PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • Semangat Natal Kian Pudar?
    Menara Pengawal—2012 | 1 Desember
    • Semangat Natal Kian Pudar?

      ”Kita sering terjebak dalam ingar bingar Natal. Waktu biasanya habis untuk mengurus berbagai kesibukan yang sudah menjadi tradisi, dan waktu yang seharusnya dikhususkan untuk keluarga dan sahabat pun tersita. Kebahagiaan yang seharusnya kita rasakan kadang malah tertutup oleh stres yang kita alami.”​—MANTAN GUBERNUR OKLAHOMA [AS] BRAD HENRY, 23 DESEMBER 2008.

      SERAYA Natal mendekat, musik, film, dan acara TV menonjolkan suasana liburan yang meriah dan semarak, yang sering disebut semangat Natal. Namun, dari hal-hal di bawah ini, mana yang menurut Anda seharusnya menjadi bagian terpenting dari semangat Natal? Apakah itu

      • Mengenang Yesus Kristus?

      • Berbagi kebahagiaan dengan memberi?

      • Membantu yang membutuhkan?

      • Menikmati waktu bersama keluarga?

      • Menggalang perdamaian?

      Seperti kata-kata mantan Gubernur Henry, banyak orang yang merayakan Natal merasa sulit untuk mencapai hal-hal di atas selama liburan akhir tahun. Pada hari-hari tersebut, kesibukan dan stres memuncak, terutama karena kegiatan berbelanja. Apakah memang mustahil meraih kebahagiaan dan kasih yang seharusnya menjadi bagian dari semangat Natal?

      Alkitab memang menganjurkan kita semua untuk mengenang Yesus Kristus, murah hati, membantu yang membutuhkan, dan menikmati waktu bersama keluarga. Kita juga diajar untuk suka damai. Maka, seri artikel ini tidak akan membahas alasannya beberapa orang tidak merayakan Natal,a tetapi mengulas pertanyaan-pertanyaan berikut:

      • Menurut beberapa orang, apa seharusnya alasan untuk merayakan Natal?

      • Mengapa tidak mudah untuk mencapai hal-hal yang diharapkan saat Natal?

      • Prinsip Alkitab mana yang telah membantu jutaan orang menemukan sesuatu yang lebih baik daripada Natal?

      a Untuk mengetahui dari Alkitab alasannya beberapa orang memutuskan tidak merayakan Natal, lihat artikel ”Pembaca Bertanya​—Mengapa Beberapa Orang Tidak Merayakan Natal?”

  • Mengenang Yesus Kristus
    Menara Pengawal—2012 | 1 Desember
    • Mengenang Yesus Kristus

      ”Teruslah lakukan ini sebagai peringatan akan aku.”​—LUKAS 22:19.

      Alasan beberapa orang merayakan Natal.

      Beberapa orang mengatakan bahwa Yesus-lah alasan untuk merayakan Natal. Mereka merayakan Natal untuk memperingati hari kelahirannya.

      Mengapa tidak mudah?

      Lagu-lagu Natal yang terkenal dan tradisi Natal tidak banyak berkaitan dengan Yesus. Jutaan orang yang memperingati hari raya ini tidak beriman kepadanya; beberapa bahkan tidak percaya bahwa ia pernah hidup. Dalam dunia komersial, Natal menjadi hari raya untuk mengiklankan barang, bukannya momen untuk mengenang Yesus.

      Prinsip Alkitab mana yang bisa membantu?

      ’Putra manusia datang untuk memberikan jiwanya sebagai tebusan untuk penukar bagi banyak orang.’ (Markus 10:45) Jelaslah, kata-kata Yesus yang dikutip di awal artikel ini ia ucapkan bukan pada hari kelahirannya, melainkan pada malam sebelum kematiannya. Malam itu, ia menetapkan suatu upacara sederhana untuk memperingati kematiannya. Tetapi, mengapa Yesus ingin agar pengikutnya mengenang kematiannya, bukan kelahirannya? Karena korban tebusan Yesus membuka jalan bagi manusia yang taat untuk hidup abadi. ”Upah yang dibayarkan oleh dosa adalah kematian,” kata Alkitab, ”tetapi karunia yang Allah berikan adalah kehidupan abadi melalui Kristus Yesus, Tuan kita.” (Roma 6:23) Maka, setiap tahun pada tanggal kematiannya, para pengikut Yesus mengenang dia bukan sebagai bayi yang tak berdaya, melainkan sebagai ”juru selamat dunia”.​—Yohanes 4:42.

      ”Kristus menderita bagimu, meninggalkan bagimu suatu model agar kamu mengikuti langkah-langkahnya dengan saksama.” (1 Petrus 2:21) Untuk menghormati dan mengenang Yesus, Anda hendaknya mempelajari teladannya sebagai pria yang sempurna. Selain itu, renungkan caranya Yesus menunjukkan keibaan hati, kesabaran, serta keberanian untuk melakukan yang benar, dan carilah kesempatan untuk meniru dia dalam kehidupan Anda.

      ”Kerajaan dunia menjadi kerajaan Tuan kita dan Kristusnya, dan ia akan memerintah sebagai raja, kekal selama-lamanya.” (Penyingkapan [Wahyu] 11:15) Sewaktu mengingat Yesus Kristus, bayangkan apa yang ia lakukan sekarang. Yesus sedang memerintah sebagai Raja di surga. Firman Allah bernubuat tentang Yesus, ”Ia akan menghakimi orang kecil dengan keadilbenaran, dan dengan kelurusan hati ia akan memberikan teguran demi orang-orang yang lembut hati di bumi.” (Yesaya 11:4) Sifat-sifat baik tersebut hanya dapat dimiliki seorang Raja yang berkuasa, bukan bayi yang baru lahir.

  • Kebahagiaan Memberi
    Menara Pengawal—2012 | 1 Desember
    • Kebahagiaan Memberi

      ”Lebih bahagia memberi daripada menerima.”​—KISAH 20:35.

      Alasan beberapa orang merayakan Natal.

      Seperti yang Yesus katakan, memberi bisa membuat si pemberi dan si penerima bahagia. Demi mendapatkan kebahagiaan tersebut, banyak orang merasa bahwa memberi hadiah adalah salah satu ciri terpenting dari Natal. Misalnya, bahkan pada krisis ekonomi tahun lalu, sebuah survei menyatakan bahwa setiap rumah tangga di Irlandia menghabiskan lebih dari 500 euro (sekitar 6 juta rupiah) untuk membeli hadiah Natal.

      Mengapa tidak mudah?

      Banyak orang merasa bahwa memberikan hadiah Natal lebih mendatangkan stres ketimbang kebahagiaan. Mengapa? Mereka merasa harus membeli hadiah meski itu di luar kesanggupan mereka. Dan, karena orang-orang berbelanja pada waktu yang sama, kerumunan orang dan antrean panjang menjadikan berbelanja suatu kegiatan yang menjengkelkan.

      Prinsip Alkitab mana yang bisa membantu?

      ”Praktekkanlah hal memberi,” kata Yesus.a (Lukas 6:38) Menurut Yesus, hadiah tidak harus diberikan pada waktu-waktu tertentu saja, ketika orang-orang diharapkan untuk memberi. Ia mendesak para pengikutnya untuk memberi hadiah secara spontan, menjadikan hal itu suatu kebiasaan.

      ”Hendaklah masing-masing melakukan sebagaimana yang telah ia putuskan dalam hatinya, tidak dengan enggan atau dengan terpaksa, karena Allah mengasihi pemberi yang bersukacita.” (2 Korintus 9:7) Sebuah ulasan Alkitab menjelaskan bahwa inti nasihat ini adalah ”pemberian tidak boleh diberikan ’dengan terpaksa’, karena seseorang merasa wajib memberi”. Menjadi ”pemberi yang bersukacita” berarti tidak merasa terpaksa untuk memberi pada saat tertentu. Yang biasanya terjadi saat memberi hadiah Natal adalah yang sebaliknya.

      ”Jika kamu sudah bersedia, hal itu khususnya diperkenan, berdasarkan apa yang dimiliki seseorang, bukan yang tidak dimiliki seseorang.” (2 Korintus 8:12) Allah tidak meminta orang Kristen untuk berutang agar bisa membeli hadiah yang mahal. Sebaliknya, jika seseorang memberi ’berdasarkan apa yang dimilikinya’, hadiah itu tidak saja cukup baik, tetapi ”khususnya diperkenan” Allah. Sungguh melegakan. Hal ini benar-benar berbeda dengan pesan ”beli sekarang, bayar belakangan” yang dipromosikan selama perayaan ini!

      a Beberapa terjemahan Alkitab hanya mengatakan, ”Berilah.” Tetapi, dalam bahasa Yunani aslinya, kata kerja itu menunjukkan kegiatan yang terus-menerus. Untuk mengungkapkan sepenuhnya makna kata yang Yesus gunakan, Terjemahan Dunia Baru menerjemahkannya menjadi ”praktekkanlah hal memberi”.

  • Membantu Yang Membutuhkan
    Menara Pengawal—2012 | 1 Desember
    • Membantu Yang Membutuhkan

      ”Ia yang matanya ramah akan diberkati, karena ia telah memberikan makanannya kepada orang kecil.”​—AMSAL 22:9.

      Alasan beberapa orang merayakan Natal.

      Karena Yesus membantu orang-orang yang miskin, sakit, dan menderita, beberapa orang ingin meniru teladannya. Menurut mereka, Natal adalah saat terbaik karena pada saat itu, badan-badan amal lebih giat menggalang dana.

      Mengapa tidak mudah?

      Selama liburan akhir tahun, banyak orang disibukkan dengan berbelanja, bersenang-senang, dan mengunjungi teman serta keluarga. Mereka pun kehabisan waktu, tenaga, atau uang untuk membantu yang miskin dan membutuhkan. Akhirnya, mereka sekadar memberikan sumbangan.

      Prinsip Alkitab mana yang bisa membantu?

      ”Jangan menahan kebaikan dari orang yang berhak atasnya, apabila engkau memiliki kuasa untuk melakukannya.” (Amsal 3:27) Orang yang miskin, kelaparan, dan malang tidak hanya menderita pada saat Natal. Apabila Anda melihat ada yang membutuhkan bantuan dan Anda ”memiliki kuasa” untuk membantu, mengapa menunggu sampai akhir tahun untuk bertindak? Kebaikan hati dan belas kasihan Anda akan diberkati.

      ”Pada hari pertama setiap minggu, hendaklah kamu masing-masing, di rumahnya sendiri, menyisihkan sesuatu sebagai simpanan sesuai dengan kesejahteraan setiap orang.” (1 Korintus 16:2) Rasul Paulus memberikan nasihat itu kepada orang Kristen masa awal yang ingin membantu orang miskin. Dapatkah Anda ”menyisihkan”, atau menganggarkan, sebagian uang untuk diberikan secara rutin kepada individu atau organisasi yang menggunakan uang itu dengan baik? Dengan begitu, Anda tetap bisa membantu yang membutuhkan berdasarkan apa yang sanggup Anda berikan.

      ”Jangan lupa melakukan apa yang baik dan berbagi dengan orang-orang lain, karena Allah senang akan korban-korban yang demikian.” (Ibrani 13:16) Perhatikan bahwa selain ”berbagi dengan orang-orang lain”, kita juga harus ingat untuk ”melakukan apa yang baik”, atau memberikan bantuan. Misalnya, orang tua yang bijaksana melatih anak-anak untuk membantu kaum lansia dengan kegiatan sehari-hari; menghibur orang sakit dengan menjenguk, menelepon, atau mengirim kartu; dan menunjukkan perhatian kepada anak-anak lain yang miskin atau cacat. Jadi, anak-anak akan belajar baik hati dan suka memberi sepanjang tahun.

      Orang tua yang bijaksana melatih anak-anak untuk membantu kaum lansia, orang sakit, dan anak-anak lain yang kurang beruntung. Jadi, anak-anak akan belajar baik hati dan suka memberi sepanjang tahun

  • Berkumpul Bersama Keluarga
    Menara Pengawal—2012 | 1 Desember
    • Berkumpul Bersama Keluarga

      ”Lihat! Betapa baik dan menyenangkan apabila saudara-saudara tinggal bersama dalam persatuan!”​—MAZMUR 133:1.

      Alasan beberapa orang merayakan Natal.

      Karena seluruh bangsa Israel adalah keturunan dari satu orang, yaitu Yakub, atau Israel, mereka semua ’bersaudara’, anggota dari satu keluarga. Ketika mereka berkumpul untuk perayaan di Yerusalem, hal itu ”baik dan menyenangkan”. Seperti mereka, banyak keluarga menantikan saatnya berkumpul dan menikmati waktu yang ”baik dan menyenangkan” pada waktu Natal.

      Mengapa tidak mudah?

      Encyclopedia of Christmas and New Year’s Celebrations mengakui, ”Problem-problem kecil yang bergolak di bawah permukaan pada waktu-waktu lain sering kali meledak sewaktu keluarga berkumpul di masa liburan Natal.”

      Prinsip Alkitab mana yang bisa membantu?

      ”Terus membayar apa yang terutang kepada orang-tua dan kakek-nenek.” (1 Timotius 5:4) Sebisa mungkin, kunjungilah keluarga Anda secara rutin. Jika kerabat Anda tinggal di tempat yang jauh, Anda masih bisa sering berkomunikasi. Anda bisa menulis surat, menelepon, mengirim e-mail, atau mengobrol lewat Internet. Komunikasi rutin dapat meminimalkan kesalahpahaman.

      ”Hanya ada tempat yang sempit dalam diri kamu sehubungan dengan kasih sayang yang lembut. . . . Bukalah dirimu lebar-lebar.” (2 Korintus 6:12, 13) Kerabat yang hanya bertemu sekali setahun bisa dengan mudah terlupakan​—khususnya bagi anak-anak. Beberapa anak sulit akrab dengan kakek-nenek atau kerabat jauh mereka. Maka, anjurkan anak-anak ’membuka diri lebar-lebar’ untuk menyayangi kerabat mereka, termasuk yang lansia.a Anak-anak yang sering bersama kaum lansia biasanya akan lebih berempati dan menghargai orang-orang yang lebih tua.

      ”Sepatah kata pada waktu yang tepat oh, betapa baiknya!” (Amsal 15:23) Bagaimana agar kesalahpahaman atau masalah tidak sampai merusak hubungan keluarga? Salah satu caranya adalah memilih ”waktu yang tepat” untuk membahas masalah yang perlu. Jika komunikasi lancar, Anda akan merasa lebih mudah untuk mendekati anggota keluarga guna menyelesaikan masalah apa pun serta menikmati waktu yang ”baik dan menyenangkan” ketika berkumpul bersama keluarga.

      a Lihat artikel ”Mengapa Saya Harus Akrab dengan Kakek dan Nenek?” dan ”Bagaimana Saya Dapat Lebih Akrab dengan Kakek dan Nenek?” di Sedarlah! 22 April dan 22 Mei 2001 yang diterbitkan oleh Saksi-Saksi Yehuwa.

  • ”Damai di Bumi”
    Menara Pengawal—2012 | 1 Desember
    • ”Damai di Bumi”

      ”Kemuliaan bagi Allah di tempat tertinggi di atas, dan damai di bumi di antara orang-orang yang mendapat perkenan.”​—LUKAS 2:14.

      Alasan beberapa orang merayakan Natal.

      Setiap tahun, sri paus dan para pemimpin agama lainnya mengumandangkan pesan perdamaian, berharap Natal akan memenuhi pernyataan dari malaikat yang berseru, ”Damai di bumi di antara orang-orang yang mendapat perkenan.” Beberapa orang bahkan berziarah untuk merayakannya.

      Mengapa tidak mudah?

      Perdamaian saat Natal hanya bersifat sementara. Misalnya, pada Desember 1914, ketika Perang Dunia I berkecamuk di Eropa, pasukan Inggris dan Jerman keluar dari parit perlindungan dan merayakan Natal bersama-sama. Mereka saling berbagi makanan, minuman, dan rokok. Mereka bahkan bermain bola. Tetapi, perdamaian itu tidak bertahan lama. Dalam sebuah surat dari garis depan, seorang prajurit Inggris menceritakan perkataan seorang prajurit Jerman kepadanya, ”Hari ini kita berdamai. Besok, kamu berperang demi negaramu; aku berperang demi negaraku.”

      Prinsip Alkitab mana yang bisa membantu?

      ”Seorang anak telah lahir bagi kita . . . Ia akan dinamai . . . Pangeran Perdamaian. Kekuasaannya yang sangat besar sebagai pangeran dan perdamaian tidak akan ada akhirnya.” (Yesaya 9:6, 7) Bukankah nubuat tentang Yesus ini menenteramkan? Yesus lahir di bumi untuk mendatangkan perdamaian bukan untuk satu hari saja setiap tahun. Sebagai Penguasa surgawi, ia akan mendatangkan perdamaian sejati yang tidak akan pernah berakhir.

      ”Dengan perantaraanku [Yesus] kamu memperoleh kedamaian. Dalam dunia kamu mengalami kesengsaraan, tetapi tabahlah! Aku telah menaklukkan dunia.” (Yohanes 16:33) Bahkan sekarang, Yesus membantu para pengikutnya untuk berdamai. Memang, orang Kristen mengalami kesengsaraan. Tetapi, karena Alkitab, mereka mengerti alasan di balik penderitaan dan bagaimana Yesus akan mendatangkan kedamaian abadi. Jadi, mereka bisa menikmati kedamaian pikiran.

      Dengan mengikuti kata-kata Yesus, Saksi-Saksi Yehuwa​—tidak soal kebangsaan, warna kulit, budaya, atau bahasa—​menikmati kedamaian tersebut. Anda bisa melihatnya sendiri dengan menghadiri pertemuan mereka di Balai Kerajaan. Mungkin, seperti banyak orang lainnya, Anda akan setuju bahwa kedamaian tersebut lebih baik daripada kedamaian apa pun yang bisa dihasilkan Natal.

      Saksi-Saksi Yehuwa menikmati kedamaian tidak soal warna kulit atau bahasa mereka. Anda bisa melihatnya sendiri dengan menghadiri pertemuan di Balai Kerajaan

  • Mereka Menemukan Yang Lebih Baik
    Menara Pengawal—2012 | 1 Desember
    • Mereka Menemukan Yang Lebih Baik

      JUTAAN orang Kristen memilih untuk tidak merayakan Natal. Bagaimana perasaan mereka atas keputusan itu? Apakah mereka merasa rugi karena tidak bisa ikut bersenang-senang? Apakah anak-anak merasa orang tua mereka menahan sesuatu yang baik? Perhatikan apa kata Saksi-Saksi Yehuwa di berbagai bagian dunia tentang hal ini.

      Mengenang Yesus Kristus: ”Sebelum menjadi Saksi Yehuwa, saya jarang ke gereja, paling-paling hanya saat Natal atau Paskah. Tetapi pada saat-saat itu pun, saya tidak benar-benar memikirkan Yesus Kristus. Sekarang, saya tidak lagi merayakan Natal, tetapi saya menghadiri pertemuan Kristen dua kali seminggu dan bahkan mengajar orang-orang tentang Yesus dari Alkitab!”​—EVE, AUSTRALIA.

      Kebahagiaan memberi: ”Aku senang kalau ada orang yang tahu-tahu kasih aku hadiah. Aku suka banget kejutan! Aku juga suka bikin kartu dan gambar buat orang lain, karena itu bisa bikin mereka senang dan aku pun ikut senang.”​—REUBEN, IRLANDIA UTARA.

      Membantu yang membutuhkan: ”Kami suka membuat makanan untuk yang sakit. Kadang, kami membawa bunga, kue, atau hadiah kecil agar mereka terhibur. Kami senang karena bisa melakukannya kapan pun sepanjang tahun.”​—EMILY, AUSTRALIA.

      Berkumpul bersama keluarga: ”Keluarga kami sering berkumpul, jadi anak-anak mengenal om, tante, kakek, nenek, dan sepupu mereka dalam suasana santai. Karena kami tidak terikat dengan hari raya tertentu, kami tidak merasa terbebani, dan keluarga kami tahu bahwa kami berkunjung karena kami sayang mereka.”​—WENDY, KEPULAUAN CAYMAN.

      Perdamaian: ”Saat Natal, sepertinya ada banyak sekali kesibukan sehingga hanya sedikit orang yang memikirkan soal kedamaian. Setelah mempelajari janji Alkitab bagi manusia, saya merasa lega. Kini, saya mengerti bahwa anak-anak saya akan menikmati masa depan yang menyenangkan.”​—SANDRA, SPANYOL.

  • Mengapa Beberapa Orang Tidak Merayakan Natal?
    Menara Pengawal—2012 | 1 Desember
    • Pembaca Bertanya . . .

      Mengapa Beberapa Orang Tidak Merayakan Natal?

      Di seluruh dunia, hampir dua miliar orang merayakan Natal setiap 25 Desember, dan ada setidaknya 200 juta orang yang merayakan kelahiran Yesus Kristus pada 7 Januari. Namun, ada jutaan orang lainnya yang tidak mau merayakannya sama sekali. Mengapa?

      Satu alasannya, mereka mungkin tergabung dalam agama di luar Kristen. Beberapa di antaranya adalah agama Yahudi, Hindu, atau Shinto. Yang lain, seperti orang ateis, agnostik, penganut kebebasan berpikir, atau humanis sekuler, memandang kisah Natal sebagai mitos belaka.

      Tetapi yang menarik, ada cukup banyak orang yang percaya kepada Yesus tetapi menolak berbagai tradisi seputar Natal. Mengapa? Setidaknya ada empat alasan yang mereka berikan.

      Pertama, mereka tidak percaya bahwa Yesus lahir pada bulan Desember ataupun Januari. Alkitab tidak memberitahukan tanggal tertentu. Yang ditulis hanyalah, ”Di daerah yang sama itu juga ada gembala-gembala yang tinggal di tempat terbuka dan sedang menjalankan giliran jaga atas kawanan mereka pada waktu malam. Dan tiba-tiba malaikat Yehuwa berdiri di dekat mereka, dan . . . malaikat itu mengatakan kepada mereka, ’. . . Telah lahir bagi kamu hari ini seorang Juru Selamat, yang adalah Kristus Tuan.’”​—Lukas 2:8-11.

      Fakta menunjukkan bahwa Yesus lahir kira-kira pada awal Oktober ketika para gembala dan kawanan masih berada di padang pada waktu malam. Cuaca di daerah sekitar Betlehem sangat dingin selama bulan Desember dan Januari. Maka, agar kawanan tetap hangat pada malam hari, kawanan digiring ke dalam kandang yang terlindung.

      Alasan kedua: Satu-satunya peristiwa yang Yesus perintahkan secara spesifik untuk diperingati oleh para pengikutnya adalah kematiannya, bukan kelahirannya, dan ini dilakukan dengan sederhana. (Lukas 22:19, 20) Perhatikan juga bahwa Injil Markus dan Yohanes tidak memberikan keterangan tentang kelahiran Yesus.

      Satu-satunya peristiwa yang Yesus perintahkan secara spesifik untuk diperingati oleh para pengikutnya adalah kematiannya, bukan kelahirannya

      Alasan ketiga: Tidak ada bukti sejarah bahwa orang Kristen masa awal merayakan kelahiran Kristus. Tetapi, mereka memang memperingati kematiannya. (1 Korintus 11:23-26) Lebih dari 300 tahun setelah kelahiran Yesus, barulah mereka yang mengaku Kristen secara resmi mulai merayakan Natal pada 25 Desember. Menarik, pada pertengahan abad ke-17, parlemen Inggris melarang Natal dirayakan. Di Amerika Serikat, Dewan Massachusetts juga melakukan hal yang sama. Mengapa? Buku The Battle for Christmas mengatakan, ”Tidak ada alasan dari Alkitab atau sejarah yang menunjukkan bahwa Yesus lahir pada 25 Desember.” Buku itu juga menambahkan bahwa bagi kaum Puritan, ”Natal tak lain adalah perayaan kafir yang bersalutkan pernis Kekristenan.”

      Sekarang kita sampai ke alasan yang keempat: Asal usul perayaan tersebut tidak baik. Natal ternyata berasal dari kekafiran Romawi, yaitu gabungan perayaan untuk menghormati dewa pertanian Saturnus dan dewa matahari Sol Invictus, atau Mitra. Antropolog Christian Rätsch dan Claudia Müller-Ebeling, yang bersama-sama menulis buku Pagan Christmas, menyatakan, ”Seperti halnya banyak kepercayaan dan kebiasaan pra-Kristen, perayaan kuno untuk memperingati kembalinya matahari setiap tahun telah diubah menjadi perayaan kelahiran Kristus.”

      Kini, Anda dapat mengetahui alasan-alasan orang Kristen sejati tidak merayakan Natal.

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan