PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • Natal—Benarkah Harganya Lebih Mahal daripada yang Anda Pikir?
    Sedarlah!—1993 | 8 November
    • Natal—Benarkah Harganya Lebih Mahal daripada yang Anda Pikir?

      ”MAMA, Papa​—apakah Sinterklas benar-benar ada?” Itu adalah saat yang menentukan yang dikhawatirkan banyak orang-tua. Dengan perasaan kecewa bercampur sakit hati yang terpancar di matanya, Jimmy yang berusia tujuh tahun meminta kepastian bahwa tokoh khayalan yang membawa semua hadiah yang bagus itu benar-benar ada​—dan bahwa orang-tuanya tidak mendustainya.

      Ternyata, anak tetangga sebelah rumah yang menyingkapkan kebenaran yang tidak menyenangkan itu, dan membuat orang-tua tadi terpojok. Barangkali, di masa kecil, Anda mengalami hal serupa.

      Perayaan hari raya dewasa ini lebih daripada sekadar peringatan keagamaan. Tampaknya, Natal telah diterima di beberapa tempat yang tidak disangka akan menyukainya. Buddhis di Jepang, animis di Afrika, orang Yahudi di Amerika, dan muslimin di Singapura tampaknya telah membuka pintu bagi pria gemuk berbaju merah yang membawa hadiah. Seorang pemimpin agama bertanya, ”Bukankah Natal telah menjadi hari raya universal yang diperingati oleh semua orang?”

      Di mata banyak orang, Natal telah menanggalkan kostum ”Kristen” Baratnya dan menjadi kesempatan meriah bagi semua orang untuk bersenang-senang. Anak-anak menjadi pusat perhatian pada perayaan itu. Beberapa orang bahkan berani mengatakan bahwa kehidupan seorang anak belum lengkap tanpa kegembiraan yang istimewa dari hari raya ini. Tampaknya, Natal telah mapan. Kurikulum sekolah menjadikannya sebagai pusat kegiatan siswa. TV mengagungkannya. Pusat-pusat pertokoan dan toko serba ada ikut menyemarakkannya. Orang-tua mencurahkan banyak waktu dan uang demi Natal. Namun, selain akibat yang umum berupa lilitan utang, apakah ada harga yang lebih mahal yang harus dibayar keluarga Anda?

      Mitos Sinterklas​—Merusak Kepercayaan?

      ”Saya tidak percaya bahwa Allah ada,” kata John yang berusia tujuh tahun kepada ibunya. Sebuah artikel di World Herald menjelaskan alasannya, ”Sebelumnya pada hari yang sama, rupanya John mengetahui bahwa Sinterklas sebenarnya tidak ada. Mungkin, Allah pun sebenarnya tidak ada, katanya kepada ibunya.” Ketika mengenang kekecewaannya semasa kecil, John yang kini berusia 25 tahun mengatakan, ”Apabila orang-tua memberi tahu anak-anak bahwa Sinterklas benar-benar ada, saya pikir hal itu barangkali merusak kepercayaan.”

      Apa yang harus dilakukan berkenaan situasi yang peka ini? Para pakar pendidikan anak tidak sependapat satu sama lain. Seorang pakar menganjurkan orang-tua untuk menceritakan hal yang sebenarnya kepada anak-anak mereka pada usia enam atau tujuh tahun, sambil memperingatkan bahwa ”pikiran anak-anak mungkin akan benar-benar terancam bahaya jika orang-tua berkeras melestarikan mitos tersebut”.

      Dalam buku Why Kids Lie​—How Parents Can Encourage Truthfulness, Dr. Paul Ekman menyatakan, ”Tidak diragukan bahwa Anda sebagai orang-tua memiliki pengaruh besar atas anak-anak Anda sehubungan sikap, kepercayaan, dan tindakan sosial seperti berdusta atau menipu.” Ekman melanjutkan, ”Hubungan mungkin akan berubah begitu suatu dusta telah merusak kepercayaan. Hilangnya kepercayaan sulit diperbaiki; kadang-kadang hal itu tidak pernah dapat diperbaiki.” Jadi, untuk apa terus menipu sehubungan dengan pemberian hadiah pada hari raya?

      Seorang peneliti masalah anak-anak menyatakan, ”Saya pikir anak-anak akan lebih cenderung mengalami trauma karena orang-tua mendustai dan menipu mereka, daripada karena mereka mendapat penjelasan bahwa Sinterklas sebenarnya tidak ada.” Dr. Judith A. Boss, profesor ilmu filsafat, menyatakan, ”Niat orang dewasa . . . adalah dengan sengaja menyesatkan anak-anak mengenai keadaan Sinterklas. . . . Sewaktu memberi tahu anak-anak bahwa Sinterklas adalah manusia nyata, sebenarnya kita bukannya menggunakan imajinasi anak. Kita justru berdusta kepada mereka.”

      Jika Anda adalah orang-tua, Anda menghadapi tantangan berat​—untuk membesarkan anak-anak yang pengasih dan berbahagia dalam suatu dunia tempat mereka sejak dini belajar bahwa orang-orang tidak dapat dipercaya. ”Jangan berbicara kepada orang yang tak dikenal.” ”Kita tidak bisa percaya akan setiap hal yang diiklankan di TV.” ”Beri tahu mereka Mama sedang pergi.” Bagaimana seorang anak tahu siapa yang harus ia percaya? Buku How to Help Your Child Grow Up menyatakan, ”Anak kecil harus belajar sejak dini mengenai perlunya dan indahnya kejujuran, keberanian, sikap hormat dalam berurusan dengan orang lain; dan di rumahlah hal-hal ini dimulai.”

      Tentu saja, tidak ada keluarga yang benar-benar sempurna. Akan tetapi, penulis bernama Dolores Curran mulai mengenali ciri-ciri keluarga yang kokoh. Ia meminta 551 spesialis keluarga dalam berbagai bidang untuk memilih aspek-aspek yang paling penting. Penemuannya, dalam buku Traits of a Healthy Family (Ciri Keluarga yang Sehat), membahas 15 sifat yang diseleksi oleh para pakar. Ciri nomor empat adalah ”rasa percaya”. ”Dalam keluarga yang sehat,” katanya, ”kepercayaan diakui sebagai harta yang berharga, yang dikembangkan dan dipelihara dengan hati-hati seraya anak maupun orang-tua membuat kemajuan melalui berbagai tahap kehidupan keluarga yang dijalani bersama.”

      Adalah bijaksana bagi orang-tua untuk bertanya, ’Apakah melestarikan mitos Sinterklas sebanding harganya dengan kepercayaan anak saya kepada saya?’ Sekali sang anak tidak percaya kepada Anda, mungkin tidak ada yang dapat menggantikan kepercayaan itu. Apakah dalam perayaan Natal terdapat biaya-biaya tersembunyi lainnya?

      Terlalu Banyak Memberi?

      ”Sejak anak masih bayi mulailah memberi apa saja yang diinginkannya. Dengan cara ini ia akan percaya bahwa dunia ini berkewajiban menunjang kehidupannya,” kata pamflet 12 Rules for Raising Delinquent Children (12 Cara untuk Mendidik Anak Menjadi Nakal). Menekankan perkara materi secara berlebihan dapat benar-benar berbahaya.

      Maureen Orth, seorang penulis dan juga seorang ibu, bertanya, ”Bagaimana kita dapat menanamkan nilai-nilai dan karakter dalam dunia yang materialistis seperti yang kita diami sekarang, tempat konsumsi dan ketamakan tampak begitu diagungkan, sering kali tanpa disadari?” Dalam artikel ”Hadiah Tanpa Memberi”, ia mengeluh, ”anak kecil kita yang bagaikan raja percaya bahwa hadiah adalah hal biasa​—seperti mendapat surat”. Itukah pesan sesungguhnya dari Natal?

      Bagaimana dengan keluarga-keluarga yang benar-benar tidak mampu membeli barang mewah yang dijual sebagai hadiah Natal yang mutlak perlu? Bagaimana perasaan anak-anak itu apabila mereka mendengar bahwa Sinterklas membawa hadiah hanya bagi anak-anak yang baik? Dan bagaimana dengan anak-anak dalam keluarga berantakan yang terpaksa menyadari adanya kesenjangan dalam keluarga mereka pada waktu hari raya?

      ”Sudah sangat sering, acara utama dari pertemuan pada hari raya adalah membuka hadiah,” kata The New York Times. ”Penekanan akan hal itu memberi kesan pada diri anak bahwa pertemuan keluarga diadakan hanya untuk mendapat hadiah dan itu mendatangkan kekecewaan bagi mereka di kemudian hari.”

      Kasih merupakan motivasi yang bahkan lebih memuaskan untuk melakukan hal-hal baik. Glenn Austin, pengarang Love and Power: Parent and Child, menyatakan, ”Dalam keluarga yang harmonis apabila sang anak mengasihi sekaligus menghormati orang-tuanya, sang anak mungkin berkelakuan dengan cara terpuji untuk menyenangkan orang-tuanya.” Saksi-Saksi Yehuwa berupaya keras menciptakan siklus kasih yang hangat semacam itu di rumah mereka. Selain itu, anak-anak Saksi-Saksi Yehuwa dibesarkan untuk mengenal dan mengasihi Allah yang mereka layani, Yehuwa. Sungguh suatu kekuatan yang ampuh dalam kehidupan mereka untuk melakukan apa yang baik! Mereka tidak membutuhkan tokoh mitos untuk mendorong mereka melakukan perbuatan baik.

      Saksi-Saksi Yehuwa menghargai anak-anak mereka sebagai karunia dari Allah. (Mazmur 127:3) Oleh karena itu, sebaliknya daripada menunggu tanggal tertentu untuk memberi hadiah, orang-tua dapat memberi hadiah kapan saja. Pada saat-saat semacam itu, sukar dikatakan siapa yang lebih terharu​—sang anak yang mendapat kejutan atau orang-tuanya yang merasa gembira. Sang anak mengetahui siapa yang memberi hadiah tersebut. Lagi pula, orang-tua yang adalah Saksi-Saksi dianjurkan untuk lebih sering memberi hadiah berupa waktu mereka. Karena bila seorang gadis kecil merasa sedih atau kesepian, bagaimana boneka-boneka sekamar penuh dapat dibandingkan dengan beberapa saat dalam pelukan ibunya sambil mendengarkan cerita Ibu tentang masa kecilnya? Apakah seorang anak lelaki akan diajarkan tentang bagaimana menjadi seorang pria melalui perlengkapan olahraga selemari penuh atau melalui percakapan panjang dan menyenangkan dengan ayahnya sewaktu mereka berjalan-jalan bersama?

      Keakraban yang dibina ini dapat menyelamatkan kehidupan. Para peneliti masalah anak telah mendapati bahwa seraya kesenjangan generasi yang umum dibicarakan dirasakan oleh seorang remaja, ia menjadi semakin kuat dipengaruhi oleh teman-teman sebaya. Kelakuan buruk anak muda dan sikap kurang ajar kepada orang-orang dewasa saling berkaitan. ”Tetapi orang-orang yang memelihara pandangan baik mengenai ayah mereka dan orang dewasa pada umumnya tidak ikut-ikutan dengan teman-teman sebaya yang berkelakuan buruk.”

      Saksi-Saksi Yehuwa kadang-kadang dikritik karena mereka tidak ikut serta dalam kegembiraan hari raya bersama keluarga mereka. Mungkin kelihatannya anak-anak Saksi-Saksi Yehuwa kehilangan kegembiraan istimewa ini. Namun, orang-tua dan anak-anak yang tulus ini memiliki alasan Alkitab yang masuk akal untuk tidak merayakannya. (Silakan lihat halaman 11-14.) Dan anak-anak muda ini sedang mengembangkan serat-serat moral yang kuat yang akan menahan beratnya tekanan teman sebaya yang menghancurkan tekad anak-anak lain. Moralitas sedang terkikis oleh gelombang pasang kefasikan. Seks yang amoral, narkotik, kekerasan, alkohol, bidah, penganiayaan seksual terhadap anak-anak​—sangat banyak bahaya mengancam orang-orang muda yang mudah diserang ini.

      Bagaimana orang-tua dapat melindungi seorang anak dari bahaya yang terus-menerus ini? Sejak bayi, anak-anak Saksi menerima pelatihan yang konsisten untuk bersandar pada hukum moral yang kuat dari Alkitab. Orang-tua yang pengasih membantu mereka memahami pandangan Allah bukan hanya tentang hari raya, tetapi juga tentang semua aspek kehidupan. Ketaatan mereka kepada Allah timbul dari kasih dan respek kepada-Nya, bahkan jika itu berarti bersikap berbeda. Bayangkan betapa hal ini pasti mempersiapkan mereka untuk melewati masa remaja dengan sukses! Jika seorang anak kecil dapat duduk dalam kelas penuh dengan teman-teman sebaya yang melakukan apa yang kelihatannya menyenangkan dan tetap pada pendiriannya yang ia yakini adalah benar, betapa jauh lebih kuat ia dapat bertahan menghadapi godaan lebih lanjut yang kelihatannya menyenangkan​—narkotik, seks pranikah, dan daya tarik yang berbahaya lainnya! Anak-anak Saksi-Saksi Yehuwa dapat mengembangkan suatu serat moral yang tidak dikembangkan oleh banyak anak lain.

      ”Banyak anak yang saya lihat tidak mempunyai iman,” kata Dr. Robert Coles, peneliti dari Harvard. ”Mereka telah kehilangan segala-galanya kecuali sibuk dengan diri mereka sendiri, dan ini diperburuk setiap hari melalui cara mereka dibesarkan.”

      Seorang dokter anak melukiskan sebuah keluarga yang berbeda, ”Mereka menginginkan anak-anak yang mempedulikan orang-orang lain dan yang tidak hanya mementingkan diri sendiri. . . . Mereka menjalani kehidupan yang lebih sederhana . . . , tetapi mereka memiliki suatu hal lain. Karena tidak ada istilah yang lebih baik, saya menyebutnya kepuasan hati.”

      Dolores Curran mengutip bahwa mengutamakan pelayanan kepada orang lain adalah dasar kebahagiaan. ”Bagi beberapa keluarga di negara kita [Amerika Serikat]​—sebenarnya bagi kebanyakan keluarga, dapat saya katakan​—sukses dan upaya mengejar kehidupan yang mapan merupakan tujuan utama.” Namun, ”keluarga yang mengupayakan agar anggota-anggotanya dapat dan akan memperhatikan satu sama lain menjadi keluarga sehat yang mengutamakan pelayanan kepada orang lain. . . . Seraya anak-anak dari keluarga ini bertumbuh, mereka cenderung bersikap cukup peduli dan bertanggung jawab sebagai hasil pengalaman-pengalaman keluarga mereka”. Curran memperhatikan di kalangan orang-tua yang berhasil adanya ”suatu imbalan atas nilai mengupayakan sukacita dalam diri orang-orang dan dalam memberi sebaliknya daripada dalam membeli, mengambil, dan menghabiskan”.

      Sehubungan memberi, seorang pakar yang terkenal menyatakannya dengan ungkapan lain, ”adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima”. (Kisah 20:35) Keluarga-keluarga Saksi adalah bukti nyata dari pernyataan Kristus Yesus ini. Seperti dia, kehidupan mereka berpusat pada pelayanan Kristen. Beberapa mungkin merasa bahwa anak-anak Saksi dieksploitasi dan dipaksa menemani orang-tua mereka dalam kesaksian umum. Sama sekali tidak, mereka justru diajar melalui teladan orang-tua cara memperlihatkan kasih terhadap sesama mereka dengan menyampaikan kabar baik tentang Kerajaan Allah kepada orang-orang lain secara cuma-cuma.​—Matius 24:14.

      ’Bukankah Itu Menindas Anak-Anak?’

      Tetapi bukankah pendidikan agama yang ketat bersifat menindas terhadap seorang anak? Bukankah sebaiknya membiarkan keputusan berkenaan agama dibuat oleh masing-masing anak setelah mencapai usia dewasa? Bisa jadi itu adalah aturan nomor 3 dari 12 Rules for Raising Delinquent Children, ”Jangan berikan kepadanya pendidikan rohani apa pun. Tunggu sampai ia berusia 21 tahun dan kemudian biarkan dia ’memutuskan untuk dirinya sendiri’.”

      Akan tetapi, perasaan moral dasar seorang anak, menurut Dr. Coles, mulai timbul sejak usia tiga tahun. ”Dalam diri anak, terdapat perasaan moral yang berkembang. Saya jadi berpikir itu adalah pemberian Allah, bahwa terdapat kebutuhan akan suatu moralitas.” Inilah masa yang penting untuk menanamkan nilai-nilai moral yang benar. Misalnya, sekaranglah waktunya untuk mengajarkan melalui teladan nilai kebenaran sebagai lawan dusta. Alkitab menekankan pentingnya pelatihan selama masa anak-anak, ”Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.”​—Amsal 22:6.

      Curran mengamati, ”Anak-anak sekarang tidak dapat diharapkan untuk menjadi bermoral tanpa bantuan. . . . Para responden pada survei saya menunjukkan bahwa semakin sehat keadaan keluarga, semakin berkembang pula perasaan mereka untuk membedakan yang benar dan yang salah.”

      Seorang pekerja sosial yang menanggapi survei Curran menyatakan, ”Ada suatu inti kekuatan yang tidak terelakkan yang diberikan agama kepada keluarga.” Bagi keluarga yang bersama dalam satu inti agama, Curran mengatakan, ”iman kepada Allah memainkan peranan mendasar dalam kehidupan keluarga sehari-hari. Inti agama memperkuat sistem pendukung keluarga. Orang-tua merasakan tanggung jawab yang besar untuk menyampaikan iman mereka, namun mereka melakukannya dengan cara-cara yang positif dan bermakna”.

      Bantulah Anak-Anak Anda Merasakan Kasih akan Allah

      Perlihatkan kepada anak-anak berbagai pemberian Allah yang mendatangkan sukacita bagi mereka. Berbaringlah di atas rumput dan bersama mereka amatilah bunga kecil yang dirancang begitu rumit. Perhatikan kepik yang keluar dari rumput-rumput ini, memanjat ke pucuk sehelai rumput, mengepakkan sayapnya yang berwarna merah cemerlang berbintik-bintik hitam, lalu terbang. Biarkan mereka merasakan keajaiban yang mengagumkan ketika seekor kupu-kupu tiba-tiba mendarat di tangan untuk mengibas-ngibaskan sayapnya yang berwarna kuning cerah untuk beristirahat sejenak dan menikmati hangatnya sinar mentari. Terlentanglah sehingga Anda dapat memandang awan putih yang berarak, dan perhatikan ketika bentuk mereka berubah dari bentuk kapal menjadi seperti kuda kemudian seperti istana di angkasa. Di sela-sela itu, tandaskan kepada anak-anak Anda bahwa Allah Pencipta-lah yang memberi kita pemberian yang menyenangkan demikian.

      Dan banyak pemberian lainnya, seperti anak kucing yang dengan jenaka bermain-main dengan sehelai daun, membuat kita tertawa atau anak anjing berbulu halus yang ”menyerang” kita, menggoyangkan kepalanya kian-kemari, menggeram dengan galak seraya menarik-narik lengan kemeja kita, namun dengan buntutnya yang ramah terus mengibas-ngibas. Atau selancar di lautan, perjalanan mendaki gunung, atau suatu malam menatap dengan takjub ke langit yang penuh bintang berkelap-kelip nun jauh di atas. Mengetahui bahwa pemberian ini dan pemberian lain yang tak terhitung banyaknya berasal dari Pribadi yang mengaruniakan kehidupan kepada kita, dapat berterima kasih kepada-Nya atas pemberian-pemberian ini, merasa bersyukur karena telah mengenal Dia​—semua hal ini mendatangkan sukacita kepada kita dan melahirkan kasih yang dalam dan penuh penghargaan kepada-Nya.

      Dan akhirnya, dalam lingkungan keluarga, rangkulan dan ciuman yang limpah dari Ayah dan Ibu membantu anak-anak merasakan desiran hangat dari perasaan aman dan syukur setiap hari. Bantu mereka terus beriman kepada Yehuwa, dengan menolak dusta yang bahkan lebih besar daripada dusta tentang Sinterklas berbaju merah, yaitu, bahwa semua pemberian yang indah dari Allah ini terjadi begitu saja, berevolusi begitu saja​—kepalsuan yang diajarkan tanpa bukti ilmiah, tidak didukung oleh metode ilmiah, dan dipertahankan hanya oleh suatu dogma yang terus diulang-ulangi guna membanjiri pikiran anak-anak muda.a

      Berdoalah sesering mungkin bersama anak-anak Anda kepada Pemberi terbesar​—sewaktu hendak makan, sewaktu membaca Firman-Nya, pada malam hari. Didiklah anak untuk tahu berterima kasih, maka rasa penghargaan semacam itu akan mempermanis setiap pengalaman yang dimilikinya dalam kehidupan. Ia sendiri akan bertumbuh menjadi pemberi yang berbahagia dalam meniru Allah yang sejati dan orang-tua yang dikasihinya. Maka, kebahagiaan akan datang, bukan bersama datangnya hari-hari raya pada kalender, melainkan bersama datangnya saat-saat tak terduga karena sukacita yang besar dalam kehidupan. ”Berbahagialah bangsa yang Allahnya ialah [Yehuwa]!”​—Mazmur 144:15.

      [Catatan Kaki]

      a Lihat buku Kehidupan—Bagaimana Asal Mulanya? Melalui Evolusi atau melalui Penciptaan? yang diterbitkan oleh Watchtower Bible and Tract Society of New York, Inc.

      [Gambar di hlm. 7]

      Salah satu pemberian terbaik yang dapat Anda berikan kepada anak-anak Anda adalah waktu

  • ”Kami Tidak Kehilangan Sesuatu!”
    Sedarlah!—1993 | 8 November
    • ”Kami Tidak Kehilangan Sesuatu!”

      Guru-guru dan orang-orang lain memberikan komentar bahwa anak-anak Saksi-Saksi Yehuwa kehilangan sesuatu karena tidak diperbolehkan ikut serta dalam kegembiraan perayaan Natal, Paskah, dan Halloween di sekolah. Berikut ini sedikit contoh komentar dari anak-anak yang adalah Saksi-Saksi Yehuwa. Mereka mengungkapkan dalam surat mengapa mereka sendiri sama sekali tidak mau ambil bagian dalam merayakan hari-hari raya ini.

      ”MESKIPUN saya menjelaskan kepada teman-teman sekolah mengapa saya tidak merayakan semua ini, mereka masih beranggapan bahwa saya kehilangan sesuatu. Tetapi tidak demikian! Lihat saja, mereka selalu harus menunggu hari Natal atau hari raya lainnya untuk mendapat hadiah, sedangkan saya diberi hadiah dan berpesta sepanjang tahun. Saya tahu saya dikasihi bukan hanya oleh keluarga saya tetapi juga oleh sidang dan Yehuwa, dan itu jauh lebih istimewa bagi saya daripada hari raya apa pun.”​—Becky, 13 tahun.

      ”Saya tahu bahwa semua hari raya mempunyai latar belakang yang buruk. Yesus tidak dilahirkan pada hari Natal. Keluarga saya tidak harus melakukan sesuatu untuk menggantikan hari raya seperti itu. Keluarga saya selalu ada di sisi saya kapan pun saya membutuhkan mereka. Itu lebih bernilai bagi saya dibandingkan hadiah apa pun yang dapat mereka berikan kepada saya.”​—Josh, 15 tahun.

      ”Natal. Saya tidak kehilangan sesuatu karena perayaan itu sebenarnya tidak bersifat Kristen. Saya lebih senang mengetahui bahwa orang-tua saya yang memberi hadiah, bukannya tokoh Sinterklas yang misterius. Paskah. Sehubungan Paskah, tampaknya sulit sekali menjelaskannya karena orang akan mengatakan bahwa itu adalah untuk memperingati ’Yesus dan kebangkitannya’ atau itu hanya untuk ’mencari telur yang disembunyikan’. Tetapi, apa hubungannya antara telur dan Yesus? Bahkan nama Paskah (bahasa Inggris, Easter) diambil dari nama dewi purba. Halloween. Gagasan dasar Halloween sama sekali tidak menarik bagi saya. Hantu dan tukang sihir. IIH JIJIK!”​—Katie, 10 tahun.

      ”Sebagai anak muda, saya tidak pernah merasa sedih karena tidak ikut merayakan hari-hari raya duniawi. Orang-tua saya tidak pernah mengatakan, ’kamu tidak boleh melakukan ini atau itu karena kamu Saksi-Saksi Yehuwa’, tetapi saya telah mengenal betul Alkitab dan pandangan Yehuwa berkenaan hari-hari raya ini. Sehubungan hadiah, di rumah kami, pemberian hadiah berlangsung sepanjang tahun.”​—Ryan, 17 tahun.

      ”Setiap hari raya memperingati sesuatu yang keliru dan dipusatkan pada perkara-perkara yang keliru. Kebanyakan anak-anak yang saya kenal merayakan hari raya untuk mendapat permen atau hadiah. Sesuatu yang saya miliki yang jauh lebih baik daripada hari raya adalah organisasi Saksi-Saksi Yehuwa yang menakjubkan. Sebaliknya daripada bertahan untuk satu hari saja, seperti hari raya, Firman Allah Yehuwa memiliki berita bahagia yang bertahan untuk selama-lamanya.”​—Brooke, 14 tahun.

      ”Alasan mengapa saya tidak menyesal karena tidak ikut merayakan hari raya: 1. Alkitab mengatakan itu buruk. 2. Saya tidak memusingkan soal hari raya. 3. Ibu dan ayah saya memberi saya hadiah.”​—Brandi, 6 tahun.

      ”Saya tidak kehilangan sesuatu. Saya tidak memusingkan hal itu. Saya mendapat hadiah, dan kami mengadakan permainan dan pesta. Saya mendapat banyak hal tanpa harus merayakan hari raya. Apa pun yang saya lakukan, saya tetap ingin menjadi seorang Saksi dan apa pun tidak dapat menghalangi saya.”​—Brianne, 9 tahun.

      ”Saya naik ke kelas lima dan saya tidak merasa susah hati untuk mengaku bahwa saya salah seorang dari Saksi-Saksi Yehuwa. Suatu ketika, seorang anak lelaki mengatakan kepada saya bahwa saya pasti merasa sedih karena saya tidak mendapat hadiah apa-apa pada hari Natal, namun saya mengatakan bahwa saya mendapat hadiah sepanjang tahun. Lalu, ia mengatakan bahwa saya beruntung. Saya pikir seharusnya tidak ada seorang pun dari Saksi Yehuwa yang menyesal menjadi seorang Saksi Yehuwa.”​—Jeff, 10 tahun.

      ”Saya dan saudara perempuan saya menjadikan perayaan ulang tahun pernikahan orang-tua kami sebagai hari raya keluarga. Dibandingkan dengan hadiah yang pernah saya dapatkan dari siapa pun, saya merasa paling bersukacita sewaktu merencanakan hadiah dan kartu ucapan dan segala sesuatunya, serta membantu orang-tua saya merencanakan untuk saling memberi kejutan. Memberi lebih baik daripada menerima.”​—Rachel, 16 tahun.

      ”Ketika saya masih kecil, beberapa hari raya sulit untuk saya tampik. Tetapi belakangan, saya menyadari bahwa hari raya dapat menyebabkan ketamakan, perdebatan, dan kesedihan. Jika hadiah diberikan pada waktu yang sudah ditetapkan, kita tidak akan pernah merasakan adanya kejutan. Saya lebih senang mendapat hadiah istimewa kapan saja sepanjang tahun. Merayakan hari raya atau tidak hanya merupakan suatu bagian kecil dari keputusan yang jauh lebih penting: apakah kita akan membaktikan diri untuk melayani Yehuwa atau tidak. Bila saya memikirkan hal itu dengan cara demikian, jelaslah mana pilihan yang benar.”​—Ben, 13 tahun.

  • ”Kami Tidak Kehilangan Sesuatu!”
    Sedarlah!—1993 | 8 November
    • ”Berada di sekolah menjelang hari Natal dapat membuat kita sangat tertekan dan merasa terasing. Kemudian, saya menyadari bahwa merayakan Natal tidak dapat menyelesaikan problem-problem kita, tidak dapat mempersatukan keluarga kita, dan tidak dapat membuat kita bahagia. Hanya dengan hidup menurut standar-standar Alkitab kita dapat mencapai hal-hal ini.”​—Joe, 15 tahun.

      ”Sebaliknya daripada merayakan Natal atau hari raya lainnya, kami mempunyai Hari Besar Mainan. Kami mendapat hadiah berupa uang untuk membeli apa saja yang kami sukai. Suatu tahun yang silam, saya menyampaikan pidato di depan kelas tentang agama saya. Sebaliknya daripada mengikuti haluan duniawi, saya menetapkan haluan sendiri yaitu menghadiri perhimpunan, pergi ke dinas pengabaran, dan menjadikan doa sebagai bagian kehidupan saya. Saya akan dibaptis pada kebaktian yang akan datang.”​—George, 11 tahun.

      ”Saya senang mendapat hadiah, dan saya memang mendapatkannya sepanjang tahun. Saya tidak terlalu kekurangan sehubungan dengan pesta-pesta. Saya membuat Yehuwa bahagia sewaktu saya berpihak kepada kebenaran. Betapa lucu melihat beberapa teman sekelas yang bukan Kristen, yang beragama Hindu, Yahudi, dan lain sebagainya, merayakan Natal dan mendapat hadiah padahal tidak tahu apa-apa mengenai hari raya itu.”​—Julia, 12 tahun.

      ”Sewaktu saya tidak ikut merayakan hari raya di sekolah, saya tidak menyesal. Anak-anak melakukan hal yang aneh-aneh, seperti berdandan meniru suatu tokoh pada hari Halloween. Saya sama sekali tidak merasa kehilangan sesuatu. Saya bercerita kepada mereka bagaimana orang-tua saya membelikan saya hadiah-hadiah sepanjang tahun. Mereka bercerita kepada saya tentang gereja mereka dan betapa bosannya berada di sana, dan saya bercerita kepada mereka tentang perhimpunan yang kami selenggarakan di taman, dan kadang-kadang mereka merasa iri. Tetapi, saya tidak merasa iri kepada mereka. Pokoknya, bertemanlah hanya dengan orang-orang yang menaruh respek kepada kepercayaan kita dan jangan biarkan seorang siswa atau seorang guru pun memaksa kita melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kehendak Yehuwa.”​—Justin, 12 tahun.

      ”Apakah saya merasa kehilangan sesuatu? Tidak, karena kami punya pesta-pesta lain, dan sewaktu orang-orang merayakan Natal, anak-anak pada umumnya hanya berpikir tentang Sinterklas, atau pada waktu Paskah mereka berpikir tentang kelinci Paskah, tetapi saya tahu bahwa semua itu berasal dari agama kafir. Saya menyukai dinas pengabaran karena hal itu membantu saya memusatkan perhatian pada kebenaran.”​—Sharon, 8 tahun.

      ”Saya dengan jujur dapat mengatakan bahwa saya tidak pernah merasa canggung karena menjadi salah seorang dari Saksi-Saksi Yehuwa. Saya dan keluarga saya menikmati banyak kegembiraan. Bila ada pesta-pesta di sekolah, ibu saya mengajak saya keluar makan siang. Orang-tua saya membawakan makanan kecil ke sekolah bukan karena alasan khusus dan semua anak tahu bahwa kami merasa senang. Saya sangat akrab dengan orang-tua saya dan sewaktu anak-anak menanyakan mengapa saya tidak merayakan hari raya, saya memberi tahu mereka bahwa saya merayakan setiap hari. Bagaimana mungkin seorang Saksi dapat merasa terasing?”​—Megan, 13 tahun.

  • ”Kami Tidak Kehilangan Sesuatu!”
    Sedarlah!—1993 | 8 November
    • ”Saya tidak perlu menunggu satu hari istimewa untuk mendapat hadiah. Ibu dan ayah saya memberikan banyak mainan kepada saya kapan saja. Halloween adalah pemujaan roh orang mati. Itu tidak benar. Satu-satunya Allah yang harus kita sembah adalah Yehuwa.”​—Nicholas, 6 tahun.

  • Fakta-Fakta di Balik Natal, Paskah, dan ”Halloween”
    Sedarlah!—1993 | 8 November
    • Fakta-Fakta di Balik Natal, Paskah, dan ”Halloween”

      ALKITAB memperlihatkan bahwa Yesus berusia 33 1/2 tahun ketika ia dipakukan pada awal musim semi tahun 33 M, pada waktu Paskah Yahudi. Bila dihitung mundur, ini berarti ia dilahirkan pada awal musim gugur.

      Perayaan kafir Romawi yakni Saturnalia, hari ulang tahun dari matahari yang tak tertaklukkan, diadakan kira-kira tiga bulan kemudian. Bagaimana perayaan kelahiran Kristus bisa dimundurkan ke tanggal 25 Desember, untuk secara tidak patut membuatnya bertepatan dengan perayaan kafir yaitu hari ulang tahun matahari?

      Siang hari yang lebih pendek pada bulan Desember menimbulkan kepanikan yang didasarkan takhayul di antara para penyembah matahari, yang takut kalau-kalau dewa mereka akan mati. Mereka menyalakan lilin dan api unggun untuk membantu menghidupkan kembali dewa mereka yang sedang sekarat. Tampaknya ini berhasil. Setelah solstise musim dingin (musim dingin pada waktu matahari berada pada titik terjauh dari khatulistiwa) pada tanggal 21 Desember, dewa matahari tampaknya mendapatkan kembali kekuatannya seraya siang hari semakin bertambah panjang.

      ”Desember merupakan bulan utama dari perayaan kafir, dan 25 Des. merupakan titik puncak pesta pora musim dingin,” kata Church Christmas Tab menjelaskan. ”Beberapa orang percaya bahwa uskup Roma memilih 25 Des. sebagai tanggal kelahiran Kristus guna ’menyucikan’ perayaan kafir. Hasilnya adalah campuran aneh dari perayaan-perayaan kafir dan Kristen yang sekarang disebut oleh dunia sebagai Natal.” Artikel itu mengakui, ”Kata ’Natal’ tidak ada dalam Alkitab. Dan Alkitab tidak memberikan perintah untuk merayakan kelahiran Kristus.”

      Tidak mengherankan, teolog bernama Tertullian mengeluh, ”Oleh kami, yang adalah orang-orang yang tidak kenal akan Sabat, dan perayaan bulan baru serta perayaan Yahudi lainnya, yang pernah diperkenan Allah, Saturnalia [dan perayaan kafir lainnya] sekarang begitu umum, hadiah-hadiah dibawa ke sana kemari, . . . dan olahraga serta perjamuan makan dirayakan dengan riuh.”

      Paus Gregorius I melanjutkan kecenderungan yang najis ini. Menurut majalah Natural History, ”sebaliknya daripada berupaya melenyapkan kebiasaan dan kepercayaan orang-orang, instruksi paus adalah, menggunakan itu semua. Jika sekelompok orang menyembah sebatang pohon, jangan menebangnya, tetapi ubahlah pohon itu menjadi Kristus dan biarkan mereka meneruskan ibadat mereka”.

      Kebenaran Tidak Dapat Dicampur dengan Kepalsuan

      Apakah kebijakan kompromi ini mendapat perkenan ilahi? Perhatikan peringatan Allah kepada umat-Nya yang akan memasuki negeri Kanaan yang kafir, ”Hati-hatilah . . . supaya jangan engkau menanya-nanya tentang allah mereka dengan berkata: Bagaimana bangsa-bangsa ini beribadah kepada allah mereka? Akupun mau berlaku begitu. Jangan engkau berbuat seperti itu terhadap [Yehuwa], Allahmu; sebab segala yang menjadi kekejian bagi [Yehuwa], apa yang dibenciNya, itulah yang dilakukan mereka bagi allah mereka.” (Ulangan 12:30, 31) Peringatan yang sama diulangi dalam Kitab-Kitab Yunani Kristen, ”Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap? Persamaan apakah yang terdapat antara Kristus dan Belial [catatan kaki NW, Setan]? Apakah bagian bersama orang-orang percaya dengan orang-orang tak percaya?”​—2 Korintus 6:14, 15.

      Apa yang merupakan penghinaan bagi Allah sehubungan dewa-dewa palsu dan ibadat kepada mereka? Saturnus adalah dewa matahari Romawi yang dihormati pada perayaan Saturnalia. Apakah ia berharga? Simon Schama, profesor sejarah di Universitas Harvard, menyebutnya ”pribadi yang gila-gilaan dalam hal makan, minum, dan berbagai macam kenakalan”. Majalah Lear menyebut hari raya itu sebagai ”pesta anggur gila-gilaan yang paling tersohor di dunia purba”.

      Ibadat bidah kepada dewa matahari, Mithra, menjangkau Asia. Menurut antropolog bernama Gabriel Seabrook, ia adalah ”dewa perang, yang melepaskan anak-anak panah yang membinasakan dan penyakit yang tak tersembuhkan kepada musuh-musuhnya di medan laga”.

      Ibadat kepada matahari di kalangan orang-orang Aztek khususnya berlumuran darah. Majalah Natural History menjelaskan bahwa ”jika korban-korban tidak dipersembahkan kepada dewa-dewa matahari, semua kehidupan​—termasuk kehidupan dewa-dewa itu​—akan musnah”.

      Setelah meninjau asal-usul perayaan ini (lihat kotak di bawah), mungkin Anda tidak terkejut bahwa penyihir dan penyembah Setan masih menghormati tanggal 25 Desember. San Francisco Chronicle tanggal 21 Desember 1991, mengutip kata-kata seorang penyihir dan penulis kekafiran yang terkenal yang mengatakan, ”Itu adalah salah satu hari raya kami yang paling melelahkan. Kami bergadang sepanjang malam.” Seorang anggota kelompok Perjanjian Dewi menyatakan, ”Kami melakukan upacara ritual. . . . Para anggota dari kaum pemimpin agama kami mempertunjukkan sandiwara misteri tentang kelahiran bayi matahari”.

      Apakah Allah atau Putra-Nya akan menerima penghormatan demikian, yang mencerminkan penyembahan kepada dewa-dewa palsu?

  • Fakta-Fakta di Balik Natal, Paskah, dan ”Halloween”
    Sedarlah!—1993 | 8 November
    • [Kotak di hlm. 12]

      Lambang-Lambang Natal

      Pohon Natal ”sangat sedikit hubungannya dengan perayaan Kristen dan banyak hubungannya dengan bertahannya upacara kafir selama ribuan tahun sehubungan cahaya musim dingin dan kelahiran kembali”. (The Boston Herald) ”Pohon-pohon dengan hiasan yang digantungkan padanya merupakan bagian perayaan kafir selama berabad-abad.”​—Church Christmas Tab.

      Holi (rangkaian sejenis daun-daunan dengan buah berwarna merah) populer di kalangan orang-orang Kelt ”untuk membuat jin penunggu rumah berperilaku baik pada waktu solstise musim dingin. . . . Holi dapat menangkal kejahatan, membantu menafsirkan mimpi-mimpi, melindungi rumah dari petir”.​—Beautiful British Columbia.

      Mistletoe (sejenis tanaman parasit berbuah putih) ”berasal dari imam-imam Druid di Inggris yang menggunakannya dalam ibadat yang aneh kepada hantu-hantu dan kekuatan ilmu sihir”.​—Church Christmas Tab.

      Pada tanggal 25 Desember ”para penyembah Mithra merayakan kelahiran Mithra . . . Sama sekali tidak ada wewenang berdasarkan Alkitab untuk menetapkan tanggal 25 Desember sebagai hari Natal”.​—Isaac Asimov.

      Pemberian hadiah merupakan ciri khas perayaan Saturnalia. ”Pada perayaan ini Anda diharapkan memberikan hadiah kepada semua teman Anda.”​—Ancient Italy and Modern Religion.

      Bintang ”pada puncak pohon disembah di Timur, 5.000 tahun sebelum kelahiran Kristus, sebagai lambang kemurnian, kebaikan dan perdamaian”.​—United Church Herald.

      Lilin ”tidak berasal . . . dari ruang dekat altar dalam gereja Kristen. Kita mengambilnya dari altar yang jauh lebih awal, altar Druid dari pohon ek”.​—United Church Herald.

      Sinterklas dicuri ”dari mitologi Jerman purba: ’Thor adalah seorang pria lanjut usia, jenaka dan ramah, berbadan gemuk dan berjanggut panjang berwarna putih. Ia mengendarai kereta dan dikatakan hidup di Negeri Utara . . . Elemennya adalah api, warna kesukaannya adalah merah. Perapian pada setiap rumah adalah suci baginya, dan konon ia turun masuk ke rumah melalui cerobong asap”.​—United Church Herald.

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan