PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • yb95 hlm. 66-115
  • Siprus

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Siprus
  • Buku Kegiatan Saksi-Saksi Yehuwa 1995
  • Subjudul
  • Siprus dalam Sejarah
  • ’Siswa-Siswa Alkitab Adalah Universitas’
  • Para Perintis Bergairah Menyebarkan Kabar Baik
  • Penyensoran di Masa Perang
  • Dapatkah Mereka Menikah?
  • Kedatangan Lulusan Gilead
  • Gereja Membangkitkan Rasa Ingin Tahu tentang Saksi-Saksi
  • Diskusi di Kantor Uskup Agung
  • Banyak Publisitas Gratis
  • Kunjungan Pertama dari Presiden Lembaga
  • Lonceng-Lonceng Gereja Menandakan Serangan Lain
  • Para Pelanggar Hukum Dihadapkan ke Pengadilan
  • Menonton The New World Society in Action
  • Waktu Perubahan
  • Akhir Pemerintahan Kolonial
  • Suatu Ujian Integritas
  • Merancang Kejahatan dengan Undang-Undang
  • Program Pembangunan Mulai
  • Pernikahan dan Pemakaman
  • Kebaktian Internasional ”Kemenangan Ilahi”
  • 1974—Tahun Perubahan
  • Persediaan bagi Suatu Balai Kebaktian
  • Masalah Hati Nurani Kristen
  • Kantor Cabang Baru
  • Keputusan Menurut Hukum Membantu Pekerjaan
  • Pengumpulan Berlanjut
  • Pembebasan Sejati bagi Orang-Orang Siprus yang Berhati Jujur
Buku Kegiatan Saksi-Saksi Yehuwa 1995
yb95 hlm. 66-115

Siprus

SEWAKTU rasul Paulus dan rekan-rekan seperjalanannya mengabar di Siprus pada abad pertama, mereka menghadapi tentangan sengit. Seorang nabi palsu dan tukang sihir bernama Bar-Yesus, ingin mempengaruhi sang gubernur dalam upayanya menghambat pelayanan mereka. Mengingat cara yang digunakan tukang sihir tersebut, Paulus secara terus terang menggambarkannya ’penuh dengan segala macam kecurangan dan kejahatan, putra Iblis, musuh segala sesuatu yang adil-benar, yang menyimpangkan jalan-jalan Yehuwa yang benar’. (Kis. 13:6-12) Di zaman modern juga beberapa pemimpin agama di Siprus telah menggunakan cara yang serupa dalam upaya mereka menghalangi orang-orang di sana agar tidak mempelajari maksud-tujuan Yehuwa yang mulia untuk memberkati semua keluarga di bumi.

Namun tidak semua orang di Siprus setuju dengan apa yang dikatakan dan dilakukan oleh para pemimpin agama ini. Orang-orang Siprus mempunyai reputasi bagus dalam hal keramahan menerima tamu. Mereka yang berkunjung biasanya disuguhi manisan buah; atau jika itu adalah hari pada musim panas yang terik, mereka mungkin diberi segelas sirop jeruk dingin untuk dinikmati sambil duduk-duduk di bawah naungan pokok anggur yang lebat buahnya.

Di sini iklimnya sedang. Siprus terletak di bagian timur Laut Tengah, sekitar 100 kilometer sebelah barat pantai Siria dan 60 kilometer sebelah selatan Turki. Pulau itu sendiri indah. Pantai-pantai berpasir menjorok ke tengah perairan Laut Tengah yang hangat. Pegunungan Troodos (kini disebut Gunung Olympus) yang memanjang melintasi sebelah barat daya pulau itu, menyajikan suatu lingkungan yang sejuk dan beraroma pinus bagi orang-orang yang ingin berteduh dari terik matahari musim panas. Pohon anggur dan ara terlihat di mana-mana, demikian pula pohon zaitun dan carob (Ceratonia siliqua). Sewaktu pohon-pohon almond (badam berbunga putih) [Prunus amygdalus] berbunga, daerah pedesaan itu seolah-olah ditutupi selimut salju. Dan ketika pohon-pohon limau berbunga, udara menjadi harum semerbak. Di daerah pedesaan, para gembala sering terlihat menggiring kawanan domba dan kambing mereka ke padang rumput. Cara hidup dari banyak orang tersebut telah berlangsung lama sekali sejak sebelum Tarikh Masehi kita.

Siprus dalam Sejarah

Pulau ini, meskipun hanya 206 kilometer panjangnya, dalam berbagai cara telah dipengaruhi oleh ketujuh kuasa dunia dalam sejarah Alkitab, dan sesungguhnya, telah dikendalikan langsung oleh enam dari antaranya. Kuasa dunia kedelapan, Perserikatan Bangsa-Bangsa, juga menanamkan pengaruhnya, untuk memelihara perdamaian antara kelompok masyarakat berbahasa Yunani dan orang-orang yang berbahasa Turki.

Kekristenan telah diperkenalkan di Siprus pada awal abad pertama M. Setelah adanya gelombang penganiayaan yang menyusul kematian Stefanus di Yerusalem, beberapa murid yang tersebar pergi ke Siprus dan mengabar kepada masyarakat Yahudi yang besar yang tinggal di pulau tersebut pada waktu itu. (Kis. 11:19) Belakangan, Siprus juga termasuk dalam perjalanan penginjilan Paulus yang pertama, sekitar tahun 47-48 M. Salah seorang rekan seperjalanannya adalah seorang penduduk asli Siprus yang telah menikmati pergaulan dengan para rasul Yesus Kristus di Yerusalem sesudah pencurahan roh kudus tahun 33 M. Mereka menamai dia Barnabas (Putra Penghiburan). (Kis. 4:34-37) Selama pelayanan mereka di Siprus, Paulus dan Barnabas mula-mula memberi kesaksian di Salamis di pantai timur dan kemudian melakukan perjalanan mereka melintasi pulau tersebut menuju Pafos di sebelah barat. Reruntuhan Salamis dan Pafos meneguhkan bahwa kota-kota tersebut terkemuka pada waktu Paulus dan rekan-rekannya melaksanakan pelayanan mereka di sini.

Di Pafos-lah seorang gubernur Roma, Sergius Paulus, ditobatkan kepada kekristenan meskipun adanya hasutan dari tukang sihir Bar-Yesus. Alkitab mengatakan bahwa gubernur tersebut, ”terpukau oleh pengajaran Yehuwa”.—Kis. 13:12.

Sekitar dua tahun kemudian, Barnabas bersama dengan sepupunya Markus kembali ke Siprus untuk melanjutkan penginjilan.—Kis. 15:36-41.

’Siswa-Siswa Alkitab Adalah Universitas’

Pada zaman modern juga penginjilan yang luas telah dilakukan di Siprus. Orang-orang yang tulus merasa bersyukur dapat mempelajari apa yang Alkitab sendiri ajarkan, bertentangan dengan tradisi-tradisi manusia. Suatu petunjuk awal bahwa pengajaran demikian telah mencapai Siprus muncul dalam The Watch Tower tanggal 1 Oktober 1922. Sepucuk surat yang diterbitkan dalam edisi tersebut memperlihatkan bahwa seorang pemimpin agama di Armenia telah menerima sebuah risalah yang menunjukkan bahwa jiwa itu sendiri mati, bahwa jiwa itu bukannya tak berkematian. Ia bersyukur atas apa yang dibacanya. Namun ia sangat terganggu sehubungan keadaan rohani gereja-gereja di Siprus. Mengenai gereja-gereja tersebut ia menulis, ”Ada banyak . . . bangunan gereja di sini. Namun tidak ada kehidupan rohani; hal itu telah lama mati. Pemimpin agama hidupnya jauh lebih bejat daripada orang-orang kebanyakan. Tak ada lagi yang bisa saya lakukan selain meratap, menangis dan menjerit seperti Yeremia. Saya berupaya sebisa-bisanya untuk memberikan susu kebenaran kepada orang-orang Yunani, Armenia, Turki, dan Yahudi.” Orang-orang Armenia lain, di luar Siprus, juga sedang berupaya semampu mereka untuk membagikan kebenaran Alkitab kepada orang-orang Siprus.

Kemudian, pada bulan September 1924, Cyrus Charalambous kembali ke kampung halamannya di Siprus dari Amerika Serikat. Ia adalah seorang Siswa Alkitab, dan ia membawa serta banyak risalah, termasuk sejumlah besar risalah yang berjudul Where Are the Dead? (Di Manakah Orang Mati?) Ia pergi ke kantor pos besar di Nikosia, ibu kota, dan mengirimkan sebuah lektur kepada masing-masing kepala desa maupun guru di setiap kota dan desa. Pada masa itu pos dibawa di punggung keledai dan pengiriman ke desa-desa dilakukan seminggu sekali.

Salah satu lektur, sebuah risalah berjudul Peoples Pulpit (Mimbar Masyarakat), sampai ke tangan bapak guru di Xylophagou, sebuah desa di kawasan ladang kentang di bagian tenggara pulau tersebut. Guru itu dikunjungi oleh petani daerah itu, Antonis Spetsiotis. Antonis, seorang yang suka belajar, mulai mencari-cari sesuatu untuk dibaca. Ia melihat risalah tersebut dan segera asyik membaca isinya. Ia membahasnya dengan rekan sedesanya, Andreas Christou. Akhirnya mereka memperoleh dan membaca lebih banyak publikasi dari Lembaga Alkitab dan Risalah Menara Pengawal. Mereka juga menceritakan apa yang mereka pelajari kepada orang-orang lain, dan beberapa di antaranya bergabung dengan mereka mempelajari Alkitab.

Cleopas, seorang teolog Gereja Ortodoks Yunani, adalah salah seorang dari mereka yang memperlihatkan minat. Meskipun ia menjadi sahabat dari umat Yehuwa, ia tidak pernah mengambil pendirian yang positif untuk kebenaran. Namun ia sering mengatakan, ’Katolik adalah taman kanak-kanak, Protestan sekolah dasar, namun Siswa-Siswa Alkitab adalah universitas.’

Akan tetapi, tidak semua orang berbicara ramah tentang Siswa-Siswa Alkitab. Kesaksian tidak resmi yang dilakukan oleh Antonis Spetsiotis dan Andreas Christou menimbulkan amarah penduduk desa atas mereka. Uskup Agung Siprus diberi tahu, dan para teolog dikirim ke sana untuk menetralkan pengaruh kedua saudara tersebut. Selama dua tahun berikutnya, sejumlah perdebatan diselenggarakan—seorang teolog di satu pihak, Saudara Spetsiotis di pihak lain. Tidak ada gedung yang disewa untuk peristiwa ini; kedai kopi setempat cukup memadai, karena di situlah orang-orang berkumpul. Akhirnya kedua saudara itu dikucilkan dari Gereja Ortodoks Yunani dan dicabut haknya untuk dinikahkan dan dimakamkan. Kenyataannya, sewaktu seorang anak dari Andreas Christou meninggal, imam setempat benar-benar menolak memakamkan anak tersebut di pekuburan desa, kecuali bila Andreas mau menghadiri kebaktian gereja pada hari Minggu pagi. Bagaimana akhirnya? Nah, anak tersebut akhirnya dimakamkan juga, namun Andreas tidak pergi ke gereja.

Sementara itu, Tryfon Kalogirou, seorang pengawas kesehatan dari sebuah desa di distrik Nikosia, belajar kebenaran. Sewaktu ia mengunjungi desa-desa dalam rangka pekerjaannya, ia memanfaatkan Alkitab untuk menelanjangi ajaran-ajaran api neraka dan Tritunggal. Akan tetapi, setelah satu kakinya diamputasi karena penyakit, orang-orang mencemoohkannya, mengatakan bahwa Allah menghukum dia karena berganti agama. Hal ini membuatnya sangat menderita, sama seperti argumen-argumen yang diputar-balik dari teman-teman Ayub telah menambah kesedihan Ayub. (Bandingkan Ayub 4:7, 8; 12:4.) Meskipun demikian, Tryfon tetap menjadi seorang saudara yang setia hingga akhir hayatnya pada tahun 1960.

Para Perintis Bergairah Menyebarkan Kabar Baik

Suatu penggerak semangat yang bagus diberikan bagi pekerjaan di pulau itu pada tahun 1934 sewaktu dua perintis, Saudara Matheakis dan Saudara Triantafilopoulos, tiba dari Yunani. Kantor pusat di Brooklyn, New York, mengirimkan 43 karton buku dalam bahasa Yunani, Turki, dan bahasa-bahasa lain untuk mereka gunakan. Saudara-saudara ini bergairah, namun harus menghadapi sikap acuh tak acuh pada mulanya. Karena disesatkan oleh pemimpin agama, orang-orang berpikir bahwa saudara-saudara tersebut adalah orang Komunis atau orang Protestan dan diperingatkan bahwa mereka mencoba mengganti agama orang-orang. Namun, orang-orang di kota-kota yang lebih besar, khususnya para usahawan, merasa penasaran dan ingin mengetahui apa sebenarnya ”agama baru” tersebut.

Para perintis menerima dari Brooklyn nama beberapa pelanggan majalah-majalah Lembaga. Salah seorang pelanggan adalah Cleopas, seorang teolog. Ia mengambil banyak publikasi Lembaga dan bahkan beberapa kali mengundang para perintis ke rumahnya untuk makan. Ia juga mengajak Saudara Matheakis ikut ke sebuah klub sosial Yunani di kota Larnaca, di mana ia memperkenalkan Saudara Matheakis sebagai ’seorang dari Athena yang mewakili suatu organisasi yang menerbitkan buku-buku berguna yang menjelaskan tentang Alkitab’. Malam itu Saudara Matheakis berhasil menempatkan 84 buku besar serta 120 buku kecil dan juga memperoleh 10 langganan untuk majalah The Golden Age.

Dari Larnaca, di pantai tenggara, kedua perintis mengadakan perjalanan ke Xylophagou, sekitar 26 kilometer jauhnya. Di sana mereka mengunjungi Antonis Spetsiotis dan Andreas Christou. Kedua saudara ini berupaya sedapat mungkin membagikan apa yang telah mereka pelajari, namun betapa bahagianya mereka mendapat kesempatan untuk memperoleh pengertian yang lebih saksama akan Alkitab! Sidang pertama dari Saksi-Saksi Yehuwa di Siprus dibentuk di desa mereka.

Para perintis melanjutkan ke Famagusta. Di sini terdapat banyak pohon jeruk dan kincir angin berdekatan dengan reruntuhan kota Salamis purba. Ketika para perintis sedang mengabar di sana, sepucuk surat tiba dari Lembaga. Surat tersebut memberi tahu mereka bahwa sepasang suami-istri berbahasa Yunani yang bernama Lagakos akan tiba dari Mesir untuk membantu pekerjaan tersebut. Sungguh berita yang ditunggu-tunggu! Setibanya mereka, kelompok itu memutuskan bahwa Saudara dan Saudari Lagakos akan berkonsentrasi di kota-kota sedangkan para perintis lain memberi kesaksian di daerah pedalaman.

Tidak lama kemudian sebuah sidang lagi dibentuk. Sidang ini di Nikosia. Di dalam daerah kota yang berpagar tembok, ada cukup banyak penduduk Siprus-Turki, dan saudara-saudara memiliki tempat perhimpunan di rumah milik seorang Muslim.

Sedikit demi sedikit, hasil-hasil lebih lanjut dipetik. Beberapa saudara Siprus-Yunani menjadi perintis. Salah seorang dari mereka adalah Christos Kourtellides, seorang pria bertubuh pendek bermata biru jernih yang berbinar-binar. Betapa menonjol teladan yang diperlihatkannya dalam hal keberanian dan loyalitas! Selama 17 tahun dinas perintisnya, ia mengabar di hampir seluruh 650 desa di pulau itu. Itu bukanlah suatu kehidupan yang mudah. Bila tidak memperoleh tempat menginap, sering ia tidur di udara terbuka. Bahkan kematiannya membuka jalan untuk suatu kesaksian yang bagus. Imam di desa asalnya tidak mengizinkan dia dimakamkan di pekuburan setempat. Permohonan banding disampaikan kepada penguasa distrik. Sewaktu jenazahnya akhirnya dikuburkan, ada 150 yang hadir mendengarkan khotbah pemakaman.

Kembalinya Saudara Triantafilopoulos ke Yunani dan kepergian suami-istri Lagakos ke Siria berarti berakhirnya kelompok perintis yang mula-mula. Akan tetapi, pada tahun 1938, terdapat empat perintis lokal dan tujuh penyiar sidang yang memberitakan kabar baik, dan 40 orang menghadiri Peringatan kematian Kristus.

Pada tahun itu Panagiotis Gavrielides, bersama dengan sanak keluarganya yang berdekatan, berhubungan dengan kebenaran. Di tengah-tengah penganiayaan hebat, ibu dari keluarga tersebut beserta ketiga putrinya, bersama Panagiotis, membentuk suatu kelompok kecil untuk belajar Alkitab dan berdinas di desa Polemidhia. Sehubungan dengan reaksi penduduk desa, Panagiotis mengatakan, ’Sewaktu kelompok kecil kami berkumpul, sudah biasa bagi kami mendengar bantingan keras pada pintu dan jendela-jendela. Seorang pria begitu menentang sehingga ia pergi ke rumah saudari-saudari, dan memukuli mereka. Saya juga harus pergi ke rumah sakit untuk dirawat. Namun, anehnya, beberapa hari kemudian, sewaktu pria itu melintasi jembatan seraya menumpang di atas sebuah truk kecilnya dalam perjalanan pulang dari tempat kerja, ia jatuh ke sungai di bawah dan tewas.’

Penyensoran di Masa Perang

Selama perang dunia kedua, peraturan penyensoran telah digunakan sebagai dasar untuk menyita lektur yang diterbitkan oleh Watch Tower Bible and Tract Society. Majalah-majalah untuk pelajaran Alkitab yang dikirim ke Siprus tidak diterima oleh saudara-saudara. Sebaliknya, majalah-majalah ini ditumpuk di kantor pos pusat di ibu kota.

Dengan keadaan hampir tanpa lektur sama sekali, bagaimana Saksi-Saksi mengatasinya? Pada lembaran-lembaran kertas, mereka mencetak intisari dari publikasi-publikasi Lembaga sebelumnya dan menyebarkannya dalam dinas pengabaran. Dari waktu ke waktu, bila satu terbitan Menara Pengawal sampai di tangan mereka, dengan cepat mereka menerjemahkannya dan menggunakannya untuk pelajaran. Kebaktian-kebaktian juga diselenggarakan selama masa ini. Dan seraya jumlah penyiar meningkat, sidang-sidang lain dibentuk.

Akhirnya, beberapa bulan sebelum perang berakhir, 3.000 majalah dan 17 karton buku dan buku kecil kita dikeluarkan. Memang, staf kantor pos melihat bahwa tumpukan tersebut terus bertambah, dan beberapa dari antara mereka menunjukkan minat. Hasilnya, itu memungkinkan 45 buku ditempatkan kepada mereka.

Dapatkah Mereka Menikah?

Situasi-situasi lain yang melibatkan Saksi-Saksi Yehuwa juga membuat kalangan berwenang sadar akan kehadiran Saksi-Saksi. Pada tahun 1939, Saudara Matheakis ingin menikah. Namun menikah pada masa itu bagi Saksi-Saksi Yehuwa di Siprus tidaklah mudah. Mengapa? Karena kalangan berwenang tidak mau mengakui Saksi-Saksi Yehuwa sebagai suatu kelompok agama dan karena itu tidak mau memberi izin untuk pernikahan sipil. Keadaan-keadaan masa perang menghambat upaya untuk menghubungi saudara-saudara di kantor pusat di Brooklyn untuk meminta saran. Pada akhirnya kantor cabang di London mengeluarkan suatu sertifikat yang menyatakan bahwa Saksi-Saksi Yehuwa di Siprus ada hubungan dengan International Bible Students Association di Inggris. Berdasarkan sertifikat ini, pihak berwenang Inggris di Siprus menyetujui perkawinan sipil bagi Saudara Matheakis.

Selama bertahun-tahun pasangan suami-istri yang setia ini menjadi terkenal karena keramahtamahan mereka. Rumah mereka selalu terbuka bagi saudara-saudara, dan mereka dikenang karena kebaikan hati mereka kepada semua yang membutuhkan bantuan.

Kedatangan Lulusan Gilead

Lulusan Gilead pertama yang tiba di pulau itu adalah Antonios Karandinos, seorang Yunani yang telah menetap di Amerika Serikat. Ia tiba pada tahun 1947, sewaktu hanya ada 33 penyiar Kerajaan di sini. Ia pernah bekerja sebagai pelaut dan berperawakan gagah. Ia juga merupakan seorang pendukung kebenaran yang gigih, dan hal ini penting untuk menghadapi tentangan sengit yang dialaminya selama pelayanannya di Siprus.

Tentangan khususnya sengit sewaktu saudara-saudara mulai menawarkan majalah-majalah dalam kesaksian di jalan. Di Famagusta, seorang pria yang bertindak sebagai kaki tangan gereja terus-menerus mengganggu mereka. Ia menghasut orang-orang menentang Saksi-Saksi. Akibatnya, pada suatu peristiwa Saudara Karandinos mendapati dirinya dikerumuni gerombolan orang, dan ini mengakibatkan lalu lintas terganggu. Saudara Karandinos dan dalang kesulitan ini dibawa ke pengadilan; mereka berdua didenda. Peristiwa-peristiwa lain menyusul. Kadang-kadang saudara-saudara harus memanggil polisi untuk membebaskan para penyiar dari gerombolan orang.

Merupakan suatu hari bahagia bagi saudara-saudara pada tahun 1948 sewaktu dua saudara utusan injil lagi, yang harus meninggalkan Yunani, tiba di Siprus. Pada bulan Mei tahun itu, Don Rendell, lulusan kelas kedelapan Gilead, juga tiba, setelah ia harus meninggalkan Mesir. Pada tahun itu Lembaga mendirikan kantor cabang di Siprus, dengan Anthony Sideris sebagai pengawas. Setelah beberapa tahun berlalu, lulusan-lulusan Gilead lainnya ditugaskan ke Siprus, dan rumah utusan injil didirikan di beberapa kota besar. Saudara-saudara ini terbukti menjadi modal besar dalam mengorganisasi sidang-sidang secara teokratis dan mengambil pimpinan untuk melatih para penyiar dalam dinas pengabaran.

Akan tetapi, sebelum mereka dapat memberikan banyak bantuan mereka harus mampu berbahasa Yunani, dan itu menimbulkan berbagai kejadian lucu. Seorang saudara, sewaktu mengutip Penyingkapan 12:7, mengatakan, ’Mikhael beserta orang Inggris berperang melawan naga,’ sebaliknya daripada ”Mikhael beserta malaikat-malaikatnya,” karena ”malaikat-malaikat” dan ”orang Inggris” dalam bahasa Yunani pengucapannya hampir sama. Namun para penghuni rumah sering sekali menaruh perhatian kepada orang asing yang mencoba berbicara dalam bahasa mereka. Pada satu peristiwa setelah seorang saudara baru dibaptis, ia mengatakan kepada salah seorang utusan injil, ’Hal yang mengesankan saya sewaktu Saudara mengunjungi saya adalah kenyataan bahwa, meskipun Saudara seorang asing, Saudara berupaya mempelajari bahasa kami. Itu membuat saya merasa harus menyelidiki apa yang Saudara bawakan kepada saya.’

Gereja Membangkitkan Rasa Ingin Tahu tentang Saksi-Saksi

Meskipun, rata-rata, hanya ada sekitar 50 penyiar Kerajaan Yehuwa di pulau itu pada tahun 1948, Gereja Ortodoks merasa berkewajiban untuk ’mengakhiri kemurtadan ini’, demikian pernyataan mereka. Apa taktik yang mereka gunakan? Suatu ensiklik (surat edaran gereja Katolik) diterbitkan untuk mencela kita, dan ini dicetak dalam banyak surat kabar harian dan dibacakan di gereja-gereja di seluruh pulau tersebut. Anak-anak diutus untuk menyebarkannya dari pintu ke pintu, dan ada juga yang ditempelkan pada dinding-dinding dan pada tiang-tiang telegrap. Kami dicap tidak patriotik, antikristus, dan agen-agen Zionisme.

Bagaimanakah umat Yehuwa bereaksi? Nah, kini orang-orang ingin tahu tentang Saksi-Saksi. Mereka ingin tahu mengapa gereja begitu keras menentang kita. Maka saudara-saudara kita melancarkan kampanye empat bulan sehingga 72.000 buku kecil ditempatkan di tangan orang-orang—tujuh kali lebih banyak daripada jumlah lektur yang telah disebarkan selama seluruh tahun sebelumnya. Ini memberi satu kesempatan kepada orang-orang untuk mengetahui sendiri apa yang diajarkan Saksi-Saksi Yehuwa. Banyak yang membaca publikasi kita karena ingin tahu. Di lain pihak, beberapa saudara dipukuli dan dilempari batu. Di Limassol, seorang saudara dan saudari diadili, dituduh melakukan proselitisme dan membuat onar, serta dijatuhi hukuman penjara satu bulan.

Diskusi di Kantor Uskup Agung

Pada waktu ini, Don Rendell bertemu dengan seorang pria berpengaruh di Nikosia yang mempunyai hubungan erat dengan Gereja Ortodoks. Sehubungan dengan apa yang dialami, belakangan Saudara Rendell mengatakan, ’Setelah mengadakan diskusi menarik, saya meninggalkan buku ”Karena Allah Itu Benar Adanya” kepada pria itu, dan sewaktu saya berkunjung lagi ia ingin mengetahui lebih banyak. Akan tetapi, ia mengatakan ia ingin mendengar diskusi antara saya dengan uskup agung dari Gereja Ortodoks Yunani, yang telah dikenalnya. ”Bersediakah Anda?” tanyanya.

’Saudara Sideris, pengawas cabang, setuju untuk menemani saya ke istana uskup agung. Sewaktu tiba, kami diberi tahu bahwa uskup agung sedang ”tidak enak badan” namun kami dapat berbicara dengan seorang teolog gereja yang bekerja di keuskupan. Setelah berdiskusi panjang-lebar, saya bertanya kepada teolog tersebut tentang bagaimana posisi Gereja Ortodoks Yunani bila ada pertentangan antara Alkitab dengan tradisi gereja. Ia menjawab bahwa gereja akan berpegang pada tradisi gereja. Dan memang demikian! Sewaktu Kolose pasal 1, ayat 15 dikutip, yang berbunyi bahwa Yesus adalah ”yang sulung dari semua ciptaan”, segera dia berseru, ”Itu adalah kemurtadan Arius!” Jelaslah siapa pendukung-pendukung sejati Alkitab.’

Banyak Publisitas Gratis

Meskipun tentangan terus berlangsung, jumlah rata-rata penyiar meningkat dari 141 pada tahun 1949 menjadi 204 pada tahun 1950, dan 241 hadir pada perayaan Peringatan tahun 1950. Pada tahun itu suatu kebaktian wilayah diselenggarakan di Pafos, tempat rasul Paulus pernah mengabar. Sebuah gedung bioskop disewa, namun uskup setempat dan tokoh-tokoh terkemuka lainnya berupaya menekan pemiliknya agar ia membatalkan kontraknya dengan kami. Pemerintah setempat berupaya mendesak kita membatalkan kebaktian kita dengan membatasi jumlah orang yang dapat masuk ke gedung dan mengenakan pajak yang tinggi sekali atas penggunaan gedung tersebut. Sewaktu diadakan upaya untuk menemui komisaris Inggris di distrik itu untuk mengubah situasi tersebut, ini pun tidak berhasil. Maka pengawas cabang, yang juga orang Inggris, mengadakan kunjungan pribadi ke rumah komisaris dan menjelaskan bahwa Saksi-Saksi Yehuwa telah dilecehkan oleh pejabat-pejabat setempat. Kami sangat menghargai apa yang dilakukan komisaris untuk membantu kami. Sebuah halaman luas yang bersebelahan dengan gedung bioskop tersebut disediakan, sehingga terdapat banyak tempat bagi mereka yang tidak mendapat tempat duduk di dalam.

Uskup Pafos marah sekali. Seperti tukang sihir Bar-Yesus, yang mencoba memalingkan gubernur Roma Sergius Paulus dari pengabaran Paulus, uskup tersebut menggunakan seluruh ”kekuatan magis keuskupan”-nya yang ajaib. (Bandingkan Kisah 13:6-12.) Ia mengatur penyebaran selebaran yang memberi tahu orang-orang bahwa kedua Saksi-Saksi perintis yang tinggal di distrik Pafos telah dikucilkan. Segera ini disusul dengan suatu selebaran lain yang mencela Saksi-Saksi Yehuwa sebagai ”bidah yang dikenal sebagai chiliasme (paham yang mempelajari Milenium)”, yang, katanya, merupakan ”suatu rekaan setan sehubungan dengan imajinasi tidak sehat dari abad yang lalu”. Untuk mendukung gereja, anak-anak muda menyebarkan selebaran-selebaran sambil berdiri di samping tiap penyiar yang sedang memberi kesaksian di jalan. Siapa pun yang memperlihatkan minat akan apa yang dilakukan Saksi-Saksi disodori selebaran yang menentang oleh anak-anak muda ini.

Beberapa surat kabar, namun tidak semua, ikut serta menyerang umat Yehuwa. Pada tahun 1950 New Political Review dari Pafos menyatakan, ”Pengikut-pengikut Yehuwa telah berjumlah ratusan di distrik kita. Besok jumlah mereka akan berkembang menjadi ribuan dan akan membahayakan eksistensi gereja kita. Karena alasan ini Sinode Kudus dan uskup-uskup kita perlu bertindak cepat dan menyelidiki masalah gawat ini segera serta tanpa menunda-nunda.” Sebuah surat kabar lain, Paphos, jelas memuat suatu cemoohan terhadap gereja, dan menyatakan pada terbitan 4 Mei 1950, ”Kondisi kemelaratan dan kesengsaraan yang terdapat di beberapa desa, maupun kekayaan besar yang dimiliki biara-biara serta gereja-gereja, semua ini telah menciptakan iklim yang tepat bagi bertumbuhnya kepercayaan chiliastik. Sebagai contoh kami sebutkan satu desa, Episkopi, tempat hampir seluruh tanah merupakan milik gereja sedang penduduknya bekerja bagaikan budak menyewa tanah atau mengadakan kerja sama sebagai penggarap tanah. . . . Tidak heran, jika setengah penduduk desa ini menjadi Saksi-Saksi Yehuwa. . . . Mengingat hal tersebut gereja Siprus harus mengerti bahwa mereka tidak akan menang dalam perang kertas. Kaum chilias telah menemukan titik kelemahan dari kependetaan . . . Tidak cukup hanya memerangi Saksi-Saksi Yehuwa dengan selebaran-selebaran.”

Dengan adanya semua publisitas ini, Saksi-Saksi Yehuwa menjadi buah bibir di kota tersebut. Karena minat orang-orang sekarang telah dibangkitkan sepenuhnya, sejumlah besar dari antara mereka menghadiri khotbah umum di gedung bioskop tersebut. Sedikitnya ada 500 yang hadir.

Kunjungan Pertama dari Presiden Lembaga

Suatu peristiwa yang mendatangkan sukacita besar bagi saudara-saudara di Siprus adalah kunjungan Saudara Knorr, pada bulan Desember 1951, bersama dengan Milton Henschel. Bioskop Royal merupakan tempat diadakannya kebaktian tiga hari. Itu adalah sebuah gedung modern, dan Saudara Knorr mengomentari, ’Kami ingin mempunyai tempat bagus seperti ini untuk mengadakan kebaktian-kebaktian wilayah kami di New York.’ Suatu kebaktian tiga hari telah direncanakan, namun karena Bioskop Royal terletak di daerah pemukiman dari kota lama, Bioskop Pallas di pusat kota Nikosia dipesan untuk khotbah umum yang akan disampaikan oleh Saudara Knorr pada hari Minggu pagi. Pengaturan dibuat untuk sepenuhnya mempublisitaskan khotbah ini. Empat spanduk besar yang ditulis dalam bahasa Yunani dan Inggris dipasang pada sisi Bioskop Royal. Dua ratus poster disebarkan di seluruh penjuru ibu kota. Iklan-iklan ditayangkan pada layar bioskop-bioskop besar. Surat-surat kabar berbahasa Inggris, Yunani, dan Turki memuat pengumuman khotbah umum ”Apakah Agama Akan Mengatasi Krisis Dunia?” Tidak heran, karyawan surat kabar Komunis yang terkemuka mengatakan bahwa mereka tidak dapat mengiklankan khotbah tersebut ’karena bertentangan dengan pandangan resmi yang dianut partai Komunis’, dan para anggota staf surat kabar nasionalis yang terkemuka mengatakan bahwa mereka ’harus lebih dahulu memperoleh persetujuan uskup agung’.

Dengan adanya semua publisitas ini, kami bertanya-tanya bagaimana para penentang agama kita akan bereaksi. Kami dengan segera mengetahuinya. Pada suatu malam spanduk-spanduk di Bioskop Royal dicabut. Kami melapor kepada polisi. Uskup agung mengatur agar dicetak suatu selebaran yang di dalamnya ia mendesak, ”PERHATIAN! JAUHI KAUM MILENIALIS.” Selebaran tersebut antara lain berbunyi, ’Tidakkah kalian lihat? Mereka juga telah mengundang orang asing untuk mendukung mereka. . . . Mereka adalah serigala-serigala berbulu domba yang akan melahap domba-domba Kristus yang berpikiran sehat. . . . Jangan hampiri mereka, jangan perhatikan mereka. Abaikan mereka, barangkali mereka akan sadar kembali dan dapat dikoreksi. Dari KEUSKUPAN AGUNG KUDUS.’

Mungkinkah Saudara Knorr menyampaikan khotbah umumnya di Bioskop Pallas tanpa gangguan? Biarkan seorang saksi mata menggambarkan situasinya. Don Rendell mengenang, ’Waktu itu baru lewat pukul 10.00 pagi ketika saya tiba di bioskop. Ada polisi di luar pintu masuk, dan saya dapat melihat segerombolan pemuda mondar-mandir dengan niat memasuki bioskop untuk membuat onar. Karena ada saudara-saudara yang mengenal banyak pembuat onar itu, mereka membantu polisi yang sedang menghalau gerombolan tersebut dari pintu masuk. Saya harus menerobos masuk melewati gerombolan tersebut. Pada pukul 10.30 pagi, Saudara Knorr memulai khotbahnya dengan 420 hadirin. Namun para pengacau agama mulai menggedor pintu-pintu. Dengan cepat ini dihentikan oleh polisi. Namun masalahnya sekarang adalah, Bagaimana kami dapat keluar dari bioskop setelah acara selesai? Saudara-saudara memutuskan bahwa, dengan bantuan polisi, mereka akan menahan gerombolan tersebut di depan bioskop. Kemudian pada akhir khotbah, kami diminta meninggalkan gedung itu lewat pintu belakang, dan ini kami lakukan dengan senyap, sehingga menghindari konfrontasi apa pun.’

Lonceng-Lonceng Gereja Menandakan Serangan Lain

Pada tahun 1952, Famagusta merupakan sebuah kota yang indah dengan pohon-pohon jeruk dan limau serta pantai berpasir yang panjang. Kota yang terletak di pantai timur pulau ini hanya beberapa kilometer jauhnya dari reruntuhan kota kuno Salamis, tempat Paulus dan rekan-rekannya mengabar. Namun sebagian besar kota Famagusta dewasa ini, sejak invasi Turki tahun 1974, menjadi kota hantu dengan sedikit sekali penduduk. Akan tetapi, pada tahun 1952, Saksi-Saksi Yehuwa telah merencanakan untuk mengadakan kebaktian di salah satu bioskop kota tersebut. Karena sadar sepenuhnya bahwa Gereja Ortodoks Yunani telah mencanangkan perang habis-habisan terhadap Saksi-Saksi Yehuwa dan karena apa yang telah terjadi pada kebaktian-kebaktian sebelumnya, kami meminta kehadiran polisi. Hari Minggu pagi indah sekali, dan saudara-saudara menanti-nantikan khotbah umum yang dijadwalkan sebelum siang hari. Akan tetapi, sepuluh menit sebelum khotbah tersebut dimulai dan 350 orang telah duduk di bioskop, ada petunjuk bahwa keributan sedang berkembang. Antonios Karandinos, seorang utusan injil di kota itu, adalah salah seorang petugas tata tertib di pintu masuk depan bioskop. Beginilah caranya ia menggambarkan apa yang terjadi:

”Tepat 10 menit sebelum khotbah umum dimulai, lonceng gereja Ortodoks yang berdekatan mulai berdentang. Belakangan kami mengetahui bahwa ini merupakan tanda bagi para imam dan sejumlah anak-anak remaja untuk mulai berbaris menuju bioskop. Sungguh pemandangan yang mencolok mata! Imam-imam memimpin segerombolan anak-anak muda berupaya menerobos masuk ke bioskop. Kami menguatkan hati untuk menghadapi kesulitan. Pintu bioskop ditutup, dan sewaktu mereka mencoba masuk secara paksa, saya dihajar oleh seorang imam hingga baju saya robek. Situasi kian mengancam, maka bantuan polisi diminta untuk dikerahkan dan mereka segera tiba. Karena upaya mereka untuk menggagalkan pertemuan itu terhalang, gerombolan tersebut berteriak-teriak dan mengumpat menentang kita di luar bioskop.”

Upaya-upaya mereka gagal, imam-imam mengajak gerombolan itu kembali ke gereja. Yehuwa telah memberikan kemenangan kepada kita.

Para Pelanggar Hukum Dihadapkan ke Pengadilan

Sebelumnya, para uskup, imam, dan para teolog gereja telah diutus ke kota-kota dan desa-desa di segenap penjuru pulau untuk mendesak orang-orang, ”Bila Saksi-Saksi Yehuwa mengunjungi desa kalian, usir mereka!” Tidak semua mau menuruti para pemimpin agama. Saudara-saudara tetap menemukan orang-orang seperti domba. Namun desakan para pemimpin agama tersebut pasti ada dampaknya. Saudari Galatia Matheakis menceritakan suatu kejadian yang melibatkan dirinya,

’Di suatu Minggu pagi, 20 orang dari antara kami berkumpul untuk dinas pengabaran. Tiga desa telah dipilih. Perlu waktu dua jam lamanya untuk tiba di daerah tersebut. Di desa terbesar sepuluh saudara-saudari bekerja dari rumah ke rumah; sepuluh saudara-saudari lainnya dibagi untuk mengerjakan dua desa lainnya. Di salah satu desa yang lebih kecil, saudara-saudara diusir ke luar pada pukul 10.30 pagi. Desa yang terbesar telah hampir selesai dikerjakan, dengan hasil-hasil bagus, sewaktu timbul kemarahan yang kejam dari gerombolan orang. Dua saudara dipukul kepalanya dengan kursi sewaktu sedang memberi kesaksian di pusat desa, dan batu-batu dilemparkan kepada mereka sewaktu mereka meninggalkan desa. Kemudian imam desa mengumpulkan segerombolan orang berjumlah 200 orang untuk mengepung kami semua. Bersenjatakan tongkat berat dan sambil memukul-mukul kaleng, mereka mencari kami. Mula-mula seorang saudara dan seorang saudari ditemukan. Mereka memukuli punggung saudara itu dengan tongkat, dan batu-batu dilemparkan kepada saudari itu. Hal yang sama juga menimpa hampir kami semua. Kami digiring melintasi desa. Bekas-bekas pukulan merupakan kesaksian melawan para penduduk desa ini sewaktu beberapa saudara harus melapor ke rumah sakit pemerintah untuk diperiksa.’

Saudara-saudara kita mengajukan pengaduan ke pengadilan. Setelah mendengar kesaksian selama tiga hari, bapak hakim mengatakan, ”Saya mempercayai bukti-bukti para pengadu secara fakta dan saya mendapati para tersangka bersalah dalam semua tuduhan. . . . Saya tidak percaya pada pernyataan bahwa para pengadu mengajarkan Kristus adalah seorang bajingan, dsb. . . . Para pengadu pergi ke desa tertuduh untuk mengajarkan kepercayaan mereka; mereka melakukannya dengan damai dan tertuduh tidak berhak menyerang mereka.”

Antara tahun 1952 dan 1953 dua utusan injil, Antonios Karandinos dan Emmanuel Paterakis, harus meninggalkan Siprus. Saudara-saudara ini telah berjuang dengan gigih demi iman sewaktu di Siprus, dan mereka dikenang dengan penuh kasih sayang.

Menonton The New World Society in Action

Pada tahun 1955 kami menerima film Lembaga The New World Society in Action (Masyarakat Dunia Baru Beraksi). Banyak hadirin yang menontonnya. Bukan hanya saudara-saudara namun juga orang-orang dunia memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang organisasi Yehuwa.

Dari antara banyak pengalaman menarik adalah yang berikut ini: Di desa Xylophagou, yang penduduknya 1.500 orang, pemilik bioskop setempat mengizinkan kami menggunakan bioskopnya tanpa bayaran. Pada malam waktu film akan diputar, imam setempat mengutus seorang penduduk desa untuk mencatat nama-nama semua yang hadir. Apa hasilnya? Sewaktu sang imam menanyakan daftar nama tersebut, orang desa itu menjawab, ”Karena hampir seluruh penduduk desa hadir, bagaimana saya dapat mencatat nama mereka semua?”

Waktu Perubahan

Sejak 1878, Siprus berada di bawah kekuasaan Inggris. Namun pada tahun 1950-an, orang-orang Siprus-Yunani, di bawah pimpinan Uskup Agung Makarios, mempromosikan suatu kampanye untuk ENOSIS, atau penyatuan dengan Yunani, atas dasar ikatan timbal-balik seperti bahasa dan agama. Unsur penduduk berbahasa Turki menentang.

Meskipun demikian, terdapat agitasi untuk kemerdekaan dari penguasa kolonial Inggris. Dari tahun 1955 hingga 1960, suatu organisasi yang disebut EOKA (Singkatan dari Ethniki Organosis Kipriakou Agonos, suatu kelompok teroris) menekankan masalah kemerdekaan melalui serangan gerilya terhadap tentara Inggris. Saksi-Saksi Yehuwa sepenuhnya netral dalam masalah politik demikian, namun mau tak mau mereka pun terkena dampak dari apa yang terjadi di sekeliling mereka.

Salah satu dari insiden pertama dalam kampanye ini terjadi di Famagusta yang cukup dekat dengan kantor cabang Lembaga. Sebuah kamp militer Inggris yang berdekatan diserang. Dapat dimengerti, lima utusan injil yang tinggal di kantor cabang, semuanya warga Inggris, merasakan tekanan yang berat.

Pada suatu peristiwa lain, Dennis Matthews dan istrinya, Mavis, keduanya utusan injil, baru tiba di rumah. Sewaktu mereka membuka pintu belakang, sebuah bom meledak di rumah tetangga, seorang tentara Inggris. Sewaktu orang yang menaruh bom tersebut dikejar ke arah pepohonan jeruk melintasi rumah utusan injil, terjadi tembak-menembak. Tidak lama kemudian ada ketukan di pintu, namun para utusan injil takut membuka pintu, maka mereka berteriak mencari tahu siapa yang ada di situ. Ternyata tentara Inggris itu, yang ingin sekali mengetahui apakah penghuni rumah baik-baik saja.

Pernah sewaktu Saudara Rendell dan Saudara Gavrielides berada di Xylophagou untuk membantu persiapan kebaktian wilayah, terdapat keributan besar di luar sewaktu berlangsung Pelajaran Menara Pengawal mingguan sidang. Tentara-tentara Inggris muncul di pintu. Mereka memberi tahu kami bahwa di pinggiran desa, seorang tentara Inggris terbunuh dan beberapa lainnya terluka berat. Akibatnya, seluruh daerah sekarang diberlakukan jam malam, dan mereka meminta Saudara Rendell untuk memberi tahu semua yang ada di Balai Kerajaan untuk segera pulang ke rumah mereka. Keesokan harinya, semua penduduk pria daerah itu, termasuk Saudara Rendell, meskipun ia sendiri orang Inggris, dikumpulkan dan digiring ke suatu tempat berpagar kawat duri untuk diinterogasi. Tentu saja, Saksi-Saksi Yehuwa tidak terlibat dalam pembunuhan, maka mereka akhirnya dibebaskan dan meneruskan persiapan mereka untuk kebaktian yang mendatang.

Akan tetapi, berulang kali aktivitas teokratis harus dibatasi secara mendadak karena konfrontasi antara EOKA dan tentara Inggris mengakibatkan jam malam dan pembatasan-pembatasan lain. Tak seorang pun boleh berada di jalan setelah malam tiba, sehingga perhimpunan harus diadakan pada siang hari. Ada masa-masa manakala orang-orang harus tetap tinggal di rumah selama empat hari. Setiap orang curiga kepada sesamanya dan takut menyatakan pendapat. Namun, meskipun ada pembatasan-pembatasan, Saksi-Saksi Yehuwa terus menghibur orang-orang berhati jujur.

Akhir Pemerintahan Kolonial

Perjuangan melawan kekuasaan Inggris di Siprus terus berlangsung hingga tahun 1960. Kemudian pada tengah malam tanggal 16 Agustus, Siprus menjadi sebuah republik dan akhirnya menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa. Di tengah-tengah suasana sukacita besar, orang-orang Siprus keturunan Yunani pada akhirnya merasa bebas dari dominasi asing. Namun, apakah ini kebebasan yang sejati? Bagaimana kisah perjalanan Saksi-Saksi Yehuwa di republik baru ini? Mari kita perhatikan fakta-fakta sejarah berbicara.

Sebelum akhir tahun 1960, terdapat dua serangan bom terhadap Saksi-Saksi. Siapa yang bertanggung jawab? Yang pertama terjadi di Xylophagou. Dua bom dipasang di serambi Balai Kerajaan. Jelas serangan tersebut ditujukan kepada Saksi-Saksi Yehuwa sebagai suatu kelompok agama. Karena bom meledak setelah tengah malam, tidak ada yang terluka, meskipun timbul kerusakan pada Balai Kerajaan.

Pada kejadian kedua, sebuah bom dilemparkan ke rumah tempat tinggal empat perintis istimewa di desa Pentayia. Untung, pada waktu itu mereka sedang ke luar dalam dinas pengabaran. Bapak pemilik rumah tersebut mengetahui siapa yang bertanggung jawab dan mengatakan, ’Saya akan mengunjungi uskup dan meminta ganti rugi akibat kerusakan yang ditimbulkan. Pada waktu yang sama, saya akan memberi tahu dia bahwa jika ia ingin mendapat pengikut-pengikut Kristus, ia harus melakukannya melalui pengabaran seperti yang dilakukan Saksi-Saksi Yehuwa dan bukan melalui kekerasan.’

Seorang saudara dan keluarganya yang pindah ke desa Liopetri untuk membantu sidang kecil di sana juga menjadi sasaran sikap tidak toleran. Ancaman-ancaman seperti ’kita akan membakar dia hidup-hidup’ atau ’kami harus membunuh dia’ bukan hal yang jarang terdengar. Lewat tengah malam sejumlah orang fanatik berkedok mengepung rumah saudara tersebut dan mulai menembakkan pistol mereka, sambil berteriak kepada saudara itu bahwa jika ia tidak pergi keesokan harinya ia akan dibunuh. Karena polisi tidak mau memberikan perlindungan kepada saudara tersebut dan keluarganya, mereka memutuskan untuk pindah dari desa itu. Akan tetapi, meskipun adanya semua upaya untuk mengintimidasi saudara-saudara di Liopetri, terdapat sebuah sidang di desa itu dewasa ini, dan baru-baru ini saudara-saudara mampu membangun sebuah Balai Kerajaan baru yang bagus.

Suatu insiden tercela terjadi pada malam tanggal 11 September 1962. Andreas Psaltis dan istrinya, Nina, bersama dengan Eunice McRae, berada di rumah utusan injil di Famagusta sewaktu beberapa pria berkedok masuk melalui jendela. Mereka memukuli Saudara Psaltis. Kemudian mereka mengikat kedua saudari dan mempermalukan mereka dengan mencukur kepala mereka. (Bandingkan 1 Korintus 11:6.) Setelah merampok rumah, mereka pergi.

Akhirnya, pada bulan Desember 1963 ketegangan antara dua kelompok etnis utama di pulau itu mencapai titik puncak. Kekerasan meletus. Pertempuran sengit terjadi khususnya di pinggiran Nikosia, di kota yang bernama Trachonas, tempat adanya penduduk campuran orang-orang Siprus keturunan Yunani dan Turki. Ada sejumlah Saksi-Saksi Yehuwa yang tinggal di Trachonas, dan mereka telah membangun sebuah Balai Kerajaan besar di sana. Tanpa menghiraukan keselamatan jiwa mereka, saudara-saudara yang tinggal di luar distrik itu membawakan makanan kepada rekan-rekan seiman di daerah yang sedang bergolak tersebut. Namun, sayangnya, seorang saudara, Andronicos Michaelidis, ditikam hingga tewas sewaktu hendak pergi bekerja.

Suatu Ujian Integritas

Pada tahun 1964, Saksi-Saksi pria muda khususnya menghadapi suatu ujian atas integritas mereka. Suatu undang-undang wajib militer disetujui oleh pemerintah Siprus seraya konflik antara masyarakat Siprus keturunan Yunani dan Turki terus berlanjut. Saksi-Saksi yang mencapai usia cocok untuk dinas militer yang dipanggil, harus membuat keputusan serius. Di bawah tekanan, apakah mereka akan berpaut pada pengajaran Yesus Kristus? Di dalam lubuk hati mereka, apakah mereka benar-benar orang-orang Kristen yang netral? (Mat. 26:52; Yoh. 17:15, 16) Apakah mereka akan terus percaya kepada Yehuwa dengan segenap hati mereka?—Ams. 3:5, 6; Yes. 2:2-4.

Banyak yang memperlihatkan iman demikian. Akan tetapi, beberapa berkompromi dan tidak lagi menjadi bagian dari sidang Kristen yang netral. Para remaja Saksi-Saksi lainnya ada yang memilih untuk meninggalkan pulau, dengan akibat rata-rata jumlah penyiar turun dari 516 pada tahun 1963 menjadi 394 pada tahun 1966. Sidang-sidang merasa agak kecil hati.

Langkah-langkah diambil untuk menguatkan iman saudara-saudara. Untuk tujuan itu, kebaktian-kebaktian satu hari diatur agar nasihat Alkitab yang tepat waktu dibahas. Hasilnya terbukti menganjurkan. Namun ujian sama sekali belum berakhir.

Merancang Kejahatan dengan Undang-Undang

Pada bulan Juni 1966 suatu pukulan lain ditujukan kepada organisasi Yehuwa. Dewan Menteri mengajukan kepada parlemen suatu rancangan undang-undang yang akan sangat mempengaruhi pekerjaan pengabaran dari Saksi-Saksi Yehuwa. Itu adalah rancangan undang-undang yang melarang proselitisme, dan undang-undang itu menetapkan bahwa siapa pun yang mengunjungi orang-orang di rumah mereka untuk maksud tersebut atau yang menyebarkan lektur agama untuk menobatkan orang, bukan hanya akan dihukum penjara sampai dua tahun tetapi juga harus membayar denda.

Banyak protes yang diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Siprus, dan kunjungan-kunjungan dilakukan kepada perwakilan-perwakilan pemerintah Inggris dan Amerika Serikat. Sepucuk surat dikirimkan Lembaga kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sebagai hasil imbauan dari banyak pribadi atau kelompok, rancangan undang-undang tersebut hingga hari ini belum diajukan untuk disahkan oleh parlemen.

Program Pembangunan Mulai

Seraya pekerjaan pemberitaan Kerajaan meluas, terdapat kebutuhan yang kian bertambah untuk tempat-tempat perhimpunan yang memadai. Pada tahun 1967, sewaktu penyiar hanya berjumlah 431, kantor cabang Lembaga di Siprus mulai menghimpun dana pembangunan, dan saudara-saudara antusias tentang prospek ini.

Kami sangat dianjurkan oleh Saudara Henschel selama kunjungan zonanya pada bulan April 1968. Pada waktu itu sepasang suami-istri utusan injil, Louis Kopsies dan istrinya, Stella, tiba di pulau itu. Saudara Kopsies memberikan bantuan berharga bagi program pembangunan dengan membantu mengorganisasi pekerjaan dan merelakan diri dengan cara yang patut diteladani.

Suatu langkah penting dalam rencana kita untuk pembangunan adalah pembentukan suatu badan hukum setempat yang bernama The Jehovah’s Witnesses’ Congregation (Cyprus) Ltd, pada bulan Maret 1960. Anggaran Dasarnya antara lain mencakup pengaturan untuk menguasai hak milik atas tanah.

Proyek pertama adalah pembangunan sebuah Balai Kerajaan yang luas di Famagusta, dengan ruangan untuk 230 orang. Fasilitas ini tidak hanya dapat dipakai oleh sidang setempat namun, halaman di sebelahnya yang ditutupi oleh pohon-pohon anggur besar, juga menyediakan tempat untuk menyelenggarakan kebaktian-kebaktian wilayah.

Yang mendapat perhatian berikutnya adalah kantor cabang Lembaga. Selama kira-kira 20 tahun, kami telah menggunakan tempat yang disewa. Kini Lembaga membeli sebidang tanah di Agios Dometios, sebuah kota satelit dari ibu kota. Di sini saudara-saudara membangun sebuah bangunan baru empat lantai, termasuk sebuah Balai Kerajaan di lantai pertama. Bangunan ini ditahbiskan pada tahun 1969 oleh F. W. Franz, yang pada waktu itu adalah wakil presiden dari Lembaga Menara Pengawal.

Sementara itu, sebuah Balai Kerajaan yang indah dibangun di Xylophagou, lokasi dari sidang pertama Saksi-Saksi Yehuwa di Siprus, yang dibentuk pada awal tahun 1930-an. Ada banyak sekali tentangan di desa ini sewaktu orang-orang pertama menunjukkan minat akan kebenaran di sini, mulai memberi kesaksian kepada orang-orang lain. Namun sewaktu penduduk desa memperhatikan saudara dan saudari bekerja bersama selama tiga minggu, 15 jam atau lebih sehari, untuk membangun Balai Kerajaan mereka, ada beberapa orang yang mau tak mau sangat terkesan. Kini terdapat sebuah Balai Kerajaan yang dapat menampung 450 orang tepat di tengah desa. Di dalam dan di sekitarnya juga terdapat cukup ruangan untuk menyelenggarakan kebaktian-kebaktian wilayah dan distrik.

Limassol, kota terbesar kedua di pulau itu dan sebuah tempat peristirahatan di tepi laut di pantai selatan adalah kota berikut yang memperoleh Balai Kerajaan sendiri. Selain Balai Kerajaan, di lantai atas dibuat ruangan untuk rumah utusan injil. Pada tahun 1974, sewaktu tempat kantor cabang harus dikosongkan di Nikosia, sebagian dari ruangan lantai atas disesuaikan untuk digunakan sebagai kantor.

Kota Pafos yang disebut dalam Alkitab juga mendapat perhatian. Meskipun pada awalnya pertambahan di sini sangat lamban, pada tahun-tahun belakangan terdapat kemajuan luar biasa di daerah Pafos. Balai Kerajaan yang mula-mula dibangun harus diperbesar dan kini menampung dua sidang.

Sebuah Balai Kerajaan bagus dibangun di kota Larnaca, dan sebuah balai dengan beton pracetak di desa Liopetri kini telah diganti dengan sebuah tempat perhimpunan yang lebih memadai bagi orang-orang yang tinggal di daerah yang disebut kokina choria atau desa tanah-merah, karena tanahnya memang merah.

Para penyiar yang bergairah dan perintis-perintis istimewa juga sibuk di sudut barat laut yang indah namun liar dari pulau tersebut, suatu daerah yang dikenal betul oleh para turis dengan tempat yang disebut pemandian dewi Afrodit. Karena sambutan atas berita Kerajaan, sebidang tanah dibeli di Polis Chrysochous. Sebuah Balai Kerajaan dengan tempat duduk untuk 70 orang kini telah dibangun dan digunakan sebagai pusat pendidikan ilahi di daerah tersebut.

Pernikahan dan Pemakaman

Karena selama bertahun-tahun kami tidak diakui oleh kalangan berwenang sebagai suatu agama, pernikahan dan pemakaman bagi Saksi-Saksi Yehuwa di Siprus bukanlah merupakan hal yang mudah. Sejauh menyangkut kebanyakan orang Siprus keturunan Yunani, seorang dapat dinikahkan atau dimakamkan hanya oleh gereja resmi Siprus. Akan tetapi, pada tahun 1948 pengacara Lembaga di pulau ini mengajukan permohonan kepada penguasa kolonial Inggris agar seorang rohaniwan Saksi-Saksi Yehuwa dapat diberi sertifikat untuk menyelenggarakan upacara pernikahan. Betapa senangnya saudara-saudara sewaktu sebuah pengumuman muncul dalam lembaran negara tahun 1949 bahwa seorang Saksi, Savvas Droussiotis, telah diberi wewenang oleh pemerintah untuk menyelenggarakan pernikahan! Belakangan, saudara-saudara lain juga memperoleh wewenang untuk menyediakan jasa ini.

Soal pemakaman juga merupakan masalah, karena sering terdapat tentangan dari imam-imam Ortodoks yang menolak mengizinkan Saksi-Saksi Yehuwa atau anak-anak mereka dimakamkan di dalam apa yang dipandang gereja sebagai ”tempat suci”. Di kota-kota, tempat setiap kelompok agama memiliki tanah pekuburan sendiri, problem ini khususnya gawat. Di desa-desa situasinya agak berlainan; pajak yang dibayar oleh penduduk mencakup pemakaman di pekuburan setempat. Namun, dalam beberapa kasus pemimpin agama mempermasalahkan hak ini. Tidaklah mudah bagi saudara-saudara kita untuk menanggulangi problem-problem ini sedangkan pada waktu yang bersamaan mereka berupaya mengatasi kehilangan anggota keluarga. Problem ini harus dicari jalan keluarnya.

Akhirnya, pada tahun 1950, kalangan berwenang memberikan kepada Saksi-Saksi Yehuwa hak untuk memiliki tanah pemakaman mereka sendiri. Seorang saudara menyumbangkan sebidang tanah di luar ibu kota untuk tujuan ini. Bertahun-tahun kemudian, pada tahun 1989, pekuburan kedua diperlukan, dan kita memperoleh izin untuk menggunakan sebidang tanah di desa Nissou, tempat kantor cabang Lembaga sekarang. Persediaan ini telah terbukti menjadi berkat besar bagi umat Yehuwa dan telah membantu menangkal pernyataan imam-imam Ortodoks bahwa ’jika kalian menjadi salah seorang Saksi-Saksi Yehuwa, kalian akan dikuburkan seperti anjing’.

Meskipun Saksi-Saksi Yehuwa telah diberi hak legal untuk menyelenggarakan upacara-upacara pernikahan, upaya-upaya dikerahkan, pada tahun 1971, untuk mengganggu gugat hak ini. Kami diberi tahu oleh Pejabat Distrik di Nikosia bahwa sebelum suatu pernikahan dapat diselenggarakan, pihak-pihak yang akan menikah harus memperlihatkan sebuah sertifikat dari keuskupan bahwa mereka bukan lagi anggota dari Gereja Ortodoks Yunani. Seperti yang diduga, keuskupan tidak bersedia mengeluarkan sertifikat demikian. Pada hakikatnya ini berarti bahwa tak seorang pun dari Saksi-Saksi Yehuwa dapat menikah. Akan tetapi, dengan bantuan beberapa pejabat yang mencintai kebebasan yang menyadari bahwa tuntutan adanya sertifikat demikian merupakan suatu langkah yang didalangi oleh para imam, tuntutan tersebut ditiadakan.

Kebaktian Internasional ”Kemenangan Ilahi”

Pada bulan November 1972, Saudara Knorr mengunjungi Siprus sehubungan dengan rencana Kebaktian-Kebaktian Internasional ”Kemenangan Ilahi”. Tur ke negeri-negeri Alkitab diatur bersama dengan kebaktian-kebaktian ini. Kami sangat bersukacita bahwa Siprus termasuk, dan suatu kebaktian internasional akan diselenggarakan di ibu kota, Nikosia, pada bulan Juli 1973.

Dengan segera kami berupaya mendapatkan sebuah stadion atau lokasi lain yang cocok untuk kebaktian, namun kami tidak berhasil, terutama karena para pejabat dan pengusaha takut akan reaksi Gereja. Maka kami memutuskan untuk menggunakan halaman di sekeliling Balai Kerajaan yang besar di Trachonas. Lembaga telah memiliki sebidang tanah di seberang Balai Kerajaan, dan kami boleh menyewa tanah di sebelahnya. Merupakan suatu pekerjaan besar sekali bagi kami untuk membangun atap dari batang-batang bambu untuk menutupi seluruh tempat, sebagai pernaungan bagi para delegasi dari panas terik. Setiap hari, di bawah panas lebih dari 40 derajat Celsius, saudara dan saudari kita bekerja untuk menyelesaikan tugas tersebut.

Namun, salah satu problem terbesar adalah memperoleh cukup air untuk kebutuhan kebaktian. Pada musim dingin sebelum kebaktian hanya turun sedikit hujan, dan air pun dijatah hanya tiga hari seminggu. Apa yang dapat dilakukan? Seorang saudara yang rumahnya bersebelahan dengan Balai Kerajaan mempunyai sebuah sumur di kebunnya. Ia mengizinkan saudara-saudara menggunakan sumur itu, namun sudah agak lama air sumur itu tidak pernah ditimba. Berapa banyak air yang keluar? Saudara-saudara membersihkannya, memasang pompa air, dan kemudian menunggu dengan berdebar-debar untuk melihat hasilnya. Jumlah air yang limpah mulai mengalir! Namun apakah air itu bisa diminum? Pengujian-pengujian dilakukan. Hasilnya: 100 persen bisa diminum! Kelihatannya seperti mukjizat zaman modern. Betapa bersyukurnya kita kepada Yehuwa atas solusi untuk problem besar ini!

Karena bertambahnya kegiatan di sekeliling Balai Kerajaan, para penentang segera tahu bahwa sesuatu yang istimewa akan terjadi. Kemudian, sebelum fajar di suatu pagi, saudara yang rumahnya bersebelahan dengan Balai Kerajaan terbangun karena kamar tidurnya menjadi terang akibat kobaran api. Setumpuk batang bambu terbakar hebat di tempat itu. Pembakaran! Musuh-musuh kita mulai menapaki jalan perang lagi. Sejak saat itu, tindakan-tindakan pencegahan yang lebih besar diambil untuk menjamin keamanan.

Lembaga telah memohon agar, demi manfaat banyak pengunjung yang akan datang ke pulau tersebut dan yang tidak memahami bahasa Yunani, pertunjukan-pertunjukan singkat dipersiapkan untuk memperlihatkan kebiasaan-kebiasaan setempat serta cara hidup penduduk pulau tersebut. Setiap pagi dari pukul 8.00 hingga 9.30, sebelum acara kebaktian yang biasa, pertunjukan-pertunjukan singkat yang informatif ini disajikan dan sangat dinikmati oleh semua hadirin. Terdapat juga tur-tur ke tempat-tempat bersejarah yang ada hubungannya dengan catatan Alkitab.

Menikmati suatu kebaktian internasional di Siprus merupakan pengalaman yang menyenangkan serta membina bagi saudara-saudara setempat. Hal itu memberi mereka kesempatan bergaul secara pribadi dengan Saksi-Saksi dari berbagai bangsa. Ini membantu memperluas kesadaran mereka akan persaudaraan internasional. Lebih jauh, publisitas yang diakibatkan dari tentangan oleh Gereja Ortodoks sehubungan dengan kebaktian ini membantu lebih banyak orang di Siprus untuk memperhatikan baik-baik aktivitas Saksi-Saksi Yehuwa.

1974—Tahun Perubahan

Siprus merupakan tujuan wisata populer bagi para turis. Ekonomi maju pesat. Banyak orang Siprus berpikir bahwa segala sesuatunya baik-baik saja. Namun terjadi suatu perubahan dramatis pada tanggal 15 Juli 1974.

Telah lama penduduk pulau itu terbagi secara politik. Terdapat dua faksi yang saling bertikai di kalangan masyarakat Siprus keturunan Yunani. Di satu pihak adalah para pendukung presiden, Uskup Agung Makarios; di pihak lain, para pendukung almarhum Jenderal Georgios Grivas, pemimpin EOKA yang terkenal yang telah memimpin revolusi melawan penguasa kolonial Inggris. Dalam suatu kudeta bersenjata, Presiden Makarios digulingkan dan banyak korban jiwa. Namun peristiwa-peristiwa ini hanyalah awal dari kejadian-kejadian yang lebih tragis.

Setelah berada di Inggris selama 14 tahun karena kesehatan yang buruk, Don Rendell telah kembali ke Siprus pada tahun 1972 dan sedang melayani sebagai pengawas wilayah. Pada waktu itu, ia tinggal di pantai utara pulau tersebut, hanya 60 kilometer dari pantai selatan Turki. Beginilah ia menceritakan apa yang terjadi:

’Bersama rekan saya Paul Andreou, saya tinggal di desa Karakoumi, sekitar dua kilometer sebelah timur kota Kyrenia. Kira-kira pukul lima pagi tanggal 20 Juli, saya mendengar ledakan keras. Dari jendela dapur kami, saya dapat melihat asap membubung dari daerah pelabuhan kota Kyrenia. Sebuah pemancar radio Turki mengumumkan bahwa karena kondisi-kondisi tidak stabil yang berkembang sebagai akibat ”kudeta” orang-orang Siprus keturunan Yunani, tentara dari daratan Turki tiba di pantai utara untuk melindungi orang-orang minoritas Siprus keturunan Turki yang tinggal di Siprus. Kami segera sadar bahwa kami berada dalam kancah peperangan. Kami menghitung ada 75 helikopter di udara. Pasukan terjun payung diterjunkan tepat di dekat pegunungan yang mengelilingi kota. Pengeboman dari laut dan udara terus berlangsung selama beberapa hari; kemudian kami diharuskan meninggalkan rumah kami pada larut malam karena tentara Turki bergerak maju menuju desa.

’Setelah beberapa hari di pegunungan, kami kembali ke rumah kami namun segera dikepung oleh tentara Turki. Kami tidak diapa-apakan. Kami bertanya-tanya apa yang telah terjadi dengan saudara-saudara di sidang kecil kami di Kyrenia. Akhirnya kami menemukan keluarga Saudara Kyriazis—semuanya berjumlah tujuh Saksi-Saksi—dan kami senang saling bertemu. Keesokan harinya, sewaktu kami sedang duduk di bawah sebatang pohon di kebun mereka, mempelajari ayat harian, tentara Turki tiba. Kami diberi tahu agar masuk ke rumah. Kemudian kami dibawa ke Hotel Dome, yang berada di bawah pengawasan tentara PBB. Saya dan Paul tidak diizinkan kembali ke rumah kami, namun bersama Saudara Kyriazis dan keluarganya maupun sekitar 650 orang lain, kami ditahan di hotel di Kyrenia itu. Setelah beberapa hari, karena saya orang Inggris, saya dibawa ke Nikosia, berjalan dengan dikawal melintasi daerah tak bertuan, dan dibebaskan. Namun saudara-saudara kita orang Siprus keturunan Yunani ditahan di hotel selama beberapa bulan sebelum dibebaskan. Selama waktu itu, mereka tetap kuat secara rohani dengan mengadakan perhimpunan-perhimpunan secara tetap tentu untuk mempelajari Alkitab, dan mereka terus sibuk membagikan berita penghiburan Alkitab kepada orang-orang lain yang ditawan di hotel.’

Apakah akibat dari aksi militer tersebut? Tentara Turki menduduki sekitar sepertiga pulau tersebut. Lebih dari 200.000 orang terpaksa menjadi pengungsi. Umat Yehuwa ada di antara mereka. Lebih dari 300 saudara kehilangan seluruh harta duniawi mereka. Empat sidang dibubarkan. Rumah Betel bertahan dalam serangan gencar, namun bekasnya masih terlihat dengan adanya lubang-lubang bekas peluru pada daun-daun jendela bangunan tersebut. Karena lebih menghargai kehidupan daripada harta milik, kami memutuskan untuk mengosongkan kantor cabang. Meskipun demikian, setelah pertempuran mereda, upaya-upaya dibuat untuk menyelamatkan beberapa berkas dari kantor Lembaga. Kami mendapati bahwa para serdadu telah menyerbu kantor cabang. Pintu depan telah dibuka dengan paksa, dan seorang serdadu telah menulis pada dinding-dinding, ’Allah tidak mengasihi kami karena kami tidak menemukan apa pun yang benar-benar berharga di sini.’

Segera suatu panitia dibentuk untuk mengurus kebutuhan saudara-saudara kita yang mengungsi. Mereka yang tidak secara langsung mengalami dampak pertikaian itu membuka rumah mereka bagi saudara-saudara Kristen mereka. Bantuan-bantuan kemanusiaan dari Saksi-Saksi Yehuwa di Yunani dan dana dari kantor cabang Inggris segera tiba. Saudara-saudara setempat sungguh-sungguh menghargai keprihatinan yang diperlihatkan oleh Badan Pimpinan dalam membantu mereka pada saat mereka membutuhkannya. Betapa menakjubkan ikatan persatuan yang mengikat semua hamba Yehuwa tetap erat satu sama lain!

Persediaan bagi Suatu Balai Kebaktian

Karena perpindahan orang-orang Siprus keturunan Turki dari selatan ke utara pulau, sebuah bioskop Turki di kota Limassol menjadi tersedia bagi kami, dan kami menandatangani kontrak dengan pemiliknya yang adalah seorang Turki sebelum ia pergi. Gedung itu rusak berat selama timbulnya permusuhan. Namun saudara-saudara bekerja keras untuk memperbaiki atapnya dan secara umum membuatnya dapat digunakan. Salah satu sidang di kota itu dapat menggunakan satu bagian dari bangunan tersebut untuk perhimpunannya. Bioskop tersebut dapat menampung 800 orang, dan terdapat ruangan di sekeliling bioskop itu yang dapat digunakan untuk departemen-departemen kebaktian. Memperoleh tempat yang cocok untuk kebaktian-kebaktian kita selalu merupakan problem, maka inilah persisnya apa yang kita butuhkan.

Namun, tidak lama kemudian, setelah bekas pemiliknya meninggal, ada beberapa orang dari kalangan berwenang yang ingin mengambil bioskop itu dari kami. Namun akhirnya suatu pengaturan dapat dibuat dengan kalangan berwenang agar kami dapat menggunakan bioskop tersebut beserta dengan halaman sekelilingnya. Selama bertahun-tahun banyak perbaikan telah dibuat pada gedung tersebut hingga mencapai standar yang dapat diterima untuk beribadat kepada Allah kita, Yehuwa.

Sewaktu kita memperoleh bioskop tersebut, tersedia cukup ruangan untuk seluruh Saksi-Saksi yang ada di Siprus. Akan tetapi, pada tahun 1994, kami berencana untuk menyelenggarakan tiga kebaktian distrik di sana, guna menampung Saksi-Saksi dan orang berminat yang akan hadir.

Masalah Hati Nurani Kristen

Selama tahun 1978/79 terdapat berbagai laporan surat kabar tentang sikap netral yang diambil Saksi-Saksi Yehuwa sehubungan dengan wajib militer. Karena undang-undang tidak membuat pengaturan bagi keberatan karena hati nurani, beberapa Saksi-Saksi dijatuhi hukuman penjara.

Sejak 1980, sedikitnya 130 Saksi-Saksi Yehuwa telah dipenjarakan karena sikap netral mereka, dan beberapa telah dijebloskan ke penjara untuk kedua, ketiga, dan keempat kalinya. Yang menarik adalah kasus dari Georgios Anastasi Petrou yang berusia 28 tahun. Pada tanggal 1 Juli 1993, ia dinyatakan bersalah sebagai pelanggar karena hati nurani untuk yang keempat kalinya dan dijatuhi hukuman penjara selama enam bulan. Keseluruhan masa hukuman penjaranya berjumlah dua tahun dua bulan. Sehubungan dengan Saksi ini, surat kabar Cyprus Weekly tertanggal 9 September 1993, melaporkan protes dari Amnesti Internasional, yang berbunyi: ’Sayangnya, tak ada yang bisa menghentikan kalangan berwenang memenjarakan dia untuk kelima, keenam, ketujuh kalinya. Bukankah telah tiba waktunya bagi kalangan berwenang untuk berhenti melecehkan dia?’

Setiap minggu berbagai penatua mengunjungi saudara-saudara kita yang berada di penjara karena alasan kenetralan untuk membahas bersama mereka majalah Menara Pengawal maupun informasi Alkitab yang membina lainnya. Kami menghargai kerja sama pihak berwenang di penjara yang memungkinkan diadakannya penyelenggaraan ini. Saudara-saudara yang menghadapi masalah kenetralan memandangnya sebagai ujian iman dan sebagai kesempatan membaktikan lebih banyak waktu, selama berada dalam penjara, untuk pelajaran Alkitab pribadi. Komentar dari beberapa di antara mereka berikut ini adalah khas, ’Kami siap tinggal di penjara selama Yehuwa mengizinkannya,’ dan, ’Belum pernah sebelumnya kami belajar sedemikian banyak.’

Para menteri negara menerima banyak surat protes dari organisasi-organisasi hak azasi manusia yang meminta agar kalangan berwenang Siprus memecahkan masalah keberatan karena hati nurani. Sebagai hasilnya, sejumlah artikel surat kabar baru-baru ini telah mendesak kalangan berwenang untuk menyelaraskan perundang-undangan mereka dengan apa yang kini umum di Eropa. Misalnya, surat kabar Alithia tertanggal 24 Januari 1994, mengatakan sehubungan dengan pelanggaran karena hati nurani, ’Masalah ini harus diselesaikan sesegera mungkin, selaras dengan saran-saran dari Eropa dan PBB.’

Parlemen Eropa telah mendesak negara-negara anggota Masyarakat Eropa untuk memberikan pengakuan resmi kepada keberatan karena hati nurani atas dinas militer. Pada tahun 1933, sebuah artikel panjang-lebar dimuat dalam Cyprus Law Tribune yang mendesak kalangan berwenang di Siprus untuk memikirkan dengan serius apa yang telah dilakukan oleh negara-negara seperti Swedia dan Negeri Belanda dalam menangani situasi ini.

Kantor Cabang Baru

Pada tahun 1981, perubahan-perubahan di bidang administratif dilakukan di kantor cabang Lembaga. Untuk mengurus kebutuhan-kebutuhan kantor cabang, Don Rendell, yang melayani di Betel Yunani, diminta kembali ke Siprus untuk mengambil alih tugas-tugas koordinator Panitia Cabang. Pada tahun berikutnya, pasangan suami-istri Siprus keturunan Yunani, Andreas Kontoyiorgis, dan istrinya, Maro, yang melayani sebagai perintis istimewa di Inggris, ditambahkan kepada keluarga Betel Siprus. Karena kantor cabang di Limassol ternyata menjadi terlalu kecil, keluarga Betel sangat bersukacita pada tahun 1985 sewaktu Badan Pimpinan memberikan izin untuk membangun fasilitas-fasilitas cabang yang baru.

Meskipun saudara-saudara ingin sekali memulai bekerja membangun fasilitas-fasilitas yang baru, ada problem-problem yang harus ditangani. Di manakah bangunan baru tersebut akan didirikan? Telah diputuskan bahwa tanah yang dimiliki oleh Cyprus Corporation of Jehovah’s Witnesses di Limassol akan digunakan untuk tujuan ini. Selama tahun 1987, rancangan arsitektur disampaikan kepada kalangan berwenang kota praja setempat, dan permohonan dibuat untuk memperoleh izin mendirikan bangunan. Akan tetapi, begitu diketahui orang bahwa Saksi-Saksi Yehuwa merencanakan untuk membangun, wakil-wakil Gereja Ortodoks Yunani berkeliling ke tetangga di sekitar untuk memperoleh tanda tangan sebagai pernyataan protes. Akibatnya, kalangan berwenang menolak memberikan izin mendirikan bangunan. Alasan yang diberikan adalah ”untuk melindungi ketenteraman dan ketertiban umum yang akan terganggu bila izin diberikan” dan juga karena ”tujuan dari bangunan yang diusulkan”.

Karena keputusan berisi penolakan ini jelas didasarkan atas prasangka agama, saudara-saudara mengajukan masalah ini ke pengadilan. Di sana keputusannya memenangkan Saksi-Saksi Yehuwa. Pengadilan menyatakan bahwa pihak berwenang kota praja ”tidak mempunyai wewenang untuk menolak mengeluarkan izin mendirikan bangunan karena alasan ketenteraman atau ketertiban umum”. Pengadilan melanjutkan, ”Namun, alasan lain yang diberikan, yaitu karena ’tujuan bangunan yang diusulkan’, . . . telah menyingkapkan alasan sesungguhnya mengapa permohonan yang diajukan ditolak.” Ada manfaatnya masalah tersebut diselesaikan di pengadilan.

Akan tetapi, bahkan sebelum pengadilan menjatuhkan keputusannya, telah semakin nyata bahwa tidaklah bijaksana untuk memiliki kantor cabang yang terletak di daerah yang terdapat tentangan sengit. Mujur sekali, pada waktu itu seorang saudara yang memiliki tanah di desa Nissou, hanya beberapa kilometer jauhnya dari Nikosia, menawarkan untuk menjual tanah tersebut kepada Lembaga. Pada tanah seluas 0,4 hektar, terdapat sebuah bangunan yang terdiri dari empat apartemen. Di belakang bangunan terdapat kebun limau, dan di depannya suatu serambi yang dikelilingi semak-semak berbunga dan pohon-pohon palem. Di sebelahnya terdapat Balai Kerajaan setempat. Tanah milik tersebut cocok sekali untuk kantor cabang. Ada lebih banyak ruangan daripada yang akan tersedia di Limassol, sedikit sekali perubahan yang perlu dilakukan, tanah itu terletak di sentral, dan tetangga-tetangga sekitar bersahabat. Setelah persetujuan diberikan oleh Panitia Penerbitan dari Badan Pimpinan, tanah tersebut dibeli pada tahun 1988, dan pada bulan Juni tahun itu juga keluarga Betel pindah ke sana.

Keputusan Menurut Hukum Membantu Pekerjaan

Selain kasus pengadilan sehubungan dengan kantor cabang yang diusulkan, masih ada peristiwa-peristiwa lain yang memerlukan diambilnya tindakan guna ”secara hukum meneguhkan kabar baik” di Siprus. Kadang-kadang perlu naik banding ke Mahkamah Agung di pulau itu.—Flp. 1:7.

Suatu masalah fundamental yang perlu kejelasan adalah: Apakah Saksi-Saksi Yehuwa secara resmi disebut ”agama yang diakui”? Jika demikian, maka mereka harus diperlakukan sama seperti agama-agama lain yang sudah ada. Butir 18 dari Undang-Undang Dasar Siprus berbunyi:

”1. Setiap orang memiliki hak kebebasan berpikir, hati nurani dan agama.

”2. Semua agama yang doktrin-doktrin atau upacara-upacaranya tidak bersifat rahasia adalah bebas.

”3. Semua agama sederajat di hadapan undang-undang.”

Kalangan berwenang yang sah telah mendefinisikan ”agama yang diakui” sebagai suatu ”agama yang dapat ’diakui’ oleh siapa pun; suatu agama yang dogma-dogma dan prinsip-prinsipnya tidak bersifat rahasia, dan ibadatnya dilaksanakan di depan umum”. Saksi-Saksi Yehuwa memenuhi semua kriteria ini.

Namun, di bidang pendidikan, Saksi-Saksi Yehuwa mengalami diskriminasi. Sekolah-sekolah menolak mendaftarkan ”Saksi-Saksi Yehuwa” sebagai agama murid, meskipun menuliskan agama seorang murid di buku rapor sekolah merupakan hal yang lazim. Masalahnya diajukan ke kalangan berwenang pendidikan. Kementerian Pendidikan menyatakan, ’Tidak ada dalam pikiran kami keberadaan suatu agama dengan nama Saksi-Saksi Yehuwa. Menurut hemat kami Saksi-Saksi Yehuwa merupakan suatu gerakan atau organisasi.’

Dalam suatu memorandum kepada menteri pendidikan, tertanggal 16 April 1991, jaksa agung meninjau kembali masalahnya dipandang dari sudut Undang-Undang Dasar Siprus. Kemudian ia mengacu kepada pendapat bahwa Saksi-Saksi Yehuwa adalah suatu ”agama yang diakui” sehingga agama murid-murid harus diperlihatkan dalam rapor sekolah mereka.

Pendapat dari jaksa agung ini mendatangkan efek yang menguntungkan dalam perkembangan lain menurut hukum yang menyangkut hamba-hamba Yehuwa di Siprus. Suatu memorandum sembilan halaman yang dikeluarkan kantor kejaksaan agung menyatakan bahwa rohaniwan-rohaniwan dari Saksi-Saksi Yehuwa harus diperlakukan sama seperti agama-agama besar lain di Siprus. Pada suatu waktu bila terdapat tentangan yang diperbarui dari para penentang, hal ini berguna untuk membentengi suatu keputusan yang dibuat oleh kalangan berwenang pada bulan Juli 1990 sehubungan dengan Saksi-Saksi Yehuwa. Atas dasar keputusan tersebut, para penatua dan pelayan sidang dikecualikan dari dinas militer karena diakui sebagai rohaniwan agama.

Perkembangan lain setelah adanya pendapat jaksa agung menyangkut soal pajak. Pada tanggal 17 Juni 1992, Kementerian Perdagangan mengumumkan keputusannya bahwa organisasi Saksi-Saksi Yehuwa akan dikecualikan dari pembayaran pajak tanah, dan pajak-pajak yang telah dibayar sejak 1981 dikembalikan.

Tidak diragukan lagi, Saksi-Saksi Yehuwa di Siprus bersyukur kepada kalangan berwenang yang telah mengesampingkan prasangka dan memperlakukan semua agama tanpa berat sebelah.

Pengumpulan Berlanjut

Di zaman modern, sekitar 70 tahun yang lalu pemberitaan kabar baik tentang Kerajaan Yehuwa mencapai Siprus. Apa yang telah dicapai sejak saat itu?

Dari satu penjuru ke penjuru lainnya di pulau itu—di kota-kota, desa-desa, dan di daerah pedalaman—orang-orang telah diberi kesempatan berulang kali untuk mendengar berita Alkitab. Beberapa calon anggota Kerajaan surgawi ditemukan di sini. Kini lebih banyak lagi sedang dikumpulkan dengan harapan hidup kekal sebagai penyembah Yehuwa di bumi firdaus. Menjelang awal tahun 1985, ada lebih dari 1.000 orang di Siprus yang menyanyikan pujian kepada Yehuwa di hadapan umum.

Namun pengumpulan belum berhenti pada saat itu. Menjelang bulan Maret 1994, terdapat 1.544 Saksi-Saksi yang aktif di Siprus, dan 3.141 menghadiri Peringatan. Maka, banyak yang masih menyambut program menjadikan murid dan menunjukkan keinginan untuk mempelajari segala sesuatu yang Yesus perintahkan kepada murid-muridnya. Di seluruh pulau, terdapat 16 sidang, dan mereka menunjukkan gairah untuk dinas Yehuwa. Selama tahun dinas yang lalu, terdapat bukti bagus dari meningkatnya semangat merintis, khususnya di kalangan Saksi-Saksi muda. Selama bulan Maret, sejumlah 295 Saksi-Saksi, yang adalah 19 persen dari jumlah penyiar, ambil bagian dalam berbagai corak dinas perintis.

Kemajuan juga telah dibuat dalam melatih saudara-saudara untuk memikul lebih banyak tanggung jawab. Halnya demikian khususnya sehubungan dengan penatua-penatua sidang maupun organisasi kebaktian distrik dan wilayah.

Kegigihan dituntut di pihak para penyiar untuk terus mengerjakan daerah mereka secara tetap tentu. Rasa takut akan manusia masih umum di Siprus, yang kelompok masyarakatnya mempunyai hubungan yang erat, khususnya di daerah-daerah pedesaan.

Sewaktu kasih akan kebenaran Alkitab menguasai dalam hati seorang muda, kadang-kadang orang muda itulah yang membantu seluruh keluarga mengatasi rintangan rasa takut. Itu terjadi pada sebuah keluarga terdiri dari enam orang (ayah, ibu, dan empat anak yang masih kecil) di sebuah desa kecil. Seorang perintis memulai pengajaran Alkitab dengan sang ibu. Setelah tiga kali belajar, ia menghadiri perhimpunan bersama Saksi-Saksi. Namun sewaktu tentangan keluarga muncul, ia berhenti belajar. Akan tetapi, anak perempuannya yang berusia sembilan tahun menangis tanpa henti sampai, akhirnya, sang ibu setuju untuk melanjutkan pelajaran. Segera seluruh keluarga mulai menghadiri perhimpunan-perhimpunan. Pada tahun 1994 wanita ini dibaptis. Suaminya kini belajar, dan anak perempuan itu juga terus belajar.

Seraya penyiar dengan setia ambil bagian dalam pelayanan, mereka terus menemukan orang-orang yang rendah hati demikian. Mereka juga belajar memupuk buah-buah roh Allah. Dan mereka memberikan bukti bahwa mereka adalah pendukung yang loyal dari kedaulatan Yehuwa.

Pembebasan Sejati bagi Orang-Orang Siprus yang Berhati Jujur

Sejarah Siprus mencatat dominasi dari penduduknya oleh kekuasaan-kekuasaan asing. Banyak orang Siprus yang telah mengorbankan kehidupan mereka demi apa yang mereka anggap sebagai perjuangan kemerdekaan. Akan tetapi, hasilnya tidak selalu seperti apa yang mereka bayangkan. Dalam generasi ini, banyak orang telah kehilangan tanah nenek moyang mereka, dan pada saat ini mereka tidak memiliki harapan untuk kembali ke tanah mereka. Halnya juga demikian bagi beberapa Saksi-Saksi Yehuwa. Bukan hal yang mudah bagi mereka.

Namun kemerdekaan sejati tidaklah bergantung pada di mana seseorang tinggal atau harta apa yang dimiliki seseorang. Kemerdekaan ini merupakan hasil dari pengetahuan saksama akan kebenaran. Pengetahuan demikian, yang terdapat dalam Alkitab, memerdekakan orang-orang dari takhayul dan rasa takut yang tidak perlu. Pengetahuan itu telah menggantikan sikap tidak toleran secara agama dengan kasih akan Allah dan sesama manusia. Itu memperlihatkan jalan menuju kelepasan dari belenggu dosa dan kematian bagi semua yang menaruh iman akan persediaan pengasih untuk keselamatan dari Allah Yehuwa melalui Yesus Kristus. Kepada kabar baik inilah Saksi-Saksi Yehuwa sedang mengarahkan berbagai macam orang.

Namun, sama halnya seperti ketika rasul Paulus dan rekannya Barnabas memberitakan di Siprus, para pemimpin agama menentang pemberitaan kabar baik demikian. Sepanjang sejarah zaman modern mereka di Siprus, hamba-hamba Yehuwa telah ditentang terutama oleh Gereja Ortodoks Yunani. Namun Saksi-Saksi senantiasa mengingat apa yang tertulis di Yeremia 1:19, ”Mereka akan memerangi engkau, tetapi tidak akan mengalahkan engkau, sebab Aku menyertai engkau untuk melepaskan engkau, demikianlah firman [Yehuwa].”

Mereka yakin bahwa Yehuwa akan terus membebaskan mereka dari musuh-musuh mereka dan segera akan membebaskan mereka melewati kesengsaraan besar mendatang memasuki dunia baru-Nya. Kemudian apa yang dinyatakan di Mikha 4:4 akan terwujud bukan hanya secara rohani tetapi juga secara harfiah, ”Mereka masing-masing akan duduk di bawah pohon anggurnya dan di bawah pohon aranya dengan tidak ada yang mengejutkan.” Benar, ada orang-orang Siprus yang bahkan sekarang pun dapat duduk di bawah pohon anggur dan pohon ara mereka, namun mereka tidak dapat melakukannya tanpa rasa takut. Akan tetapi, dalam ”bumi yang berpenduduk yang akan datang,” seperti disebutkan dalam Alkitab, adalah mungkin untuk menikmati keadaan-keadaan demikian tanpa rasa takut akan kriminalitas, peperangan, atau bahkan penyakit dan kematian. Itu akan merupakan kemerdekaan sejati! Ya, Yehuwa berjanji, ”Lihat! Aku membuat semua perkara baru.” Ia juga berfirman, ”Perkataan ini setia dan benar.”—Ibr. 2:5-9; Pny. 21:4, 5; Mzm. 37:9-11.

[Peta di hlm. 66]

(Untuk keterangan lengkap, lihat publikasinya)

SIPRUS

Pafos

Nikosia

Limassol

Larnaca

Xylophagou

Famagusta

Salamis

[Gambar di hlm. 71]

Antonis Spetsiotis (kanan) dan Andreas Christou, Saksi-Saksi pertama di Xylophagou

[Gambar di hlm. 72, 73]

Rasul Paulus mengabar kepada Sergius Paulus di Pafos meskipun mendapat tentangan dari seorang tukang sihir (Sebelah kiri: Reruntuhan dari istana gubernur)

[Gambar di hlm. 76]

Panagiotis Gavrielides

[Gambar di hlm. 79]

Nikos dan Galatia Matheakis, Saksi-Saksi penuh gairah yang dikenal karena keramahtamahan mereka yang murah hati

[Gambar di hlm. 80]

Beberapa utusan injil keluaran Gilead yang mula-mula:

1. Don Rendell

2. Anthony Sideris

3. Emmanuel Paterakis

4. Antonios Karandinos

[Gambar di hlm. 81]

Beberapa saudari yang melayani sebagai utusan injil di Siprus (dari kiri ke kanan): Jean Baker, Yvonne Warmoes (Spetsiotis), Nina Constanti (Psaltis)

[Gambar di hlm. 86]

N. H. Knorr (baris ke-2, kanan) dengan saudara-saudara Siprus dan para utusan injil

[Gambar di hlm. 87]

Suatu kebaktian yang menggembirakan diadakan di gedung bioskop Royal dan Pallas pada tahun 1951

[Gambar di hlm. 91]

Saksi-Saksi siap pergi menuju daerah mereka, pada tahun 1955

[Gambar di hlm. 100]

Kebaktian internasional di bawah naungan bambu di Nikosia, pada tahun 1973

[Gambar di hlm. 107]

Balai Kebaktian di Limassol

[Gambar di hlm. 108, 109]

Kantor cabang dan keluarga Betel sekarang di Siprus

[Gambar di hlm. 115]

Panitia Cabang yang sekarang melayani di Siprus (dari kiri ke kanan): Andreas Costa Efthymiou, Andreas Kontoyiorgis, James Petridis

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan