-
Semangat Natal Menyebar—Mengapa?Sedarlah!—2010 | Desember
-
-
Semangat Natal Menyebar—Mengapa?
APAKAH Anda menanti-nantikan datangnya Natal? Atau, apakah kian mendekatnya Natal membuat Anda kian risau dan khawatir? Jutaan orang memutar otak, ’Siapa saja yang bakal saya beri hadiah? Apa yang harus saya beli? Apakah uang saya cukup? Berapa lama nantinya saya harus melunasi utang?’
Meski ada berbagai kekhawatiran seperti itu, Natal tetap saja sangat populer. Bahkan, perayaan ini telah menyebar ke negeri-negeri non-Kristen. Di Jepang, kebanyakan keluarga kini merayakan Natal, bukan karena makna keagamaannya, melainkan semata-mata sebagai kesempatan menikmati kemeriahan. Di Cina, ”wajah Sinterklas yang kemerah-merahan terpampang di etalase-etalase toko di kota-kota besar”, kata surat kabar The Wall Street Journal, dan menambahkan, ”demam Natal melanda masyarakat menengah perkotaan yang sedang meningkat, yang menjadikannya alasan untuk berbelanja, makan, dan berpesta”.
Di banyak bagian dunia, Natal telah menjadi pendorong roda perekonomian setempat, khususnya di Cina, yang kini ”secara besar-besaran mengekspor pohon-pohon plastik, hiasan, lampu kelap-kelip, dan pernak-pernik Natal lainnya”, kata surat kabar itu.
Negeri-negeri yang mayoritas penduduknya Muslim pun mendukung kemeriahan mirip Natal, meski tidak selalu pada tanggal 25 Desember. Di Ankara, Turki, dan Beirut, Lebanon, bukan pemandangan aneh jika etalase-etalase toko dipajangi pohon-pohon cemara yang penuh hiasan dan kado yang berwarna-warni. Di Indonesia, hotel serta mal mensponsori acara yang meriah, dan anak-anak bisa makan atau berfoto bersama Sinterklas.
Di negeri-negeri Barat, Natal kini sangat sekuler dan komersial, dan banyak iklannya ”jelas-jelas membidik anak-anak”, kata Royal Bank Letter, Kanada. Memang, beberapa orang masih menghadiri acara Natal di gereja. Tetapi, justru pusat perbelanjaan yang mengumandangkan lagu-lagu Natal itulah yang telah menjadi tempat ibadat yang baru. Mengapa jadi begini? Mungkinkah alasannya berkaitan dengan asal mula Natal? Dari mana asal usulnya?
Sebelum membahas pertanyaan-pertanyaan itu, ada baiknya kita membaca catatan Alkitab yang katanya mendasari penggambaran kelahiran Kristus.
[Kotak/Gambar di hlm. 4]
APA KATA PENULIS INJIL
Rasul Matius: ”Setelah Yesus dilahirkan di Betlehem di Yudea pada zaman raja Herodes, lihat! ahli-ahli nujum dari bagian timur datang ke Yerusalem, dan mengatakan, ’Di manakah pribadi yang lahir sebagai raja orang Yahudi? Sebab kami melihat bintangnya sewaktu kami berada di timur, dan kami telah datang untuk sujud kepadanya.’ Ketika Raja Herodes mendengar hal ini, ia merasa resah.” Maka, Herodes bertanya kepada ”semua imam kepala . . . di mana Kristus akan dilahirkan”. Setelah mengetahui bahwa itu ”di Betlehem”, Herodes mengatakan kepada para ahli nujum tersebut, ”Pergi dan carilah anak kecil itu dengan teliti, dan bila kamu telah menemukannya laporkanlah kembali kepadaku.”
”Pergilah mereka; dan, lihat! bintang yang telah mereka lihat sewaktu mereka berada di timur mendahului mereka, sampai akhirnya berhenti di atas tempat anak kecil itu berada. . . . Ketika mereka masuk ke dalam rumah, mereka melihat anak kecil itu bersama Maria, ibunya.” Setelah mempersembahkan pemberian kepada Yesus, ”mereka diberi peringatan ilahi dalam suatu mimpi agar tidak kembali kepada Herodes, [maka] mereka kembali ke negeri mereka melalui jalan lain”.
”Setelah mereka pergi, lihat! malaikat Yehuwa muncul kepada Yusuf dalam suatu mimpi, dan mengatakan, ’Bangunlah, bawalah anak kecil itu serta ibunya dan larilah ke Mesir. . . ’ Maka ia pun bangun dan membawa anak kecil itu dan ibunya pada malam hari dan pergi . . . Lalu Herodes, setelah mengetahui bahwa ia telah diperdayakan oleh ahli-ahli nujum itu, menjadi sangat berang, dan ia mengutus orang-orang dan menyuruh melenyapkan semua anak laki-laki di Betlehem dan di seluruh distriknya, dari usia dua tahun ke bawah.”—Matius 2:1-16.
Lukas sang murid: Yusuf ”pergi dari Galilea, dari kota Nazaret, ke Yudea, ke kota Daud yang disebut Betlehem, . . . untuk mendaftarkan diri bersama Maria . . . Ketika mereka di sana, . . . dia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, dan dia membalutnya dengan lampin dan membaringkannya dalam sebuah palungan, karena mereka tidak mendapat tempat di kamar penginapan.”
”Di daerah yang sama itu juga ada gembala-gembala yang tinggal di tempat terbuka dan sedang menjalankan giliran jaga atas kawanan mereka pada waktu malam. Dan tiba-tiba malaikat Yehuwa berdiri di dekat mereka, . . . dan mereka menjadi sangat takut. Tetapi malaikat itu mengatakan kepada mereka, ’Jangan takut, karena, lihat! aku menyatakan kepada kamu kabar baik tentang sukacita besar yang akan dimiliki semua orang, karena telah lahir bagi kamu hari ini seorang Juru Selamat, yang adalah Kristus Tuan, di kota Daud.’” Maka, para gembala itu ”pergi dengan bergegas dan menjumpai Maria dan Yusuf, serta bayi itu yang sedang berbaring dalam palungan”.—Lukas 2:4-16.
-
-
Kebenaran tentang NatalSedarlah!—2010 | Desember
-
-
Kebenaran tentang Natal
APAKAH Anda memandang penting kebenaran rohani? Jika ya, mungkin Anda pernah mempertanyakan hal-hal ini: (1) Apakah Yesus memang lahir pada tanggal 25 Desember? (2) Siapakah ”orang-orang majus” dan apakah jumlahnya memang tiga orang? (3) ”Bintang” apa yang mengarahkan mereka kepada Yesus? (4) Apa hubungan Sinterklas dengan Yesus dan kelahirannya? (5) Bagaimana pandangan Allah tentang kebiasaan memberi hadiah atau, lebih tepatnya, tukar-menukar hadiah pada waktu Natal?
Sekarang, mari kita bahas pertanyaan-pertanyaan ini berdasarkan Alkitab dan fakta sejarah.
(1) Apakah Yesus Lahir pada Tanggal 25 Desember?
Kebiasaan: Menurut tradisi, kelahiran Yesus terjadi dan dirayakan pada 25 Desember. Ensiklopedi Indonesia menjelaskan bahwa Natal adalah pesta peringatan hari kelahiran Yesus di Betlehem.
Asal usulnya: ”Proses penetapan tanggal 25 Desember tidak berdasarkan Alkitab,” kata The Christmas Encyclopedia, ”tetapi dari perayaan kafir Romawi yang diadakan pada akhir tahun”, sekitar waktu titik balik matahari pada musim dingin di Belahan Bumi Utara. Salah satunya ialah perayaan Saturnalia, untuk menghormati Saturnus, dewa pertanian, ”dan perayaan gabungan untuk dua dewa matahari, Sol dari Roma dan Mitra dari Persia”, kata ensiklopedia yang sama. Hari lahir kedua dewa itu dirayakan pada tanggal 25 Desember, titik balik matahari pada musim dingin menurut kalender Julius.
Perayaan-perayaan kafir itu mulai ”dikristenkan” pada tahun 350, sewaktu Paus Julius I menyatakan 25 Desember sebagai hari kelahiran Kristus. ”Kelahiran Kristus ini perlahan-lahan diterima atau menggantikan semua ritus titik balik matahari lainnya,” kata Encyclopedia of Religion. ”Lambang-lambang matahari semakin digunakan untuk menggambarkan Kristus yang telah dibangkitkan (yang juga disebut Sol Invictus), dan lambang kuno lingkaran matahari . . . menjadi lingkaran cahaya di kepala para santo Kristen.”
Apa kata Alkitab: Alkitab tidak menyebutkan tanggal kelahiran Yesus. Tetapi, kita bisa dengan yakin menyimpulkan bahwa ia tidak lahir pada 25 Desember. Mengapa? Alkitab memberi tahu kita bahwa sewaktu Yesus lahir, para gembala ”tinggal di tempat terbuka” menjaga kawanan mereka pada malam hari di daerah sekitar Betlehem. (Lukas 2:8) Musim hujan yang dingin biasanya dimulai pada bulan Oktober, dan para gembala—khususnya di dataran tinggi yang lebih dingin, misalnya di sekitar Betlehem—memasukkan domba-domba mereka ke dalam kandang pada malam hari agar terlindung. Cuaca paling dingin, yang adakalanya disertai turunnya salju, terjadi pada bulan Desember.a
Menarik bahwa orang Kristen masa awal, yang kebanyakan menyertai Yesus selama pelayanannya, tidak pernah merayakan kelahirannya pada tanggal mana pun. Sebaliknya, sesuai dengan perintah Yesus, mereka hanya memperingati kematiannya. (Lukas 22:17-20; 1 Korintus 11:23-26) Namun, ada yang mungkin mengatakan, ’Apakah keterkaitan Natal dengan kekafiran perlu dipersoalkan?’ Jawabannya? Ya, itu hal yang serius bagi Allah. ”Para penyembah yang benar akan menyembah Bapak dengan roh dan kebenaran,” kata Yesus Kristus.—Yohanes 4:23.
(2) ”Orang-Orang Majus”—Berapa Jumlahnya? Siapa Mereka?
Kebiasaan: Karena dibimbing oleh sebuah ”bintang” dari timur, tiga ’orang majus’ digambarkan memberikan hadiah kepada Yesus dalam palungan di sebuah kandang. Kadang-kadang diperlihatkan ada para gembala juga.
Asal usulnya: Selain apa yang dicatat secara singkat dalam Alkitab, ”segala yang ditulis tentang Orang Majus pada umumnya berasal dari legenda”, kata The Christmas Encyclopedia.
Apa kata Alkitab: Alkitab tidak menyebutkan jumlah ’orang majus’ yang mengunjungi Yesus. Mungkin saja dua, atau bisa saja tiga, empat, atau lebih. Ungkapan ”orang-orang majus” ini, yang digunakan dalam beberapa Alkitab, bahasa aslinya adalah magoi, yang berarti astrolog, ahli nujum atau tukang sihir—profesi yang menurut Alkitab ”memuakkan bagi Yehuwa”. (Ulangan 18:10-12) Oleh karena jauhnya perjalanan mereka dari Timur, para ahli nujum itu tidak sempat mengunjungi Yesus di kandang. Namun, barangkali setelah berbulan-bulan mengadakan perjalanan, mereka ”masuk ke dalam rumah” tempat Yesus tinggal. Di sana, mereka melihat ”anak kecil itu bersama Maria, ibunya”.—Matius 2:11.
(3) Bintang Apa yang Mengarahkan para Ahli Nujum Itu?
Petunjuknya didapat dari apa yang dilakukan oleh bintang itu. Sebagai contoh, bintang itu tidak mengarahkan mereka langsung ke Betlehem, tetapi ke Yerusalem, tempat Raja Herodes mendengar bahwa mereka bertanya-tanya tentang Yesus. Herodes kemudian ”dengan diam-diam memanggil ahli-ahli nujum itu”, yang memberi tahu dia tentang ”raja orang Yahudi” yang baru lahir. Selanjutnya, Herodes berkata, ”Carilah anak kecil itu dengan teliti, dan bila kamu telah menemukannya laporkanlah kembali kepadaku.” Tetapi, keingintahuan Herodes sama sekali tidak baik. Penguasa yang sombong dan kejam ini ingin sekali membunuh Yesus!—Matius 2:1-8, 16.
Menarik, ”bintang” itu kini mengarahkan para ahli nujum itu ke selatan, ke Betlehem. Lalu, bintang itu ”berhenti” di atas rumah tempat Yesus berada.—Matius 2:9, 10.
Jelas, itu bukan bintang biasa! Dan, untuk apa Allah, yang sebelumnya menggunakan malaikat untuk memberitahukan kelahiran Yesus kepada para gembala yang sederhana, kini menggunakan bintang untuk membimbing para ahli nujum yang kafir—mula-mula kepada musuh Yesus kemudian kepada anak itu? Satu-satunya kesimpulan yang masuk akal adalah bintang itu merupakan alat jahat Setan, yang mampu mewujudkan hal seperti itu. (2 Tesalonika 2:9, 10) Ironisnya, hiasan yang disebut bintang Betlehem biasa dipasang di puncak pohon Natal.
(4) Apa Hubungan Sinterklas dengan Yesus dan Kelahirannya?
Kebiasaan: Di banyak negeri, Sinterklas dianggap sebagai pembawa hadiah bagi anak-anak.b Anak-anak suka menulis surat kepada Sinterklas untuk meminta hadiah, yang konon dipersiapkan di markasnya di Kutub Utara dengan bantuan para kurcaci.
Asal usulnya: Menurut pandangan yang populer, asal usul mitos Sinterklas adalah Santo Nicholas, yakni Uskup Agung dari Mira di Asia Kecil, kini Turki. ”Hampir semua tulisan tentang St. Nicholas didasarkan atas legenda,” kata The Christmas Encyclopedia. Sebutan Sinterklas berasal dari kata Sinterklaas, pelesetan dalam bahasa Belanda untuk ”Santo Nicholas”. Dari sudut sejarah ataupun Alkitab, Sinterklas tidak ada hubungannya sama sekali dengan Yesus Kristus.
Apa kata Alkitab: ”Setelah kamu menyingkirkan dusta, katakanlah kebenaran, masing-masing kepada sesamanya.” ’Sesama’ terdekat kita adalah anggota keluarga kita. (Efesus 4:25) Alkitab juga mengatakan bahwa kita harus ’mengasihi kebenaran’, ”memperkatakan kebenaran dalam hati [kita]”. (Zakharia 8:19; Mazmur 15:2) Memang, mengatakan kepada anak-anak bahwa Sinterklas (atau Kristus cilik) membawa hadiah Natal tampaknya menyenangkan dan tidak membahayakan, tetapi apakah benar atau bijaksana jika kita mengelabui anak-anak kecil, sekalipun dengan niat baik? Menurut Anda, tidakkah ironis bahwa peristiwa yang seharusnya bertujuan menghormati Yesus digunakan untuk mengelabui anak-anak?
(5) Bagaimana Pandangan Allah tentang Kebiasaan Memberi Hadiah dan Berhura-hura Saat Natal?
Kebiasaan: Memberi hadiah saat Natal memang unik karena biasanya berupa tukar-menukar hadiah, dan minggu-minggu Natal bercirikan pesta, makan-makan, dan minum-minum.
Asal usulnya: Kemeriahan Saturnalia Romawi kuno dimulai pada tanggal 17 Desember dan berakhir pada tanggal 24, sewaktu ada tukar-menukar hadiah. Rumah-rumah dan jalan-jalan ingar bingar dengan suara orang yang makan-makan, minum-minum, dan berperilaku liar. Saturnalia disusul dengan festival untuk memperingati hari pertama Januari, yang biasanya berlangsung kira-kira tiga hari. Kedua perayaan itu kemungkinan besar membentuk satu kemeriahan gabungan.
Apa kata Alkitab: Sukacita dan kemurahan hati merupakan ciri ibadat sejati. ”Bergembiralah, hai, orang-orang yang adil-benar; dan bersoraklah dengan sukacita,” kata Alkitab. (Mazmur 32:11) Sukacita demikian sering dibarengi dengan kemurahan hati. (Amsal 11:25) ”Lebih bahagia memberi daripada menerima,” kata Yesus Kristus. (Kisah 20:35) Ia juga mengatakan, ”Praktekkanlah hal memberi”, atau jadikanlah hal itu bagian dari kehidupan Anda.—Lukas 6:38.
Memberi seperti itu sama sekali berbeda dengan memberi secara ritual atau karena keharusan, mungkin karena kebiasaan masyarakat. Untuk menggambarkan semangat kemurahan hati sejati, Alkitab menyatakan, ”Setiap orang harus memberi menurut kerelaan hatinya. Janganlah ia memberi dengan segan-segan atau karena terpaksa, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan senang hati.” (2 Korintus 9:7, Bahasa Indonesia Masa Kini) Orang yang mengindahkan prinsip Alkitab yang sangat bagus ini memberi karena terdorong oleh kemurahan hatinya, yang bisa dilakukan kapan saja sepanjang tahun. Yang pasti, memberi dengan cara ini diberkati Allah, dan tidak pernah membebani.
Suatu Tipu Daya!
Apabila diperiksa dengan menggunakan Alkitab, hampir setiap aspek Natal berasal dari kekafiran atau merupakan penyimpangan kisah Alkitab. Oleh karena itu, kebiasaan-kebiasaan Natal hanya labelnya saja Kristen. Bagaimana hal itu bisa terjadi? Berabad-abad setelah kematian Kristus, muncullah banyak guru palsu, tepat seperti yang Alkitab nubuatkan. (2 Timotius 4:3, 4) Alih-alih mengajarkan kebenaran, orang-orang yang tidak berprinsip itu lebih suka membuat Kekristenan berterima bagi masyarakat kafir. Karena itu, secara bertahap mereka mengadopsi perayaan agama kafir yang populer dan memberinya label ”Kristen”.
Alkitab memperingatkan bahwa guru-guru palsu itu ”akan memanfaatkan kamu dengan kata-kata yang memperdayakan. Tetapi bagi mereka, penghakiman yang telah dinyatakan sejak zaman dahulu itu tidak berlambat-lambat, dan kebinasaan atas mereka tidak tertunda”. (2 Petrus 2:1-3) Saksi-Saksi Yehuwa menganggap serius kata-kata itu—sebagaimana mereka menganggap serius seluruh Alkitab, yang mereka pandang sebagai Firman Allah yang tertulis. (2 Timotius 3:16) Karena itu, mereka menolak kebiasaan atau perayaan agama palsu. Apakah itu berarti mereka kehilangan kebahagiaan? Sama sekali tidak! Seperti yang akan kita lihat sekarang, mereka merasakan sendiri bahwa kebenaran Alkitab membebaskan!
[Catatan Kaki]
a Kelihatannya Yesus lahir pada bulan Etanim dalam kalender Yahudi kuno (September-Oktober).—Lihat karya referensi Pemahaman Alkitab, Jilid 2, halaman 1251, yang diterbitkan oleh Saksi-Saksi Yehuwa.
b Menurut laporan berita BBC, di beberapa negeri Eropa, misalnya Austria, Christkind, atau Kristus cilik, lebih ditunggu-tunggu daripada Sinterklas. Namun, tokoh ini juga tetap berkaitan dengan pemberian hadiah.
[Kotak/Gambar di hlm. 8]
LALANG DITABUR, LALANG DITUAI
Kalangan berwenang gereja pernah berperang ”habis-habisan melawan apa pun yang berbau kafir”, kata buku Christmas Customs and Traditions—Their History and Significance. Tetapi akhirnya, para pemimpin gereja lebih suka memenuhi bangku-bangku gereja daripada mengajarkan kebenaran. Karena itu, mereka mulai ”bermain mata” dengan berbagai kebiasaan kafir. Belakangan, mereka memeluknya.
’Apa yang kamu tabur, itu juga yang kamu tuai,’ kata Alkitab. (Galatia 6:7) Setelah menaburi ladang mereka dengan benih-benih kekafiran, gereja seharusnya tidak heran bahwa ”lalang” berkembang subur. Perayaan yang katanya menghormati kelahiran Yesus menjadi alasan untuk bermabuk-mabukan dan berpesta pora, mal-mal lebih disukai daripada gereja, keluarga terbelit utang untuk membeli hadiah, dan anak-anak tidak bisa membedakan mana dongeng dan mana realitas, mana Sinterklas dan mana Yesus Kristus. Ya, sungguh tepat jika Allah berfirman, ”Berhentilah menyentuh perkara yang najis.”—2 Korintus 6:17.
[Gambar di hlm. 7]
Minggu-minggu Natal, seperti perayaan Saturnalia kuno, bercirikan pesta, makan-makan, dan minum-minum
[Keterangan]
© Mary Evans Picture Library
-
-
”Kebenaran Itu Akan Memerdekakan Kamu”!Sedarlah!—2010 | Desember
-
-
”Kebenaran Itu Akan Memerdekakan Kamu”!
PERNYATAAN Yesus Kristus tersebut, yang terdapat dalam Alkitab di Yohanes 8:32, adalah kebenaran yang abadi. Kebenaran itu membebaskan kita dari takhayul serta kebiasaan yang tidak menyenangkan Allah dan merugikan kita. Berikut ini penuturan yang menunjukkan bagaimana kebenaran Alkitab membebaskan orang di berbagai negeri dari kebiasaan yang membebani sehubungan dengan Natal.
Kebenaran Alkitab Memerdekakan Mereka!
Argentina ”Keluarga kami telah dimerdekakan dari problem seputar makan minum berlebihan dan hadiah yang tidak sanggup kami beli,” kata Oscar.
Mario merasa sangat lega sewaktu apa yang ia istilahkan ”kebohongan Natal” disingkapkan kepadanya. ”Sekarang, saya merasakan sukacita ketika menyatakan penghargaan kepada orang lain dengan memberikan hadiah kapan pun dalam setahun dan sesuai dengan anggaran saya.”
Kanada ”Saya suka memberi dan menerima hadiah,” tulis Elfie. ”Tetapi, saya tidak suka pemberian yang dilakukan dengan terpaksa. Sewaktu keluarga saya tidak lagi merayakan Natal, rasanya seperti lepas dari stres!”
Ulli, salah seorang anak perempuan Elfie, mengenang, ”Setelah orang tua saya tidak lagi merayakan Natal, mereka suka memberi kami kejutan berupa kegiatan seru atau hadiah kapan saja sepanjang tahun, dan kami menyukainya! Kalau ada teman sekelas yang bertanya, ’Dalam rangka apa?’ kami dengan bangga mengatakan, ’Tidak dalam rangka apa-apa!’ Tapi, transisi untuk hidup sesuai dengan kebenaran Alkitab tidaklah mudah bagi orang tua kami, karena itu berarti tentangan dan tekanan keluarga. Namun, mereka tetap teguh. Tekad mereka untuk beribadat dengan cara yang diperkenan Allah Yehuwa besar pengaruhnya atas diri saya.”
Bagi Silvia, berhenti merayakan Natal ”sungguh melegakan”. Ia berkata, ”Setelah itu saya merasa amat bahagia! Saya tahu saya menyenangkan Allah Yehuwa, dan perasaan itu lebih membahagiakan daripada seribu kali merayakan Natal.”
Kenya Peter menulis, ”Sewaktu masih merayakan Natal, utang saya banyak untuk membeli hadiah dan makanan yang mewah. Tentu saja, setelah itu saya harus bekerja lembur, yang membuat saya jarang bertemu keluarga. Senang rasanya dibebaskan dari semua itu!”
”Saya memberi—dan menerima—hadiah dari keluarga dan teman kapan saja,” kata Carolyne. ”Menurut saya, hadiah tak terduga semacam itu, yang diberikan dari hati yang tulus, jauh lebih baik.”
Jepang ”Anak-anak kami,” tulis Hiroshi dan Rie, ”belum sampai punya kebiasaan mengharapkan hadiah yang mereka anggap sudah semestinya. Kami sebagai orang tua pun bahagia karena mereka mengerti bahwa memberi itu harus dari hati.”
Keiko mengingat, ”Dulu, keluarga kami merayakan Natal. Setelah memastikan putra kami sudah tidur, saya dan suami menaruh hadiah di samping ranjangnya. Pagi harinya, kami akan mengatakan, ’Karena kamu sudah jadi anak yang baik, Sinterklas memberi kamu hadiah.’ Setelah saya mengetahui kebenaran tentang Natal dan menceritakan hal itu kepada putra kami, ia terkejut dan menangis. Pada saat itu saya sadar bahwa Natal tidaklah seindah yang digambarkan selama ini. Sebaliknya, itu dusta, dan dengan melestarikan dusta itu, saya merasa telah mengkhianati putra saya.”
Filipina Dave mengatakan, ”Sulit untuk menuangkan lewat tulisan sukacita yang Yehuwa berikan kepada kami melalui kebenaran murni dalam Alkitab. Apabila kami memberikan hadiah kepada anggota keluarga yang lain, kami tidak mengharapkan balasan. Dan, kami memberi dari hati.”
Orang-orang yang kata-katanya dikutip di atas hanyalah sedikit dari jutaan orang yang telah merasakan sendiri bahwa kebenaran Alkitab itu memerdekakan. Dan, yang lebih penting lagi, apabila kita hidup sesuai dengan kebenaran itu, kita membuat hati Allah bersukacita. (Amsal 27:11) Yesus Kristus mengatakan, ”Para penyembah yang benar akan menyembah Bapak dengan roh dan kebenaran, karena, sesungguhnya, Bapak mencari orang-orang yang seperti itu supaya mereka menyembah dia.” (Yohanes 4:23) Apabila Allah menilik hati Anda, apakah Ia melihat seseorang yang mendambakan kebenaran? Kami harap Anda dengan tegas menjawab ya!
[Gambar di hlm. 9]
Orang Kristen memberi karena kasih dan kapan saja sepanjang tahun
-