-
Yehuwa—Bapak Kita yang Beriba Hati yang LembutMenara Pengawal—1994 | 1 November
-
-
Yehuwa—Bapak Kita yang Beriba Hati yang Lembut
”Yehuwa sangat lembut dalam kasih sayang dan beriba hati.”—YAKOBUS 5:11, catatan kaki NW bahasa Inggris.
1. Mengapa orang-orang yang rendah hati mendekat kepada Allah Yehuwa?
ALAM SEMESTA ini begitu besar sehingga para astronom tidak sanggup bahkan untuk mulai menghitung semua galaksinya. Galaksi kita, Bima Sakti, begitu luas sehingga manusia tidak sanggup bahkan untuk mulai menghitung semua bintangnya. Beberapa bintang, Antares misalnya, ribuan kali lebih besar dan lebih cemerlang daripada matahari kita. Pastilah Pencipta Agung dari segala bintang di alam semesta ini sangat perkasa! Sebenarnya, Ia yang ”menyuruh segenap tentara mereka keluar, sambil memanggil nama mereka sekaliannya”. (Yesaya 40:26) Namun, Allah menakjubkan yang sama ini juga ”sangat lembut dalam kasih sayang dan beriba hati”. Alangkah menyegarkan pengetahuan ini bagi hamba-hamba Yehuwa yang rendah hati, khususnya bagi mereka yang menderita akibat penganiayaan, penyakit, depresi, dan penderitaan-penderitaan lain!
2. Bagaimana emosi-emosi yang lembut sering dipandang oleh orang-orang dunia ini?
2 Banyak orang memandang emosi-emosi yang lebih lembut, seperti ”kasih sayang yang lembut dan keibaan hati” dari Kristus sebagai kelemahan. (Filipi 2:1, NW) Dipengaruhi oleh paham evolusi, mereka menganjurkan orang-orang untuk menomorsatukan diri mereka bahkan jika itu berarti menginjak-injak perasaan orang-orang lain. Sejumlah tokoh anutan dalam dunia hiburan dan olahraga adalah orang-orang yang gagah perkasa yang pantang meneteskan air mata atau memperlihatkan kasih sayang yang lembut. Beberapa penguasa politik bertindak serupa. Seorang filsuf Stoa bernama Seneca, yang menggembleng kaisar Nero yang kejam, menekankan bahwa ”rasa kasihan adalah suatu kelemahan”. Cyclopædia dari M’Clintock dan Strong mengatakan, ”Pengaruh Stoikisme . . . terus mempengaruhi pikiran manusia bahkan pada zaman sekarang.”
3. Bagaimana Yehuwa menggambarkan diri-Nya kepada Musa?
3 Bertentangan dengan hal itu, kepribadian dari Pencipta manusia menghangatkan hati. Ia menggambarkan diri-Nya kepada Musa dengan kata-kata ini, ”[Yehuwa], [Yehuwa], Allah penyayang [”berbelaskasihan”, NW] dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya, . . . yang mengampuni kesalahan, pelanggaran dan dosa; tetapi tidaklah sekali-kali membebaskan orang yang bersalah dari hukuman.” (Keluaran 34:6, 7) Memang, Yehuwa mengakhiri penjelasan tentang diri-Nya ini dengan menandaskan keadilan-Nya. Ia tidak akan membebaskan para pedosa yang sengaja dari hukuman yang patut. Namun, Ia pertama-tama menggambarkan diri-Nya sebagai Allah yang berbelaskasihan, secara harfiah ”penuh belas kasihan”.
4. Apa makna yang menghangatkan hati dari kata Ibrani yang sering diterjemahkan menjadi ”belas kasihan”?
4 Kadang-kadang kata ”belas kasihan” disangka hanya mengandung makna hukum yang kaku, yakni menahan penghukuman. Akan tetapi, suatu perbandingan dari terjemahan-terjemahan Alkitab menunjukkan makna yang kaya dari kata sifat Ibrani yang berasal dari kata kerja ra·chamʹ. Menurut beberapa sarjana, pengertian dasarnya adalah ”menjadi lembut”. ”Racham”, menurut buku Synonyms of the Old Testament, ”menyatakan perasaan iba hati yang dalam dan lembut, seperti yang ditimbulkan karena melihat kelemahan atau penderitaan dalam diri orang-orang yang kita kasihi atau yang membutuhkan bantuan kita”. Definisi lain yang menghangatkan hati dari sifat yang menyenangkan ini dapat ditemukan dalam buku Insight on the Scriptures, Jilid 2, halaman 375-9.
5. Bagaimana belas kasihan terbukti dalam Hukum Musa?
5 Keibaan hati Allah yang lembut jelas terbukti dalam Hukum yang Ia berikan kepada bangsa Israel. Orang-orang yang kurang beruntung, seperti janda-janda, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, harus diperlakukan dengan iba hati. (Keluaran 22:22-27; Imamat 19:9, 10; Ulangan 15:7-11) Semua orang, termasuk budak dan binatang, harus mendapat manfaat dari istirahat Sabat mingguan. (Keluaran 20:10) Selanjutnya, Allah memperhatikan orang-orang yang memperlakukan orang-orang yang rendah dengan lembut. Amsal 19:17 mengatakan, ”Siapa menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah [”rendah”, NW], memiutangi [Yehuwa], yang akan membalas perbuatannya itu.”
Batas-Batas Keibaan Hati Ilahi
6. Mengapa Yehuwa mengutus nabi-nabi dan utusan-utusan kepada umat-Nya?
6 Orang-orang Israel menyandang nama Allah dan beribadat di bait di Yerusalem, yang merupakan ”sebuah rumah bagi nama [Yehuwa]”. (2 Tawarikh 2:4; 6:33) Akan tetapi, belakangan mereka mulai mentoleransi perbuatan amoral, penyembahan berhala, dan pembunuhan, yang mendatangkan celaan besar atas nama Yehuwa. Selaras dengan kepribadian-Nya yang beriba hati, Allah dengan sabar berupaya memperbaiki situasi yang buruk ini tanpa mendatangkan bencana atas seluruh bangsa itu. Ia ”berulang-ulang mengirim pesan melalui utusan-utusan-Nya, karena Ia sayang kepada umat-Nya dan tempat kediaman-Nya. Tetapi mereka mengolok-olok utusan-utusan Allah itu, menghina segala firman-Nya, dan mengejek nabi-nabi-Nya. Oleh sebab itu murka [Yehuwa] bangkit terhadap umat-Nya, sehingga tidak mungkin lagi pemulihan”.—2 Tawarikh 36:15, 16.
7. Ketika keibaan hati Yehuwa mencapai batasnya, apa yang terjadi atas kerajaan Yehuda?
7 Meskipun Yehuwa beriba hati dan lambat marah, jika perlu Ia sungguh-sungguh memperlihatkan kemarahan yang adil-benar. Pada zaman itu, keibaan hati ilahi telah mencapai batasnya. Kita membaca tentang akibatnya, ”[Yehuwa] menggerakkan raja orang Kasdim melawan mereka. Raja itu membunuh teruna mereka dengan pedang dalam rumah kudus mereka, dan tidak menyayangkan [”tidak beriba hati terhadap”, NW] teruna atau gadis, orang tua atau orang ubanan—semua diserahkan [Yehuwa] ke dalam tangannya.” (2 Tawarikh 36:17) Dengan demikian, Yerusalem dan baitnya dibinasakan, dan bangsa tersebut ditawan ke Babel.
Keibaan Hati demi Nama-Nya
8, 9. (a) Mengapa Yehuwa menyatakan bahwa Ia akan memiliki keibaan hati demi nama-Nya? (b) Bagaimana musuh-musuh dari Yehuwa dibungkamkan?
8 Bangsa-bangsa di sekeliling mereka bersukacita karena bencana ini. Dengan nada mengejek, mereka mengatakan, ”Mereka umat [Yehuwa], tetapi mereka harus keluar dari tanah-Nya.” Didorong perasaan peka terhadap celaan ini, Yehuwa mengatakan, ”Aku merasa sakit hati karena [”akan memiliki keibaan hati atas”, NW] nama-Ku yang kudus . . . Aku akan menguduskan nama-Ku yang besar. . . . Dan bangsa-bangsa akan mengetahui bahwa Akulah [Yehuwa].”—Yehezkiel 36:20-23.
9 Setelah bangsa-Nya berada dalam penawanan selama 70 tahun, Allah yang beriba hati, Yehuwa, melepaskan mereka dan mengizinkan mereka pulang dan membangun kembali bait di Yerusalem. Hal ini membungkamkan bangsa-bangsa di sekeliling mereka, yang menyaksikan dengan takjub. (Yehezkiel 36:35, 36) Namun, sayang sekali bangsa Israel kembali jatuh ke dalam praktek-praktek buruk. Seorang Yahudi yang setia, Nehemia, membantu memperbaiki situasinya. Dalam doa di hadapan umum, ia mengulas cara-cara Allah yang penuh keibaan hati dalam berurusan dengan bangsa tersebut, dengan mengatakan,
10. Bagaimana Nehemia menonjolkan keibaan hati Yehuwa?
10 ”Pada waktu kesusahan mereka berteriak kepada-Mu, lalu Engkau mendengar dari langit dan karena kasih sayang-Mu yang besar Kauberikan kepada mereka orang-orang yang menyelamatkan mereka dari tangan lawan mereka. Tetapi begitu mereka mendapat keamanan, kembali mereka berbuat jahat di hadapan-Mu. Dan Engkau menyerahkan mereka ke tangan musuh-musuh mereka yang menguasai mereka. Kembali mereka berteriak kepada-Mu, dan Engkau mendengar dari langit, lalu menolong mereka berulang kali, karena kasih sayang [”belas kasihan”, NW]-Mu . . . Bertahun-tahun lamanya Engkau melanjutkan sabar-Mu terhadap mereka.”—Nehemia 9:26-30; lihat juga Yesaya 63:9, 10.
11. Kontras apa terdapat antara Yehuwa dan allah-allah manusia?
11 Pada akhirnya, setelah dengan kejam menolak Putra yang dikasihi Allah, bangsa Yahudi kehilangan status istimewanya untuk selama-lamanya. Keterikatan Allah yang loyal kepada mereka telah berlangsung selama lebih dari 1.500 tahun. Ini merupakan suatu kesaksian abadi akan fakta bahwa Yehuwa benar-benar Allah yang berbelaskasihan. Sungguh kontras yang tajam dengan allah-allah yang kejam dan dewa-dewa tidak berperasaan yang dirancang oleh manusia yang berdosa!—Lihat halaman 8.
Pernyataan Keibaan Hati yang Terbesar
12. Apa pernyataan keibaan hati yang terbesar dari Allah?
12 Pernyataan keibaan hati yang terbesar dari Allah adalah diutusnya Putra-Nya yang dikasihi ke bumi ini. Memang, kehidupan Yesus yang berintegritas mendatangkan kesenangan besar bagi Yehuwa, menyediakan bagi-Nya jawaban yang sempurna atas tuduhan palsu Iblis. (Amsal 27:11) Akan tetapi, pada waktu yang sama, Yehuwa harus menyaksikan Putra-Nya yang dikasihi mengalami kematian yang keji dan hina, yang tak diragukan menyebabkan rasa pedih yang lebih besar daripada kesedihan apa pun yang pernah dialami oleh orang-tua manusia mana pun. Ini merupakan pengorbanan yang paling pengasih, membuka jalan kepada keselamatan umat manusia. (Yohanes 3:16) Seperti yang diramalkan Zakharia, ayah dari Yohanes pembaptis, hal ini membuat unggul ”keibaan hati yang lembut dari Allah kita”.—Lukas 1:77, 78, NW.
13. Dalam cara yang penting apa Yesus telah mencerminkan kepribadian dari Bapaknya?
13 Diutusnya Putra Allah ke bumi juga memberikan kepada umat manusia suatu pandangan yang lebih jelas tentang kepribadian Yehuwa. Bagaimana? Dalam hal bahwa Yesus dengan sempurna mencerminkan kepribadian dari Bapaknya, teristimewa dalam cara ia memperlakukan orang-orang yang rendah dengan keibaan hati yang lembut! (Yohanes 1:14; 14:9) Sehubungan hal ini, ketiga penulis Injil, Matius, Markus, dan Lukas menggunakan sebuah kata kerja Yunani, splag·khniʹzo·mai, yang berasal dari kata Yunani ”usus”. ”Dari makna dasarnya saja,” demikian penjelasan seorang sarjana Alkitab bernama William Barclay, ”dapat dilihat bahwa ini tidak menggambarkan rasa kasihan atau keibaan hati yang biasa, melainkan emosi yang menggugah seorang manusia sampai ke lubuk yang terdalam pada dirinya. Ini adalah kata yang paling kuat dalam bahasa Yunani untuk perasaan iba hati.” Ini diterjemahkan secara bervariasi seperti ”merasa kasihan” atau ”tergerak oleh rasa kasihan”.—Markus 6:34; 8:2, NW.
Ketika Yesus Merasa Kasihan
14, 15. Di kota Galilea, bagaimana Yesus digerakkan oleh rasa kasihan, dan apa yang diumpamakan oleh hal ini?
14 Tempat kejadiannya adalah kota Galilea. Seorang pria yang ”penuh kusta” mendekati Yesus tanpa memberi peringatan yang lazim. (Lukas 5:12, NW) Apakah Yesus dengan kasar menegurnya karena tidak berteriak, ”Najis! Najis!”, sebagaimana dituntut oleh Hukum Allah? (Imamat 13:45) Tidak. Yesus malahan mendengarkan permohonan yang putus asa dari pria tersebut, ”Jika saja engkau mau, engkau dapat membuat aku bersih.” ”Tergerak oleh rasa kasihan,” Yesus mengulurkan tangannya dan menjamah penderita kusta ini, dan mengatakan, ”Aku mau. Jadilah bersih.” Kesehatan pria ini pulih seketika. Dengan demikian, Yesus tidak hanya mempertunjukkan kuasa bersifat mukjizat yang Allah berikan, namun juga perasaan yang lembut yang memotivasinya untuk menggunakan kuasa-kuasa demikian.—Markus 1:40-42, NW.
15 Apakah Yesus harus didekati terlebih dahulu sebelum ia akan memperlihatkan perasaan iba hati? Tidak. Beberapa waktu kemudian, ia berjumpa dengan iring-iringan penguburan yang keluar dari kota Nain. Tak diragukan, Yesus telah menyaksikan banyak penguburan sebelumnya, namun yang ini khususnya sangat tragis. Yang meninggal adalah putra tunggal seorang janda. ”Tergerak oleh rasa kasihan,” Yesus mendekatinya dan mengatakan, ”Berhentilah menangis.” Kemudian, ia mempertunjukkan mukjizat yang menonjol yaitu membangkitkan putranya kembali kepada kehidupan.—Lukas 7:11-15, NW.
16. Mengapa Yesus merasa kasihan kepada kumpulan orang banyak yang mengikuti dia?
16 Pelajaran yang mencolok yang dipelajari dari peristiwa-peristiwa di atas adalah bahwa sewaktu Yesus ”tergerak oleh rasa kasihan”, ia melakukan sesuatu yang positif untuk membantu. Pada peristiwa selanjutnya, Yesus memperhatikan kumpulan orang banyak yang terus mengikutinya. Matius melaporkan bahwa ”ia merasa kasihan terhadap mereka, karena mereka terus dikuliti dan dibuang seperti domba-domba tanpa gembala”. (Matius 9:36, NW) Sedikit saja yang dilakukan oleh orang-orang Farisi untuk memuaskan kelaparan rohani dari rakyat jelata. Sebaliknya, mereka membebani orang-orang yang rendah hati ini dengan banyak peraturan yang tidak perlu. (Matius 12:1, 2; 15:1-9; 23:4, 23) Pandangan mereka mengenai rakyat jelata tersingkap sewaktu mereka mengatakan tentang orang-orang yang mendengarkan Yesus, ”Orang banyak ini yang tidak mengenal hukum Taurat terkutuklah mereka!”—Yohanes 7:49.
17. Bagaimana rasa kasihan Yesus terhadap kumpulan orang menggugah dia, dan bimbingan jangka panjang apa yang ia sediakan di sana?
17 Bertentangan dengan hal itu, Yesus sangat tergugah oleh bencana rohani yang dialami kumpulan orang banyak ini. Namun jelaslah ada terlalu banyak orang yang berminat kepada berita Kerajaan untuk diberikan perhatian pribadi olehnya. Maka ia memberi tahu para muridnya untuk berdoa meminta lebih banyak pekerja. (Matius 9:35-38) Selaras dengan doa-doa itu, Yesus mengutus rasul-rasulnya dengan berita, ”Kerajaan Sorga sudah dekat.” Instruksi-instruksi yang diberikan pada kesempatan itu telah berperan sebagai bimbingan yang berharga bagi orang-orang Kristen terus sampai saat ini. Tak diragukan, perasaan iba hati Yesus menggerakkan dia untuk memuaskan kelaparan rohani dari umat manusia.—Matius 10:5-7.
18. Bagaimana Yesus bereaksi sewaktu kumpulan orang mengganggu keleluasaan pribadinya, dan pelajaran apa kita dapatkan dari hal ini?
18 Pada kesempatan lain, Yesus kembali merasakan keprihatinan kepada kebutuhan rohani dari kumpulan orang. Kali ini ia dan rasul-rasulnya merasa lelah setelah suatu perjalanan pengabaran yang sibuk, dan mereka mencari tempat untuk beristirahat. Namun orang-orang segera menemukan mereka. Sebaliknya daripada merasa tersinggung oleh gangguan terhadap keleluasaan pribadi mereka, Markus mencatat bahwa Yesus ”tergerak oleh rasa kasihan”. Dan apa alasan untuk perasaan-perasaan Yesus yang dalam ini? ”Mereka bagaikan domba tanpa gembala.” Sekali lagi Yesus menyatakan perasaannya dengan tindakan dan mulai mengajar kumpulan orang ”mengenai kerajaan Allah”. Ya, ia begitu tergugah oleh kelaparan rohani mereka sehingga ia mengorbankan kebutuhan istirahatnya demi mengajar mereka.—Markus 6:34, NW; Lukas 9:11, NW.
19. Bagaimana keprihatinan Yesus terhadap kumpulan orang banyak bahkan menjangkau lebih daripada kebutuhan rohani mereka?
19 Meskipun khususnya prihatin mengenai kebutuhan rohani orang-orang, Yesus tidak pernah menyepelekan kebutuhan jasmani mereka yang mendasar. Pada kesempatan yang sama tersebut, ia juga ”menyembuhkan orang-orang yang memerlukan penyembuhan”. (Lukas 9:11) Dalam kesempatan belakangan, kumpulan orang telah bersamanya untuk suatu waktu yang lama, dan mereka berada jauh dari rumah. Menyadari kebutuhan jasmani mereka, Yesus mengatakan kepada murid-muridnya, ”Hati-Ku tergerak oleh belas kasihan kepada orang banyak ini. Sudah tiga hari mereka mengikuti Aku dan mereka tidak mempunyai makanan. Aku tidak mau menyuruh mereka pulang dengan lapar, nanti mereka pingsan di jalan.” (Matius 15:32) Yesus kini melakukan sesuatu untuk mencegah kemungkinan menderita. Bagi ribuan pria, wanita, dan anak-anak, ia secara mukjizat menyediakan hidangan yang dihasilkan dari tujuh roti dan beberapa ikan kecil.
20. Apa yang kita pelajari dari contoh terakhir yang dicatat tentang Yesus digerakkan oleh rasa kasihan?
20 Contoh terakhir yang dicatat tentang Yesus yang tergerak oleh rasa kasihan adalah pada perjalanan terakhirnya ke Yerusalem. Kumpulan orang banyak ikut dengannya dalam perjalanan untuk merayakan Paskah. Di jalan dekat Yerikho, dua pengemis buta terus berteriak, ”Tuan, berbelaskasihanlah terhadap kami.” Kumpulan orang berupaya mendiamkan mereka, tetapi Yesus memanggil mereka dan menanyakan apa yang mereka ingin ia lakukan. ”Tuan, biarlah mata kami terbuka,” pinta mereka. ”Tergerak oleh rasa kasihan,” ia menyentuh mata mereka, dan mereka dapat melihat. (Matius 20:29-34, NW) Alangkah pentingnya pelajaran yang kita dapatkan dari hal ini! Yesus hampir memasuki minggu terakhir dari pelayanannya di bumi. Ada banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan sebelum mengalami kematian yang keji di tangan antek-antek Setan. Namun, ia tidak membiarkan tekanan dari saat penting tersebut menghalangi dia untuk mempertunjukkan perasaan iba hati yang lembut bagi kebutuhan yang kurang begitu penting dari manusia.
Perumpamaan-Perumpamaan yang Menonjolkan Keibaan Hati
21. Apa yang diumpamakan dengan seorang majikan yang membatalkan utang yang besar dari budaknya?
21 Kata kerja Yunani splag·khniʹzo·mai, yang digunakan dalam kisah-kisah kehidupan Yesus ini, juga digunakan dalam tiga perumpamaan Yesus. Dalam sebuah cerita, seorang budak meminta waktu untuk membayar kembali utang yang besar. Majikannya, ”tergerak oleh rasa kasihan”, membatalkan utang tersebut. Hal ini mengumpamakan bahwa Allah Yehuwa telah memperlihatkan keibaan hati yang besar dalam membatalkan utang dosa yang banyak bagi setiap orang Kristen yang mempraktekkan iman dalam korban tebusan Yesus.—Matius 18:27; 20:28, NW.
22. Apa yang diumpamakan oleh perumpamaan tentang putra yang boros?
22 Kemudian ada cerita tentang anak yang hilang. Ingat apa yang terjadi sewaktu putra yang tidak patuh ini pulang ke rumah. ”Ketika Ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia.” (Lukas 15:20) Hal ini memperlihatkan bahwa sewaktu seorang Kristen yang bersikap tidak patuh memperlihatkan pertobatan yang tulus, Yehuwa akan merasa kasihan dan dengan lembut menerima kembali orang tersebut. Maka, melalui dua perumpamaan ini, Yesus memperlihatkan bahwa Bapak kita, Yehuwa, ”sangat lembut dalam kasih sayang dan beriba hati”.—Yakobus 5:11, catatan kaki NW bahasa Inggris.
23. Pelajaran apa yang kita dapatkan dari perumpamaan Yesus tentang orang Samaria yang baik hati?
23 Penggunaan yang ketiga dari splag·khniʹzo·mai dalam bentuk perumpamaan menyangkut orang Samaria yang beriba hati yang ”tergerak oleh rasa kasihan” akan penderitaan seorang Yahudi yang dirampok dan ditinggalkan setengah mati. (Lukas 10:33, NW) Bertindak selaras dengan perasaan-perasaan ini, orang Samaria tersebut berbuat dengan segenap kekuatannya untuk membantu orang yang tidak dikenal ini. Hal ini mempertunjukkan bahwa Yehuwa dan Yesus mengharapkan orang-orang Kristen yang sejati untuk mengikuti teladan mereka dalam mempertunjukkan kelembutan dan keibaan hati. Beberapa cara kita dapat melakukan hal ini akan dibahas dalam artikel berikut.
-
-
Yehuwa—Bapak Kita yang Beriba Hati yang LembutMenara Pengawal—1994 | 1 November
-
-
[Kotak di hlm. 12, 13]
UNGKAPAN YANG JELAS UNTUK ”PERHATIAN PENGASIH YANG LEMBUT”
”ADUH ususku, ususku!” jerit nabi Yeremia. Apakah ia mengeluh karena penyakit usus akibat menyantap makanan yang tidak tepat? Tidak. Yeremia menggunakan suatu metafora Ibrani untuk menggambarkan keprihatinannya yang dalam atas bencana yang datang atas kerajaan Yehuda.—Yeremia 4:19, NW.
Karena Allah Yehuwa memiliki perasaan-perasaan yang dalam, kata Ibrani untuk ”usus”, atau ”usus besar” (me·ʽimʹ), juga digunakan untuk menggambarkan emosi-emosi-Nya yang lembut. Misalnya, beberapa dekade sebelum zaman Yeremia, kerajaan sepuluh suku dari Israel ditaklukkan oleh raja Asyur. Yehuwa mengizinkan hal ini sebagai penghukuman atas ketidaksetiaan mereka. Namun apakah Allah melupakan mereka dalam pembuangan? Tidak. Ia masih sangat terikat kepada mereka sebagai bagian dari umat perjanjian-Nya. Menyapa mereka dengan menggunakan nama dari suku utama yakni Efraim, Yehuwa bertanya, ”Anak kesayangankah gerangan Efraim bagi-Ku atau anak kesukaan? Sebab setiap kali Aku menghardik dia, tak putus-putusnya Aku terkenang kepadanya; sebab itu hati-Ku terharu [”ususku menjadi bergolak”, NW] terhadap dia; tak dapat tidak Aku akan menyayanginya, demikianlah firman [Yehuwa].”—Yeremia 31:20.
Dengan berkata ”ususku menjadi bergolak”, Yehuwa menggunakan kata kiasan untuk melukiskan perasaan-perasaan sayang yang dalam terhadap umat-Nya yang terbuang. Dalam komentarnya atas ayat ini, sarjana Alkitab abad ke-19, E. Henderson menulis, ”Tidak ada yang dapat mengungguli pertunjukan dari perasaan lembut yang mengharukan yang diperlihatkan orang-tua terhadap anak hilang yang kembali, yang di sini diperlihatkan oleh Yehuwa. . . . Meskipun Ia berbicara demikian terhadap [Efraim yang cabul] dan menghukum mereka . . . , Ia tidak pernah melupakan mereka, namun, sebaliknya, sangat senang dalam menantikan pemulihan mereka yang terakhir.”
Kata Yunani untuk ”usus besar”, atau ”usus”, digunakan dengan cara yang serupa dalam Kitab-Kitab Yunani Kristen. Bila tidak digunakan secara harfiah, seperti di Kisah 1:18, ini memaksudkan emosi-emosi kasih sayang yang lembut atau keibaan hati. (Filemon 12) Kata ini kadang-kadang dihubungkan kepada kata Yunani yang memiliki arti ”baik” atau ”baik sekali”. Rasul Paulus dan rasul Petrus menggunakan gabungan ungkapan ini sewaktu menganjurkan orang-orang Kristen agar ”beriba hati yang lembut”, secara harfiah ”sangat cenderung kepada rasa kasihan”. (Efesus 4:32, NW; 1 Petrus 3:8, NW) Kata Yunani untuk ”usus besar” dapat juga dihubungkan kepada kata Yunani pol·yʹ. Penggabungan tersebut secara harfiah berarti ”memiliki banyak usus besar”. Ungkapan Yunani yang sangat tidak lazim ini digunakan hanya satu kali dalam Alkitab, dan ini mengacu kepada Allah Yehuwa. Terjemahan Dunia Baru menerjemahkan sebagai berikut, ”Yehuwa sangat lembut dalam kasih sayang.”—Yakobus 5:11.
Betapa kita seharusnya bersyukur bahwa pribadi yang paling berkuasa di alam semesta, Allah Yehuwa, begitu berbeda dengan allah-allah kejam yang dirancang oleh manusia yang tidak beriba hati! Dalam meniru Allah mereka yang ”beriba hati yang lembut”, orang-orang Kristen sejati digerakkan untuk bertindak seperti itu dalam cara mereka berurusan dengan satu sama lain.—Efesus 5:1.
[Gambar di hlm. 10]
Sewaktu keibaan hati ilahi mencapai batasnya, Yehuwa membiarkan orang-orang Babel menaklukkan umat-Nya yang tidak patuh
[Gambar di hlm. 11]
Menyaksikan Putra-Nya yang dikasihi mengalami kematian pasti menimbulkan rasa pedih terbesar bagi Yehuwa daripada yang pernah dialami siapa pun
[Gambar di hlm. 15]
Yesus dengan sempurna mencerminkan kepribadian Bapaknya yang beriba hati
-
-
Hendaklah Beriba Hati yang LembutMenara Pengawal—1994 | 1 November
-
-
Hendaklah Beriba Hati yang Lembut
”Kenakanlah pada dirimu kasih sayang yang lembut dari keibaan hati, kebaikan hati.”—KOLOSE 3:12, ”NW”.
1. Mengapa terdapat kebutuhan yang besar akan keibaan hati dewasa ini?
TIDAK pernah sebelumnya dalam sejarah ada begitu banyak orang membutuhkan bantuan yang beriba hati. Menghadapi penyakit, kelaparan, pengangguran, kejahatan, peperangan, anarki, dan bencana alam, jutaan orang membutuhkan bantuan. Namun terdapat sebuah problem yang bahkan lebih serius, dan ini adalah bencana rohani yang menyedihkan yang dialami umat manusia. Setan, yang mengetahui waktunya sudah singkat, ”menyesatkan seluruh dunia”. (Wahyu 12:9, 12) Oleh karena itu, khususnya orang-orang yang berada di luar sidang Kristen yang sejati berada dalam bahaya kehilangan nyawa mereka, dan Alkitab tidak mengakui harapan kebangkitan apa pun bagi orang-orang yang dieksekusi selama hari penghakiman Allah yang akan datang.—Matius 25:31-33, 41, 46; 2 Tesalonika 1:6-9.
2. Mengapa Yehuwa menahan diri dari membinasakan orang-orang fasik?
2 Namun, sampai bagian penutup dari hari-hari terakhir ini, Allah Yehuwa terus memperlihatkan kesabaran dan keibaan hati kepada orang-orang yang tidak berterima kasih dan yang fasik. (Matius 5:45; Lukas 6:35, 36) Ia telah melakukan hal ini dengan alasan yang sama ketika Ia menunda menghukum bangsa Israel yang tidak setia. ”Demi Aku yang hidup, demikianlah firman Tuhan [Yehuwa], Aku tidak berkenan kepada kematian orang fasik, melainkan Aku berkenan kepada pertobatan orang fasik itu dari kelakuannya supaya ia hidup. Bertobatlah, bertobatlah dari hidupmu yang jahat itu! Mengapakah kamu akan mati, hai kaum Israel?”—Yehezkiel 33:11.
3. Contoh apa kita miliki sehubungan dengan keibaan hati Yehuwa terhadap orang-orang yang bukan umat-Nya, dan apa yang kita pelajari dari hal ini?
3 Keibaan hati Yehuwa juga diulurkan kepada orang-orang Niniwe yang fasik. Yehuwa mengutus Yunus nabi-Nya untuk memperingatkan mereka tentang kebinasaan yang akan datang. Mereka dengan positif menanggapi pemberitaan Yunus dan bertobat. Ini menggerakkan Allah yang beriba hati, Yehuwa, untuk menahan diri dari membinasakan kota tersebut pada saat itu. (Yunus 3:10; 4:11) Jika Allah merasa kasihan terhadap orang-orang Niniwe, yang mempunyai kemungkinan untuk dibangkitkan, pasti betapa jauh lebih besar keibaan hati yang Ia rasakan terhadap orang-orang dewasa ini yang menghadapi kebinasaan abadi!—Lukas 11:32.
Suatu Pekerjaan Keibaan Hati yang Belum Pernah Terjadi Sebelumnya
4. Bagaimana Yehuwa menyatakan keibaan hati bagi orang-orang dewasa ini?
4 Selaras dengan kepribadian-Nya yang beriba hati, Yehuwa telah memerintahkan Saksi-Saksi-Nya untuk terus mengunjungi sesama mereka dengan ”Injil Kerajaan”. (Matius 24:14) Dan bila orang-orang dengan penuh penghargaan menanggapi pekerjaan yang menyelamatkan kehidupan ini, Yehuwa membuka hati mereka untuk meraih berita Kerajaan. (Matius 11:25; Kisah 16:14) Dalam meniru Allah mereka, orang-orang Kristen yang sejati memperlihatkan keibaan hati yang lembut dengan mengunjungi kembali orang-orang yang berminat, membantu mereka, bila mungkin, melalui suatu pengajaran Alkitab. Maka, pada tahun 1993, lebih dari empat setengah juta Saksi-Saksi Yehuwa, di 231 negeri, menggunakan lebih dari satu miliar jam untuk memberitakan dari rumah ke rumah dan mempelajari Alkitab dengan sesama mereka. Selanjutnya, para peminat baru ini memiliki kesempatan untuk membaktikan kehidupan mereka kepada Yehuwa dan bergabung dalam barisan Saksi-Saksi-Nya yang terbaptis. Dengan demikian, mereka juga menerima tanggung jawab untuk melaksanakan pekerjaan keibaan hati yang belum pernah terjadi sebelumnya demi calon-calon murid yang masih terperangkap dalam dunia Setan yang sekarat ini.—Matius 28:19, 20; Yohanes 14:12.
5. Bila keibaan hati ilahi telah mencapai batasnya, apa yang akan terjadi terhadap agama yang menyalahgambarkan Allah?
5 Segera Yehuwa akan bertindak sebagai ”pahlawan perang”. (Keluaran 15:3) Karena keibaan hati demi nama-Nya dan demi umat-Nya, Ia akan menyingkirkan kefasikan dan mendirikan suatu dunia baru yang adil-benar. (2 Petrus 3:13) Yang pertama-tama harus mengalami hari kemurkaan Allah adalah gereja-gereja Susunan Kristen. Sebagaimana Allah tidak menyayangkan bait-Nya sendiri di Yerusalem dari tangan raja Babel, demikian pula Ia tidak akan menyayangkan organisasi-organisasi agama yang telah menyalahgambarkan-Nya. Allah akan menaruh ke dalam hati anggota-anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menelantarkan Susunan Kristen dan segala bentuk agama palsu lainnya. (Wahyu 17:16, 17) ”Karena itu Aku juga,” kata Yehuwa, ”tidak akan merasa sayang dan tidak akan kenal belas kasihan; kelakuan mereka akan Kutimpakan atas kepala mereka.”—Yehezkiel 9:5, 10.
6. Dengan cara-cara apa Saksi-Saksi Yehuwa tergerak untuk memperlihatkan keibaan hati?
6 Selama masih ada waktu, Saksi-Saksi Yehuwa terus memperlihatkan keibaan hati kepada sesama mereka dengan bergairah mengabarkan berita keselamatan Allah. Dan biasanya jika mungkin, mereka juga membantu orang-orang yang kekurangan secara materi. Namun, dalam bidang ini, tanggung jawab mereka yang pertama adalah untuk memenuhi kebutuhan dari anggota-anggota keluarga terdekat dan orang-orang yang ada hubungan dengan mereka dalam iman. (Galatia 6:10; 1 Timotius 5:4, 8) Banyaknya misi bantuan yang dilaksanakan oleh Saksi-Saksi Yehuwa demi rekan-rekan seiman mereka yang telah mengalami berbagai bencana merupakan teladan yang mencolok dari keibaan hati. Akan tetapi, orang-orang Kristen tidak perlu menunggu sampai terjadi keadaan genting untuk memperlihatkan keibaan hati yang lembut. Mereka segera mempertunjukkan sifat ini dalam menghadapi masa senang dan masa susah dalam kehidupan sehari-hari.
Bagian dari Kepribadian Baru
7. (a) Di Kolose 3:8-13, bagaimana keibaan hati dihubungkan dengan kepribadian baru? (b) Kasih sayang yang lembut mempermudah orang-orang Kristen untuk melakukan apa?
7 Memang benar bahwa sifat bawaan kita yang berdosa dan pengaruh yang buruk dari dunia Setan merupakan rintangan terhadap sikap beriba hati yang lembut dari kita. Itulah sebabnya mengapa Alkitab mendesak kita untuk menyingkirkan ”murka, kemarahan, keburukan, cacian, dan omongan cabul”. Sebaliknya kita dinasihati untuk ’mengenakan pada diri kita kepribadian baru’—kepribadian yang sesuai dengan gambar Allah. Pertama-tama, kita diperintahkan untuk mengenakan pada diri kita ”kasih sayang yang lembut dari keibaan hati, kebaikan hati, kerendahan pikiran, kelemahlembutan, dan panjang sabar”. Alkitab kemudian memperlihatkan kepada kita sebuah cara praktis untuk memperlihatkan sifat-sifat ini. ”Teruslah bertahan dengan sabar menghadapi satu sama lain dan ampuni satu sama lain dengan lapang hati jika seseorang mempunyai alasan untuk mengeluh terhadap yang lain. Sama seperti Yehuwa dengan lapang hati mengampunimu, demikianlah kamu lakukan juga.” Jauh lebih mudah untuk bersifat pengampun jika kita memupuk ”kasih sayang yang lembut dari keibaan hati” kepada saudara-saudara kita.—Kolose 3:8-13, NW.
8. Mengapa penting untuk memiliki semangat mengampuni?
8 Di lain pihak, kegagalan untuk mempertunjukkan pengampunan yang beriba hati membahayakan hubungan kita dengan Yehuwa. Ini ditandaskan dengan jelas oleh perumpamaan Yesus tentang budak yang tidak tahu mengampuni, yang dipenjarakan oleh majikannya ”sampai dia membayar kembali semua yang terutang”. Budak ini patut mendapatkan perlakuan ini karena ia tak disangka-sangka gagal memperlihatkan keibaan hati terhadap sesama budak yang memohon belas kasihan. Yesus mengakhiri perumpamaan ini dengan mengatakan, ”Dengan cara yang sama Bapak surgawiku akan juga memperlakukan kamu, jika kamu tidak mengampuni masing-masing saudaranya dari hatimu.”—Matius 18:34, 35, NW.
9. Bagaimana keibaan hati yang lembut berkaitan dengan aspek yang paling penting dari kepribadian baru?
9 Memperlihatkan keibaan hati yang lembut merupakan segi yang penting dari kasih. Dan kasih merupakan tanda pengenal dari kekristenan sejati. (Yohanes 13:35) Oleh karena itu, penjelasan Alkitab tentang kepribadian baru menyimpulkan, ”Di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan.”—Kolose 3:14.
Kedengkian—Sebuah Kendala untuk Keibaan Hati
10. (a) Apa yang mungkin menyebabkan kecemburuan berakar dalam hati kita? (b) Hasil-hasil buruk apa dapat diakibatkan oleh kecemburuan?
10 Karena sifat bawaan kita yang berdosa, perasaan-perasaan dengki dapat dengan mudah berakar dalam hati kita. Seorang saudara atau saudari mungkin diberkati dengan bakat-bakat alami atau keuntungan-keuntungan materi yang tidak kita miliki. Atau barangkali seseorang telah menerima berkat-berkat rohani dan hak-hak istimewa khusus. Jika kita menjadi dengki terhadap orang-orang demikian, apakah kita akan dapat memperlakukan mereka dengan keibaan hati yang lembut? Barangkali tidak. Sebaliknya, perasaan-perasaan cemburu pada akhirnya nyata dalam kata-kata kritis atau tindakan-tindakan yang tidak baik, karena Yesus mengatakan tentang manusia, ”Yang diucapkan mulutnya, meluap dari hatinya.” (Lukas 6:45) Orang-orang lain mungkin berpihak dengan kritik demikian. Dengan demikian, perdamaian dari suatu keluarga atau sidang dari umat Allah dapat terganggu.
11. Bagaimana sepuluh saudara Yusuf mendesak keibaan hati ke luar dari hati mereka, dan dengan hasil apa?
11 Pertimbangkan apa yang terjadi dalam sebuah keluarga besar. Sepuluh putra tertua Yakub menjadi cemburu terhadap adik laki-laki mereka Yusuf karena ia anak kesayangan ayah mereka. Sebagai akibatnya, ”[mereka] tidak mau menyapanya dengan ramah”. Belakangan, Yusuf diberkati dengan mimpi ilahi, yang membuktikan bahwa ia memiliki perkenan Yehuwa. Ini membuat saudara-saudaranya ”lebih benci lagi kepadanya”. Karena mereka tidak mencabut kecemburuan dari hati mereka, hal ini mendesak ke luar keibaan hati dan membawa kepada dosa serius.—Kejadian 37:4, 5, 11.
12, 13. Apa yang hendaknya kita lakukan bila perasaan cemburu memasuki hati kita?
12 Dengan kejam, mereka menjual Yusuf kepada perbudakan. Dalam upaya menutupi perbuatan salah mereka, mereka menipu ayah mereka sehingga berpikir bahwa Yusuf telah dibunuh oleh binatang buas. Bertahun-tahun kemudian, dosa mereka tersingkap sewaktu kelaparan memaksa mereka untuk pergi ke Mesir dan membeli makanan. Pejabat urusan pangan, yang tidak mereka kenali sebagai Yusuf, menuduh mereka sebagai mata-mata dan melarang mereka meminta bantuannya kembali kecuali mereka membawa adik bungsu mereka, Benyamin. Pada saat itu Benyamin menjadi anak kesayangan ayah mereka, dan mereka tahu bahwa Yakub tidak akan mengizinkannya pergi.
13 Maka ketika berdiri di hadapan Yusuf, hati nurani mereka menggugah mereka untuk mengaku, ”Betul-betullah kita menanggung akibat dosa kita terhadap adik kita itu [Yusuf]: bukankah kita melihat bagaimana sesak hatinya, ketika ia memohon belas kasihan kepada kita, tetapi kita tidak mendengarkan permohonannya. Itulah sebabnya kesesakan ini menimpa kita.” (Kejadian 42:21) Melalui cara ia berurusan dengan beriba hati namun tegas, Yusuf membantu saudara-saudaranya untuk membuktikan ketulusan dari pertobatan mereka. Kemudian ia menyingkapkan identitasnya kepada mereka dan dengan murah hati mengampuni mereka. Persatuan keluarga dipulihkan. (Kejadian 45:4-8) Sebagai orang-orang Kristen, kita hendaknya mendapatkan pelajaran dari hal ini. Karena mengetahui akibat-akibat buruk dari kedengkian, kita hendaknya berdoa kepada Yehuwa memohon bantuan untuk menggantikan perasaan-perasaan cemburu dengan ”kasih sayang yang lembut dari keibaan hati”.
Kendala-Kendala Lain untuk Keibaan Hati
14. Mengapa kita hendaknya menghindari tanpa perlu membuka diri kepada kekerasan?
14 Kendala lain yang membuat kita tidak beriba hati dapat diakibatkan karena kita tanpa perlu membuka diri kepada kekerasan. Olahraga dan hiburan yang menyajikan kekerasan menganjurkan sikap haus darah. Pada zaman Alkitab, orang-orang kafir dengan tetap tentu menyaksikan pertandingan-pertandingan gladiator dan bentuk-bentuk lain dari penyiksaan manusia di arena-arena Kekaisaran Romawi. Hiburan demikian, menurut seorang sejarawan, ”mematikan perasaan-perasaan simpati terhadap penderitaan yang membedakan manusia dari hewan”. Banyak hiburan dalam dunia modern dewasa ini memiliki pengaruh yang sama. Orang-orang Kristen yang berupaya beriba hati yang lembut, perlu sangat selektif dalam pilihan mereka sehubungan dengan bahan bacaan, film, dan program-program TV. Dengan bijaksana mereka mengingat kata-kata dari Mazmur 11:5, ”Ia [Yehuwa] membenci orang yang mencintai kekerasan.”
15. (a) Bagaimana seseorang mungkin memperlihatkan kurangnya keibaan hati yang serius? (b) Bagaimana orang-orang Kristen sejati menanggapi kebutuhan dari rekan-rekan seiman dan sesama mereka?
15 Seseorang yang mementingkan diri juga cenderung tidak beriba hati. Hal ini serius, seperti yang dijelaskan oleh rasul Yohanes, ”Barangsiapa memiliki sarana dunia untuk menunjang kehidupan dan melihat saudaranya mempunyai kebutuhan namun menutup pintu keibaan hatinya yang lembut terhadap dia, dengan cara apa kasih akan Allah tetap dalam dirinya?” (1 Yohanes 3:17, NW) Tidak adanya keibaan hati yang serupa diperlihatkan oleh imam yang menganggap diri adil-benar dan orang Lewi dalam perumpamaan Yesus tentang orang Samaria yang baik hati. Setelah melihat penderitaan dari saudara Yahudi mereka yang sedang sekarat, mereka menyeberang ke sisi lain dan melanjutkan perjalanan mereka. (Lukas 10:31, 32) Bertentangan dengan hal itu, orang-orang Kristen yang beriba hati dengan segera menanggapi kebutuhan materi dan rohani dari saudara-saudara mereka. Dan seperti orang Samaria dalam perumpamaan Yesus, mereka juga prihatin terhadap kebutuhan dari orang-orang yang tidak dikenal. Oleh karena itu mereka dengan senang hati memberikan waktu, energi, dan sumber daya materi mereka untuk meningkatkan pekerjaan menjadikan murid. Dengan cara ini mereka menyumbang kepada keselamatan jutaan orang.—1 Timotius 4:16.
Keibaan Hati bagi Orang-Orang Sakit
16. Keterbatasan-keterbatasan apa kita hadapi dalam berurusan dengan kasus-kasus penyakit?
16 Penyakit merupakan keadaan dari umat manusia yang tidak sempurna dan sekarat. Orang-orang Kristen tidak terkecuali, dan kebanyakan dari mereka bukanlah ahli-ahli medis, mereka juga tidak dapat membuat mukjizat seperti halnya orang-orang Kristen pada masa awal yang menerima kuasa demikian dari Kristus dan rasul-rasulnya. Dengan kematian dari rasul-rasul Kristus dan rekan-rekan dekat mereka, kuasa mukjizat demikian telah berlalu. Oleh karena itu, kesanggupan kita untuk membantu orang-orang yang menderita akibat penyakit fisik, termasuk kelainan otak dan halusinasi, terbatas.—Kisah 8:13, 18; 1 Korintus 13:8.
17. Pelajaran apa kita dapatkan dari caranya Ayub yang sakit dan berkabung diperlakukan?
17 Depresi sering kali menyertai penyakit. Misalnya, Ayub yang takut akan Allah sangat depresi karena penyakit parah dan bencana yang ditimpakan Setan atas dirinya. (Ayub 1:18, 19; 2:7; 3:3, 11-13) Ia membutuhkan sahabat-sahabat yang memperlakukannya dengan keibaan hati yang lembut dan yang akan ’berbicara dengan cara menghibur’. (1 Tesalonika 5:14, NW) Sebaliknya, ketiga orang yang mengaku penghibur mengunjunginya dan terburu-buru mengambil kesimpulan yang keliru. Mereka memperburuk keadaan Ayub yang depresi dengan mengatakan bahwa bencana-bencana yang dialaminya disebabkan oleh beberapa kesalahannya sendiri. Dengan beriba hati yang lembut, orang-orang Kristen akan menghindari membuat kesalahan yang sama bila rekan-rekan seiman sedang sakit atau depresi. Kadang-kadang, hal utama yang dibutuhkan orang-orang seperti itu adalah beberapa kunjungan yang ramah dari para penatua atau orang-orang Kristen lain yang matang yang akan mendengar dengan keibaan hati, memperlihatkan pengertian, dan menyediakan nasihat Alkitab yang penuh kasih.—Roma 12:15; Yakobus 1:19.
Keibaan Hati bagi yang Lemah
18, 19. (a) Bagaimana hendaknya para penatua berurusan dengan orang-orang yang lemah dan yang berbuat salah? (b) Bahkan jika perlu untuk membentuk suatu panitia pengadilan, mengapa penting bagi para penatua untuk memperlakukan pembuat kesalahan dengan keibaan hati yang lembut?
18 Para penatua khususnya harus beriba hati yang lembut. (Kisah 20:29, 35) Alkitab memerintahkan, ”Kita, yang kuat, wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat.” (Roma 15:1) Karena tidak sempurna, kita semua membuat kesalahan-kesalahan. (Yakobus 3:2) Kelembutan dibutuhkan dalam berurusan dengan orang yang ”mengambil langkah tertentu yang salah sebelum ia menyadarinya”. (Galatia 6:1, NW) Para penatua tidak pernah ingin seperti orang-orang Farisi yang menganggap diri adil-benar dan tidak bersikap masuk akal dalam menerapkan Hukum Allah.
19 Bertentangan dengan hal itu, para penatua mengikuti teladan keibaan hati yang lembut dari Allah Yehuwa dan Yesus Kristus. Pekerjaan utama mereka adalah untuk memelihara, membina, dan menyegarkan domba-domba Allah. (Yesaya 32:1, 2) Sebaliknya daripada berupaya mengendalikan segalanya dengan banyak peraturan, mereka merujuk kepada prinsip-prinsip yang bagus dari Firman Allah. Oleh karena itu, peranan para penatua hendaknya membina, mendatangkan sukacita dan penghargaan atas kebaikan Yehuwa di hati saudara-saudara mereka. Jika seorang rekan seiman membuat suatu kesalahan kecil, seorang penatua biasanya akan menghindari mengoreksi dia di hadapan umum. Jika memang harus berbicara, perasaan-perasaan yang lembut dari keibaan hati akan menggerakkan sang penatua untuk mengajak pergi orang tersebut dan membahas problem tersebut tanpa terdengar orang-orang lain. (Bandingkan Matius 18:15.) Tidak soal seberapa sulit seseorang diajak bergaul, pendekatan seorang penatua hendaknya sabar dan bersifat membantu. Ia hendaknya tidak pernah ingin mencari-cari alasan untuk mengeluarkan orang demikian dari sidang. Bahkan jika harus membentuk panitia pengadilan, para penatua akan memperlihatkan keibaan hati yang lembut dalam berurusan dengan orang yang terlibat dalam perbuatan salah yang serius. Kelembutan para penatua dapat membantu orang tersebut kepada pertobatan.—2 Timotius 2:24-26.
20. Kapankah pernyataan-pernyataan emosi dari keibaan hati tidak patut, dan mengapa?
20 Namun, adakalanya seorang hamba Yehuwa tidak boleh memperlihatkan keibaan hati. (Bandingkan Ulangan 13:6-9.) Bagi seorang Kristen untuk ”jangan bergaul” dengan seorang sahabat karib atau sanak saudara yang telah dipecat dapat benar-benar menguji. Dalam kasus seperti itu, penting agar seseorang tidak menyerah kepada perasaan kasihan. (1 Korintus 5:11-13) Keteguhan demikian bahkan dapat menganjurkan orang yang bersalah untuk bertobat. Selanjutnya, dalam berurusan dengan lawan jenis, orang-orang Kristen harus menghindari pertunjukan yang tidak patut dari keibaan hati yang dapat membawa kepada perbuatan seks yang amoral.
21. Dalam bidang-bidang lain apa kita perlu memperlihatkan keibaan hati yang lembut, dan apa manfaat-manfaatnya?
21 Tidak ada cukup tempat dalam artikel ini untuk membahas begitu banyak bidang yang membutuhkan keibaan hati yang lembut—dalam berurusan dengan orang-orang lanjut usia, orang-orang yang berkabung, orang-orang yang mengalami penganiayaan dari teman hidup yang tidak seiman. Para penatua yang bekerja keras hendaknya juga diperlakukan dengan keibaan hati yang lembut. (1 Timotius 5:17) Hormati mereka dan berikan mereka dukungan. (Ibrani 13:7, 17) ”Kamu semua . . . beriba hati yang lembut,” tulis rasul Petrus. (1 Petrus 3:8, NW) Dengan bertindak demikian dalam segala keadaan yang menuntutnya, kita memajukan persatuan dan kebahagiaan di dalam sidang dan menarik orang-orang luar ke dalam kebenaran. Yang terutama, dengan demikian kita menghormati Bapak kita yang beriba hati yang lembut, Yehuwa.
-
-
Hendaklah Beriba Hati yang LembutMenara Pengawal—1994 | 1 November
-
-
[Kotak di hlm. 19]
ORANG-ORANG FARISI YANG TIDAK BERIBA HATI
HARI istirahat Sabat dimaksudkan menjadi suatu berkat secara rohani dan jasmani bagi umat Allah. Akan tetapi, para pemimpin agama Yahudi membuat banyak peraturan yang tidak menghormati hukum Sabat Allah dan membuatnya menjadi beban bagi bangsa itu. Misalnya, jika seseorang mengalami kecelakaan atau menderita karena penyakit, ia tidak dapat menerima bantuan pada hari Sabat kecuali nyawanya terancam.
Sebuah aliran orang-orang Farisi begitu cermat dalam interpretasi mereka akan hukum Sabat sehingga dikatakan, ”Seseorang tidak boleh menghibur orang yang berkabung, juga tidak boleh mengunjungi orang yang sakit pada hari Sabat.” Para pemimpin agama lain mengizinkan kunjungan-kunjungan semacam itu pada hari Sabat namun menetapkan, ”Menangis dilarang”.
Maka, dengan tepat Yesus mengutuk para pemimpin agama Yahudi karena melalaikan tuntutan-tuntutan Taurat yang lebih penting, misalnya keadilan, kasih, dan belas kasihan. Tidak mengherankan ia berkata kepada orang-orang Farisi, ”Firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi adat istiadat yang kamu ikuti itu”!—Markus 7:8, 13; Matius 23:23; Lukas 11:42.
[Gambar di hlm. 17]
Di 231 negeri, Saksi-Saksi Yehuwa melaksanakan pekerjaan keibaan hati yang belum pernah dilakukan sebelumnya di rumah-rumah orang, di jalan-jalan, bahkan di penjara
[Gambar di hlm. 18]
Membuka diri kepada kekerasan, seperti ditayangkan di TV, merusak keibaan hati yang lembut
-