tampak terlalu ketat, bahkan mengekang?
15 Para pemimpin agama juga menyerang Hukum Allah dengan membuatnya tampak terlalu ketat, bahkan mengekang. Ketika murid-murid Yesus memetik beberapa bulir gandum sewaktu melintasi sebuah ladang, beberapa orang Farisi menyatakan bahwa mereka melanggar Sabat. Yesus menggunakan sebuah contoh dari Kitab Suci untuk membela Firman Allah terhadap pandangan yang tidak seimbang ini. Dia mengutip satu-satunya rujukan dari Kitab Suci yang membahas penggunaan roti persembahan bait di luar tempat kudus—sewaktu Daud dan anak buahnya yang lapar memakannya. Yesus memperlihatkan kepada orang-orang Farisi itu bahwa mereka tidak memahami belas kasihan dan keibaan hati Yehuwa.—Markus 2:23-27.
16. Apa yang telah dilakukan oleh para pemimpin agama terhadap perintah Musa tentang perceraian, dan bagaimana tanggapan Yesus?
16 Para pemimpin agama juga merancang celah hukum untuk melemahkan kekuatan Hukum Allah. Misalnya, Hukum membolehkan seorang pria menceraikan istrinya jika dia menemukan pada istrinya itu ”hal yang tidak pantas”, yang pasti memaksudkan problem serius yang mendatangkan aib atas rumah tangga. (Ulangan 24:1) Namun, pada zaman Yesus, para pemimpin agama memanfaatkan kelonggaran itu sebagai dalih untuk membolehkan seorang pria menceraikan istrinya karena segala macam alasan—bahkan karena menyajikan makan malam yang gosong!a Yesus memperlihatkan bahwa mereka telah menyalahgambarkan kata-kata Musa yang terilham. Lalu, dia mengembalikan standar Yehuwa yang semula tentang perkawinan, yakni monogami, dan menegaskan bahwa satu-satunya dasar yang patut untuk perceraian adalah amoralitas seksual.—Matius 19:3-12.
17. Bagaimana orang Kristen sekarang ini bisa meniru Yesus dalam membela Firman Allah?
17 Para pengikut Kristus sekarang ini juga merasa wajib membela Kitab Suci terhadap serangan. Sewaktu para pemimpin agama menyiratkan bahwa standar moral Firman Allah sudah ketinggalan zaman, mereka sebenarnya menyerang Alkitab. Alkitab juga diserang sewaktu agama-agama mengajarkan apa yang palsu lalu menyebutnya sebagai doktrin Alkitab. Kita merasa bangga karena bisa membela Firman kebenaran Allah yang murni—memperlihatkan, misalnya, bahwa Allah bukan bagian dari Tritunggal. (Ulangan 4:39) Pada waktu yang sama, kita membuat pembelaan itu dengan bijaksana, disertai kelembutan yang tulus dan respek yang dalam.—1 Petrus 3:15.
Menjelaskan Firman Allah
18, 19. Contoh apa saja yang memperlihatkan bahwa Yesus memiliki kesanggupan yang menakjubkan untuk menjelaskan Firman Allah?
18 Yesus berada di surga ketika Kitab-Kitab Ibrani dicatat. Dia pasti sangat menikmati kesempatan untuk datang ke bumi dan ikut serta menjelaskan Firman Allah! Misalnya, pikirkan hari yang tak terlupakan setelah kebangkitannya sewaktu dia bertemu dua muridnya di jalan menuju Emaus. Sebelum mengenali siapa dirinya, mereka menceritakan betapa sedih dan bingungnya mereka karena kematian Majikan yang mereka kasihi. Bagaimana tanggapannya? ”Dia menjelaskan semua hal tentang dirinya yang ditulis dalam Kitab Suci, mulai dari tulisan Musa dan semua Tulisan Para Nabi.” Apa pengaruhnya atas mereka? Belakangan, mereka berkata kepada satu sama lain, ”Pantas saja hati kita sangat tersentuh saat dia bicara dengan kita di jalan, saat dia menjelaskan isi Kitab Suci!”—Lukas 24:15-32.
19 Belakangan pada hari itu juga, Yesus menemui rasul-rasulnya dan orang-orang lain. Perhatikan apa yang dia lakukan: ”Dia membantu mereka untuk mengerti sepenuhnya makna Kitab Suci.” (Lukas 24:45) Tak diragukan, peristiwa yang membahagiakan itu mengingatkan mereka akan sesuatu yang berkali-kali Yesus lakukan bagi mereka—dan bagi siapa pun yang mau mendengarkan. Dia sering kali mengutip ayat yang terkenal lalu menjelaskannya sedemikian rupa sehingga menghasilkan pengaruh yang luar biasa dalam benak pendengarnya—pemahaman yang baru dan lebih dalam tentang Firman Allah.
20, 21. Bagaimana Yesus menjelaskan kata-kata yang Yehuwa firmankan kepada Musa di semak yang bernyala?
20 Pada sebuah peristiwa, Yesus sedang berbicara kepada sekelompok orang Saduki. Mereka adalah salah satu sekte Yudaisme yang sering berhubungan dengan keimaman Yahudi, dan mereka tidak memercayai kebangkitan. Yesus berkata kepada mereka, ”Mengenai kebangkitan orang mati, apa kalian belum pernah baca apa yang Allah katakan kepada kalian, ’Aku adalah Allah Abraham, Allah Ishak, dan Allah Yakub’? Dia adalah Allah orang hidup, bukan Allah orang mati.” (Matius 22:31, 32) Ini adalah ayat yang mereka kenal baik, ditulis oleh pria yang sangat dihormati orang Saduki—Musa. Namun, apakah Saudara melihat betapa ampuhnya penjelasan Yesus?
21 Sekitar tahun 1514 SM, Musa bercakap-cakap dengan Yehuwa di semak yang bernyala. (Keluaran 3:2, 6) Pada waktu itu, Abraham sudah meninggal 329 tahun sebelumnya, Ishak 224 tahun, dan Yakub 197 tahun. Namun, Yehuwa masih mengatakan, ”Akulah Allah dari leluhurmu.” Orang-orang Saduki itu tahu bahwa Yehuwa tidak sama dengan dewa orang mati, yang menguasai alam baka dalam mitos. Tidak, Dia adalah Allah ”orang hidup”, seperti kata Yesus. Jadi, apa artinya? Kesimpulan Yesus sungguh ampuh: ”Di mata-Nya, mereka semua hidup.” (Lukas 20:38) Hamba-hamba yang Yehuwa kasihi yang telah meninggal kini aman dalam ingatan Allah yang tidak terbatas dan tidak pudar. Sedemikian pastinya kehendak Yehuwa untuk membangkitkan mereka sehingga mereka bisa dikatakan masih hidup. (Roma 4:16, 17) Bukankah itu penjelasan yang menakjubkan tentang Firman Allah? Tidak heran kalau ”orang-orang kagum dengan ajarannya”!—Matius 22:33.
22, 23. (a) Bagaimana kita dapat meniru Yesus dalam menjelaskan Firman Allah? (b) Apa yang akan kita kupas di pasal berikut?
22 Orang Kristen sekarang ini memiliki kehormatan untuk meniru cara Yesus menjelaskan Firman Allah. Memang, pikiran kita tidak sempurna. Meskipun demikian, kita sering kali bisa menunjukkan kepada orang lain sebuah ayat yang sudah mereka kenal lalu menjelaskan aspek-aspek yang mungkin belum pernah tebersit dalam benak mereka. Misalnya, mereka mungkin telah berulang-ulang mengucapkan ”dikuduskanlah nama-Mu” dan ”datanglah Kerajaan-Mu” seumur hidup mereka tanpa pernah mengetahui nama Allah dan Kerajaan-Nya. (Matius 6:9, 10, Terjemahan Baru) Sungguh luar biasa kesempatan yang kita miliki sewaktu seseorang mempersilakan kita memberikan penjelasan yang sederhana tentang ajaran Alkitab tersebut!
23 Mengutip Firman Allah, membelanya, dan menjelaskannya adalah kunci untuk meniru cara Yesus menyampaikan kebenaran. Berikutnya, marilah kita kupas beberapa metode efektif yang Yesus gunakan untuk menyentuh hati para pendengarnya dengan ajaran-ajaran Alkitab.
a Sejarawan abad pertama, Yosefus, yang juga seorang Farisi yang telah bercerai, belakangan menyatakan bahwa perceraian diperbolehkan ”karena alasan apa pun (dan menurut para pria, alasannya banyak)”.
-
-
”Belum Pernah Ada Orang yang Berbicara Seperti Itu””Mari Jadilah Pengikutku”
-
-
PASAL SEBELAS
”Belum Pernah Ada Orang yang Berbicara Seperti Itu”
1, 2. (a) Mengapa para petugas yang diutus untuk menangkap Yesus kembali dengan tangan kosong? (b) Mengapa Yesus adalah guru yang menonjol?
ORANG-ORANG Farisi murka. Yesus sedang berada di bait, mengajar tentang Bapaknya. Para pendengarnya terbagi; banyak yang menaruh iman kepada Yesus, sedangkan yang lain ingin agar dia ditangkap. Karena tak sanggup membendung amarah, para pemimpin agama itu mengutus para petugas untuk menangkap Yesus. Namun, para petugas itu kembali dengan tangan kosong. Imam-imam kepala dan orang-orang Farisi menuntut penjelasan, ”Kenapa kalian tidak bawa dia ke sini?” Para petugas itu menjawab, ”Belum pernah ada orang yang berbicara seperti itu.” Sedemikian terkesannya mereka oleh ajaran Yesus sehingga mereka merasa tidak sanggup menangkapnya.a—Yohanes 7:45, 46.
2 Bukan para petugas itu saja yang terkesan oleh ajaran Yesus. Orang-orang sering berkumpul dalam jumlah besar hanya untuk mendengar dia mengajar. (Markus 3:7, 9; 4:1; Lukas 5:1-3) Mengapa Yesus adalah guru yang sangat menonjol? Seperti yang kita lihat di Pasal 8, dia mengasihi ajaran Alkitab yang dia sampaikan, dan dia mengasihi orang-orang yang dia ajar. Dia juga sangat menguasai berbagai metode pengajaran. Mari kita perhatikan tiga metode efektif yang dia gunakan dan bagaimana kita dapat menirunya.
Tetap Sederhana
3, 4. (a) Mengapa Yesus menggunakan bahasa yang sederhana sewaktu mengajar? (b) Bagaimana Khotbah di Gunung menunjukkan betapa sederhananya cara Yesus mengajar?
3 Dapatkah Saudara membayangkan berapa banyak kosakata yang Yesus miliki? Sekalipun demikian, sewaktu mengajar, dia tidak pernah membicarakan hal-hal yang terlampau sulit untuk dipahami hadirinnya, yang kebanyakan di antaranya adalah ”orang biasa yang tidak berpendidikan”. (Kisah 4:13) Dia mempertimbangkan keterbatasan mereka, tidak pernah menjejali mereka dengan terlalu banyak keterangan. (Yohanes 16:12) Kata-katanya sederhana, tetapi ajaran Alkitab yang disampaikannya sama sekali tidak dangkal.
4 Misalnya, perhatikan Khotbah di Gunung, yang dicatat di Matius 5:3–7:27. Dalam khotbah ini, Yesus memberikan nasihat yang sangat dalam, menyentuh inti berbagai permasalahan. Tidak ada gagasan atau frasa yang rumit. Malah, tidak ada sepatah kata pun yang terlalu sulit untuk dipahami oleh anak-anak kecil! Jadi, tidak mengherankan bahwa setelah Yesus selesai berbicara, kumpulan orang itu—agaknya mencakup banyak petani, gembala, dan nelayan—”kagum dengan cara dia mengajar”.—Matius 7:28.
5. Sebutkan beberapa contoh pernyataan Yesus yang sederhana tetapi kaya makna.
5 Sewaktu mengajar, Yesus sering menggunakan kalimat pendek yang sederhana serta ungkapan yang kaya makna. Karena kala itu belum ada buku-buku tercetak, cara ini membuat beritanya terpatri dalam pikiran dan hati para pendengarnya. Perhatikan beberapa contoh: ”Berhentilah menghakimi supaya kalian tidak dihakimi.” ”Orang sehat tidak butuh tabib, tapi orang sakit butuh.” ”Roh memang bersemangat, tapi tubuh lemah.” ”Berikan milik Kaisar kepada Kaisar, tapi milik Allah kepada Allah.” ”Lebih bahagia memberi daripada menerima.”b (Matius 7:1; 9:12; 26:41; Markus 12:17; Kisah 20:35) Hampir 2.000 tahun setelah diucapkan, kata-kata itu masih berkesan.
6, 7. (a) Untuk mengajar dengan sederhana, mengapa kita perlu menggunakan bahasa yang sederhana? (b) Bagaimana caranya agar kita tidak sampai menjejali pelajar Alkitab dengan terlalu banyak keterangan?
6 Bagaimana kita bisa mengajar dengan sederhana? Salah satu kuncinya ialah menggunakan bahasa sederhana yang mudah dipahami oleh kebanyakan orang. Ajaran dasar Firman Allah tidaklah rumit. Yehuwa telah menyingkapkan kehendak-Nya kepada orang-orang yang tulus dan rendah hati. (1 Korintus 1:26-28) Kata-kata yang sederhana tetapi dipilih dengan cermat dapat menyampaikan ajaran Firman Allah dengan efektif.
Berupayalah selalu mengajar dengan sederhana
7 Untuk mengajar dengan sederhana, kita harus berhati-hati agar tidak menjejali pelajar Alkitab dengan terlalu banyak keterangan. Jadi, sewaktu memandu pelajaran Alkitab, kita tidak perlu menjelaskan setiap perincian; juga tidak perlu terburu-buru seolah-olah yang terpenting ialah menghabiskan bahan pelajaran. Sebaliknya, langkah yang bijaksana adalah menyesuaikan kecepatan pelajaran dengan kebutuhan dan kesanggupan si pelajar. Tujuan kita ialah membantu si pelajar menjadi pengikut Kristus dan penyembah Yehuwa. Untuk itu, kita perlu menggunakan waktu sebanyak yang dibutuhkan si pelajar hingga dia dapat secara masuk akal memahami apa yang dia pelajari. Hanya dengan cara itulah kebenaran Alkitab akan menyentuh hatinya dan menggerakkannya untuk menerapkan apa yang dia pelajari.—Roma 12:2.
Mengajukan Pertanyaan yang Tepat
8, 9. (a) Untuk apa Yesus mengajukan pertanyaan? (b) Bagaimana Yesus menggunakan pertanyaan untuk membantu Petrus mencapai kesimpulan yang tepat tentang membayar pajak bait?
8 Yesus sering menggunakan pertanyaan, sekalipun akan lebih cepat seandainya dia langsung memberi tahu pendengarnya gagasan yang ingin dia sampaikan. Kalau begitu, untuk apa dia mengajukan pertanyaan? Adakalanya, dia menggunakan pertanyaan yang menyelidik untuk menyingkapkan motif para penentangnya, sehingga membungkam mereka. (Matius 21:23-27; 22:41-46) Namun, dalam banyak kasus, dia menggunakan pertanyaan untuk menggugah murid-muridnya mengungkapkan isi pikiran mereka dan untuk melatih mereka berpikir. Itu sebabnya, dia mengajukan pertanyaan seperti, ”Bagaimana menurut kalian?” dan ”Apa kamu percaya?” (Matius 18:12; Yohanes 11:26) Melalui pertanyaannya, Yesus menyentuh hati murid-muridnya. Perhatikan sebuah contoh.
9 Sekali peristiwa, para pemungut pajak bertanya kepada Petrus apakah Yesus membayar pajak bait.c Petrus spontan menjawab, ”Ya.” Belakangan, Yesus mengajaknya bernalar, ”Bagaimana menurutmu, Simon? Dari siapa raja-raja dunia ini menerima bea atau pajak kepala: dari anak-anak mereka atau dari orang-orang tak dikenal?” Petrus menjawab, ”Dari orang-orang tak dikenal.” Yesus berkata, ”Jadi sebenarnya anak-anak mereka bebas pajak.” (Matius 17:24-27) Petrus pasti memahami maksud pertanyaan itu, karena anggota keluarga raja memang tidak perlu membayar pajak. Jadi, sebagai Putra tunggal Raja surgawi yang disembah di bait, Yesus tidak wajib membayar pajak. Perhatikan bahwa ketimbang langsung memberikan jawaban yang tepat kepada Petrus, Yesus dengan bijaksana menggunakan pertanyaan untuk membantu Petrus mencapai kesimpulan yang tepat dan mungkin menyadari perlunya berpikir baik-baik sebelum menjawab pada kesempatan lain.
Ajukan pertanyaan yang disesuaikan dengan minat penghuni rumah
10. Bagaimana kita bisa menggunakan pertanyaan dengan efektif sewaktu mengabar dari rumah ke rumah?
10 Bagaimana kita bisa menggunakan pertanyaan dengan efektif dalam pelayanan kita? Sewaktu mengabar dari rumah ke rumah, kita dapat menggunakan pertanyaan guna membangkitkan minat, mungkin membuka kesempatan untuk menyampaikan kabar baik. Misalnya, jika seorang lansia membukakan pintu, kita bisa dengan penuh respek bertanya, ”Bagaimana keadaan dunia dulu sewaktu Bapak/Ibu masih muda?” Setelah mendengarkan tanggapannya, kita bisa bertanya, ”Menurut Bapak/Ibu, apa yang dibutuhkan untuk membuat dunia ini lebih nyaman ditinggali?” (Matius 6:9, 10) Jika seorang ibu dengan anak-anak kecil membukakan pintu, kita bisa bertanya, ”Pernahkah Ibu bertanya-tanya seperti apa dunia ini kelak sewaktu anak-anak Ibu sudah besar?” (Mazmur 37:10, 11) Dengan bersikap jeli sewaktu mendekati sebuah rumah, kita bisa menyesuaikan pertanyaan kita dengan minat penghuni rumah.
11. Bagaimana kita bisa menggunakan pertanyaan dengan efektif sewaktu memandu pelajaran Alkitab?
11 Bagaimana kita dapat menggunakan pertanyaan dengan efektif sewaktu memandu pelajaran Alkitab? Pertanyaan yang dipilih dengan cermat dapat membantu kita menimba isi hati si pelajar. (Amsal 20:5) Misalnya, kita sedang membahas pelajaran 43, ”Apa Pandangan Alkitab tentang Alkohol?”, dalam buku Hidup Bahagia Selamanya!d Pelajaran itu membahas pandangan Allah tentang minum berlebihan dan kemabukan. Jawaban pelajar mungkin menunjukkan bahwa dia memahami apa yang Alkitab ajarkan, tetapi apakah dia setuju dengan apa yang dia pelajari? Kita bisa bertanya, ”Apakah menurut Anda pandangan Allah tentang hal-hal tersebut masuk akal?” Kita juga bisa bertanya, ”Bagaimana Anda bisa menerapkan keterangan ini dalam kehidupan Anda?” Namun, ingatlah bahwa kita perlu bijaksana, menjaga martabat si pelajar. Kita tidak akan mengajukan pertanyaan yang mempermalukan dia.—Amsal 12:18.
Menggunakan Logika yang Ampuh
12-14. (a) Bagaimana Yesus menggunakan penalaran yang logis? (b) Logika ampuh apa yang Yesus gunakan ketika orang Farisi menuduh bahwa kuasanya berasal dari Setan?
12 Dengan pikirannya yang sempurna, Yesus sangat mahir mengajak orang bernalar. Adakalanya, dia menggunakan logika yang ampuh untuk menangkis tuduhan palsu para penentangnya. Dalam banyak kasus, dia menggunakan penalaran yang persuasif untuk memberikan pelajaran yang berharga kepada para pengikutnya. Mari kita perhatikan beberapa contoh.
13 Setelah Yesus menyembuhkan seorang pria yang buta dan bisu karena kerasukan roh jahat, orang Farisi menuduh, ”Orang ini tidak akan mengusir roh jahat kecuali dengan bantuan Beelzebul [Setan], penguasa roh jahat.” Mereka dengan berat hati mengakui bahwa dibutuhkan kuasa adimanusiawi untuk mengusir roh-roh jahat. Namun, mereka menyatakan bahwa kuasa Yesus berasal dari Setan. Selain salah, tuduhan itu juga tidak logis. Untuk menyingkapkan betapa kelirunya cara berpikir mereka, Yesus menjawab, ”Setiap kerajaan yang terpecah belah akan runtuh, dan setiap kota atau rumah tangga yang terpecah belah tidak akan bertahan.” Begitu juga, kalau Setan mengusir Setan, dia terpecah belah. Kalau seperti itu, bagaimana kerajaannya akan bertahan?” (Matius 12:22-26) Yesus seolah-olah mengatakan, ’Seandainya saya kaki tangan Setan, membatalkan perbuatan Setan, berarti Setan bertindak melawan kepentingannya sendiri dan akan segera jatuh.’ Bagaimana mereka bisa menangkis logika yang demikian meyakinkan?
14 Yesus belum selesai berargumen dengan mereka. Karena tahu bahwa beberapa murid orang Farisi pernah mengusir roh-roh jahat, dia mengajukan pertanyaan yang sederhana tetapi telak: ”Kalau saya mengusir roh jahat dengan bantuan Beelzebul, pengikut kalian mengusirnya dengan bantuan siapa?” (Matius 12:27) Dengan kata lain, Yesus berargumentasi, ’Seandainya saya mengusir roh-roh jahat dengan kuasa Setan, berarti murid-murid kalian pasti menggunakan kuasa yang sama.’ Apa yang bisa dikatakan orang Farisi? Mereka tidak bakal mengakui bahwa murid-murid mereka bertindak dengan kuasa Setan. Dengan demikian, Yesus membalikkan penalaran mereka yang keliru sehingga mereka mencapai kesimpulan yang harus mereka akui dengan berat hati. Sungguh menggetarkan, bukan, membaca bagaimana Yesus berargumen dengan mereka? Namun, bayangkan kumpulan orang yang mendengar sendiri kata-kata Yesus, karena kehadiran dan nada suaranya pasti menambah bobot kata-katanya.
15-17. Ceritakan sebuah contoh alur penalaran ”apalagi” yang Yesus gunakan untuk mengajarkan berbagai kebenaran yang menghangatkan hati tentang Bapaknya.
15 Yesus juga menggunakan penalaran yang logis dan meyakinkan untuk mengajarkan berbagai kebenaran yang positif dan membesarkan hati tentang Bapaknya. Sering kali, hal ini dia lakukan melalui alur penalaran ”apalagi”—membantu para pendengarnya untuk semakin meyakini kebenaran yang sudah mereka kenal dengan baik.e Jenis penalaran ini, yang didasarkan atas pengontrasan, dapat meninggalkan kesan yang mendalam. Mari kita perhatikan dua contoh.
16 Sewaktu murid-murid memintanya mengajar mereka cara berdoa, Yesus menanggapi dengan menggambarkan kerelaan orang tua manusia yang tidak sempurna untuk ”memberikan apa yang baik” kepada anak-anaknya. Lalu dia menyimpulkan, ”Kalau kalian yang berdosa saja tahu caranya memberikan apa yang baik kepada anak-anak kalian, apalagi Bapak yang di surga! Dia pasti akan memberikan kuasa kudus kepada orang yang meminta kepada-Nya.” (Lukas 11:1-13) Gagasan yang Yesus kemukakan didasarkan atas pengontrasan. Jika orang tua manusia yang berdosa saja memperhatikan kebutuhan anak-anaknya, apalagi Bapak surgawi kita, yang sempurna dan benar dalam segala segi. Dia pasti akan mengaruniakan kuasa kudus kepada para penyembah-Nya yang setia yang dengan rendah hati menghampiri-Nya dalam doa!
17 Yesus menggunakan penalaran yang mirip sewaktu memberikan nasihat yang bijaksana tentang menghadapi kekhawatiran. Dia berkata, ”Perhatikanlah burung gagak. Mereka tidak menabur benih atau memanen, dan tidak punya lumbung atau gudang, tapi Allah memberi mereka makan. Bukankah kalian jauh lebih berharga daripada burung-burung? Perhatikanlah bagaimana bunga-bunga lili tumbuh: Mereka tidak bekerja atau menjahit . . . Nah, kalau Allah memberikan pakaian seperti itu untuk tanaman di padang, yang hari ini ada dan besok sudah dibakar, apalagi untuk kalian, orang yang imannya kecil!” (Lukas 12:24, 27, 28) Jika burung dan bunga saja diperhatikan oleh Yehuwa, apalagi manusia yang mengasihi dan menyembah-Nya! Dengan penalaran seperti itu, Yesus pastilah menyentuh hati para pendengarnya.
18, 19. Bagaimana kita bisa bertukar pikiran dengan seseorang yang mengatakan bahwa dia tidak percaya kepada Allah yang tidak dapat dilihat?
18 Dalam pelayanan, kita ingin menggunakan penalaran yang logis untuk menangkis kepercayaan yang palsu. Kita juga ingin menggunakan penalaran yang meyakinkan untuk mengajarkan berbagai kebenaran yang positif tentang Yehuwa. (Kisah 19:8; 28:23, 24) Perlukah kita belajar menggunakan logika yang rumit? Sama sekali tidak. Dari Yesus, kita belajar bahwa yang paling efektif adalah alasan-alasan logis yang disampaikan dengan sederhana.
19 Misalnya, bagaimana tanggapan kita jika seseorang mengatakan bahwa dia tidak percaya kepada Allah yang tidak dapat dilihat? Kita dapat bertukar pikiran berdasarkan hukum sebab-akibat di alam. Sewaktu kita mengamati suatu akibat, kita sadar bahwa pasti ada sebabnya. Kita bisa mengatakan, ”Seandainya Anda berada di daerah terpencil lalu menemukan rumah yang bagus dan penuh makanan (akibat), tidakkah Anda langsung menyimpulkan bahwa seseorang (sebab) telah membangunnya? Demikian pula, sewaktu kita melihat rancangan yang nyata di alam dan berlimpahnya makanan di ’lemari makanan’ bumi ini (akibat), tidakkah masuk akal untuk menyimpulkan bahwa ada Pribadi (Sebab) yang menciptakannya? Alkitab sendiri menggunakan penalaran ini: ’Setiap rumah pasti dibangun oleh seseorang, tapi yang membangun segala sesuatu adalah Allah.’” (Ibrani 3:4) Tentu saja, tidak soal seberapa logis penalaran kita, tidak setiap orang akan diyakinkan.—2 Tesalonika 3:2.
Gunakan penalaran yang akan menyentuh hati orang
20, 21. (a) Bagaimana kita dapat menggunakan alur penalaran ”apalagi” untuk menonjolkan sifat dan jalan Yehuwa? (b) Apa yang akan kita bahas di pasal berikut?
20 Sewaktu mengajar, entah dalam dinas lapangan atau di sidang, kita juga dapat menggunakan alur penalaran ”apalagi” untuk menonjolkan sifat dan jalan Yehuwa. Misalnya, untuk memperlihatkan bahwa doktrin siksaan kekal dalam api neraka sebenarnya mencela Yehuwa, kita bisa mengatakan, ”Kalau seorang ayah yang pengasih saja tidak akan menghukum anaknya dengan meletakkan tangan anaknya di api, apalagi Bapak surgawi kita yang pengasih. Gagasan api neraka pasti menjijikkan bagi-Nya!” (Yeremia 7:31) Kepada sesama penyembah Yehuwa yang sedang tertekan, kita dapat meyakinkan dia bahwa Yehuwa mengasihinya, dengan mengatakan, ”Jika seekor pipit mungil saja berharga di mata Yehuwa, apalagi para penyembah-Nya di bumi, termasuk Saudara!” (Matius 10:29-31) Penalaran seperti itu dapat membantu kita menyentuh hati orang lain.
21 Setelah memeriksa tiga saja metode pengajaran yang Yesus gunakan, kita dapat dengan mudah melihat bahwa para petugas yang tidak jadi menangkapnya tidak melebih-lebihkan sewaktu mengatakan, ”Belum pernah ada orang yang berbicara seperti itu.” Di pasal berikut, kita akan membahas metode pengajaran yang menjadi ciri khas Yesus, yakni menggunakan perumpamaan.
a Para petugas itu kemungkinan besar bekerja untuk Sanhedrin dan berada di bawah wewenang imam-imam kepala.
b Pernyataan terakhir ini, yang terdapat di Kisah 20:35, dikutip hanya oleh Rasul Paulus. Boleh jadi, dia menerimanya secara lisan (dari seseorang yang mendengar Yesus mengucapkannya atau dari Yesus yang dibangkitkan) atau melalui penyingkapan dari Allah.
c Orang Yahudi diwajibkan membayar pajak tahunan bait sebesar dua drakhma, kira-kira senilai gaji dua hari. Menurut sebuah karya referensi, ”pajak ini terutama digunakan untuk menutupi biaya persembahan bakaran setiap hari dan biaya semua korban yang secara umum dipersembahkan demi kepentingan umat itu”.
d Diterbitkan oleh Saksi-Saksi Yehuwa.
e Jenis penalaran ini adakalanya disebut fortiori, istilah bahasa Latin yang berarti ”untuk alasan yang lebih kuat lagi; lebih pasti lagi”.
-
-
”Dia Tidak Akan Berbicara kepada Mereka Tanpa Perumpamaan””Mari Jadilah Pengikutku”
-
-
PASAL DUA BELAS
”Dia Tidak Akan Berbicara kepada Mereka Tanpa Perumpamaan”
1-3. (a) Kesempatan langka apa yang dimiliki murid-murid yang bepergian dengan Yesus, dan bagaimana dia mempermudah mereka mengingat apa yang dia ajarkan? (b) Mengapa perumpamaan yang jitu mudah diingat?
MURID-MURID yang bepergian dengan Yesus memiliki kesempatan yang langka. Mereka bisa langsung belajar dari sang Guru Agung. Mereka bisa mendengar suaranya sewaktu dia menjelaskan makna Firman Allah dan mengajar mereka berbagai kebenaran yang menakjubkan. Pada saat itu, mereka harus menyimpan perkataannya yang berharga dalam hati dan pikiran mereka karena belum tiba waktunya kata-kata itu dilestarikan dalam tulisan.a Namun, Yesus mempermudah mereka mengingat apa yang dia ajarkan. Bagaimana? Melalui cara dia mengajar, teristimewa kemahirannya menggunakan perumpamaan.
2 Memang, perumpamaan yang jitu tidak mudah terlupakan. Seorang penulis berkomentar bahwa perumpamaan ”mengubah telinga menjadi mata”, membuat orang bisa membayangkan apa yang mereka dengar, dan juga ”memberi pendengarnya keleluasaan untuk berpikir dengan gambar dalam benak mereka”. Karena gambaran mental mempermudah kita memahami sesuatu, perumpamaan dapat membuat gagasan yang abstrak lebih mudah ditangkap. Perumpamaan dapat menghidupkan kata-kata, memberi kita pelajaran yang akan terpatri dalam ingatan kita.
3 Tidak ada guru lain di bumi yang lebih mahir menggunakan perumpamaan daripada Yesus Kristus. Hingga sekarang, perumpamaannya masih mudah diingat. Mengapa Yesus sangat mengandalkan metode pengajaran ini? Apa yang membuat perumpamaannya begitu jitu? Bagaimana kita bisa belajar menggunakan metode pengajaran ini?
Mengapa Yesus Mengajar dengan Perumpamaan?
4, 5. Mengapa Yesus menggunakan perumpamaan?
4 Alkitab menyebutkan dua alasan penting mengapa Yesus menggunakan perumpamaan. Pertama, hal itu menggenapi nubuat. Di Matius 13:34, 35, kita membaca, ”Yesus berbicara tentang semua ini kepada kumpulan orang di situ dengan perumpamaan. Malah, dia tidak akan berbicara kepada mereka tanpa perumpamaan, sehingga apa yang diucapkan melalui nabi ini menjadi kenyataan: ’Mulutku akan mengucapkan perumpamaan.’” Nabi yang Matius sebutkan itu adalah penulis Mazmur 78:2. Pemazmur itu menulis di bawah ilham kuasa kudus Allah berabad-abad sebelum kelahiran Yesus. Pikirkan apa artinya hal itu. Ratusan tahun berselang, Yehuwa telah menetapkan bahwa Mesias akan mengajar dengan perumpamaan. Jadi, Yehuwa pasti menganggap metode pengajaran ini sangat penting.
5 Kedua, Yesus menjelaskan bahwa dia menggunakan perumpamaan untuk memisahkan orang-orang yang hatinya ”sudah tertutup”. (Matius 13:10-15; Yesaya 6:9, 10) Bagaimana perumpamaannya bisa menyingkapkan motif orang-orang? Pada beberapa peristiwa, dia ingin agar pendengarnya meminta penjelasan untuk memahami sepenuhnya kata-katanya. Orang yang rendah hati mau bertanya, sedangkan orang yang angkuh atau masa bodoh tidak. (Matius 13:36; Markus 4:34) Jadi, perumpamaan Yesus menyingkapkan kebenaran kepada mereka yang hatinya lapar akan kebenaran, sekaligus menyembunyikan kebenaran dari mereka yang hatinya angkuh.
6. Apa saja tujuan yang bermanfaat dari perumpamaan Yesus?
6 Perumpamaan Yesus memiliki beberapa tujuan lain yang bermanfaat. Perumpamaan membangkitkan minat, menggugah orang untuk mendengarkan. Perumpamaan juga memberikan gambaran mental yang mudah dipahami. Sebagaimana dikomentari di awal, perumpamaan Yesus membantu para pendengar mengingat kata-katanya. Khotbah di Gunung, yang dicatat di Matius 5:3–7:27, adalah contoh menonjol tentang banyaknya gambaran yang Yesus gunakan. Menurut sebuah penghitungan, khotbah ini memuat lebih dari 50 gambaran. Untuk membayangkan apa artinya hal itu, ingatlah bahwa khotbah ini bisa dibacakan dalam waktu kira-kira 20 menit. Jadi, rata-rata ada satu gambaran yang diucapkan setiap 20 detik! Jelaslah, Yesus melihat pentingnya membangkitkan gambaran mental melalui kata-kata!
7. Mengapa kita hendaknya meniru Yesus dalam menggunakan perumpamaan?
7 Sebagai pengikut Kristus, kita ingin meniru cara dia mengajar, termasuk menggunakan perumpamaan. Seperti bumbu yang membuat suatu hidangan lebih lezat, perumpamaan yang jitu dapat membuat pengajaran kita lebih menarik. Perumpamaan yang dipikirkan baik-baik dapat juga membuat kebenaran-kebenaran yang penting lebih mudah dipahami. Mari kita cermati beberapa faktor yang membuat perumpamaan Yesus begitu jitu. Dengan demikian, kita dapat melihat bagaimana kita bisa menggunakan metode pengajaran yang bagus ini dengan efektif.
Menggunakan Perbandingan yang Sederhana
Bagaimana Yesus menggunakan burung dan bunga untuk menunjukkan kepedulian Allah terhadap kita?
8, 9. Bagaimana Yesus menggunakan perbandingan yang sederhana, dan apa yang membuat perbandingannya begitu jitu?
8 Sewaktu mengajar, Yesus sering menggunakan perbandingan yang tidak rumit, yang terdiri dari beberapa kata saja. Namun, beberapa kata yang sederhana itu membangkitkan gambaran mental yang hidup dan mengajarkan kebenaran rohani yang penting dengan jelas. Misalnya, sewaktu mendesak murid-muridnya agar tidak mengkhawatirkan kebutuhan sehari-hari, dia menunjuk ke ”burung-burung di langit” dan ”bunga-bunga lili yang tumbuh di padang”. Burung tidak menabur dan menuai, begitu pula bunga lili tidak memintal dan menenun. Namun, Allah memperhatikan mereka. Gagasannya tidak sulit dipahami—yakni, jika Allah mengurus burung dan bunga, pastilah Dia akan mengurus manusia yang ’terus mengutamakan Kerajaan’.—Matius 6:26, 28-33.
9 Yesus juga menggunakan banyak sekali metafora, yang adalah perbandingan yang jauh lebih kuat. Metafora menyatakan seolah-olah hal yang satu adalah hal yang lain. Dalam hal ini pun dia membuat perbandingan yang sederhana. Sekali peristiwa, dia memberi tahu murid-muridnya, ”Kalian adalah terang dunia.” Murid-murid pasti memahami dengan jelas arti metafora itu, yakni bahwa melalui kata-kata dan tindakan, mereka bisa membiarkan terang kebenaran rohani bersinar dan membantu orang lain memuliakan Allah. (Matius 5:14-16) Perhatikan beberapa metafora lain yang Yesus gunakan: ”Kalian adalah garam dunia” dan ”Aku adalah tanaman anggur, dan kalian cabang-cabangnya”. (Matius 5:13; Yohanes 15:5) Sekalipun sederhana, perumpamaan seperti itu sangat ampuh.
10. Apa saja contoh perumpamaan yang bisa Saudara gunakan sewaktu mengajar?
10 Bagaimana Saudara bisa menggunakan perumpamaan sewaktu mengajar? Saudara tidak perlu mereka-reka cerita yang panjang dan rumit. Pikirkan saja perbandingan yang sederhana. Misalnya, Saudara sedang membahas tentang kebangkitan dan ingin menunjukkan bahwa membangkitkan orang mati bukan masalah bagi Yehuwa. Perbandingan apa yang terlintas dalam benak Saudara? Alkitab menggunakan tidur sebagai metafora untuk kematian. Saudara bisa berkata, ”Allah bisa membangkitkan orang mati semudah kita membangunkan orang tidur.” (Yohanes 11:11-14) Atau, barangkali Saudara ingin menunjukkan bahwa anak-anak butuh cinta dan kasih sayang agar dapat bertumbuh sejahtera. Contoh apa yang bisa Saudara gunakan? Alkitab menggunakan perbandingan ini: Anak-anak adalah ”seperti tunas pohon zaitun”. (Mazmur 128:3) Saudara bisa mengatakan, ”Anak membutuhkan cinta dan kasih sayang sebagaimana pohon membutuhkan sinar matahari dan air.” Semakin sederhana perbandingannya, semakin mudah pula pendengar Saudara menangkap gagasannya.
Mengambil dari Kehidupan Sehari-hari
11. Sebutkan contoh hal-hal yang pasti Yesus amati semasa kecil di Galilea yang belakangan dia sebutkan dalam perumpamaannya.
11 Yesus mahir menggunakan perumpamaan yang berkaitan dengan kehidupan orang-orang. Banyak perumpamaannya menggambarkan keadaan sehari-hari yang kemungkinan besar dia amati semasa kecil di Galilea. Pikirkan sejenak masa-masa itu. Seberapa sering dia melihat ibunya menggiling biji-bijian menjadi tepung, menambahkan ragi ke adonan, menyalakan pelita, atau menyapu rumah? (Matius 13:33; 24:41; Lukas 15:8) Seberapa sering dia mengamati para nelayan menurunkan jala ke Laut Galilea? (Matius 13:47) Seberapa sering dia mengamati anak-anak bermain di pasar? (Matius 11:16) Yesus pasti melihat hal-hal umum lain yang disebutkan dalam banyak perumpamaannya—benih yang ditabur, pesta pernikahan yang penuh sukacita, dan ladang yang memutih diterpa sinar matahari.—Matius 13:3-8; 25:1-12; Markus 4:26-29.
12, 13. Mengapa menarik bahwa Yesus menggunakan jalan ”dari Yerusalem ke Yerikho” untuk menandaskan gagasannya dalam perumpamaan tentang orang Samaria yang baik hati?
12 Dalam perumpamaannya, Yesus menyebutkan perincian yang dikenal pendengarnya. Misalnya, dia mengawali perumpamaan tentang orang Samaria yang baik hati dengan mengatakan, ”Ada orang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho, dan dia jatuh ke tangan perampok. Para perampok itu merampas pakaian dan hartanya, memukulinya sampai hampir mati, lalu meninggalkan dia.” (Lukas 10:30) Yang menarik, Yesus menyebutkan jalan ”dari Yerusalem ke Yerikho” untuk menandaskan gagasannya. Sewaktu mengisahkan perumpamaan ini, dia berada di Yudea, tidak jauh dari Yerusalem; jadi, para pendengarnya pasti tahu jalan mana yang dimaksud. Jalan itu terkenal berbahaya, khususnya bagi orang yang bepergian sendiri. Jalan itu berkelok-kelok dan jarang dilalui, sehingga ada banyak tempat persembunyian bagi perampok.
13 Yesus menyebutkan perincian lain yang dikenal orang tentang jalan ”dari Yerusalem ke Yerikho” itu. Menurut perumpamaan itu, pertama-tama seorang imam, kemudian seorang Lewi melewati jalan itu—walaupun kedua-duanya tidak berhenti untuk menolong si korban. (Lukas 10:31, 32) Imam-imam melayani di bait Yerusalem, dan orang Lewi membantu mereka. Banyak imam dan orang Lewi tinggal di Yerikho sewaktu tidak sedang bekerja di bait; Yerikho hanya berjarak 23 kilometer dari Yerusalem. Jadi, mereka dapat terlihat melewati jalan itu. Perhatikan juga, Yesus mengatakan bahwa orang-orang itu ”turun”—bukan naik—”dari Yerusalem”. Hal ini masuk akal bagi para pendengarnya. Yerusalem lebih tinggi daripada Yerikho. Jadi, sewaktu pergi ”dari Yerusalem”, orang itu pasti ”turun”.b Jelaslah, Yesus mengingat latar belakang para pendengarnya.
14. Sewaktu menggunakan perumpamaan, bagaimana kita bisa mengingat latar belakang pendengar kita?
14 Sewaktu menggunakan perumpamaan, kita juga perlu mengingat latar belakang pendengar kita. Apa beberapa hal tentang mereka yang dapat memengaruhi perumpamaan yang kita pilih? Boleh jadi, faktor-faktor seperti usia, latar budaya atau keluarga, dan pekerjaan perlu dipertimbangkan. Misalnya, perumpamaan yang menyebutkan perincian tentang bercocok tanam mungkin lebih mudah dipahami di daerah pertanian ketimbang di kota besar. Kehidupan dan kegiatan sehari-hari pendengar kita—anak-anak, rumah, hobi, makanan mereka—bisa juga menjadi dasar untuk perumpamaan yang cocok.
Mengambil dari Ciptaan
15. Mengapa kita tidak perlu heran bahwa Yesus sangat mengenal ciptaan?
15 Banyak perumpamaan Yesus menyingkapkan pengetahuannya tentang alam, termasuk tanaman, binatang, dan cuaca. (Matius 16:2, 3; Lukas 12:24, 27) Dari mana dia mendapatkan pengetahuan tersebut? Semasa kecil di Galilea, dia pasti punya banyak kesempatan untuk mengamati ciptaan. Terlebih lagi, Yesus adalah ”ciptaan yang pertama”, dan sewaktu menciptakan segala perkara, Yehuwa menggunakan dia sebagai ”pekerja ahli”. (Kolose 1:15, 16; Amsal 8:30, 31) Tidak mengherankan bukan bahwa Yesus sangat mengenal ciptaan? Mari kita lihat bagaimana dia menggunakan pengetahuan ini dengan terampil.
16, 17. (a) Apa yang menunjukkan bahwa Yesus sangat mengenal sifat dan pembawaan domba? (b) Contoh apa yang memperlihatkan bahwa domba memang mendengarkan suara gembalanya?
16 Ingatlah bahwa Yesus memperkenalkan dirinya sebagai ”gembala yang baik” dan para pengikutnya sebagai ”domba-domba”. Kata-kata Yesus menunjukkan bahwa dia sangat mengenal sifat dan pembawaan domba peliharaan. Dia tahu adanya ikatan yang unik antara gembala dan domba-dombanya. Dia mengamati bahwa makhluk yang penurut ini siap dituntun dan dengan setia mengikuti gembalanya. Mengapa domba mengikuti gembalanya? ”Karena mereka mengenal suaranya,” kata Yesus. (Yohanes 10:2-4, 11) Apakah domba memang mengenal suara gembalanya?
17 Berdasarkan pengamatannya sendiri, George A. Smith menulis dalam bukunya, The Historical Geography of the Holy Land, ”Kadang-kadang, kami menikmati istirahat siang di dekat salah satu sumur di Yudea, tempat tiga atau empat gembala datang bersama kawanan domba mereka. Kawanan-kawanan itu berbaur, dan kami bertanya-tanya bagaimana setiap gembala akan mendapatkan kembali kawanannya. Namun, setelah domba-domba itu selesai minum dan bermain, para gembala satu per satu pergi ke arah yang berlainan di lembah itu, dan masing-masing menyerukan panggilan khasnya; dan kawanan tiap-tiap gembala berhamburan ke gembalanya sendiri, lalu pulang dengan teratur seperti saat mereka datang.” Yesus memilih perumpamaan yang sangat tepat untuk menandaskan gagasannya, bahwa jika kita mengenali dan menaati ajarannya serta mengikuti tuntunannya, kita pun dapat berada di bawah pemeliharaan ”gembala yang baik”.
18. Di mana kita bisa menemukan keterangan tentang ciptaan Yehuwa?
18 Bagaimana kita bisa belajar menggunakan perumpamaan yang diambil dari ciptaan? Sifat unik binatang dapat menjadi dasar untuk perbandingan yang sederhana tetapi jitu. Di mana kita dapat menemukan keterangan tentang ciptaan Yehuwa? Alkitab adalah sumber pengetahuan yang limpah tentang beragam binatang, dan adakalanya, Alkitab menggunakan sifat binatang dalam perumpamaan. Alkitab menyebut tentang gesit seperti kijang atau macan tutul, berhati-hati seperti ular, dan tulus seperti merpati.c (1 Tawarikh 12:8; Habakuk 1:8; Matius 10:16) Sumber informasi lain yang berharga adalah majalah Menara Pengawal dan Sadarlah!, juga berbagai artikel dan video dari seri ”Apakah Ini Dirancang?” di jw.org. Ada banyak hal yang bisa Saudara pelajari dengan mengamati bagaimana berbagai publikasi ini menggunakan perbandingan sederhana yang diambil dari keajaiban berbagai ciptaan Yehuwa.
Mengambil dari Contoh yang Dikenal
19, 20. (a) Untuk menyingkapkan kepalsuan suatu kepercayaan, bagaimana Yesus menggunakan peristiwa terkini dengan jitu? (b) Bagaimana kita bisa menggunakan contoh dan pengalaman nyata sewaktu mengajar?
19 Perumpamaan yang jitu bisa diambil dari contoh dalam kehidupan nyata. Sekali peristiwa, Yesus menggunakan sebuah kejadian terbaru untuk menyingkapkan betapa kelirunya kepercayaan bahwa tragedi menimpa orang-orang yang layak mendapatkannya. Dia berkata, ”Ke-18 orang yang mati tertimpa menara di Siloam, apa kalian pikir kesalahan mereka lebih besar daripada semua orang lain di Yerusalem?” (Lukas 13:4) Sebenarnya, ke-18 orang itu mati bukan karena suatu dosa yang membuat Allah tidak senang. Kematian mereka yang tragis diakibatkan oleh ”waktu dan kejadian yang tidak terduga”. (Pengkhotbah 9:11) Dengan demikian, Yesus menyanggah suatu ajaran palsu dengan menyebutkan suatu peristiwa yang dikenal baik oleh para pendengarnya.
20 Bagaimana kita bisa menggunakan contoh dan pengalaman nyata sewaktu mengajar? Misalnya Saudara sedang membahas penggenapan nubuat Yesus tentang tanda kehadirannya. (Matius 24:3-14) Saudara bisa menyebutkan berita terkini tentang perang, bala kelaparan, atau gempa bumi untuk memperlihatkan bahwa ciri-ciri spesifik tanda itu sedang digenapi. Atau, barangkali Saudara ingin menggunakan suatu pengalaman untuk menunjukkan perubahan yang tersangkut dalam mengenakan kepribadian baru. (Efesus 4:20-24) Di mana pengalaman seperti itu dapat ditemukan? Saudara bisa mengulas beragam latar belakang rekan-rekan seiman, atau Saudara bisa menggunakan pengalaman yang terdapat dalam salah satu publikasi Saksi-Saksi Yehuwa. Saudara juga bisa melihat berbagai pengalaman di seri ”Alkitab Mengubah Kehidupan” di jw.org.
21. Apa saja upahnya apabila kita menjadi guru Firman Allah yang efektif?
21 Yesus benar-benar Guru yang Piawai! Seperti yang telah kita lihat dalam bagian ini, ’mengajar dan memberitakan kabar baik tentang Kerajaan Allah’ adalah pekerjaan utamanya. (Matius 4:23) Itu adalah pekerjaan utama kita juga. Upah menjadi guru yang efektif sungguh luar biasa. Sewaktu mengajar, kita memberikan sesuatu kepada orang lain, dan hal itu mendatangkan kebahagiaan. (Kisah 20:35) Kita berbahagia karena tahu bahwa kita sedang menyampaikan sesuatu yang benar-benar bernilai dan langgeng manfaatnya—kebenaran tentang Yehuwa. Kita juga puas karena tahu bahwa kita sedang mengikuti teladan Yesus, Guru terbesar yang pernah hidup di bumi.
a Catatan terilham pertama tentang kehidupan Yesus di bumi tampaknya adalah Injil Matius, yang ditulis sekitar delapan tahun setelah kematian Yesus.
b Yesus juga mengatakan bahwa imam dan orang Lewi itu datang ”dari Yerusalem”, artinya mereka meninggalkan bait. Jadi, tidak seorang pun dapat membenarkan sikap masa bodoh mereka dengan mengatakan bahwa mereka menghindari pria yang tampaknya sudah mati itu karena tidak ingin menjadi najis dan tidak layak melayani di bait untuk sementara waktu.—Imamat 21:1; Bilangan 19:16.
c Untuk daftar yang lebih lengkap tentang sifat-sifat binatang yang digunakan sebagai kiasan dalam Alkitab, lihat Pemahaman Alkitab, Jilid 1, halaman 442, 444-445, yang diterbitkan oleh Saksi-Saksi Yehuwa.
-
-
”Aku Mengasihi Bapak””Mari Jadilah Pengikutku”
-
-
PASAL TIGA BELAS
”Aku Mengasihi Bapak”
1, 2. Apa yang disingkapkan oleh Rasul Yohanes tentang malam terakhir rasul-rasul bersama Yesus?
SEORANG pria lansia mencelupkan penanya ke dalam tinta, pikirannya sarat dengan kenangan. Namanya Yohanes, dan dia adalah rasul terakhir Yesus Kristus yang masih hidup. Yohanes, yang saat itu berusia kira-kira 100 tahun, mengenang kejadian pada suatu malam yang tak terlupakan kira-kira 70 tahun sebelumnya—malam terakhir dia dan rasul-rasul lain bersama Yesus sebelum kematiannya. Karena dibimbing kuasa kudus Allah, Yohanes bisa mengingat dan menuliskan berbagai peristiwa dengan sangat terperinci.
2 Pada malam itu, Yesus mengatakan dengan jelas bahwa dia akan segera dibunuh. Hanya Yohanes yang menyingkapkan mengapa Yesus mengatakan bahwa dia akan mengalami kematian yang menyakitkan itu: ”Supaya dunia tahu bahwa aku mengasihi Bapak, aku melakukan apa yang Bapak perintahkan kepadaku. Ayo kita pergi dari sini.”—Yohanes 14:31.
3. Bagaimana Yesus memperlihatkan bahwa dia mengasihi Bapaknya?
3 ”Aku mengasihi Bapak.” Bagi Yesus, tak ada yang lebih penting daripada hal itu. Memang, dia tidak terus mengulang-ulangi pernyataan itu. Malah, Yohanes 14:31 adalah satu-satunya ayat yang mencatat pernyataan kasih Yesus kepada Bapaknya secara gamblang. Namun, kebenaran kata-kata itu nyata dari cara hidup Yesus. Kasihnya kepada Yehuwa tampak jelas setiap hari. Keberanian, ketaatan, dan ketekunan Yesus, semuanya membuktikan kasihnya kepada Allah. Seluruh pelayanannya dimotivasi oleh kasih ini.
4, 5. Jenis kasih apa yang ditonjolkan oleh Alkitab, dan apa yang dapat dikomentari tentang kasih Yesus kepada Yehuwa?
4 Sekarang, ada yang mungkin menganggap kasih sebagai sifat yang lemah. Mereka mungkin mengaitkannya dengan puisi dan lagu cinta, atau bahkan perasaan seseorang sewaktu dimabuk asmara. Alkitab memang membahas cinta romantis, kendati dengan cara yang lebih bermartabat. (Amsal 5:15-21) Namun, Firman Allah memuat lebih banyak keterangan tentang jenis kasih yang lain. Kasih ini bukan sekadar nafsu atau emosi sesaat; juga bukan filsafat tentang hubungan antarmanusia yang dingin dan teoretis. Kasih ini melibatkan hati dan pikiran. Kasih ini bersemi dalam batin, diatur oleh dan selaras dengan prinsip yang luhur, serta dinyatakan melalui tindakan yang positif. Kasih ini tidak mudah sirna. ”Kasih tidak akan berakhir,” kata Firman Allah.—1 Korintus 13:8.
5 Dari antara semua manusia yang pernah hidup, Yesus-lah yang paling mengasihi Yehuwa. Tak ada pribadi lain yang mengungguli Yesus dalam hal mempraktekkan kata-kata yang dia sendiri kutip sebagai perintah terbesar dari Allah: ”Kasihilah Yehuwa Allahmu dengan sepenuh hati, sepenuh jiwa, seluruh pikiran, dan seluruh kekuatanmu.’” (Markus 12:30) Bagaimana Yesus memupuk kasih seperti itu? Bagaimana dia menjaga kasihnya kepada Allah tetap kuat selama berada di bumi? Dan, bagaimana kita dapat menirunya?
Ikatan Kasih yang Tertua dan Terkuat
6, 7. Bagaimana kita tahu bahwa yang diuraikan di Amsal 8:22-31 adalah Putra Allah, bukan sekadar hikmat?
6 Pernahkah Saudara mengerjakan suatu proyek bersama seorang teman dan sewaktu proyek itu selesai, kalian menjadi lebih akrab? Pengalaman yang menyenangkan itu bisa membantu kita memahami kasih yang terjalin di antara Yehuwa dan Putra tunggal-Nya. Kita sudah sering membahas Amsal 8:30, tetapi mari kita cermati ayat itu menurut konteksnya. Di ayat 22 sampai 31, terdapat uraian terilham tentang hikmat yang dipersonifikasi. Namun, bagaimana kita tahu bahwa ayat-ayat ini memaksudkan Putra Allah?
7 Di ayat 22, hikmat mengatakan, ”Yehuwa menciptakan aku sebagai awal kegiatan-Nya, yang paling awal dari semua hasil kerja-Nya di zaman dulu.” Yang dimaksud di sini pastilah bukan sekadar hikmat, karena hikmat tidak pernah ’diciptakan’. Hikmat tidak memiliki permulaan, karena Yehuwa selalu ada dan senantiasa berhikmat. (Mazmur 90:2) Namun, Putra Allah adalah ”ciptaan yang pertama”. Dia dihasilkan, atau diciptakan; dia adalah yang paling awal dari semua hasil pekerjaan Yehuwa. (Kolose 1:15) Seperti diuraikan di Amsal, sang Putra sudah ada sebelum bumi dan langit diciptakan. Dan, sebagai Firman, Juru Bicara Allah sendiri, dia menyingkapkan hikmat Yehuwa dengan sempurna.—Yohanes 1:1.
8. Apa saja yang dikerjakan oleh sang Putra sebelum menjadi manusia, dan apa yang bisa kita pikirkan sewaktu mengagumi ciptaan?
8 Apa saja yang dikerjakan sang Putra selama waktu yang tak terbilang sebelum dia datang ke bumi? Ayat 30 mengatakan bahwa dia ada di sisi Allah sebagai ”pekerja ahli”. Apa artinya? Kolose 1:16 menjelaskan, ”Melalui dialah semua yang di surga dan di bumi diciptakan . . . Semua yang lainnya diciptakan melalui dia dan untuk dia.” Jadi, Yehuwa sebagai Pencipta bekerja melalui Putra-Nya, sang Pekerja Ahli, untuk membuat setiap ciptaan lain—makhluk roh di surga, alam semesta yang sangat luas, bumi dengan beragam flora dan faunanya yang mengagumkan, dan ciptaan yang terunggul di bumi: manusia. Dalam beberapa segi, kita dapat mengumpamakan kerja sama antara Bapak dan Putra ini dengan seorang arsitek yang bekerja bersama seorang kontraktor, yang mewujudkan rancangan kreatif sang arsitek. Sewaktu mengagumi salah satu aspek ciptaan, kita sebenarnya memuji Sang Arsitek Agung. (Mazmur 19:1) Namun, kita juga teringat akan kerja sama yang penuh kebahagiaan antara Sang Pencipta dan ”pekerja ahli”-Nya selama jangka waktu yang lama.
9, 10. (a) Apa yang memperkuat ikatan antara Yehuwa dan Putra-Nya? (b) Apa yang dapat memperkuat ikatan Saudara dengan Bapak surgawi Saudara?
9 Sewaktu dua manusia yang tidak sempurna bekerja bersama, adakalanya mereka sulit akur. Tidak demikian dengan Yehuwa dan Putra-Nya! Selama jangka waktu yang tak terbilang, Putra bekerja bersama Sang Bapak, dan dia mengatakan, ”Aku bergembira di hadapannya sepanjang waktu.” (Amsal 8:30) Ya, dia senang berada bersama Bapaknya, dan itu juga yang dirasakan Sang Bapak. Wajar apabila Putra semakin mirip dengan Sang Bapak, belajar meniru sifat-sifat Allah. Jadi, tidak mengherankan bahwa ikatan antara Bapak dan Putra terjalin begitu kuat! Tepatlah jika dikatakan bahwa itu adalah ikatan kasih yang tertua dan terkuat di seluruh alam semesta.
10 Namun, apa pengaruhnya atas kita? Saudara mungkin merasa bahwa mustahil Saudara menjalin ikatan seperti itu dengan Yehuwa. Memang, tak satu pun dari antara kita memiliki kedudukan setinggi sang Putra. Namun, kita memiliki kesempatan yang menakjubkan. Ingatlah, Yesus semakin dekat dengan Bapaknya karena bekerja bersama-Nya. Yehuwa dengan pengasih menawari kita kesempatan menjadi ’rekan sekerja-Nya’. (1 Korintus 3:9) Sambil mengikuti teladan Yesus dalam pelayanan, kita hendaknya selalu ingat bahwa kita adalah rekan sekerja Allah. Dengan demikian, ikatan kasih yang mempersatukan kita dengan Yehuwa terjalin semakin kuat. Adakah kehormatan lain yang lebih besar?
Cara Yesus Menjaga Kasihnya kepada Yehuwa Tetap Kuat
11-13. (a) Mengapa ada baiknya kita membayangkan kasih sebagai sesuatu yang hidup, dan sewaktu muda, bagaimana Yesus menjaga kasihnya kepada Yehuwa tetap kuat? (b) Bagaimana Putra Allah memperlihatkan bahwa dia senang belajar dari Yehuwa, baik sebelum datang ke bumi maupun sebagai manusia?
11 Dalam banyak segi, kita bisa membayangkan kasih di hati kita sebagai sesuatu yang hidup. Seperti tanaman hias yang indah, kasih perlu dipupuk dan diurus agar bertumbuh dan berkembang. Jika ditelantarkan dan tidak dipupuk, kasih melemah lalu mati. Yesus tidak menganggap remeh kasihnya kepada Yehuwa. Dia menjaganya tetap kuat dan berkembang selama dia hidup di bumi. Mari kita lihat caranya.
12 Pikirkan kembali peristiwa ketika Yesus muda berbicara di bait di Yerusalem. Ingatlah kata-katanya kepada orang tuanya yang cemas: ”Kenapa Ibu dan Ayah cari-cari aku? Bukankah Ibu dan Ayah tahu aku harus ada di rumah Bapakku?” (Lukas 2:49) Semasa muda, Yesus tampaknya belum mengingat kehidupannya sebelum menjadi manusia. Namun, kasihnya kepada Bapaknya, Yehuwa, sangat kuat. Dia tahu bahwa kasih itu sewajarnya dinyatakan melalui ibadah. Jadi, bagi Yesus, tak ada tempat lain di bumi yang semenarik rumah ibadah yang murni milik Bapaknya. Dia rindu berada di sana dan tidak mau meninggalkannya. Selain itu, dia bukan pengamat yang pasif. Dia ingin sekali belajar tentang Yehuwa dan mengungkapkan apa yang dia ketahui. Perasaan itu sudah ada sebelum dia berusia 12 tahun, dan tidak memudar setelah itu.
13 Sebelum menjadi manusia, Putra sudah memiliki keinginan yang besar untuk belajar dari Bapaknya. Nubuat di Yesaya 50:4-6 menyingkapkan bahwa Yehuwa memberi Putra-Nya pendidikan khusus tentang peranannya sebagai Mesias. Meskipun hal itu mencakup belajar tentang beberapa kesukaran yang akan dialami Pribadi yang Dilantik Yehuwa, sang Putra mempelajarinya dengan bersemangat. Belakangan, setelah datang ke bumi dan bertumbuh dewasa, Yesus tetap senang pergi ke rumah Bapaknya untuk beribadah dan mengajarkan hal-hal yang selaras dengan kehendak Yehuwa. Itu sebabnya, Alkitab melaporkan bahwa Yesus dengan setia hadir di bait dan di rumah ibadah. (Lukas 4:16; 19:47) Jika kita ingin menjaga kasih kita kepada Yehuwa tetap hidup dan berkembang, kita perlu rajin berhimpun, karena di sanalah kita menyembah Yehuwa dan memperdalam pengetahuan serta penghargaan kita akan Dia.
”Dia naik ke gunung sendirian untuk berdoa”
14, 15. (a) Mengapa Yesus adakalanya menyendiri? (b) Bagaimana doa Yesus kepada Bapaknya menyingkapkan keakraban dan respek?
14 Yesus juga menjaga kasihnya kepada Yehuwa tetap kuat dengan berdoa secara teratur. Meskipun dia ramah dan suka bergaul, menarik untuk diperhatikan bahwa dia sangat menghargai kesendirian. Misalnya, Lukas 5:16 mengatakan, ”Dia sering pergi ke tempat sepi untuk berdoa.” Demikian pula, Matius 14:23 menyatakan, ”Setelah membubarkan orang-orang, dia naik ke gunung sendirian untuk berdoa. Ketika malam tiba, dia berada di sana sendirian.” Alasan Yesus menyendiri dalam peristiwa ini dan peristiwa lain bukanlah karena dia suka mengucilkan diri atau tidak suka ditemani orang lain, melainkan karena dia ingin berdua saja dengan Yehuwa, berbicara kepada Bapaknya dengan leluasa melalui doa.
15 Sewaktu berdoa, Yesus adakalanya menggunakan ungkapan ”Abba, Bapak”. (Markus 14:36) Pada zaman Yesus, ”Abba” adalah panggilan akrab seorang anak kepada ayahnya. Sering kali, itu adalah salah satu kata pertama yang dipelajari seorang anak. Namun, kata itu menunjukkan respek. Selain menyingkapkan keakraban Putra sewaktu berbicara kepada Bapak yang dikasihinya, kata itu juga menunjukkan respek yang dalam terhadap wewenang Yehuwa sebagai Bapak. Perpaduan antara keakraban dan respek ini dapat kita temukan dalam semua doa Yesus yang tercatat. Misalnya, Yohanes pasal 17 berisi doa Yesus yang panjang dan sepenuh hati pada malam terakhirnya. Hati kita benar-benar tergugah sewaktu menyimak doa itu dan kita perlu menirunya—tentunya bukan dengan mengulang-ulangi kata-kata Yesus, melainkan dengan berupaya mencurahkan isi hati kita kepada Bapak surgawi kita sesering mungkin. Dengan melakukannya, kasih kita kepada-Nya akan tetap hidup dan kuat.
16, 17. (a) Bagaimana Yesus mengungkapkan kasihnya kepada Bapak melalui kata-kata? (b) Bagaimana Yesus menggambarkan kemurahan hati Bapaknya?
16 Seperti yang telah kita bahas, Yesus tidak berulang-ulang mengatakan, ”Aku mengasihi Bapak.” Namun, dia sering mengungkapkan kasihnya kepada Bapak dengan kata-kata. Bagaimana? Yesus sendiri mengatakan, ”Aku memuji-Mu di depan umum, Bapak, Tuan atas langit dan bumi.” (Matius 11:25) Sewaktu mempelajari Bagian 2 buku ini, kita melihat bahwa Yesus senang memuji Bapaknya dengan membantu orang-orang mengenal Dia. Misalnya, dia menyamakan Yehuwa dengan bapak yang sangat ingin mengampuni putranya yang membangkang sampai-sampai dia menunggu kedatangan pemuda yang bertobat itu dan sewaktu melihatnya dari jauh, dia berlari untuk menemui dan memeluknya. (Lukas 15:20) Siapa pun yang membaca kisah itu mau tidak mau tersentuh oleh gambaran Yesus tentang kasih dan pengampunan Yehuwa.
17 Yesus sering memuji kemurahan hati Bapaknya. Dia menggunakan contoh orang tua yang tidak sempurna untuk meyakinkan kita bahwa Bapak kita pasti akan memberi kita kuasa kudus yang dibutuhkan. (Lukas 11:13) Yesus juga berbicara tentang harapan yang diulurkan oleh Sang Bapak dengan begitu murah hati. Yesus dengan penuh kerinduan melukiskan harapannya sendiri untuk kembali ke sisi Bapaknya di surga. (Yohanes 14:28; 17:5) Dia memberi tahu para pengikutnya tentang harapan yang Yehuwa ulurkan kepada ”kawanan kecil” milik Kristus—yakni untuk tinggal di surga dan ikut memerintah bersama sang Raja yang dilantik Yehuwa. (Lukas 12:32; Yohanes 14:2) Dan, dia memberitahukan harapan kehidupan di Firdaus untuk menghibur seorang pelaku kesalahan yang sedang sekarat. (Lukas 23:43) Tentulah, dengan membicarakan kemurahan hati Bapaknya yang luar biasa itu, Yesus menjaga kasihnya kepada Yehuwa tetap kuat. Banyak pengikut Kristus telah mendapati bahwa bantuan terbesar untuk memperkuat kasih dan iman mereka kepada Yehuwa adalah dengan berbicara tentang diri-Nya dan harapan yang diulurkan-Nya kepada orang-orang yang mengasihi Dia.
Maukah Saudara Meniru Kasih Yesus kepada Yehuwa?
18. Hal terpenting apa yang perlu kita ikuti dari Yesus, dan mengapa?
18 Dari antara semua hal yang perlu kita ikuti dari Yesus, tak ada yang lebih penting daripada ini: Kita harus mengasihi Yehuwa dengan sepenuh hati, jiwa, pikiran, dan kekuatan kita. (Lukas 10:27) Kasih itu diukur tidak hanya dari seberapa kuat perasaan kita, tetapi juga dari seberapa banyak tindakan kasih kita. Yesus tidak puas sekadar merasa mengasihi Bapaknya atau sekadar mengatakan, ”Aku mengasihi Bapak.” Dia berkata, ”Supaya dunia tahu bahwa aku mengasihi Bapak, aku melakukan apa yang Bapak perintahkan kepadaku.” (Yohanes 14:31) Setan menuduh bahwa semua manusia melayani Yehuwa karena kasih yang mementingkan diri. (Ayub 2:4, 5) Guna memberikan jawaban terbaik untuk fitnah keji Setan, Yesus berani bertindak dan memperlihatkan kepada dunia seberapa besar kasihnya kepada Bapak. Dia taat bahkan hingga menyerahkan kehidupannya. Maukah Saudara mengikuti Yesus? Maukah Saudara memperlihatkan kepada dunia bahwa Saudara benar-benar mengasihi Allah Yehuwa?
19, 20. (a) Untuk alasan penting apa saja kita ingin berhimpun secara teratur? (b) Kita bisa memandang pelajaran pribadi, perenungan, dan doa kita sebagai apa?
19 Memperlihatkan kasih seperti itu merupakan kebutuhan rohani kita yang sangat mendasar. Itu sebabnya, Yehuwa telah mengatur agar cara kita beribadah dapat memupuk dan memperkuat kasih kita kepada Sang Bapak. Sewaktu berhimpun, camkanlah bahwa Saudara datang untuk beribadah kepada Allah Saudara. Aspek-aspek ibadah itu mencakup ikut berdoa dengan sepenuh jiwa, melantunkan nyanyian pujian, mendengarkan baik-baik, dan memberikan komentar bila mungkin. Perhimpunan juga memberi Saudara kesempatan untuk menganjurkan rekan-rekan Kristen. (Ibrani 10:24, 25) Beribadah kepada Yehuwa secara teratur di perhimpunan akan membantu Saudara semakin mengasihi Allah.
20 Begitu pula halnya dengan pelajaran pribadi, perenungan, dan doa. Pandanglah hal-hal ini sebagai cara untuk berdua saja dengan Yehuwa. Sementara Saudara mempelajari Firman Allah yang tertulis dan merenungkannya, Yehuwa menyampaikan buah-buah pikiran-Nya kepada Saudara. Sewaktu berdoa, Saudara membuka hati Saudara kepada-Nya. Ingatlah, doa bukan sekadar untuk meminta sesuatu dari Allah. Doa juga merupakan kesempatan untuk bersyukur kepada Yehuwa atas berkat-berkat yang telah Saudara terima dan untuk memuji Dia atas berbagai karya-Nya yang menakjubkan. (Mazmur 146:1) Selain itu, memuji Yehuwa di depan umum dengan penuh sukacita dan semangat adalah cara terbaik untuk bersyukur kepada Yehuwa dan memperlihatkan bahwa Saudara mengasihi Dia.
21. Seberapa pentingkah kasih kepada Yehuwa, dan apa yang akan ditinjau di pasal-pasal selanjutnya?
21 Kasih kepada Allah adalah kunci kebahagiaan kekal Saudara. Hanya itu yang Adam dan Hawa butuhkan untuk berhasil taat—dan satu hal itu yang gagal mereka kembangkan. Itulah hal terpenting yang Saudara perlukan untuk lulus dari ujian iman apa pun, menolak godaan apa pun, dan bertekun menghadapi cobaan apa pun. Itulah unsur terpenting menjadi pengikut Yesus. Tentu saja, kasih kepada Allah berkaitan dengan kasih kepada sesama kita manusia. (1 Yohanes 4:20) Di pasal-pasal selanjutnya, kita akan meninjau cara Yesus memperlihatkan kasih kepada orang-orang. Di pasal berikut, kita akan mengupas mengapa begitu banyak orang menganggap Yesus mudah didekati.
-
-
”Sekumpulan Besar Orang Datang Kepadanya””Mari Jadilah Pengikutku”
-
-
PASAL EMPAT BELAS
”Sekumpulan Besar Orang Datang Kepadanya”
”Biarkan anak-anak kecil itu datang kepadaku”
1-3. Apa yang terjadi sewaktu beberapa orang tua membawa anak-anak mereka kepada Yesus, dan apa yang disingkapkan oleh peristiwa ini tentang Yesus?
YESUS tahu bahwa kehidupannya di bumi akan segera berakhir. Waktunya tinggal beberapa minggu lagi, padahal masih banyak sekali yang harus dia lakukan! Saat itu, dia sedang mengabar bersama para rasulnya di Perea, daerah di sebelah timur Sungai Yordan. Mereka mengabar sepanjang perjalanan ke selatan menuju Yerusalem, dan di sana Yesus akan menghadiri Paskahnya yang terakhir dan terpenting.
2 Setelah suatu diskusi serius antara Yesus dan beberapa pemimpin agama, terjadi sedikit gangguan. Orang-orang membawa anak-anak mereka kepada Yesus. Tampaknya, anak-anak itu beragam usianya, sebab Markus menyebut mereka dengan kata yang pernah dia gunakan untuk anak usia 12 tahun, sedangkan Lukas menggunakan kata yang bisa diterjemahkan menjadi ’anak-anak yang masih kecil’. (Lukas 18:15; Markus 5:41, 42; 10:13) Sudah tentu, kalau ada anak-anak, sering kali suasana menjadi ribut dan berisik. Murid-murid Yesus menegur para orang tua itu dengan keras, mungkin karena mengira bahwa Majikan mereka terlalu sibuk untuk memperhatikan anak-anak. Apa yang Yesus lakukan?
3 Sewaktu melihat apa yang terjadi, Yesus marah. Kepada siapa? Anak-anak itu? Orang tua mereka? Tidak—kepada murid-muridnya! Dia mengatakan, ”Biarkan anak-anak kecil itu datang kepadaku. Jangan halangi mereka, karena Kerajaan Allah akan menjadi milik orang-orang seperti mereka. Sesungguhnya kukatakan, orang yang tidak menerima Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil tidak akan masuk ke dalamnya.” Kemudian, Yesus ”merangkul” anak-anak itu dan memberkati mereka. (Markus 10:13-16) Dari kata-kata yang Markus gunakan tersirat bahwa Yesus memeluk mereka dengan penuh kasih sayang. Bahkan, menurut seorang penerjemah, dia mungkin ”menimang-nimang” beberapa anak kecil. Jelaslah, Yesus menyukai anak-anak. Tetapi, ada lagi yang kita pelajari tentang dia dari peristiwa ini—dia mudah didekati.
4, 5. (a) Mengapa kita dapat yakin bahwa Yesus mudah didekati? (b) Pertanyaan apa saja yang akan kita ulas dalam pasal ini?
4 Seandainya Yesus orang yang kaku, dingin, atau angkuh, kemungkinan besar anak-anak itu tidak akan berani dekat-dekat dengan dia; orang tua mereka pun tidak bakal merasa leluasa untuk menghampiri dia. Sewaktu merenungkan peristiwa itu, Saudara pasti dapat membayangkan wajah para orang tua yang berseri-seri ketika pria yang baik hati ini menunjukkan kasih sayang kepada anak-anak mereka, menyatakan bahwa Allah menghargai serta mengasihi mereka, dan memberkati mereka. Ya, walaupun sedang dibebani tanggung jawab yang amat berat, Yesus tetap mudah didekati.
5 Siapa lagi yang merasa bahwa Yesus mudah didekati? Apa yang membuatnya begitu mudah didekati? Dan, bagaimana kita bisa belajar meniru Yesus dalam hal ini? Mari kita lihat.
Siapa yang Merasa Bahwa Yesus Mudah Didekati?
6-8. Yesus sering disertai oleh siapa, dan bagaimana sikapnya terhadap mereka berbeda dengan sikap para pemimpin agama?
6 Saat membaca catatan Injil, Saudara mungkin kagum karena ada begitu banyak orang yang tidak segan-segan menghampiri Yesus. Misalnya, kita sering membaca bahwa ada ”sekumpulan besar orang” di dekat dia. ”Sekumpulan besar orang mengikuti dia . . . dari Galilea.” ”Sekumpulan besar orang datang kepadanya.” ”Banyak orang . . . berjalan bersama Yesus.” (Matius 4:25; 13:2; Lukas 14:25) Ya, Yesus sering dikerumuni oleh banyak orang.
7 Pada umumnya, mereka adalah rakyat jelata, yang dihina dengan sebutan ”rakyat negeri” oleh para pemimpin agama. Orang Farisi dan para imam terang-terangan mengatakan, ”Orang-orang ini, yang tidak mengerti Taurat, adalah orang-orang terkutuk.” (Yohanes 7:49) Belakangan, tulisan para rabi meneguhkan sikap tersebut. Banyak pemimpin agama memandang hina orang-orang itu, tidak mau makan bersama mereka, membeli dari mereka, atau bergaul dengan mereka. Malah, ada yang berkeras bahwa orang-orang yang tidak mengetahui hukum lisan tidak memiliki harapan kebangkitan! Jangankan meminta bantuan atau bimbingan dari para pemimpin itu, banyak orang kecil pasti takut berada di dekat mereka. Tetapi, Yesus berbeda.
8 Yesus leluasa berbaur dengan rakyat jelata. Dia makan bersama mereka, menyembuhkan mereka, mengajar mereka, dan memberi mereka harapan. Tentu saja, Yesus realistis dan mengakui bahwa kebanyakan di antara mereka akan menolak kesempatan melayani Yehuwa. (Matius 7:13, 14) Tetapi, dia berpandangan positif tentang setiap orang dan melihat bahwa banyak orang mempunyai potensi untuk melakukan apa yang benar. Alangkah berbedanya dia dengan para imam dan orang Farisi yang tidak berperasaan itu! Tetapi, yang mengherankan, para imam dan orang Farisi pun menghampiri Yesus, dan beberapa di antara mereka berubah haluan lalu mengikuti Yesus. (Kisah 6:7; 15:5) Beberapa orang yang kaya dan berkuasa juga merasa bahwa Yesus mudah didekati.—Markus 10:17, 22.
9. Mengapa para wanita merasa bahwa Yesus mudah didekati?
9 Para wanita tidak segan-segan menghampiri Yesus. Mereka pasti sering dihina dan direndahkan oleh para pemimpin agama. Menurut kebanyakan rabi, kaum wanita tidak perlu diajar. Malah, wanita tidak diperbolehkan memberikan kesaksian dalam kasus hukum karena dianggap sebagai saksi yang tidak dapat dipercaya. Para rabi bahkan memanjatkan sebuah doa untuk bersyukur kepada Allah karena mereka bukan wanita! Tetapi, kaum wanita tidak diperlakukan dengan hina oleh Yesus. Banyak wanita menghampiri dia, antusias untuk belajar. Sebagai contoh, kita membaca tentang saudara perempuan Lazarus, Maria, yang duduk di kaki Tuan, asyik mendengarkan perkataan Yesus sementara saudara perempuannya, Marta, sibuk dan tegang mempersiapkan makanan. Yesus memuji Maria karena menetapkan prioritas yang benar.—Lukas 10:39-42.
10. Bagaimana Yesus berbeda dengan para pemimpin agama dalam hal memperlakukan orang sakit?
10 Orang sakit juga berbondong-bondong menemui Yesus, meskipun mereka sering diperlakukan sebagai orang buangan oleh para pemimpin agama. Hukum Musa mengatur agar para penderita kusta dikarantina demi alasan kesehatan, tetapi tidak ada dasar untuk bersikap kasar terhadap mereka. (Imamat, pasal 13) Di pihak lain, peraturan para rabi pada masa belakangan menyatakan bahwa penderita kusta itu sama menjijikkannya seperti tahi. Beberapa pemimpin agama malah melempari para penderita kusta dengan batu agar tidak mendekat! Sulit membayangkan bahwa orang-orang yang telah diperlakukan seperti itu akan berani menghampiri guru mana pun, tetapi para penderita kusta menghampiri Yesus. Seorang penderita kusta mengucapkan pernyataan iman yang terkenal ini: ”Tuan, kalau Tuan mau, Tuan bisa membuat saya sembuh.” (Lukas 5:12) Di pasal berikut, kita akan membahas tanggapan Yesus. Namun, untuk saat ini, cukuplah kita menyebutnya sebagai bukti yang paling jelas bahwa Yesus mudah didekati.
11. Contoh apa yang memperlihatkan bahwa orang-orang yang dibebani perasaan bersalah merasa leluasa untuk menghampiri Yesus, dan mengapa hal ini penting?
11 Orang-orang yang dibebani perasaan bersalah merasa leluasa untuk menghampiri Yesus. Misalnya, ingatlah peristiwa ketika Yesus dijamu di rumah seorang Farisi. Seorang wanita, yang dikenal sebagai pendosa, datang dan berlutut di kaki Yesus sambil menangisi kesalahannya. Air matanya membasahi kaki Yesus, dan wanita itu mengeringkannya dengan rambutnya. Meskipun sang tuan rumah terperangah lalu mengecam Yesus karena membiarkan wanita itu mendekat, Yesus dengan ramah memuji wanita itu karena pertobatannya yang tulus dan meyakinkan dia bahwa Yehuwa mengampuninya. (Lukas 7:36-50) Terlebih lagi sekarang, orang-orang yang dibebani perasaan bersalah perlu merasa leluasa untuk menghampiri orang-orang yang dapat membantu mereka memulihkan hubungan dengan Allah! Apa sebenarnya yang membuat Yesus begitu mudah didekati?
Apa yang Membuat Yesus Mudah Didekati?
12. Mengapa tidak mengherankan bahwa Yesus mudah didekati?
12 Ingatlah bahwa Yesus dengan sempurna meniru Bapak surgawi yang dia kasihi. (Yohanes 14:9) Alkitab mengingatkan kita bahwa Yehuwa ”tidak jauh dari kita masing-masing”. (Kisah 17:27) Sebagai ”Pendengar doa”, Yehuwa selalu dapat dihampiri oleh hamba-hamba-Nya yang setia dan oleh siapa pun yang dengan tulus ingin mencari dan melayani Dia. (Mazmur 65:2) Bayangkan—Pribadi yang paling berkuasa dan paling penting di alam semesta ini juga paling mudah didekati! Seperti Bapaknya, Yesus mengasihi orang-orang. Dalam pasal-pasal berikut, kita akan membahas kasih yang begitu kuat dalam hati Yesus. Tetapi, alasan utama Yesus mudah didekati adalah karena kasihnya kepada orang-orang mudah terlihat. Mari kita ulas beberapa sikap Yesus yang membuktikan kasih tersebut.
13. Bagaimana orang tua bisa meniru Yesus?
13 Orang-orang dapat langsung merasakan bahwa Yesus menaruh minat pribadi kepada mereka. Minat pribadi itu tetap ada sekalipun Yesus berada di bawah tekanan. Sebagaimana telah kita lihat, sewaktu beberapa orang tua membawa anak-anak mereka kepadanya, Yesus tetap mudah didekati meskipun dia sedang sibuk dan terbebani tanggung jawab yang berat. Sungguh bagus teladannya bagi para orang tua! Membesarkan anak dalam dunia sekarang ini tidak mudah. Namun, anak-anak perlu merasa bahwa orang tua mereka mudah didekati. Jika Saudara adalah orang tua, Saudara tahu bahwa adakalanya Saudara sangat sibuk sehingga tidak bisa memberikan perhatian yang dibutuhkan oleh anak Saudara. Namun, dapatkah Saudara meyakinkan dia bahwa Saudara akan menyediakan waktu baginya sesegera mungkin? Kalau Saudara menepati janji, anak Saudara akan belajar manfaatnya bersabar. Dia juga akan belajar bahwa dia bisa mendekati Saudara kapan saja untuk menceritakan problem atau kerisauan apa pun.
14-16. (a) Bagaimana sampai Yesus mengadakan mukjizatnya yang pertama, dan mengapa tindakan itu luar biasa? (b) Mukjizat Yesus di Kana menyingkapkan apa tentang dirinya, dan pelajaran apa yang bisa ditarik oleh orang tua?
14 Yesus menunjukkan bahwa dia menganggap serius kekhawatiran orang-orang. Misalnya, perhatikan mukjizat pertama yang Yesus adakan. Saat itu, dia menghadiri pesta pernikahan di Kana, sebuah kota di Galilea. Lalu, timbullah problem yang memalukan—anggur habis! Ibu Yesus, Maria, memberi tahu putranya apa yang terjadi. Apa yang Yesus lakukan? Dia menyuruh para pelayan mengisi enam tempayan batu yang besar dengan air. Ketika pemimpin pesta diminta mencicipinya, ternyata isinya anggur yang baik! Apakah ini semacam tipuan? Tidak, air tersebut ”sudah diubah menjadi anggur”. (Yohanes 2:1-11) Manusia telah lama berhasrat mengubah suatu benda menjadi benda lain. Selama berabad-abad, ahli alkimia mencoba mengubah timbal (timah hitam) menjadi emas. Mereka tidak pernah berhasil—meskipun timbal dan emas sebenarnya adalah dua unsur yang sangat mirip.a Bagaimana dengan air dan anggur? Jika dilihat komposisi kimianya, air sangat sederhana, gabungan dua unsur dasar. Di pihak lain, anggur mengandung hampir seribu komponen, dan banyak di antaranya adalah senyawa kompleks! Mengapa Yesus mau melakukan tindakan menakjubkan tersebut untuk mengatasi problem sepele seperti kekurangan anggur di sebuah pesta pernikahan?
15 Problem itu tidaklah sepele bagi kedua mempelai. Di Timur Tengah zaman dahulu, menjamu para tamu undangan merupakan hal yang sangat penting. Kehabisan anggur di pesta pernikahan akan sangat mempermalukan kedua mempelai, merusak suasana hari pernikahan mereka dan kenangan tentangnya hingga bertahun-tahun kemudian. Ini problem serius bagi mereka, dan Yesus menganggapnya serius juga. Jadi, dia berbuat sesuatu untuk mengatasinya. Kini, Saudara dapat memahami, bukan, mengapa orang-orang menghampiri Yesus untuk menyampaikan kekhawatiran mereka?
Perlihatkan kepada anak Saudara bahwa Saudara mudah didekati dan benar-benar peduli
16 Sekali lagi, orang tua bisa memperoleh pelajaran berguna. Bagaimana jika anak Saudara mendekati Saudara, dan dia sedang bersusah hati karena suatu problem? Saudara bisa jadi tergoda untuk menyepelekan kekhawatirannya. Saudara mungkin bahkan tergoda untuk menertawakannya. Dibandingkan dengan problem Saudara sendiri, problem anak itu bisa jadi tampak tidak berarti. Namun, ingatlah bahwa itu bukan problem sepele bagi anak Saudara! Jika hal itu serius bagi orang yang amat Saudara cintai, tidakkah hal itu seharusnya serius juga bagi Saudara? Dengan menunjukkan bahwa Saudara memedulikan apa yang dirisaukan anak Saudara, Saudara akan menjadi orang tua yang mudah didekati.
17. Apa teladan Yesus dalam hal memperlihatkan kelembutan, dan mengapa sifat itu merupakan bukti kekuatan?
17 Seperti yang kita bahas di Pasal 3, Yesus lembut dan rendah hati. (Matius 11:29) Kelembutan adalah sifat yang indah, bukti yang kuat bahwa seseorang rendah hati. Sifat ini adalah bagian dari buah kuasa kudus Allah dan berkaitan dengan hikmat dari Allah. (Galatia 5:22, 23; Yakobus 3:13) Bahkan ketika diprovokasi dengan hebat, Yesus tetap mengendalikan diri. Kelembutannya sama sekali bukan kelemahan. Tentang sifat ini, seorang pakar menyatakan, ”Di balik kelembutan terdapat kekuatan baja.” Ya, sering dibutuhkan kekuatan untuk menahan emosi dan memperlakukan orang lain dengan lembut. Tetapi, seiring dengan berkat Yehuwa atas upaya kita, kita dapat meniru Yesus dalam hal memperlihatkan kelembutan, dan hasilnya, kita akan lebih mudah didekati.
18. Contoh apa yang menunjukkan bahwa Yesus bersikap masuk akal, dan menurut Saudara, mengapa sikap ini membuat seseorang mudah didekati?
18 Yesus bersikap masuk akal. Sewaktu Yesus berada di Tirus, seorang wanita menemui dia karena putrinya ”sangat menderita karena kesurupan roh jahat”. Tiga kali, dengan cara yang berbeda, Yesus menunjukkan bahwa dia tidak mau mengabulkan permintaannya. Pertama, dia diam saja; kedua, dia menyebutkan alasan dia tidak bisa melakukan apa yang diminta; ketiga, dia memberikan perumpamaan untuk memperjelas maksudnya. Tetapi, apakah sikapnya dingin, atau kaku? Apakah dia menyiratkan bahwa wanita itu akan mengalami kesulitan karena berani menentang kata-kata seorang tokoh sepenting dirinya? Tidak, wanita itu jelas-jelas tidak merasa terancam. Dia tidak hanya meminta tolong tetapi bersikeras sekalipun Yesus jelas-jelas tidak bersedia menolongnya. Yesus melihat iman yang luar biasa di balik kegigihan wanita itu, dan dia menyembuhkan putrinya. (Matius 15:22-28) Sikap Yesus yang masuk akal, kerelaannya mendengarkan dan mengalah apabila cocok, tentu membuat orang tidak segan-segan menghampiri dia!
Apakah Saudara Mudah Didekati?
19. Bagaimana kita tahu apakah kita benar-benar mudah didekati?
19 Orang sering mengira bahwa dirinya mudah didekati. Beberapa pejabat, misalnya, senang mengatakan bahwa bawahan mereka boleh menghampiri mereka kapan saja. Tetapi, Alkitab memuat peringatan tegas ini: ”Banyak orang mengaku punya kasih setia, tapi orang yang setia susah ditemukan.” (Amsal 20:6) Gampang saja mengatakan bahwa kita mudah didekati, tetapi apakah kita benar-benar meniru aspek kasih Yesus yang satu ini? Jawabannya bergantung, bukan pada cara kita memandang diri sendiri, melainkan pada cara orang lain memandang diri kita. Paulus mengatakan, ”Tunjukkan sikap masuk akal kalian kepada semua orang.” (Filipi 4:5) Kita masing-masing sebaiknya bertanya, ’Bagaimana pandangan orang lain tentang saya? Bagaimana reputasi saya?’
Penatua berupaya keras untuk mudah didekati
20. (a) Mengapa para penatua Kristen perlu mudah didekati? (b) Mengapa kita hendaknya bersikap masuk akal sehubungan dengan apa yang kita harapkan dari para penatua di sidang?
20 Para penatua Kristen khususnya berupaya keras untuk mudah didekati. Mereka setulusnya ingin memenuhi gambaran yang dicatat di Yesaya 32:1, 2: ”Masing-masing akan menjadi seperti tempat persembunyian dari angin, seperti tempat berlindung dari hujan badai, seperti aliran air di tanah yang kering.” Seorang penatua bisa memberikan perlindungan, kesegaran, dan kelegaan demikian hanya jika dia senantiasa mudah didekati. Memang, hal itu tidak selalu mudah, sebab para penatua memikul tanggung jawab yang berat pada masa yang sulit ini. Namun, para penatua sadar bahwa mengurus kebutuhan domba-domba Yehuwa adalah tugas yang penting. Jadi, mereka berupaya keras agar tidak pernah kelihatan terlalu sibuk. (1 Petrus 5:2) Semua orang di dalam sidang berupaya bersikap masuk akal sehubungan dengan apa yang mereka harapkan dari pria-pria yang setia ini, dengan memperlihatkan semangat kerendahan hati dan kerja sama.—Ibrani 13:17.
21. Bagaimana orang tua dapat senantiasa mudah didekati oleh anak-anak mereka, dan apa yang akan kita bahas di pasal berikut?
21 Orang tua berupaya untuk selalu menyediakan diri bagi anak-anak. Ada begitu banyak hal yang dipertaruhkan! Orang tua ingin agar anak-anak tahu bahwa mereka tidak perlu takut untuk menceritakan apa pun kepada Ayah atau Ibu. Maka, orang tua Kristen sungguh-sungguh berupaya untuk lembut dan masuk akal, tidak langsung marah apabila seorang anak mengakui kesalahan atau menunjukkan cara berpikir yang salah. Ketika melatih anak-anak dengan sabar, orang tua berupaya menjaga agar jalur komunikasi tetap terbuka. Ya, kita semua ingin senantiasa mudah didekati, seperti halnya Yesus. Di pasal berikut, kita akan membahas keibaan hati Yesus yang tulus—salah satu sifat utama yang membuatnya mudah didekati.
a Orang yang belajar kimia tahu bahwa timbal dan emas letaknya berdekatan pada tabel berkala unsur-unsur. Yang membedakan atom timbal dari atom emas hanyalah tiga proton tambahan pada inti atom timbal. Fisikawan zaman modern bahkan telah berhasil mengubah sejumlah kecil timbal menjadi emas, tetapi prosesnya membutuhkan energi yang begitu besar sehingga tidak ekonomis.
-
-
”Tergerak oleh Rasa Kasihan””Mari Jadilah Pengikutku”
-
-
PASAL LIMA BELAS
”Tergerak oleh Rasa Kasihan”
”Tuan, bukalah mata kami”
1-3. (a) Apa yang Yesus lakukan sewaktu dua pengemis buta memohon pertolongannya? (b) Apa arti ungkapan ”tergerak oleh rasa kasihan”? (Lihat catatan kaki.)
DUA orang buta duduk di pinggir jalan, tidak jauh dari Yerikho. Mereka datang ke sana setiap hari, mencari tempat yang dilalui banyak orang, dan meminta sedekah. Tetapi, hari ini, mereka akan mengalami kejadian yang bakal mengubah hidup mereka secara drastis.
2 Tiba-tiba, kedua pengemis itu mendengar suara ribut-ribut. Karena tidak bisa melihat apa yang terjadi, salah seorang di antara mereka bertanya kepada orang lain, dan dia diberi tahu, ”Yesus orang Nazaret itu sedang lewat!” Yesus sedang berjalan menuju Yerusalem untuk terakhir kalinya. Tetapi, dia tidak sendirian; serombongan besar orang mengikuti dia. Setelah tahu siapa yang lewat, kedua pengemis itu membuat keributan dengan berteriak-teriak, ”Tuan, Putra Daud, kasihanilah kami!” Karena merasa terganggu, orang-orang menyuruh para pengemis itu tutup mulut, tetapi keduanya nekat. Mereka tidak mau diam.
3 Yesus mendengar teriakan mereka di antara hiruk pikuk kumpulan orang itu. Apa yang akan dia lakukan? Ada banyak hal yang sedang membebani pikiran dan hatinya. Sebentar lagi dia akan memasuki minggu terakhir kehidupannya di bumi. Dia tahu bahwa penderitaan dan kematian yang mengerikan tengah menantinya di Yerusalem. Namun, dia tidak mengabaikan teriakan yang gigih itu. Dia berhenti dan meminta agar kedua orang yang berteriak-teriak itu dibawa kepadanya. ”Tuan, bukalah mata kami,” mohon mereka. ”Tergerak oleh rasa kasihan”, Yesus menyentuh mata mereka, dan penglihatan mereka pun pulih.a Tanpa menunda-nunda, kedua orang itu mengikuti Yesus.—Lukas 18:35-43; Matius 20:29-34.
4. Bagaimana Yesus menggenapi nubuat bahwa dia akan ”mengasihani orang kecil”?
4 Bukan kali itu saja Yesus beriba hati. Dalam banyak kesempatan dan berbagai keadaan, Yesus benar-benar tergerak untuk memperlihatkan keibaan hati. Alkitab menubuatkan bahwa dia akan ”mengasihani orang kecil”. (Mazmur 72:13) Sesuai dengan kata-kata itu, Yesus peka terhadap perasaan orang lain. Dia berinisiatif menolong orang. Keibaan hati memotivasi dia untuk mengabar. Mari kita lihat bagaimana Injil menyingkapkan keibaan hati yang lembut di balik perkataan dan tindakan Yesus, dan perhatikanlah bagaimana kita bisa memperlihatkan keibaan hati yang serupa.
Mempertimbangkan Perasaan Orang Lain
5, 6. Contoh apa saja yang menunjukkan bahwa Yesus adalah orang yang penuh empati?
5 Yesus adalah orang yang penuh empati. Dia memahami dan bersimpati atas perasaan orang-orang yang menderita. Sekalipun tidak mengalami semua keadaan mereka, dia benar-benar turut merasakan kepedihan hati mereka. (Ibrani 4:15) Sewaktu menyembuhkan seorang wanita yang sudah 12 tahun menderita pendarahan, Yesus menggambarkan penyakit itu sebagai ’penyakit yang menyedihkan’, dengan demikian mengakui bahwa penyakit tersebut telah membuat wanita itu sangat tertekan dan menderita. (Markus 5:25-34) Ketika melihat Maria dan orang-orang yang bersamanya menangisi kematian Lazarus, Yesus merasa sangat sedih dan terguncang. Meskipun tahu bahwa dia akan segera membangkitkan Lazarus, Yesus begitu terenyuh sehingga meneteslah air matanya.—Yohanes 11:33, 35.
6 Pada kesempatan lain, seorang penderita kusta mendekati Yesus dan memohon, ”Kalau Tuan mau, Tuan bisa membuat saya sembuh.” Bagaimana tanggapan Yesus, seorang manusia sempurna yang tidak pernah sakit? Dia berempati kepada penderita kusta itu. Ya, dia ”tergerak oleh rasa kasihan”. (Markus 1:40-42) Kemudian, dia melakukan sesuatu yang luar biasa. Dia tahu betul bahwa menurut hukum, para penderita kusta itu najis dan tidak boleh berbaur dengan orang lain. (Imamat 13:45, 46) Yesus tentu sanggup menyembuhkan pria ini tanpa kontak fisik. (Matius 8:5-13) Namun, dia memilih untuk mengulurkan tangannya dan menyentuh penderita kusta itu serta berkata, ”Saya mau! Sembuhlah.” Seketika itu juga lenyaplah kustanya. Sungguh lembut empati yang Yesus perlihatkan!
Berupayalah ”seperasaan” dengan orang lain
7. Apa yang bisa membantu kita memperkembangkan empati, dan bagaimana perasaan ini bisa diungkapkan?
7 Sebagai orang Kristen, kita wajib meniru Yesus dalam memperlihatkan empati. Alkitab mendesak kita untuk berupaya ”seperasaan” dengan orang lain.b (1 Petrus 3:8) Mungkin tidak mudah untuk menyelami perasaan orang yang menderita karena penyakit kronis atau depresi—apalagi jika kita belum pernah mengalami sendiri penderitaan semacam itu. Namun, ingatlah, empati tidak bergantung pada apakah kita pernah mengalami hal serupa. Yesus berempati terhadap orang sakit sekalipun dia sendiri tidak pernah sakit. Jadi, bagaimana kita dapat memperkembangkan empati? Dengan sabar mendengarkan saat orang-orang yang menderita membuka hati serta menceritakan perasaan mereka. Kita bisa bertanya kepada diri sendiri, ’Kalau saya mengalami situasi serupa, bagaimana perasaan saya?’ (1 Korintus 12:26) Jika kita mempertajam kepekaan kita terhadap perasaan orang lain, kita akan lebih sanggup untuk ’memberikan kata-kata yang menghibur kepada orang yang tertekan’. (1 Tesalonika 5:14) Adakalanya, empati bisa diungkapkan tidak saja dengan kata-kata, tetapi juga dengan air mata. ”Menangislah bersama orang yang menangis,” kata Roma 12:15.
8, 9. Bagaimana Yesus memperlihatkan timbang rasa terhadap perasaan orang lain?
8 Yesus bertimbang rasa terhadap orang-orang lain, dan dia bertindak sedemikian rupa untuk menjaga perasaan mereka. Ingatlah peristiwa ketika seorang pria yang tuli dan terganggu kemampuan bicaranya dibawa kepada Yesus. Tampaknya, Yesus melihat bahwa pria itu merasa malu, maka dia melakukan sesuatu yang tidak biasa dia lakukan sewaktu menyembuhkan orang, Yesus ”membawanya menjauh dari orang-orang”. Lalu, di tempat yang sepi dan tanpa diperhatikan orang banyak, dia menyembuhkan pria itu.—Markus 7:31-35.
9 Yesus memperlihatkan timbang rasa serupa sewaktu orang-orang membawa seorang pria buta dan meminta agar pria itu disembuhkan. Yesus ”memegang tangan pria buta itu” dan ”membawanya ke luar desa”. Lalu, dia menyembuhkan pria itu secara bertahap, barangkali agar otak dan matanya bisa perlahan-lahan beradaptasi untuk melihat berbagai benda dan pemandangan di sekelilingnya yang menyilaukan pada siang hari. (Markus 8:22-26) Yesus sungguh bertimbang rasa!
10. Dengan cara apa saja kita bisa memperlihatkan timbang rasa terhadap perasaan orang lain?
10 Sebagai pengikut Yesus, kita wajib bertimbang rasa terhadap perasaan orang lain. Maka, kita memperhatikan tutur kata kita, sambil mengingat bahwa kata-kata yang tidak dipikir bisa melukai perasaan orang lain. (Amsal 12:18; 18:21) Kata-kata yang kasar, komentar yang merendahkan, dan sindiran yang pedas tidak boleh terlontar dari mulut orang-orang Kristen, yang peka terhadap perasaan orang lain. (Efesus 4:31) Penatua, bagaimana Saudara dapat memperlihatkan timbang rasa terhadap perasaan orang lain? Sewaktu memberikan nasihat, perhalus kata-kata Saudara dengan keramahan, dan jagalah martabat pendengar Saudara. (Galatia 6:1) Orang tua, bagaimana Saudara bisa bertimbang rasa terhadap perasaan anak-anak? Sewaktu memberikan disiplin, berupayalah tidak mempermalukan anak-anak.—Kolose 3:21.
Berinisiatif Menolong Orang Lain
11, 12. Apa saja catatan Alkitab yang memperlihatkan bahwa Yesus tidak menunggu diminta baru beriba hati terhadap orang lain?
11 Yesus tidak selalu menunggu diminta baru memperlihatkan keibaan hati. Dan memang, keibaan hati bukan sifat yang pasif, melainkan aktif dan positif. Maka, tidak mengherankan bahwa keibaan hati yang lembut menggerakkan Yesus untuk berinisiatif menolong orang lain. Contohnya, sewaktu sekumpulan besar orang mengikuti dia selama tiga hari tanpa membawa makanan, Yesus tidak menunggu sampai ada yang memberi tahu dia bahwa orang-orang itu kelaparan, atau sampai ada yang menyarankan agar dia berbuat sesuatu. Menurut catatan, ”Yesus memanggil murid-muridnya dan berkata, ’Aku kasihan kepada orang-orang ini. Sudah tiga hari mereka bersamaku, dan mereka tidak punya makanan. Aku tidak mau menyuruh mereka pergi dengan lapar, karena mereka bisa pingsan di jalan.’” Lalu, sepenuhnya atas kehendaknya sendiri, dia memberi makan kumpulan orang itu melalui mukjizat.—Matius 15:32-38.
12 Perhatikan catatan lainnya. Pada tahun 31 M, sementara Yesus mendekati kota Nain, terlihatlah olehnya suatu pemandangan yang menyedihkan. Ada iring-iringan pemakaman yang keluar dari kota itu, mungkin menuju pekuburan di lereng bukit tidak jauh dari situ, untuk menguburkan ”anak tunggal seorang janda”. Dapatkah Saudara bayangkan kepedihan hati sang ibu? Sebentar lagi, putra tunggalnya akan dikuburkan, dan dia tidak mempunyai suami untuk berbagi kesedihan. Di antara semua orang dalam iring-iringan itu, janda yang kini sebatang kara itulah yang dilihat oleh Yesus. Hatinya tersentuh—ya, Yesus ”tergerak oleh rasa kasihan”. Dia tidak menunggu sampai ada yang memohon kepadanya. Keibaan hatinya menggerakkan dia untuk mengambil inisiatif. Maka, ”dia mendekati usungan jenazah itu dan menyentuhnya”, lalu menghidupkan kembali pemuda itu. Bagaimana selanjutnya? Yesus tidak meminta pemuda itu bergabung dengan kumpulan besar orang yang menyertainya. Sebaliknya, Yesus ”menyerahkan dia kepada ibunya”, menyatukan mereka kembali sebagai satu keluarga sehingga janda itu tidak akan telantar.—Lukas 7:11-15.
Berinisiatiflah menolong orang-orang yang membutuhkan bantuan
13. Bagaimana kita bisa meniru Yesus dalam mengambil inisiatif yang sepatutnya untuk membantu orang yang membutuhkan?
13 Bagaimana kita bisa mengikuti teladan Yesus? Tentu saja, kita tidak bisa menyediakan makanan melalui mukjizat atau menghidupkan orang mati. Namun, kita bisa meniru Yesus dengan berinisiatif menolong orang yang membutuhkan. Seorang rekan seiman mungkin menderita kerugian besar secara finansial atau kehilangan pekerjaan. (1 Yohanes 3:17) Rumah seorang janda barangkali perlu segera diperbaiki. (Yakobus 1:27) Kita mungkin mengenal keluarga yang sedang berdukacita, yang membutuhkan penghiburan atau bantuan praktis. (1 Tesalonika 5:11) Jika ada kebutuhan yang nyata, kita tidak perlu menunggu diminta baru menawarkan bantuan. (Amsal 3:27) Keibaan hati akan menggerakkan kita untuk mengambil inisiatif yang sepatutnya guna membantu, sesuai dengan keadaan kita. Jangan pernah lupa bahwa tindakan kebaikan hati yang sederhana atau beberapa patah kata penghiburan yang tulus bisa menjadi pernyataan keibaan hati yang ampuh.—Kolose 3:12.
Keibaan Hati Menggerakkan Dia untuk Mengabar
14. Mengapa Yesus memprioritaskan pekerjaan memberitakan kabar baik?
14 Sebagaimana kita lihat di Bagian 2 buku ini, Yesus memberikan teladan yang menonjol dalam hal memberitakan kabar baik. Dia mengatakan, ”Saya juga harus memberitakan kabar baik tentang Kerajaan Allah di kota-kota lain, karena untuk itulah saya diutus.” (Lukas 4:43) Mengapa dia memprioritaskan pekerjaan ini? Terutama karena kasihnya kepada Allah. Tetapi, Yesus mempunyai motif lain: Keibaan hati yang tulus menggerakkan dia untuk menanggapi kebutuhan rohani orang lain. Di antara semua cara dia memperlihatkan keibaan hati, tak ada yang lebih penting daripada memuaskan rasa lapar rohani orang lain. Mari kita ulas dua kejadian yang menunjukkan bagaimana Yesus memandang orang-orang yang dia kabari. Pembahasan ini bisa membantu kita menganalisis motif kita sendiri sewaktu ikut dalam pelayanan umum.
15, 16. Ceritakan dua kejadian yang menunjukkan pandangan Yesus terhadap orang-orang yang dia kabari.
15 Pada tahun 31 M, setelah kira-kira dua tahun mengerahkan diri sekuat tenaga dalam pelayanan, Yesus meluaskan upayanya dengan mengadakan ”perjalanan keliling ke semua kota dan desa” di Galilea. Hatinya tersentuh oleh apa yang dilihatnya. Rasul Matius melaporkan, ”Ketika melihat kumpulan orang, dia merasa kasihan kepada mereka, karena mereka ditindas dan telantar seperti domba-domba tanpa gembala.” (Matius 9:35, 36) Yesus berempati terhadap rakyat jelata. Dia benar-benar memahami kondisi rohani mereka yang mengenaskan. Dia tahu bahwa mereka diperlakukan dengan buruk dan sama sekali diabaikan, justru oleh orang-orang yang seharusnya menggembalakan mereka—para pemimpin agama. Karena termotivasi oleh keibaan hati yang dalam, Yesus bekerja keras menyampaikan berita harapan kepada orang-orang. Yang paling mereka butuhkan adalah kabar baik Kerajaan Allah.
16 Hal serupa terjadi beberapa bulan kemudian, menjelang Paskah 32 M. Ketika itu, Yesus dan para rasulnya naik perahu dan menyeberangi Laut Galilea untuk mencari tempat istirahat yang tenang. Tetapi, sekumpulan orang berlari di sepanjang pantai dan sampai di seberang sebelum perahu tiba. Bagaimana reaksi Yesus? ”Ketika turun dari perahu, Yesus melihat sekumpulan besar orang, dan dia tergerak oleh rasa kasihan, karena mereka seperti domba tanpa gembala. Maka dia mulai mengajar mereka banyak hal.” (Markus 6:31-34) Sekali lagi, Yesus ”tergerak oleh rasa kasihan” karena melihat betapa merananya mereka secara rohani. Seperti ”domba tanpa gembala”, mereka kelaparan secara rohani dan dibiarkan mengurus diri sendiri. Yesus termotivasi untuk mengabar, bukan karena merasa wajib, melainkan karena beriba hati.
Mengabarlah dengan keibaan hati
17, 18. (a) Apa yang memotivasi kita untuk ikut dalam pelayanan? (b) Bagaimana kita bisa memupuk keibaan hati terhadap orang lain?
17 Sebagai pengikut Yesus, apa yang memotivasi kita untuk ikut dalam pelayanan? Seperti yang kita lihat di Pasal 9 buku ini, kita diberi amanat, tanggung jawab, untuk mengabar dan membuat murid. (Matius 28:19, 20; 1 Korintus 9:16) Tetapi, motif kita ikut dalam pekerjaan ini tidak boleh hanya karena merasa wajib. Di atas segalanya, kasih kepada Yehuwa menggerakkan kita untuk memberitakan kabar baik tentang Kerajaan-Nya. Kita juga termotivasi untuk mengabar karena kita beriba hati terhadap orang-orang yang berbeda kepercayaan dengan kita. (Markus 12:28-31) Kalau begitu, bagaimana kita bisa memupuk keibaan hati terhadap orang lain?
18 Kita perlu memandang orang-orang seperti Yesus memandang mereka—”ditindas dan telantar seperti domba-domba tanpa gembala”. Bayangkan jika kita menemukan seekor anak domba yang tersesat dan kebingungan. Tanpa gembala yang menuntunnya ke air dan padang rumput yang hijau, makhluk malang itu kehausan dan kelaparan. Tidakkah Saudara akan jatuh kasihan kepada anak domba itu? Tidakkah Saudara akan berupaya sebisa-bisanya untuk memberinya makan dan minum? Seperti anak domba itulah banyak orang yang belum mengenal kabar baik. Karena ditelantarkan oleh gembala-gembala agama palsu, mereka kelaparan dan kehausan secara rohani, tanpa harapan sejati akan masa depan. Kita memiliki apa yang mereka butuhkan: makanan rohani yang bergizi dan air kebenaran yang menyegarkan dari Firman Allah. (Yesaya 55:1, 2) Apabila kita merenungkan kebutuhan rohani orang-orang di sekitar kita, kita pun jatuh kasihan kepada mereka. Jika, seperti Yesus, kita sangat mengasihani orang-orang, kita akan berupaya sebisa-bisanya untuk menceritakan harapan Kerajaan kepada mereka.
19. Apa yang dapat kita lakukan untuk turut memotivasi pelajar Alkitab yang memenuhi syarat untuk ikut dalam pelayanan umum?
19 Bagaimana kita bisa membantu orang lain mengikuti teladan Yesus? Katakanlah kita ingin menganjurkan pelajar Alkitab yang memenuhi syarat untuk mulai ikut dalam pengabaran kepada umum. Atau, mungkin kita ingin membantu penyiar yang tidak aktif untuk kembali ikut serta sepenuhnya dalam pelayanan. Bagaimana caranya membantu mereka? Kita perlu menggugah hati mereka. Ingatlah bahwa Yesus terlebih dahulu ”tergerak oleh rasa kasihan” terhadap orang-orang, kemudian dia mengajar mereka. (Markus 6:34) Jadi, jika kita dapat membantu pelajar Alkitab atau orang yang tidak aktif untuk memupuk keibaan hati, kemungkinan besar mereka akan tergerak untuk meniru Yesus dan menceritakan kabar baik kepada orang lain. Kita bisa bertanya kepada mereka, ”Manfaat apa saja yang Anda rasakan setelah menerima berita Kerajaan? Bagaimana dengan orang-orang yang belum mengetahui berita ini—tidakkah mereka juga membutuhkan kabar baik? Apa yang bisa Anda lakukan untuk membantu mereka?” Tentu saja, motivasi terkuat untuk ikut dalam pelayanan adalah kasih kepada Allah dan keinginan untuk melayani-Nya.
20. (a) Apa yang tercakup dalam menjadi pengikut Yesus? (b) Apa yang akan dibahas di pasal berikut?
20 Menjadi pengikut Yesus mencakup lebih dari sekadar mengulangi perkataannya dan meniru-niru perbuatannya. Kita perlu memperkembangkan ”pikiran dan sikap” yang sama seperti yang dia miliki. (Filipi 2:5) Maka, kita sungguh bersyukur bahwa Alkitab menyingkapkan pikiran dan perasaan di balik perkataan dan tindakan Yesus! Dengan mengenali baik-baik ”pikiran Kristus”, kita akan lebih sanggup memperkembangkan kepekaan serta keibaan hati yang tulus, sehingga kita memperlakukan orang lain seperti cara Yesus memperlakukan orang-orang pada umumnya. (1 Korintus 2:16) Di pasal berikut, kita akan membahas berbagai cara Yesus memperlihatkan kasih, khususnya kepada para pengikutnya.
a Kata Yunani yang diterjemahkan menjadi ”tergerak oleh rasa kasihan” disebut sebagai salah satu kata yang paling kuat dalam bahasa Yunani untuk melukiskan perasaan iba hati. Sebuah karya referensi menyatakan bahwa kata itu menunjukkan ”bukan saja perasaan pedih saat melihat penderitaan, melainkan juga keinginan yang kuat untuk meringankan dan menyingkirkan penderitaan itu”.
b Dalam bahasa Yunani, kata sifat yang diterjemahkan menjadi ”seperasaan” secara harfiah berarti ”menderita bersama”.
-
-
”Yesus . . . Terus Mengasihi Mereka Sampai Akhir””Mari Jadilah Pengikutku”
-
-
PASAL ENAM BELAS
”Yesus . . . Terus Mengasihi Mereka Sampai Akhir”
1, 2. Apa yang Yesus lakukan pada malam terakhirnya bersama rasul-rasul, dan mengapa saat-saat terakhir ini berharga baginya?
SEWAKTU berkumpul bersama rasul-rasulnya di kamar atas sebuah rumah di Yerusalem, Yesus tahu bahwa inilah malam terakhirnya bersama mereka. Tidak lama lagi dia akan kembali kepada Bapaknya. Beberapa jam kemudian, Yesus akan ditangkap dan imannya diuji habis-habisan. Sekalipun tahu bahwa kematiannya sudah di ambang pintu, dia masih memikirkan kebutuhan rasul-rasulnya.
2 Yesus telah memberi tahu rasul-rasul tentang kepergiannya, tetapi masih ada yang ingin dia katakan agar mereka kuat menghadapi apa yang akan terjadi. Maka, dia menggunakan saat-saat terakhir yang berharga ini untuk memberi mereka pelajaran-pelajaran penting yang akan membantu mereka tetap setia. Kata-katanya jauh lebih hangat dan akrab daripada yang sudah-sudah. Namun, mengapa Yesus lebih memedulikan rasul-rasulnya ketimbang dirinya sendiri? Mengapa dia menganggap jam-jam terakhir bersama mereka ini begitu berharga? Jawabannya satu kata saja: kasih. Kasihnya kepada mereka sungguh dalam.
3. Bagaimana kita tahu bahwa bukan pada malam terakhirnya saja Yesus memperlihatkan kasih kepada para pengikutnya?
3 Puluhan tahun kemudian, di awal catatan terilhamnya tentang peristiwa pada malam itu, Rasul Yohanes menulis, ”Sebelum Perayaan Paskah, Yesus tahu bahwa sudah tiba waktunya bagi dia untuk meninggalkan dunia ini dan pergi kepada Bapak. Karena dia mengasihi para pengikutnya yang ada di dunia, dia terus mengasihi mereka sampai akhir.” (Yohanes 13:1) Bukan pada malam itu saja Yesus menunjukkan bahwa dia mengasihi ”para pengikutnya”. Sepanjang pelayanannya, dia membuktikan kasihnya kepada murid-muridnya, dalam hal besar maupun kecil. Kita hendaknya memeriksa beberapa cara dia memperlihatkan kasih, karena dengan menirunya dalam hal ini, kita terbukti sebagai murid-muridnya yang sejati.
Memperlihatkan Kesabaran
4, 5. (a) Mengapa Yesus perlu bersabar sewaktu berurusan dengan murid-muridnya? (b) Apa tanggapan Yesus sewaktu ketiga rasulnya tidak siaga di Taman Getsemani?
4 Kasih tidak dapat dipisahkan dari kesabaran. ”Orang yang punya kasih itu sabar,” kata 1 Korintus 13:4, dan kesabaran mencakup dengan tenang bertahan menghadapi orang lain. Apakah Yesus perlu bersabar sewaktu berurusan dengan murid-muridnya? Tak diragukan lagi! Seperti yang kita lihat di Pasal 3, rasul-rasulnya lambat memupuk kerendahan hati. Lebih dari satu kali, mereka mempersoalkan siapa yang terbesar di antara mereka. Apa reaksi Yesus? Marah-marah dan merasa kesal atau jengkel? Tidak, dengan sabar dia mengajak mereka bernalar, bahkan sewaktu mereka ”berdebat dengan sengit” tentang persoalan ini pada malam terakhirnya bersama mereka!—Lukas 22:24-30; Matius 20:20-28; Markus 9:33-37.
5 Belakangan pada malam terakhir itu, Yesus pergi ke Taman Getsemani bersama 11 rasulnya yang setia, dan kesabarannya kembali diuji. Yesus meninggalkan delapan rasul dan membawa Petrus, Yakobus, serta Yohanes lebih jauh ke dalam taman. ”Aku sedih sekali, seperti mau mati rasanya,” kata Yesus kepada mereka. ”Tunggu di sini dan tetaplah berjaga-jaga denganku.” Dia maju sedikit dan mulai berdoa dengan khusyuk. Setelah berdoa cukup lama, dia kembali menemui ketiga rasulnya. Apa yang mereka lakukan? Pada saat Yesus mengalami cobaannya yang terberat, mereka malah tertidur nyenyak! Apakah dia memarahi mereka karena tidak siaga? Tidak, dengan sabar dia memberi mereka anjuran. Kata-katanya yang ramah memperlihatkan bahwa dia memaklumi tekanan yang mereka alami dan kelemahan mereka.a ”Roh memang bersemangat,” katanya, ”tapi tubuh lemah.” Yesus tetap bersabar pada malam itu, bahkan sewaktu dia mendapati mereka tertidur bukan hanya satu melainkan dua kali lagi!—Matius 26:36-46.
6. Bagaimana kita bisa meniru Yesus sewaktu berurusan dengan orang lain?
6 Sungguh membesarkan hati untuk memperhatikan bahwa Yesus tidak putus asa terhadap rasul-rasulnya. Kesabaran Yesus akhirnya membuahkan hasil, karena pria-pria yang setia ini belajar pentingnya rendah hati sekaligus siap siaga. (1 Petrus 3:8; 4:7) Bagaimana kita bisa meniru Yesus sewaktu berurusan dengan orang lain? Para penatua khususnya perlu memperlihatkan kesabaran. Rekan-rekan seiman boleh jadi mendekati seorang penatua dan menyampaikan problemnya sementara sang penatua sedang letih atau memikirkan problemnya sendiri. Adakalanya, mereka yang perlu dibantu mungkin lambat menerapkan nasihat. Meskipun demikian, penatua yang sabar akan mengajar ”dengan lembut” dan ”memperlakukan kawanan dengan lembut”. (2 Timotius 2:24, 25; Kisah 20:28, 29) Orang tua juga hendaknya meniru Yesus dalam memperlihatkan kesabaran, karena adakalanya anak-anak lambat menanggapi nasihat atau koreksi. Kasih dan kesabaran akan membantu orang tua agar tidak menyerah dalam melatih anak-anak. Upah kesabaran tersebut bisa sangat besar.—Mazmur 127:3.
Memenuhi Kebutuhan Mereka
7. Dengan cara apa saja Yesus memenuhi kebutuhan jasmani dan materi murid-muridnya?
7 Kasih itu nyata dari tindakan yang tidak mementingkan diri. (1 Yohanes 3:17, 18) Orang yang punya kasih ”tidak mementingkan diri”. (1 Korintus 13:5) Kasih mendorong Yesus untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan materi murid-muridnya. Dia sering bertindak demi kepentingan mereka bahkan sebelum mereka menyuarakan kebutuhan mereka. Sewaktu melihat mereka letih, dia mengusulkan, ”Ayo kita pergi ke tempat yang sepi dan istirahat sebentar.” (Markus 6:31) Sewaktu tahu bahwa mereka lapar, dia berinisiatif menyediakan makanan bagi mereka—serta ribuan orang lain yang telah datang untuk mendengar pengajarannya.—Matius 14:19, 20; 15:35-37.
8, 9. (a) Apa buktinya bahwa Yesus menyadari serta memenuhi kebutuhan rohani murid-muridnya? (b) Sewaktu berada di tiang, bagaimana Yesus memperlihatkan betapa dia memedulikan kesejahteraan ibunya?
8 Yesus menyadari serta memenuhi kebutuhan rohani murid-muridnya. (Matius 4:4; 5:3) Sewaktu mengajar, dia sering memberi mereka perhatian khusus. Khotbah di Gunung disampaikan khusus demi manfaat murid-muridnya. (Matius 5:1, 2, 13-16) Kalau Yesus mengajar dengan perumpamaan, ”sewaktu bersama murid-muridnya saja, dia akan menjelaskan semuanya”. (Markus 4:34) Yesus menubuatkan bahwa dia akan menetapkan ”budak yang setia dan bijaksana” untuk memastikan bahwa para pengikutnya mendapat cukup makanan rohani selama hari-hari terakhir. Budak yang setia ini, yang terdiri atas sekelompok kecil saudara-saudara Yesus di bumi yang diurapi kuasa kudus, telah menyediakan ”makanan [rohani] pada waktu yang tepat” sejak 1919 M.—Matius 24:45.
9 Pada hari kematiannya, Yesus memperlihatkan dengan cara yang sangat menyentuh hati bahwa dia memedulikan kesejahteraan rohani orang-orang yang dia kasihi. Bayangkan peristiwanya. Yesus sedang tergantung pada tiang dan diliputi rasa nyeri yang luar biasa. Untuk menarik napas saja, dia tampaknya harus mendorong tubuhnya ke atas dengan kakinya. Tindakan ini pasti menimbulkan rasa nyeri yang hebat sewaktu berat tubuhnya mengoyak luka paku di kakinya dan sewaktu punggungnya yang tercabik-cabik bergesekan dengan tiang itu. Untuk berbicara, dia harus mengatur napas dan hal ini pasti sangat sulit serta menyakitkan. Namun, persis sebelum mengembuskan napas terakhirnya, Yesus mengucapkan kata-kata yang memperlihatkan betapa dia mengasihi ibunya, Maria. Ketika melihat Maria dan Rasul Yohanes yang berdiri di dekatnya, Yesus, dengan suara yang cukup lantang untuk didengar orang-orang di sana, berkata kepada ibunya, ”Ibu, dia anak Ibu!” Lalu, kepada Yohanes, dia berkata, ”Dia ibumu!” (Yohanes 19:26, 27) Yesus tahu bahwa rasul yang setia itu akan memperhatikan bukan hanya kebutuhan jasmani dan materi Maria, melainkan juga kesejahteraan rohaninya.b
Orang tua yang peduli memperlihatkan kesabaran dan memenuhi kebutuhan anak-anaknya
10. Bagaimana orang tua dapat meniru Yesus sewaktu memenuhi kebutuhan anak-anak mereka?
10 Orang tua yang peduli senang merenungkan contoh Yesus. Karena benar-benar menyayangi keluarganya, seorang ayah akan menafkahi mereka secara materi. (1 Timotius 5:8) Kepala keluarga yang seimbang dan pengasih meluangkan waktu untuk sesekali bersantai dan berekreasi. Lebih penting lagi, orang tua Kristen memenuhi kebutuhan rohani anak-anak mereka. Caranya? Dengan mengadakan pelajaran Alkitab keluarga secara teratur, dan berupaya membuat acara ini membina serta menyenangkan bagi anak-anak. (Ulangan 6:6, 7) Melalui perkataan dan teladan, orang tua mengajar anak-anak bahwa pelayanan adalah kegiatan yang penting dan bahwa membuat persiapan untuk perhimpunan serta menghadirinya adalah bagian penting dari rutin rohani mereka.—Ibrani 10:24, 25.
Rela Mengampuni
11. Apa yang Yesus ajarkan kepada para pengikutnya tentang mengampuni?
11 Salah satu aspek kasih adalah mengampuni. (Kolose 3:13, 14) Orang yang punya kasih ”tidak menyimpan kekesalan,” kata 1 Korintus 13:5. Pada beberapa peristiwa, Yesus mengajar para pengikutnya tentang pentingnya mengampuni. Dia mendesak mereka untuk mengampuni orang lain ”bukan sampai tujuh kali, tapi sampai 77 kali”—yakni, tidak terbatas. (Matius 18:21, 22) Dia mengajar mereka bahwa seorang pendosa harus diampuni apabila dia bertobat setelah ditegur. (Lukas 17:3, 4) Namun, Yesus tidak seperti orang Farisi yang munafik, yang mengajar dengan perkataan saja; Yesus mengajar dengan teladan juga. (Matius 23:2-4) Mari kita lihat bagaimana Yesus menunjukkan kerelaannya mengampuni bahkan sewaktu sahabat kepercayaannya mengecewakan dia.
12, 13. (a) Pada malam Yesus ditangkap, bagaimana Petrus mengecewakan dia? (b) Bagaimana tindakan Yesus setelah kebangkitannya memperlihatkan dengan jelas bahwa dia tidak sekadar menyuruh orang lain mengampuni?
12 Yesus memiliki hubungan yang akrab dengan Rasul Petrus, seorang pria baik hati yang adakalanya impulsif. Yesus tahu sifat-sifat baik Petrus dan memberinya kesempatan istimewa. Bersama Yakobus dan Yohanes, Petrus menyaksikan sendiri beberapa mukjizat yang tidak disaksikan oleh kesembilan rasul lainnya. (Matius 17:1, 2; Lukas 8:49-55) Seperti yang telah disebutkan, Petrus ikut menemani Yesus masuk lebih jauh ke dalam Taman Getsemani pada malam Yesus ditangkap. Namun, pada malam itu sewaktu Yesus dikhianati dan ditangkap, Petrus dan rasul-rasul lain meninggalkan Yesus dan melarikan diri. Belakangan, Petrus ternyata cukup berani untuk berdiri di luar sementara Yesus diadili secara ilegal. Namun, Petrus kemudian dilanda ketakutan dan melakukan kesalahan serius—tiga kali dia berdusta dan menyangkal bahwa dia mengenal Yesus! (Matius 26:69-75) Bagaimana reaksi Yesus? Bagaimana reaksi Saudara seandainya seorang sahabat karib mengecewakan Saudara seperti itu?
13 Yesus siap mengampuni Petrus. Dia tahu bahwa Petrus sangat terpuruk oleh beban dosanya. Buktinya, rasul yang bertobat itu ”tidak bisa menahan diri dan mulai menangis”. (Markus 14:72) Pada hari kebangkitannya, Yesus menemui Petrus, kemungkinan untuk menghibur dan menenteramkan sang rasul. (Lukas 24:34; 1 Korintus 15:5) Tidak sampai dua bulan kemudian, Yesus mengangkat martabat Petrus dengan mengizinkan dia mewakili yang lain untuk memberikan kesaksian kepada kumpulan orang di Yerusalem pada hari Pentakosta. (Kisah 2:14-40) Ingatlah juga bahwa Yesus tidak mendendam kepada rasul-rasul lainnya karena meninggalkan dia. Sebaliknya, setelah dibangkitkan, dia masih menyebut mereka ”saudara-saudaraku”. (Matius 28:10) Jelas bukan, bahwa Yesus tidak sekadar menyuruh orang lain mengampuni?
14. Mengapa kita perlu belajar mengampuni orang lain, dan bagaimana kita bisa menunjukkan bahwa kita siap mengampuni?
14 Sebagai murid Kristus, kita perlu belajar mengampuni orang lain. Mengapa? Tidak seperti Yesus, kita tidak sempurna—begitu pula orang-orang yang mungkin berdosa kepada kita. Dari waktu ke waktu, kita semua tersandung dalam perkataan dan tindakan. (Roma 3:23; Yakobus 3:2) Dengan mengampuni orang lain sewaktu ada dasar untuk berbelaskasihan, kita membuka jalan agar dosa-dosa kita pun diampuni Allah. (Markus 11:25) Kalau begitu, bagaimana kita bisa menunjukkan bahwa kita siap mengampuni orang yang mungkin berdosa kepada kita? Dalam banyak kasus, kasih membantu kita mengabaikan dosa kecil dan kelemahan orang lain. (1 Petrus 4:8) Apabila orang yang telah merugikan kita sungguh-sungguh bertobat, seperti halnya Petrus, kita pasti ingin meniru kerelaan Yesus mengampuni. Ketimbang mendendam, kita dengan bijaksana memilih untuk tidak memendam kekesalan. (Efesus 4:32) Dengan demikian, kita menggalang kedamaian di sidang serta menikmati kedamaian dalam pikiran dan hati kita.—1 Petrus 3:11.
Menunjukkan Kepercayaannya
15. Mengapa Yesus memercayai murid-muridnya tidak soal kelemahan mereka?
15 Kasih dan kepercayaan itu seiring sejalan. Orang yang punya kasih ”percaya segala sesuatu”.c (1 Korintus 13:7) Didorong oleh kasih, Yesus menunjukkan bahwa dia rela memercayai murid-muridnya sekalipun mereka tidak sempurna. Dia yakin kepada mereka dan percaya bahwa mereka benar-benar mengasihi Yehuwa serta ingin melakukan kehendak-Nya. Bahkan sewaktu mereka melakukan kekeliruan, Yesus tidak meragukan motif mereka. Misalnya, sewaktu Rasul Yakobus dan Rasul Yohanes jelas-jelas membujuk ibu mereka untuk meminta agar mereka duduk di samping Yesus dalam Kerajaannya, Yesus tidak meragukan kesetiaan mereka atau mencabut kerasulan mereka.—Matius 20:20-28.
16, 17. Tanggung jawab apa saja yang Yesus delegasikan kepada murid-muridnya?
16 Untuk menunjukkan kepercayaannya, Yesus mendelegasikan beragam tanggung jawab kepada murid-muridnya. Pada dua peristiwa sewaktu dia melakukan mukjizat memperbanyak makanan dan memberi makan kumpulan orang, dia mendelegasikan tanggung jawab membagikan makanan itu kepada murid-muridnya. (Matius 14:19; 15:36) Menjelang Paskah terakhirnya, dia menugasi Petrus dan Yohanes ke Yerusalem guna mempersiapkan segala sesuatu. Mereka menyediakan domba, anggur, roti tidak beragi, sayuran hijau yang pahit, dan hal-hal lain yang perlu. Ini bukan tugas kecil, karena merayakan Paskah dengan cara yang benar merupakan tuntutan Hukum Musa, dan Yesus harus hidup selaras dengan Hukum itu. Lagi pula, pada malam itu Yesus menggunakan anggur dan roti tidak beragi sebagai lambang yang penting sewaktu dia menetapkan Peringatan kematiannya.—Matius 26:17-19; Lukas 22:8, 13.
17 Yesus menganggap murid-muridnya layak diberi tanggung jawab yang lebih berat lagi. Ingatlah juga bahwa dia memercayakan kepada murid-muridnya amanat yang berat untuk mengabar dan membuat murid. (Matius 28:18-20) Seperti yang telah kita bahas, dia menubuatkan bahwa dia akan mendelegasikan tanggung jawab penting untuk menyediakan makanan rohani kepada sekelompok kecil para pengikutnya di bumi yang diurapi kuasa kudus. (Lukas 12:42-44) Bahkan sekarang, meskipun tidak kasatmata dan memerintah dari surga, Yesus memercayakan sidangnya di bumi kepada ”pemberian berupa manusia” yang memenuhi syarat secara rohani.—Efesus 4:8, 11, 12.
18-20. (a) Bagaimana caranya memperlihatkan bahwa kita yakin dan percaya kepada rekan-rekan seiman? (b) Bagaimana kita dapat meniru kerelaan Yesus mendelegasikan tanggung jawab? (c) Apa yang akan dikupas di pasal berikut?
18 Bagaimana kita dapat mengikuti teladan Yesus sewaktu berurusan dengan orang lain? Kita menyatakan kasih dengan memperlihatkan bahwa kita yakin dan percaya kepada rekan-rekan seiman kita. Ingatlah bahwa kasih itu positif, tidak negatif. Apabila orang lain mengecewakan kita, yang sewaktu-waktu memang akan terjadi, kasih akan membuat kita tidak cepat-cepat menyimpulkan bahwa mereka berniat jahat. (Matius 7:1, 2) Jika kita selalu berpandangan positif terhadap rekan-rekan seiman, kita akan memperlakukan mereka dengan cara-cara yang membina, bukannya membinasakan.—1 Tesalonika 5:11.
19 Dapatkah kita meniru kerelaan Yesus mendelegasikan tanggung jawab? Para pengemban tanggung jawab di sidang hendaknya mendelegasikan tugas-tugas yang cocok dan bermakna kepada orang lain, percaya bahwa orang itu akan melaksanakannya dengan cara terbaik. Dengan demikian, para penatua yang berpengalaman dapat memberikan pelatihan yang perlu dan bernilai kepada pria-pria muda yang cakap yang berupaya mendapat kesempatan untuk membantu di sidang. (1 Timotius 3:1; 2 Timotius 2:2) Pelatihan ini sangat penting. Yehuwa terus mempercepat pertumbuhan Kerajaan, dan pria-pria yang cakap perlu dilatih untuk mengurus pertambahan itu.—Yesaya 60:22.
20 Yesus memberi kita teladan yang mengagumkan dalam hal memperlihatkan kasih kepada orang lain. Di antara semua hal yang dapat kita ikuti dari Yesus, yang terpenting adalah meniru kasihnya. Di pasal berikut, kita akan mengupas pernyataan terbesar kasihnya kepada kita—kerelaan menyerahkan kehidupannya.
a Rasul-rasul itu mengantuk bukan karena keletihan fisik semata. Catatan yang sejajar di Lukas 22:45 mengatakan bahwa Yesus ”melihat mereka sedang tidur, kelelahan karena sedih”.
b Tampaknya, ketika itu Maria sudah menjadi janda dan anak-anaknya yang lain belum menjadi murid-murid Yesus.—Yohanes 7:5.
c Tentu saja, ini tidak berarti bahwa kasih itu asal percaya atau naif, tetapi bahwa kasih tidak terlalu kritis atau gampang curiga. Kasih menahan seseorang agar tidak terburu-buru menghakimi motif orang lain atau menyimpulkan yang jelek-jelek tentang mereka.
-
-
”Tidak Ada yang Memiliki Kasih yang Lebih Besar””Mari Jadilah Pengikutku”
-
-
PASAL TUJUH BELAS
”Tidak Ada yang Memiliki Kasih yang Lebih Besar”
1-4. (a) Apa yang terjadi sewaktu Pilatus membawa Yesus ke hadapan massa yang marah di luar istananya? (b) Apa reaksi Yesus terhadap penghinaan dan penderitaan itu, dan pertanyaan penting apa saja yang timbul?
”LIHATLAH orang ini!” Sambil mengucapkan kata-kata ini, Gubernur Romawi Pontius Pilatus membawa Yesus Kristus ke hadapan massa yang marah di luar istananya pada pagi di hari Paskah 33 M. (Yohanes 19:5) Baru beberapa hari sebelumnya, Yesus dielu-elukan oleh kumpulan orang sewaktu dia masuk ke Yerusalem dengan berkemenangan sebagai Raja yang dilantik Allah. Namun, pagi itu, massa yang beringas tersebut tidak lagi menganggapnya sebagai raja.
2 Yesus dipaksa mengenakan jubah ungu seperti milik keluarga raja serta mahkota di kepalanya. Tetapi, jubah itu, yang menutupi punggungnya yang tercabik-cabik serta berlumuran darah akibat disesah, dan mahkota, yang dianyam dari tanaman berduri dan ditekan ke kulit kepalanya yang kini berdarah, merupakan penghinaan atas kedudukannya sebagai raja. Atas hasutan imam-imam kepala, orang-orang itu menolak pria yang babak belur yang berdiri di hadapan mereka. Imam-imam berteriak, ”Bunuh dia di tiang! Bunuh dia di tiang!” Massa yang haus darah itu berseru, ”Dia harus mati.”—Yohanes 19:1-7.
3 Dengan bermartabat dan tabah, Yesus bertekun menghadapi penghinaan dan penderitaan itu tanpa mengeluh.a Dia benar-benar siap mati. Belakangan pada Hari Paskah itu, dia rela mengalami kematian yang menyakitkan di tiang siksaan.—Yohanes 19:17, 18, 30.
4 Dengan menyerahkan kehidupannya, Yesus membuktikan bahwa dialah sahabat sejati para pengikutnya. Dia mengatakan, ”Tidak ada yang memiliki kasih yang lebih besar daripada orang yang menyerahkan nyawanya demi sahabat-sahabatnya.” (Yohanes 15:13) Kata-kata itu menimbulkan beberapa pertanyaan penting. Apakah Yesus memang perlu mengalami semua penderitaan itu lalu mati? Mengapa dia rela mengalaminya? Sebagai sahabat dan pengikutnya, bagaimana kita dapat meniru teladannya?
Mengapa Yesus Perlu Menderita dan Mati?
5. Bagaimana Yesus mengetahui secara persis cobaan yang menantinya?
5 Sebagai Mesias yang dijanjikan, Yesus tahu apa yang akan dia alami. Dia mengetahui banyak nubuat dalam Kitab-Kitab Ibrani yang memerinci penderitaan dan kematian Mesias. (Yesaya 53:3-7, 12; Daniel 9:26) Untuk mempersiapkan murid-muridnya, lebih dari satu kali dia memberi tahu mereka berbagai cobaan yang menantinya. (Markus 8:31; 9:31) Dalam perjalanan ke Yerusalem untuk Paskah terakhirnya, dia secara spesifik memberi tahu rasul-rasulnya, ”Putra manusia akan diserahkan kepada para imam kepala dan ahli Taurat. Mereka akan menjatuhi dia hukuman mati dan menyerahkan dia kepada orang-orang dari bangsa lain. Orang-orang itu akan mengejek, meludahi, mencambuk, dan membunuh dia.” (Markus 10:33, 34) Dia tidak asal bicara. Seperti yang telah kita lihat, Yesus benar-benar diolok-olok, diludahi, dicambuki, dan dibunuh.
6. Mengapa Yesus perlu menderita dan mati?
6 Namun, mengapa Yesus perlu menderita dan mati? Ada beberapa alasan yang sangat penting. Pertama, dengan tetap setia, Yesus membuktikan integritasnya dan menyucikan nama Yehuwa. Ingatlah bahwa Setan melontarkan tuduhan palsu bahwa manusia melayani Allah hanya demi kepentingan diri sendiri. (Ayub 2:1-5) Dengan tetap setia ”sampai mati . . . di tiang siksaan”, Yesus memberikan jawaban yang paling ampuh atas tuduhan Setan yang tidak berdasar. (Filipi 2:8; Amsal 27:11) Kedua, penderitaan dan kematian Mesias akan menjadi pendamaian bagi dosa orang-orang lain. (Yesaya 53:5, 10; Daniel 9:24) Yesus memberikan ”nyawanya sebagai tebusan bagi banyak orang”, sehingga terbukalah jalan bagi kita untuk menjalin hubungan yang diperkenan dengan Allah. (Matius 20:28) Ketiga, dengan bertekun menghadapi segala macam kesukaran dan penderitaan, Yesus ”diuji dalam segala hal seperti kita”. Dengan demikian, dia menjadi Imam Besar yang beriba hati, yang dapat ”bersimpati dengan kelemahan kita”.—Ibrani 2:17, 18; 4:15, juga catatan kaki.
Mengapa Yesus Rela Memberikan Kehidupannya?
7. Seberapa besar pengorbanan Yesus sewaktu dia datang ke bumi?
7 Untuk memahami apa yang Yesus rela lakukan, pikirkan hal berikut: Pria mana yang mau meninggalkan keluarga dan rumahnya lalu pindah ke negeri asing jika dia tahu bahwa sebagian besar penduduk di sana akan menolaknya, bahwa dia akan mengalami penghinaan dan penderitaan, dan bahwa dia akhirnya akan dibunuh? Sekarang, pikirkan apa yang telah Yesus lakukan. Sebelum datang ke bumi, dia memiliki kedudukan istimewa di surga di sisi Bapaknya. Namun, Yesus rela meninggalkan rumahnya di surga dan datang ke bumi sebagai manusia. Dia melakukannya sekalipun tahu bahwa sebagian besar manusia akan menolaknya dan bahwa dia akan mengalami penghinaan yang kejam, penderitaan yang hebat, serta kematian yang menyakitkan. (Filipi 2:5-7) Apa motif Yesus membuat pengorbanan sebesar itu?
8, 9. Apa motif Yesus menyerahkan kehidupannya?
8 Yang terutama, Yesus terdorong oleh kasih yang dalam kepada Bapaknya. Ketekunan Yesus membuktikan kasihnya kepada Yehuwa. Karena kasih itu, Yesus sangat memedulikan nama dan reputasi Bapaknya. (Matius 6:9; Yohanes 17:1-6, 26) Di atas segalanya, Yesus ingin melihat nama Bapaknya dibersihkan dari celaan yang telah ditimpakan ke atasnya. Jadi, bagi Yesus, menderita demi kebenaran merupakan kehormatan terbesar, karena dia tahu bahwa integritasnya ikut menyucikan nama Bapaknya yang mulia dan indah.—1 Tawarikh 29:13.
9 Ada motif lain lagi mengapa Yesus menyerahkan kehidupannya—kasih kepada umat manusia. Kasih ini sudah ada sejak awal sejarah manusia. Jauh sebelum Yesus datang ke bumi, Alkitab menyingkapkan perasaannya, demikian: ”Aku khususnya menyukai manusia.” (Amsal 8:30, 31) Kasihnya tampak jelas sewaktu dia berada di bumi. Seperti yang telah kita lihat di tiga pasal sebelumnya, dengan banyak cara, Yesus memperlihatkan kasihnya kepada manusia secara umum dan kepada pengikutnya secara khusus. Tetapi, pada tanggal 14 Nisan 33 M, dia rela memberikan nyawanya demi kepentingan kita. (Yohanes 10:11) Sungguh, tidak ada cara lain yang lebih luar biasa baginya untuk mempertunjukkan kasih kepada kita. Perlukah kita menirunya dalam hal ini? Ya. Sebenarnya, kita diperintahkan untuk melakukannya.
’Kasihi Satu Sama Lain Seperti Aku Sudah Mengasihi Kalian’
10, 11. Apa perintah baru yang Yesus berikan kepada para pengikutnya, apa yang tercakup, dan mengapa kita harus menaatinya?
10 Pada malam sebelum kematiannya, Yesus memberi tahu murid-murid terdekatnya, ”Aku memberi kalian perintah baru ini: Kasihi satu sama lain. Seperti aku sudah mengasihi kalian, kalian juga harus mengasihi satu sama lain. Kalau kalian saling mengasihi, semua orang akan tahu bahwa kalian muridku.” (Yohanes 13:34, 35) ”Kasihi satu sama lain”—mengapa itu disebut ”perintah baru”? Hukum Musa sudah memerintahkan, ”Kasihilah sesama kalian seperti diri kalian sendiri.” (Imamat 19:18) Tetapi, perintah baru itu mengharuskan adanya kasih yang lebih besar, yang akan mendorong kita untuk memberikan kehidupan kita demi kepentingan orang lain. Yesus sendiri memperjelas hal ini sewaktu dia berkata, ”Inilah perintahku: Kasihi satu sama lain seperti aku sudah mengasihi kalian. Tidak ada yang memiliki kasih yang lebih besar daripada orang yang menyerahkan nyawanya demi sahabat-sahabatnya.” (Yohanes 15:12, 13) Pada dasarnya, perintah baru itu berbunyi, ’Kasihi satu sama lain, bukan seperti diri kalian sendiri, tapi lebih daripada diri kalian sendiri.’ Melalui kehidupan dan kematiannya, Yesus benar-benar menjadi teladan kasih semacam itu.
11 Mengapa kita harus menaati perintah baru itu? Ingatlah kata-kata Yesus: ”Kalau kalian saling mengasihi, semua orang akan tahu bahwa kalian muridku.” Ya, kasih yang rela berkorban mengidentifikasi kita sebagai orang Kristen sejati. Kita bisa menyamakan kasih ini dengan kartu pengenal. Hadirin pertemuan regional Saksi-Saksi Yehuwa mengenakan kartu pengenal. Kartu ini mengidentifikasi pemakainya, menunjukkan nama dan sidangnya. Kasih yang rela berkorban kepada satu sama lain adalah ”kartu pengenal” yang mengidentifikasi orang Kristen sejati. Dengan kata lain, kasih di antara kita hendaknya tampak jelas sehingga menjadi tanda, atau kartu pengenal, yang memberi tahu para pengamat bahwa kita memang pengikut Kristus yang sejati. Kita masing-masing hendaknya menanyai diri sendiri, ’Apakah ”kartu pengenal” berupa kasih yang rela berkorban tampak nyata dalam kehidupan saya?’
Kasih yang Rela Berkorban—Apa yang Tercakup?
12, 13. (a) Sejauh mana kita harus rela mempertunjukkan kasih kepada satu sama lain? (b) Apa artinya rela berkorban?
12 Sebagai pengikut Yesus, kita perlu mengasihi satu sama lain sebagaimana dia mengasihi kita. Hal ini berarti kita rela berkorban bagi rekan-rekan seiman. Sejauh mana? Alkitab memberi tahu kita, ”Kita mengerti tentang kasih karena Yesus Kristus menyerahkan nyawanya bagi kita, dan kita harus rela menyerahkan nyawa kita bagi saudara kita.” (1 Yohanes 3:16) Seperti Yesus, kita harus rela mati bagi satu sama lain jika perlu. Pada masa penganiayaan, kita memilih mengorbankan kehidupan kita sendiri ketimbang mengkhianati saudara-saudara rohani kita sehingga membahayakan kehidupan mereka. Di negeri-negeri yang terbagi karena pertikaian ras atau etnik, kita mempertaruhkan nyawa demi melindungi saudara-saudara kita, tidak soal latar belakang ras atau etnik mereka. Sewaktu bangsa-bangsa berperang, kita rela dipenjarakan atau bahkan dieksekusi ketimbang angkat senjata melawan rekan-rekan seiman—atau siapa pun.—Yohanes 17:14, 16; 1 Yohanes 3:10-12.
13 Kasih yang rela berkorban tidak saja diperlihatkan dengan rela menyerahkan kehidupan bagi saudara-saudara kita. Lagi pula, tidak banyak di antara kita yang pernah diharuskan berkorban sebesar itu. Namun, jika kasih kepada saudara-saudara kita cukup besar hingga kita rela mati bagi mereka, tidakkah kita semestinya rela membuat pengorbanan yang lebih kecil, mengerahkan diri untuk menolong mereka sekarang juga? Rela berkorban berarti rela mengalami kerugian atau ketidaknyamanan demi manfaat orang lain. Kita mendahulukan kebutuhan dan kesejahteraan mereka sekalipun hal itu merepotkan kita. (1 Korintus 10:24) Dengan cara-cara praktis apa kita dapat memperlihatkan kasih yang rela berkorban?
Dalam Sidang dan Keluarga
14. (a) Para penatua harus membuat pengorbanan apa saja? (b) Bagaimana perasaan Saudara tentang para penatua yang bekerja keras di sidang Saudara?
14 Para penatua sidang membuat banyak pengorbanan untuk ’menggembalakan kawanan’. (1 Petrus 5:2, 3) Selain mengurus keluarga, mereka mungkin perlu menyisihkan waktu pada malam hari atau akhir pekan untuk urusan sidang, termasuk mempersiapkan bagian perhimpunan, mengadakan kunjungan penggembalaan, dan memberikan bantuan rohani kepada orang yang melakukan dosa serius. Banyak penatua membuat pengorbanan lain, bekerja keras mengatur pertemuan wilayah dan regional dan melayani sebagai anggota Panitia Penghubung Rumah Sakit atau Kelompok Pengunjung Pasien. Ada juga yang melayani sebagai relawan Rancang/Bangun Setempat. Para penatua, jangan pernah lupa bahwa dengan memiliki semangat rela melayani—menggunakan waktu, energi, dan sumber daya untuk menggembalakan kawanan—Saudara memperlihatkan kasih yang rela berkorban. (2 Korintus 12:15) Upaya Saudara yang tidak mementingkan diri itu dihargai bukan hanya oleh Yehuwa, melainkan juga oleh sidang yang Saudara gembalakan.—Filipi 2:29; Ibrani 6:10.
15. (a) Apa beberapa pengorbanan para istri penatua? (b) Bagaimana perasaan Saudara tentang para istri yang mendukung suaminya dengan rela membiarkan sang suami mengurus sidang?
15 Namun, bagaimana dengan para istri penatua—tidakkah saudari-saudari ini juga berkorban guna mendukung upaya suami mereka mengurus kawanan? Pastilah seorang istri telah berkorban sewaktu, demi urusan sidang, suaminya perlu membaktikan waktu yang sebenarnya bisa dia gunakan bersama keluarganya. Pikirkan juga para istri pengawas wilayah dan pengorbanan mereka untuk menyertai suami mereka dari sidang ke sidang dan dari wilayah ke wilayah. Mereka rela tidak memiliki rumah sendiri dan kadang mungkin harus tidur di ranjang yang berbeda setiap minggu. Para istri yang rela mendahulukan kepentingan sidang hendaknya dipuji atas pernyataan kasih mereka yang rela berkorban dan murah hati.—Filipi 2:3, 4.
16. Apa saja pengorbanan orang tua Kristen bagi anak-anak mereka?
16 Bagaimana kita dapat memperlihatkan kasih yang rela berkorban dalam keluarga? Orang tua, Saudara sering berkorban demi mengurus anak-anak dan membesarkan mereka ”dengan didikan dan nasihat Yehuwa”. (Efesus 6:4) Saudara mungkin harus bekerja keras selama berjam-jam hanya agar asap dapur mengepul dan untuk memastikan bahwa anak-anak mendapat pakaian serta penaungan yang layak. Saudara rela berkorban ketimbang melihat anak-anak merana. Saudara juga mengerahkan banyak upaya untuk mengajar anak-anak, membawa mereka berhimpun, dan bekerja sama dengan mereka dalam dinas lapangan. (Ulangan 6:6, 7) Kasih Saudara yang rela berkorban menyenangkan Pemula kehidupan keluarga dan bisa berarti kehidupan abadi bagi anak-anak Saudara.—Amsal 22:6; Efesus 3:14, 15.
17. Bagaimana suami Kristen dapat meniru sikap Yesus yang tidak mementingkan diri?
17 Suami, bagaimana Saudara dapat meniru Yesus dalam memperlihatkan kasih yang rela berkorban? Alkitab menjawab, ”Suami-suami, teruslah kasihi istri kalian, seperti Kristus juga mengasihi sidang jemaat dan mengorbankan dirinya bagi mereka.” (Efesus 5:25) Seperti yang telah kita lihat, Yesus begitu mengasihi para pengikutnya sehingga dia mati bagi mereka. Suami Kristen meniru sikap Yesus yang tidak mementingkan diri, yang ”tidak menyenangkan dirinya sendiri”. (Roma 15:3) Dia rela mendahulukan kebutuhan dan kepentingan istrinya. Dia tidak dengan kaku memaksakan kemauannya, tetapi rela mengalah apabila tidak ada prinsip Alkitab yang dilanggar. Suami yang memperlihatkan kasih yang rela berkorban akan menyenangkan Yehuwa dan mendapatkan kasih serta respek istri dan anak-anaknya.
Apa yang Akan Saudara Lakukan?
18. Apa yang memotivasi kita untuk mengikuti perintah baru agar mengasihi satu sama lain?
18 Menaati perintah baru untuk mengasihi satu sama lain tidaklah mudah, tetapi kita memiliki motivasi yang sangat kuat untuk melakukannya. Paulus menulis, ”Kami tergerak oleh kasih Kristus, karena kesimpulan kami adalah: Satu orang itu mati demi semua orang . . . Dia mati demi semua orang, sehingga orang yang hidup tidak lagi hidup untuk diri sendiri, tapi untuk Kristus, yang mati demi mereka dan dibangkitkan.” (2 Korintus 5:14, 15) Karena Yesus telah mati bagi kita, tidakkah kita semestinya terdorong untuk hidup bagi dia? Hal ini dapat kita lakukan dengan mengikuti teladan kasihnya yang rela berkorban.
19, 20. Karunia berharga apa yang telah Yehuwa berikan kepada kita, dan bagaimana kita dapat memperlihatkan bahwa kita menerimanya?
19 Yesus tidak melebih-lebihkan sewaktu dia berkata, ”Tidak ada yang memiliki kasih yang lebih besar daripada orang yang menyerahkan nyawanya demi sahabat-sahabatnya.” (Yohanes 15:13) Kerelaannya menyerahkan nyawanya demi kepentingan kita merupakan pernyataan terbesar kasihnya kepada kita. Namun, ada pribadi lain yang telah memperlihatkan kasih yang lebih besar lagi kepada kita. Yesus menjelaskan, ”Allah begitu mengasihi dunia ini sehingga Dia memberikan Putra tunggal-Nya, supaya setiap orang yang beriman kepadanya tidak dibinasakan tapi mendapat kehidupan abadi.” (Yohanes 3:16) Allah begitu mengasihi kita sehingga Dia memberikan Putra-Nya sebagai tebusan, agar kita dapat dibebaskan dari dosa dan kematian. (Efesus 1:7) Tebusan adalah karunia yang berharga dari Yehuwa, tetapi Dia tidak memaksa kita menerimanya.
20 Kitalah yang harus memilih untuk menerima karunia Yehuwa. Caranya? Dengan beriman kepada Putra-Nya. Namun, iman tidak sebatas di bibir. Iman dibuktikan melalui tindakan, cara hidup kita. (Yakobus 2:26) Kita membuktikan iman akan Yesus Kristus dengan mengikuti dia hari demi hari. Hal itu akan mendatangkan berkat yang limpah sekarang dan di masa depan, seperti yang akan dijelaskan di pasal terakhir buku ini.
a Dua kali pada hari itu Yesus diludahi, pertama oleh para pemimpin agama dan kemudian oleh prajurit Romawi. (Matius 26:59-68; 27:27-30) Perlakuan hina ini pun dia terima tanpa mengeluh, sehingga menggenapi nubuat: ”Aku tidak menyembunyikan muka saat aku dihina dan diludahi.”—Yesaya 50:6.
-
-
”Teruslah Ikuti Aku””Mari Jadilah Pengikutku”
-
-
PASAL DELAPAN BELAS
”Teruslah Ikuti Aku”
1-3. (a) Dengan cara apa Yesus meninggalkan rasul-rasulnya, dan mengapa ini bukan perpisahan yang meninggalkan perasaan hampa? (b) Mengapa kita perlu mengetahui kehidupan Yesus sejak dia kembali ke surga?
SEBELAS pria berdiri di sebuah gunung. Dengan penuh kasih bercampur kagum, mereka menatap seseorang. Meski tampak seperti manusia, dia sebenarnya adalah Yesus yang telah dibangkitkan dan kembali menjadi putra rohani Yehuwa yang paling perkasa. Yesus telah mengumpulkan rasul-rasulnya di Gunung Zaitun untuk pertemuan yang terakhir kalinya.
2 Gunung ini, yang merupakan bagian dari rangkaian bukit kapur di seberang Lembah Kidron di luar kota Yerusalem, pasti membangkitkan banyak kenangan dalam benak Yesus. Di lereng gunung ini terdapat kota Betani, tempat Yesus membangkitkan Lazarus. Baru beberapa minggu sebelumnya, Yesus berangkat ke Yerusalem dengan berkemenangan dari Betfage di dekat sana. Kemungkinan di Gunung Zaitun juga terdapat Taman Getsemani, tempat Yesus melewatkan jam-jam yang penuh penderitaan sebelum dia ditangkap. Sekarang, di bukit ini juga, Yesus bersiap-siap meninggalkan para sahabat dan pengikutnya yang terdekat. Dia mengucapkan kata-kata perpisahan yang hangat. Lalu, dia mulai terangkat dari bumi! Rasul-rasul berdiri mematung, menatap Majikan yang mereka kasihi sewaktu dia naik ke langit. Akhirnya, awan menutupinya dari pandangan mereka, dan mereka tidak melihatnya lagi.—Kisah 1:6-12.
3 Apakah menurut Saudara, ini adalah perpisahan yang meninggalkan perasaan hampa, akhir yang menyedihkan sekaligus membahagiakan? Bukan. Sebenarnya, seperti yang diingatkan oleh dua malaikat, kisah tentang Yesus sama sekali belum berakhir. (Kisah 1:10, 11) Dalam banyak segi, kepergiannya ke surga baru suatu permulaan. Firman Allah tidak membiarkan kita menerka-nerka apa yang Yesus alami setelah itu. Penting sekali bahwa kita mengetahui kehidupan Yesus sejak dia meninggalkan bumi. Mengapa? Ingatlah kata-kata Yesus kepada Petrus: ”Teruslah ikuti aku.” (Yohanes 21:19, 22) Kita semua perlu menaati perintah itu, bukan sebagai pilihan sementara, melainkan sebagai jalan hidup. Untuk itu, kita perlu memahami apa yang sedang dilakukan Majikan kita dan apa tugas yang telah dia terima di surga.
Kehidupan Yesus Sejak Meninggalkan Bumi
4. Bagaimana Alkitab menyingkapkan jauh di muka peristiwa di surga setelah Yesus kembali ke sana?
4 Alkitab memang tidak menceritakan peristiwa tibanya Yesus di surga, penyambutannya, dan reuninya yang membahagiakan bersama Bapaknya. Namun, jauh di muka, Alkitab telah menyingkapkan apa yang akan terjadi di surga tidak lama setelah Yesus kembali ke sana. Selama lebih dari 15 abad, orang Yahudi secara teratur menyaksikan suatu upacara kudus. Satu hari setiap tahun, imam besar masuk ke Ruang Mahakudus di bait untuk memercikkan darah korban Hari Pendamaian di hadapan tabut perjanjian. Pada hari itu, imam besar menggambarkan Mesias. Yesus menggenapi makna nubuat upacara itu sekali untuk selama-lamanya setelah dia kembali ke surga. Dia menghadap ke hadirat Yehuwa yang agung di surga—tempat yang mahakudus di alam semesta—dan mempersembahkan nilai korban tebusannya kepada Bapaknya. (Ibrani 9:11, 12, 24) Apakah Yehuwa menerimanya?
5, 6. (a) Apa buktinya bahwa Yehuwa telah menerima korban tebusan Kristus? (b) Siapa yang memperoleh manfaat dari tebusan, dan bagaimana caranya?
5 Jawabannya berkaitan dengan apa yang terjadi beberapa hari setelah Yesus naik ke surga. Kira-kira 120 orang Kristen berkumpul di sebuah ruangan atas di Yerusalem, lalu tiba-tiba tempat itu dipenuhi bunyi gaduh seperti tiupan angin kencang. Lidah-lidah seperti api tampak di atas kepala mereka, mereka dipenuhi kuasa kudus, dan mulai berbicara dengan berbagai bahasa. (Kisah 2:1-4) Peristiwa ini menandai lahirnya Israel rohani, yang adalah suatu ”bangsa [baru] yang terpilih” dan ”imam-imam yang adalah raja”, yang akan melaksanakan kehendak Allah di bumi. (1 Petrus 2:9) Jelaslah, Allah Yehuwa telah menerima dan memperkenan korban tebusan Kristus. Pencurahan kuasa kudus ini adalah salah satu berkat pertama yang dimungkinkan oleh tebusan.
6 Sejak itu, tebusan Kristus telah bermanfaat bagi para pengikutnya di seluruh dunia. Entah kita termasuk di antara ”kawanan kecil” orang terurap, yang akan memerintah bersama Kristus di surga, atau termasuk di antara ”domba-domba lain”, yang akan hidup di bawah pemerintahannya di bumi, kita memperoleh manfaat dari korban Yesus. (Lukas 12:32; Yohanes 10:16) Itulah dasar untuk harapan dan pengampunan dosa-dosa kita. Asalkan kita terus beriman akan tebusan itu, mengikuti Yesus hari demi hari, kita dapat menikmati hati nurani yang bersih dan harapan masa depan yang cerah.—Yohanes 3:16.
7. Wewenang apa yang dikaruniakan kepada Yesus setelah dia kembali ke surga, dan bagaimana Saudara bisa memberinya dukungan?
7 Apa yang telah dan sedang Yesus lakukan di surga sejak dia kembali ke sana? Dia memiliki wewenang yang luar biasa. (Matius 28:18) Ya, Yehuwa melantiknya untuk memerintah atas sidang Kristen, dan tugas ini telah dia laksanakan dengan pengasih dan adil. (Kolose 1:13) Seperti yang dinubuatkan, Yesus telah menyediakan pria-pria yang bertanggung jawab untuk mengurus kebutuhan kawanannya. (Efesus 4:8) Misalnya, dia memilih Paulus menjadi ”rasul yang diutus kepada bangsa-bangsa lain”, yang akan menyebarkan kabar baik ke tempat-tempat yang jauh. (Roma 11:13; 1 Timotius 2:7) Menjelang akhir abad pertama, Yesus menyampaikan pesan berisi pujian, nasihat, dan koreksi kepada tujuh sidang di provinsi Asia di wilayah Romawi. (Wahyu, pasal 2-3) Apakah Saudara mengakui Yesus sebagai kepala sidang Kristen? (Efesus 5:23) Untuk terus mengikuti dia, Saudara tentu ingin menggalang semangat ketaatan dan suka bekerja sama di sidang setempat.
8, 9. Wewenang apa yang dikaruniakan kepada Yesus pada tahun 1914, dan apa pengaruhnya atas keputusan-keputusan kita?
8 Yesus dikaruniai wewenang yang lebih besar lagi pada tahun 1914. Pada tahun itu, dia dilantik sebagai Raja Kerajaan Allah. Sewaktu pemerintahan Yesus dimulai, ”terjadilah perang di surga”. Hasilnya? Setan dan roh-roh jahat lainnya dicampakkan ke bumi sehingga dimulailah era yang sarat celaka. Merajalelanya perang, kejahatan, teror, penyakit, gempa bumi, dan bala kelaparan yang menimpa manusia zaman modern mengingatkan kita bahwa saat ini Yesus sedang memerintah di surga. Setan masih ”penguasa dunia ini”, tetapi ”waktunya tinggal sedikit”. (Wahyu 12:7-12; Yohanes 12:31; Matius 24:3-7; Lukas 21:11) Namun, Yesus memberi orang-orang di seluruh dunia kesempatan untuk menerima pemerintahannya.
9 Sangatlah penting agar kita berpihak kepada sang Raja yang dilantik Yehuwa. Dalam semua keputusan kita setiap hari, kita harus mencari perkenannya, bukan perkenan dunia yang bejat ini. Sewaktu ”Raja atas segala raja dan Tuan atas segala tuan” ini mengamati umat manusia, hatinya yang menyukai apa yang benar berkobar dengan amarah sekaligus meluap dengan sukacita. (Wahyu 19:16) Mengapa?
Amarah dan Sukacita Sang Raja yang Dilantik Yehuwa
10. Yesus, Majikan kita, pada dasarnya adalah pribadi yang bagaimana, tetapi apa yang mengobarkan amarahnya?
10 Seperti Bapaknya, Majikan kita pada dasarnya adalah pribadi yang bahagia. (1 Timotius 1:11) Sewaktu berada di bumi, Yesus tidak kritis, juga tidak sulit disenangkan. Namun, sekarang ini, ada banyak peristiwa di bumi yang pastilah mengobarkan amarahnya. Dia pasti marah kepada semua organisasi agama yang mengaku-aku mewakilinya. Dia bahkan menubuatkan, ”Tidak setiap orang yang memanggil aku, ’Tuan, Tuan,’ akan masuk ke Kerajaan surga. Yang akan masuk hanyalah orang yang melakukan kehendak Bapakku yang di surga. Banyak yang akan berkata kepadaku pada hari itu, ’Tuan, Tuan, kami kan . . . melakukan banyak tindakan penuh kuasa dengan namamu.’ Lalu aku akan berterus terang, ’Saya tidak pernah mengenal kalian! Pergi kalian, orang-orang yang berbuat jahat!’”—Matius 7:21-23.
11-13. Mengapa ada yang mungkin bingung sewaktu membaca kata-kata Yesus yang tegas kepada orang-orang yang melakukan ”banyak tindakan penuh kuasa” dengan namanya, tetapi apa yang membuat Yesus marah? Berikan ilustrasi.
11 Bagi banyak orang yang sekarang mengaku Kristen, kata-kata itu mungkin membingungkan. Mengapa Yesus menujukan kata-kata setegas itu kepada orang-orang yang sudah melakukan ”banyak tindakan penuh kuasa” dengan namanya? Gereja-gereja telah mensponsori acara amal, membantu fakir miskin, membangun rumah sakit serta sekolah, dan melakukan banyak hal lain. Untuk memahami mengapa Yesus pantas marah kepada mereka, perhatikan ilustrasi berikut.
12 Sepasang suami istri perlu bepergian. Karena tidak bisa membawa anak-anak, mereka menyewa seorang pengasuh. Petunjuk mereka sederhana saja: ”Urus anak-anak kami. Beri mereka makanan, pastikan mereka bersih, dan jauhkan mereka dari bahaya.” Namun, sewaktu kedua orang tua itu kembali, mereka terperanjat melihat anak-anak mereka kelaparan, kotor, sakit-sakitan, dan merana. Anak-anak itu menangis untuk menarik perhatian sang pengasuh, tetapi tidak digubris. Mengapa? Rupanya dia sedang berdiri di atas tangga, membersihkan jendela. Dengan marah, kedua orang tua itu meminta penjelasan. Dia menjawab, ”Pak, Bu, coba lihat semua yang saya kerjakan! Jendelanya bersih, bukan? Saya juga memperbaiki rumah ini, semuanya untuk Bapak dan Ibu!” Apakah kedua orang tua itu merasa lebih lega? Sama sekali tidak! Mereka tidak pernah memintanya mengerjakan hal-hal itu; mereka hanya ingin agar anak-anak mereka diurus dengan baik. Jelas saja mereka marah karena sang pengasuh tidak mau mengindahkan petunjuk mereka.
13 Gereja telah bertingkah seperti pengasuh itu. Sebelum pergi, Yesus memberikan petunjuk kepada para wakilnya untuk memberi makan orang-orang secara rohani dengan mengajarkan kebenaran Firman Allah dan membantu mereka bersih secara rohani. (Yohanes 21:15-17) Namun, Gereja benar-benar lalai menaati petunjuk Yesus. Orang-orang telah ditelantarkan sehingga kelaparan secara rohani, dibuat bingung oleh ajaran palsu dan tidak mengetahui ajaran-ajaran dasar Alkitab. (Yesaya 65:13; Amos 8:11) Upaya Gereja memperbaiki keadaan dunia sama sekali tidak bisa membenarkan ketidaktaatannya yang disengaja. Sesungguhnya, dunia ini ibarat rumah yang siap dimusnahkan! Firman Allah memperlihatkan dengan jelas bahwa dunia Setan akan segera dibinasakan.—1 Yohanes 2:15-17.
14. Pekerjaan apa yang membuat Yesus bahagia sekarang ini, dan mengapa?
14 Di pihak lain, Yesus pastilah sangat senang sewaktu memandang dari surga dan melihat bahwa jutaan orang sedang memenuhi amanat untuk membuat murid, yang dia berikan kepada para pengikutnya sebelum dia meninggalkan bumi. (Matius 28:19, 20) Sungguh luar biasa kehormatan kita karena bisa membuat sang Raja yang dilantik Yehuwa bersukacita! Marilah kita bertekad untuk tidak pernah berhenti membantu ”budak yang setia dan bijaksana”. (Matius 24:45) Tidak seperti para pemimpin Gereja, sekelompok kecil saudara-saudara terurap ini telah dengan taat mengarahkan pekerjaan pengabaran dan dengan setia memberi makan domba-domba Kristus.
15, 16. (a) Bagaimana perasaan Yesus sewaktu melihat tidak adanya kasih di mana-mana sekarang ini, dan bagaimana kita bisa mengetahuinya? (b) Mengapa Yesus pantas marah kepada Gereja?
15 Kita bisa yakin bahwa sang Raja marah sewaktu melihat tidak adanya kasih di mana-mana di bumi sekarang ini. Kita mungkin ingat bagaimana orang Farisi mengkritik Yesus karena menyembuhkan orang pada hari Sabat. Mereka begitu degil, begitu keras kepala, sehingga yang mereka pahami hanyalah penafsiran mereka yang picik terhadap Hukum Musa dan hukum lisan. Mukjizat Yesus telah menghasilkan kebaikan yang tak ternilai! Tetapi, sukacita, kelegaan, iman yang dikuatkan oleh mukjizat tersebut tidak ada artinya bagi pria-pria itu. Bagaimana perasaan Yesus terhadap mereka? Dia pernah ”memandang mereka dengan marah, dan dia begitu sedih karena hati mereka tidak peka”.—Markus 3:5.
16 Sekarang ini, ada jauh lebih banyak hal yang Yesus lihat yang membuatnya merasa ”begitu sedih”. Para pemimpin Gereja dibutakan oleh pengabdian mereka pada tradisi dan doktrin yang tidak selaras dengan Alkitab. Selain itu, mereka merasa gusar akan pemberitaan kabar baik Kerajaan Allah. Di banyak bagian dunia, mereka telah menyulut penganiayaan keji terhadap orang-orang Kristen yang dengan tulus berupaya mengabarkan berita yang Yesus kabarkan. (Yohanes 16:2; Wahyu 18:4, 24) Sementara itu, para pemimpin agama tersebut sering mendesak para pengikut mereka untuk berperang dan merenggut nyawa orang lain—seolah-olah tindakan itu akan menyenangkan Yesus Kristus!
17. Bagaimana para pengikut Yesus yang sejati membuat hatinya bersukacita?
17 Sebaliknya, para pengikut Yesus yang sejati berupaya memperlihatkan kasih kepada sesama manusia. Mereka menyampaikan kabar baik kepada ”segala macam orang”, persis seperti yang Yesus lakukan, sekalipun ditentang. (1 Timotius 2:4) Dan, kasih yang mereka perlihatkan kepada satu sama lain sungguh menonjol; itulah tanda pengenal utama mereka. (Yohanes 13:34, 35) Karena memperlakukan rekan-rekan Kristen dengan kasih, respek, dan bermartabat, mereka benar-benar mengikuti Yesus—dan membuat hati sang Raja yang dilantik Yehuwa bersukacita!
18. Apa yang menyusahkan hati Majikan kita, tetapi bagaimana kita bisa menyenangkan dia?
18 Ingatlah juga bahwa Majikan kita merasa susah hati sewaktu para pengikutnya gagal bertekun, membiarkan kasih mereka kepada Yehuwa mendingin dan berhenti menjadi hamba-Nya. (Wahyu 2:4, 5) Namun, Yesus senang kepada orang-orang yang bertekun sampai ke akhir. (Matius 24:13) Jadi, marilah kita berupaya sebisa-bisanya mencamkan perintah Kristus, ”Teruslah ikuti aku.” (Yohanes 21:19) Mari kita perhatikan beberapa berkat yang akan dikaruniakan oleh sang Raja yang dilantik Yehuwa kepada orang-orang yang bertekun sampai ke akhir.
Berkat-Berkat Mengalir kepada Para Hamba Setia Sang Raja
19, 20. (a) Mengikuti Yesus menghasilkan berkat apa saja sekarang juga? (b) Mengapa kebutuhan kita akan seorang bapak sebagai pengganti Adam dapat dipenuhi apabila kita mengikuti Kristus?
19 Mengikuti Yesus adalah jalan menuju kehidupan yang benar-benar penuh berkat sekarang juga. Jika kita menerima Kristus sebagai Majikan kita, mengikuti petunjuknya, dan menggunakan teladannya sebagai pedoman, kita akan menemukan harta yang dicari-cari oleh orang-orang di seluruh dunia tetapi gagal mereka temukan. Kita akan diberkati dengan pekerjaan yang membuat kehidupan kita bertujuan dan bermakna, keluarga rekan-rekan seiman yang dipersatukan dalam ikatan kasih yang sejati, hati nurani yang bersih, dan kedamaian pikiran. Singkat kata, kita akan menemukan kehidupan yang bahagia dan memuaskan. Dan, bukan itu saja.
20 Yehuwa telah memberikan Yesus sebagai ”Bapak Kekal” bagi orang-orang yang berharap untuk hidup selama-lamanya di bumi. Yesus adalah pengganti Adam, bapak umat manusia yang telah mengkhianati dan menyengsarakan semua keturunannya. (Yesaya 9:6, 7) Dengan menerima Yesus sebagai ”Bapak Kekal”, memperlihatkan iman akan dia, kita memiliki harapan yang pasti berupa kehidupan abadi. Selain itu, kita menjadi semakin dekat kepada Allah Yehuwa. Seperti yang telah kita pelajari, berupaya mengikuti teladan Yesus hari demi hari adalah cara terbaik untuk menaati perintah Allah ini: ”Tirulah Allah sebagai anak-anak yang dikasihi.”—Efesus 5:1.
21. Bagaimana para pengikut Kristus memantulkan cahaya dalam dunia yang gelap?
21 Dengan meniru Yesus dan Bapaknya, Yehuwa, kita dapat melakukan sesuatu yang menakjubkan. Kita memantulkan cahaya yang terang benderang. Dalam dunia yang diselimuti kegelapan, manakala miliaran orang disesatkan oleh Setan dan meniru sifat-sifatnya, kita yang mengikuti Kristus menyebarluaskan pantulan cahaya yang paling terang—terang berupa ajaran-ajaran Alkitab yang benar, sifat-sifat Kristen yang bagus, sukacita yang sesungguhnya, kedamaian sejati, kasih yang nyata. Pada saat yang sama, kita semakin mendekat kepada Yehuwa, dan itulah cita-cita terluhur yang dapat diraih makhluk cerdas mana pun.
22, 23. (a) Berkat apa saja yang akan dinikmati orang-orang yang dengan setia terus mengikuti Yesus? (b) Apa hendaknya tekad kita?
22 Pikirkan juga apa yang ingin Yehuwa lakukan bagi Saudara di masa depan melalui Raja yang Dia lantik. Tak lama lagi, Raja itu akan mengadakan peperangan melawan dunia Setan yang jahat. Yesus pasti menang! (Wahyu 19:11-15) Setelah itu, Kristus akan memulai Pemerintahan Seribu Tahun atas bumi. Pemerintahan surgawinya akan mencurahkan manfaat tebusan ke atas setiap manusia yang setia, mengangkat mereka ke kesempurnaan. Bayangkan, Saudara akan menikmati kesehatan yang prima, selalu muda dan kuat, dengan bahagia bekerja bersama keluarga manusia yang bersatu padu untuk mengubah bumi ini menjadi firdaus! Pada akhir Milenium tersebut, Yesus akan menyerahkan pemerintahan itu kembali ke tangan Bapaknya. (1 Korintus 15:24) Jika Saudara terus mengikuti Kristus dengan setia, Saudara akan dikaruniai berkat yang terlalu menakjubkan untuk dibayangkan—”kemerdekaan yang mulia seperti yang dimiliki anak-anak Allah”! (Roma 8:21) Ya, kita akan menikmati semua berkat yang telah dihilangkan oleh Adam dan Hawa. Sebagai putra-putri Yehuwa di bumi, kita akan selama-lamanya terbebas dari noda dosa Adam. Sungguh, ”kematian tidak akan ada lagi”.—Wahyu 21:4.
23 Ingatlah penguasa muda yang kaya yang kita bahas di Pasal 1. Dia menampik undangan Yesus: ”Mari jadilah pengikutku.” (Markus 10:17-22) Jangan pernah lakukan kesalahan tersebut! Semoga Saudara menggenggam undangan Yesus dengan bersukacita dan antusias. Semoga Saudara bertekad untuk bertekun, terus mengikuti Gembala kita hari demi hari, tahun demi tahun, dan tetap hidup untuk menyaksikan bagaimana dia pada akhirnya mewujudkan semua kehendak Yehuwa secara gemilang!
-
-
”Ayo Lihat Sendiri” Sang Kristus”Mari Jadilah Pengikutku”
-
-
BAGIAN 1
”Ayo Lihat Sendiri” Sang Kristus
Yesus hidup sebagai manusia sekitar 2.000 tahun yang lalu, tetapi sekarang pun kita masih bisa menyambut ajakan untuk ’melihat sendiri’ Putra Allah. (Yohanes 1:46) Catatan Injil memberikan gambaran yang jelas tentang kepribadian, sikap, dan tindakannya. Dalam bagian ini, kita akan meninjau sifat-sifat Yesus yang menonjol.
-
-
’Mengajar dan Memberitakan Kabar Baik’”Mari Jadilah Pengikutku”
-
-
BAGIAN 2
’Mengajar Dan Memberitakan Kabar Baik’
Tukang kayu. Pembuat mukjizat. Penyembuh. Itu baru beberapa di antara banyak peranan Yesus. Namun, orang-orang tidak menyapanya dengan sebutan seperti itu. Mereka memanggilnya Guru. Ya, pekerjaan utamanya adalah ’mengajar dan memberitakan kabar baik’. (Matius 4:23) Sebagai pengikut Yesus, kita memiliki pekerjaan yang sama. Di bagian ini, kita akan mempelajari teladannya, agar kita bisa menirunya.
-
-
”Kami Tergerak oleh Kasih Kristus””Mari Jadilah Pengikutku”
-
-
BAGIAN 3
”Kami Tergerak Oleh Kasih Kristus”
Apa yang memotivasi kita untuk terus mengikuti Kristus? Rasul Paulus menjawab, ”Kami tergerak oleh kasih Kristus.” (2 Korintus 5:14) Dalam bagian ini, kita akan mempelajari kasih Yesus—kepada Yehuwa, kepada umat manusia, dan kepada kita secara perorangan. Pelajaran ini benar-benar menggugah kita. Hati kita tersentuh dan kita terdorong untuk bertindak, membuat kemajuan dalam mengikuti teladan Majikan kita.
-