PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • g94 8/9 hlm. 26-28
  • Bagaimana Saya Dapat Pulih Setelah Kematian Papa?

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Bagaimana Saya Dapat Pulih Setelah Kematian Papa?
  • Sedarlah!—1994
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • ”Waktu untuk Meratap”
  • Berupaya Mengatasi Kesedihan Anda
  • Berbicaralah kepada Seseorang
  • Mendukung Orang-tua Anda
  • Bagaimana Aku Bisa Menghadapi Kematian Orang Tua?
    Sedarlah!—2009
  • Wajarkah Kalau Aku Berduka Seperti Ini?
    Pertanyaan Kaum Muda—Jawaban yang Praktis, Jilid 1
  • Mengapa Papa Harus Meninggal?
    Sedarlah!—1994
  • Bagaimana Saya Dapat Mengatasi Duka Cita Saya?
    Bila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal
Lihat Lebih Banyak
Sedarlah!—1994
g94 8/9 hlm. 26-28

Pertanyaan Kaum Muda . . .

Bagaimana Saya Dapat Pulih Setelah Kematian Papa?

”Papa saya meninggal di atas sofa. Saya mendapatinya di sana. Ia kena serangan jantung. Hal itu benar-benar menakutkan karena saya begitu akrab dengan papa. . . . Mama masih menangis setiap malam. Melakukan segala sesuatu terasa lain setelah papa tiada.”​—Emily.

”KEMATIAN orang-tua atau seorang anggota keluarga dekat merupakan trauma besar bagi seorang remaja,” kata penulis Kathleen McCoy. ”Untuk sementara waktu, remaja itu mungkin merasa hancur karena duka cita, perasaan bersalah, panik dan amarah.” Jika Anda telah kehilangan orang-tua, maka Anda benar-benar tahu betapa menyakitkan hal tersebut.

Meskipun demikian, adalah normal untuk merasa diri terjebak dalam pusaran emosi ketika seseorang yang kita kasihi meninggal. Alkitab mengatakan bahwa ketika sang patriark Yakub diberi tahu bahwa Yusuf, putranya, telah meninggal, ia ”mengoyakkan jubahnya” dalam suatu luapan duka cita. Dan meskipun ”sekalian anaknya laki-laki dan perempuan berusaha menghiburkan dia, . . . ia menolak dihiburkan”. (Kejadian 37:34, 35) Anda mungkin juga merasa bahwa kepedihan tersebut begitu mendalam sehingga tidak akan pernah lenyap.

Seraya waktu berlalu, hal itu dapat lenyap. Namun kuncinya adalah menghadapi kepedihan Anda, sebaliknya daripada berupaya mengabaikannya. Sebagai contoh, pemuda bernama John tidak menampakkan tanda-tanda bahwa ia sedang berduka cita disebabkan kematian seorang anggota keluarga. Akan tetapi, ia mulai terlibat dalam perkelahian-perkelahian di sekolah. John menjelaskan, ”Kepedihan emosi yang kuat ini tidak mau pergi dari hati saya. Saya berupaya menyingkirkannya dengan berkelahi namun hal itu sia-sia saja.”

Anak-anak muda lainnya berupaya menahan kepedihan emosi tersebut dengan terlibat dalam kesibukan yang tiba-tiba. Jika ada yang menanyakan keadaan mereka, ada yang mungkin menangkis pertanyaan-pertanyaan semacam itu dengan berpura-pura gembira. Melakukan hal itu bisa saja mengubur kepedihan untuk sementara waktu, namun tidak untuk waktu yang lama. Amsal 14:13 berkata, ”Di dalam tertawapun hati dapat merana.”

Menarik sekali, sebuah artikel dalam majalah yang berorientasi kepada kaum muda berkata, ”Dalam sebuah penelitian, anak-anak belasan tahun yang menekan perasaan alamiah mereka akan duka cita, amarah, atau perasaan bersalah setelah kematian seorang sanak keluarga . . . diperlihatkan memiliki frekuensi yang lebih besar untuk terlibat dalam perilaku yang bersifat merusak, seperti penyalahgunaan obat bius dan alkohol, kegiatan penuh risiko (seperti mengemudi mobil dengan kecepatan tinggi) serta nakal.” Untunglah, terdapat cara-cara yang lebih baik untuk mengatasi duka cita.

”Waktu untuk Meratap”

Pengkhotbah 7:2 berkata, ”Pergi ke rumah duka lebih baik dari pada pergi ke rumah pesta, karena di rumah dukalah kesudahan setiap manusia; hendaknya orang yang hidup memperhatikannya.” Kematian dapat menakutkan. Dan ketika seorang teman atau orang yang dikasihi meninggal, seseorang mungkin berupaya lari dari kenyataan yang menyakitkan tersebut dengan pergi ke ”rumah pesta” dan sibuk bersenang-senang. Akan tetapi, Salomo menganjurkan menghadapi kematian tersebut tanpa berupaya lari darinya dan pergi ke ”rumah duka”. Salomo menambahkan, ”Bersedih lebih baik dari pada tertawa, karena muka muram membuat hati lega.”​—Pengkhotbah 7:3.

Meskipun nasihat ini terutama ditujukan kepada teman-teman serta keluarga dari orang yang berkabung, nasihat ini juga bermanfaat bagi orang yang berkabung tersebut untuk menghadapi kepedihan akibat perasaan kehilangan. Ada ”waktu untuk meratap”. (Pengkhotbah 3:4) Dengan demikian pria dan wanita yang takut akan Allah pada zaman Alkitab membiarkan diri mereka menyatakan duka cita, sebaliknya daripada menekannya.​—Bandingkan Kejadian 23:2; 2 Samuel 1:11, 12.

Membiarkan diri berduka cita ada banyak manfaat. Buku The Art of Condolence mengatakan, ”Orang yang berkabung perlu membiarkan kepedihan dan kesedihan yang mendalam dari penderitaan mereka berlangsung. Pemulihan terhambat karena menolak proses tersebut.” Akan tetapi, terdorong oleh mitos bahwa pria jantan tidak menangis, beberapa anak lelaki khususnya merasa sulit untuk menyatakan perasaan mereka. Namun, tokoh terbesar sepanjang masa, ’menangis’ di hadapan umum ketika temannya, Lazarus, meninggal. (Yohanes 11:35) Dan menangis tentu saja patut bila seseorang kehilangan orang-tua. Maka jangan ragu-ragu untuk berduka cita dan menangis. (Bandingkan Yakobus 4:9.) Buku Death and Grief in the Family mengatakan, ”Menangis adalah salah satu cara terpenting untuk mengatasi kesedihan.”

Berupaya Mengatasi Kesedihan Anda

Pada zaman Alkitab, Raja Daud menyatakan duka cita atas teman baiknya, Yonatan, tidak hanya dengan menangis tetapi juga dengan menuangkan perasaannya dalam tulisan. ”Merasa susah aku karena engkau, saudaraku Yonatan; engkau sangat ramah kepadaku,” tulis Daud dalam ratapan yang begitu indah yang ia namakan ”Busur”.​—2 Samuel 1:18, 26, NW.

Anda juga mungkin dapat merasa terbantu jika menuangkan perasaan Anda dalam tulisan. Buku Giving Sorrow Words mengatakan, ”Menuliskan perasaan-perasaan Anda dapat membantu Anda menyalurkan emosi yang tertahan. . . . Jika Anda marah, jika Anda merasa sedih, tuliskanlah itu.” Seorang gadis belasan tahun bernama Shannon berkata, ”Saya selalu menulis buku harian. Saya menuliskan seluruh perasaan saya. Saya mencurahkan seluruh perasaan saya tanpa menyembunyikan sesuatu. Apa pun yang saya rasakan tercantum di atas kertas dan hal itu banyak membantu . . . menulis segala sesuatunya.”

Bantuan lainnya adalah olahraga. ’Pelatihan jasmani bermanfaat,’ kata Alkitab. (1 Timotius 4:8, NW) Dan sebuah buku menulis berkenaan berduka cita, ”Olahraga merupakan cara yang baik untuk melepaskan energi.” Lari sehat, jalan cepat, atau bersepeda santai dapat banyak membantu Anda mengurangi ketegangan yang dapat terjadi ketika Anda sedih atau berdukacita.

Berbicaralah kepada Seseorang

Akan tetapi, berhati-hatilah agar Anda jangan sama sekali mengasingkan diri dari orang-orang lain. (Amsal 18:1) Amsal 12:25 berkata, ”Kekuatiran dalam hati membungkukkan orang, tetapi perkataan yang baik menggembirakan dia.” Bagaimana seorang yang tertekan mendapat ’perkataan baik’ yang menganjurkan tersebut? Hanya jika ia berbicara kepada seseorang dan mengungkapkan ’kekuatirannya’. Mengapa Anda tidak melakukannya? Terbukalah dan berbicaralah kepada seseorang yang Anda percayai.

Biasanya, orang-tua Anda yang takut akan Allah merupakan orang yang pantas untuk didekati. Namun bagaimana jika orang-tua Anda juga sangat tenggelam dalam kepedihannya sendiri sehingga tidak dapat banyak membantu? Nah, ada anggota-anggota yang matang dari sidang Kristen yang dapat membantu. Amsal 17:17 berkata, ”Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran.” Setelah ibunya meninggal, gadis bernama Morfydd bersandar sepenuhnya pada sidang setempat dari Saksi-Saksi Yehuwa. ”Semua penatua sangat mendukung,” kenangnya, ”tetapi ada seorang yang khususnya senantiasa siap mendengarkan saya.”

Mengapa tidak membuat upaya untuk mendapatkan bantuan dan dukungan demikian? Biarkanlah seseorang tahu bahwa Anda perlu berbicara. Mungkin Anda merasa marah, takut, atau bersalah. Atau mungkin Anda sekadar merasa kesepian dan merindukan orang-tua Anda. Menyatakan perasaan Anda kepada seorang pendengar yang simpatik dapat benar-benar membantu.

Mendukung Orang-tua Anda

Akan tetapi, beberapa orang muda menambah kesusahan mereka dengan mengambil tanggung jawab yang belum siap mereka tanggung. Kini situasi di rumah bisa jadi tampak kacau dan tidak terorganisasi. Dapat dimengerti bahwa orang-tua Anda yang masih ada merasa tegang, cepat naik darah​—dan sedih. Melihat kepedihannya, sewajarnya Anda ingin membantu. Seorang pakar dalam bidang duka cita mencatat bahwa ”remaja-remaja . . . mungkin menekan kesedihan mereka dalam upaya yang salah untuk membantu orang-tua mereka”. Mereka mungkin ”bertindak ’dewasa’ sebelum waktunya, bahkan mungkin mengambil tanggung jawab tambahan”.

Tentu saja, mungkin tidak ada pilihan lain bagi Anda kecuali mengambil beberapa tanggung jawab ekstra oleh sebab kematian orang-tua Anda. Namun hal ini tidak menjadikan Anda kepala keluarga. Orang-tua Anda yang masih ada tetap bertanggung jawab, dan Anda dapat mendukungnya dengan lebih baik, bukan dengan mengambil alih, tetapi dengan bekerja sama dan berlaku taat. (Efesus 6:1) Ingat bahwa ”hikmat ada pada orang yang rendah hati [”bersahaja”, NW]”. (Amsal 11:2) Kesahajaan mencakup menyadari keterbatasan Anda.

Hal ini khususnya penting untuk diingat jika orang-tua Anda yang masih ada mulai bergantung kepada Anda sehubungan nasihat atau mulai membebani Anda dengan masalah-masalah orang dewasa. Anda ingin berlaku baik dan mendukung, namun kesahajaan akan membantu Anda untuk menyadari bahwa pengalaman hidup Anda sangat terbatas. (Bandingkan Ibrani 5:14.) Maka jika Anda mulai merasa agak kewalahan, bicarakan masalahnya dengan orang-tua Anda dengan cara yang terus terang namun penuh respek. (Amsal 15:22) Mungkin Anda dapat menyarankan agar ia mencari dukungan orang-orang dewasa di dalam sidang.

Mengatasi kematian orang-tua jelas tidak mudah. Namun yakinlah bahwa, pada waktunya, perasaan sedih tidak lagi mendominasi. (Bandingkan Kejadian 24:67.) Kenangan yang menyedihkan dari orang-tua yang meninggal masih akan timbul dalam pikiran Anda sewaktu-waktu. Namun Anda juga memiliki banyak kenangan yang hangat dan menghibur untuk dipikirkan. Janganlah pernah lupa bahwa Yehuwa menaruh perhatian kepada Anda dan mengerti kesedihan Anda. Jika Anda merasa kesepian dan ditinggalkan, ingat kata-kata sang pemazmur, ”Sekalipun ayahku dan ibuku meninggalkan aku, namun [Yehuwa] menyambut aku.”​—Mazmur 27:10.

Juga, tetaplah renungkan harapan kebangkitan yang berdasarkan Alkitab dan prospek untuk bertemu kembali dengan orang-tua Anda​—dalam suatu bumi firdaus. (Lukas 23:43; Kisah 24:15) Gadis bernama Kimiaty yang kehilangan ayahnya dalam kematian berkata, ”Saya memikirkan ayah setiap hari. Namun saya tahu bahwa ia tidak ingin kami menyerah atau membiarkan apa pun menghentikan dinas kami kepada Yehuwa. Saya ingin berada di sana untuk menyambutnya pada saat ia kembali melalui kebangkitan.”​—Yohanes 5:28, 29.

[Gambar di hlm. 28]

Membiarkan diri menangis dapat membantu proses pemulihan

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan