PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • Suatu Generasi di Ujung Tanduk
    Sedarlah!—2001 | 8 September
    • Suatu Generasi di Ujung Tanduk

      ”Sampai dua bulan yang lalu, saya masih bahagia dan aktif. Sekarang, setiap kali saya mendapat kesempatan untuk berbuat sesuatu, saya merasa terlalu lelah. Saya merasa tidak karuan dan gampang marah, pasti orang lain tidak bisa tahan menghadapi saya. Sulit untuk dikatakan mengapa perasaan saya tiba-tiba jadi begitu tidak enak.”—Paul.

      ”Saya menangis dan hati saya sangat pedih. Kalau tidak merasa sakit hati, paling-paling saya merasa tak berdaya. Saya tidak menikmati apa pun. Saya tidak suka berbaur dengan teman-teman saya lagi. Saya jadi banyak tidur. Sering kali saya tidak bisa bangun untuk pergi ke sekolah dan nilai saya hancur-hancuran.”—Melanie.

      BUKAN Paul dan Melanie saja yang merasa demikian. Penelitian memperlihatkan bahwa kira-kira 8 persen populasi remaja di Amerika Serikat menderita suatu bentuk depresi dan bahwa setiap tahun sekitar 4 persen menderita depresi serius. Namun, statistik ini tidak menyingkapkan seluruh perinciannya, karena depresi sering kali salah didiagnosis atau sama sekali disepelekan. ”Bahkan,” tulis psikolog masalah remaja David G. Fassler, ”setelah meninjau riset yang diadakan terhadap anak-anak dan remaja, saya yakin bahwa lebih dari seperempat remaja akan mengalami episode depresi yang serius sewaktu menginjak usia kedelapan belas.”

      Dampak yang Menghancurkan

      Depresi memiliki dampak yang menghancurkan terhadap para remaja. Bahkan, para pakar yakin bahwa depresi memainkan peranan yang signifikan dalam kasus-kasus remaja yang mengalami kelainan perilaku makan, penyakit psikosomatik, masalah di sekolah, dan penyalahgunaan zat-zat.

      Yang lebih tragis, depresi telah dihubungkan dengan kasus bunuh diri di kalangan remaja. Menurut Institut Kesehatan Mental Nasional AS, 7 persen remaja yang menderita depresi parah mengakhiri nyawanya.a Hal itu pun bahkan tidak menyingkapkan seluruh ruang lingkup problem itu, karena diyakini bahwa untuk setiap remaja yang mengakhiri nyawanya, masih banyak lagi yang mencoba berbuat demikian. Jadi, sangatlah beralasan jika sebuah laporan yang dibuat oleh Lembaga Pengembangan Remaja Carnegie menyatakan, ”Menganggap remeh problem remaja zaman sekarang sama saja dengan mengundang bencana. Kelalaian demikian benar-benar menaruh suatu generasi di ujung tanduk.”

      Kehidupan Tanpa Beban?

      Ada orang yang merasa sulit untuk mengerti bahwa remaja dapat benar-benar depresi. ’Mereka masih kecil,’ demikian mungkin penalaran orang dewasa. ’Hidup mereka tanpa beban, dan mereka tentunya tidak memiliki kekhawatiran yang dirasakan orang dewasa.’ Atau, apakah malah sebaliknya? Faktanya adalah bahwa remaja menghadapi tekanan yang jauh lebih hebat daripada yang disadari banyak orang dewasa. Dr. Daniel Goleman menyatakan, ”Tiap-tiap generasi yang lahir di seluas dunia sejak awal abad ke-20 memiliki risiko lebih tinggi mengalami depresi berat dibandingkan dengan orang tua mereka—bukan sekadar kesedihan, melainkan juga ketidakberdayaan yang bersifat melumpuhkan, kemurungan, perasaan mengasihani diri, dan keputusasaan yang tak tertanggulangi—selama kehidupan mereka. Dan, episode itu dimulai pada usia yang semakin muda.”

      Namun, banyak orang tua mungkin berkeberatan, ’Kami juga pernah muda, tapi tidak depresi. Mengapa anak kami terbebani dengan perasaan negatif?’ Tetapi, orang-orang dewasa seharusnya tidak membanding-bandingkan pengalaman masa remaja mereka dengan yang dialami remaja zaman sekarang. Lagi pula, setiap orang berbeda dalam cara mereka memahami dunia di sekeliling mereka dan cara mereka bereaksi terhadapnya.

      Di samping itu, kaum remaja dewasa ini menghadapi tantangan yang lain lagi. ”Mereka bertumbuh dalam suatu dunia yang boleh dibilang berbeda dengan dunia orang tua mereka sewaktu masih remaja,” tulis Dr. Kathleen McCoy dalam bukunya Understanding Your Teenager’s Depression. Setelah menyoroti sejumlah perubahan penting yang terjadi pada dekade-dekade belakangan ini, Dr. McCoy menyimpulkan, ”Remaja zaman sekarang merasa kurang aman, kurang percaya diri, dan kurang optimis dibandingkan generasi kita sebelumnya.”

      Mengingat kian merebaknya depresi di kalangan remaja, artikel berikut akan mengulas tiga pertanyaan ini:

      • Apa saja gejala depresi remaja?

      • Apa penyebab kondisi tersebut?

      • Bagaimana remaja yang mengalami depresi dapat dibantu?

      [Catatan Kaki]

      a Beberapa pakar yakin bahwa angka sebenarnya jauh lebih tinggi, mengingat sejumlah kasus kematian yang dinyatakan sebagai akibat kecelakaan mungkin adalah tindakan bunuh diri.

  • Mengenali Tanda-tandanya
    Sedarlah!—2001 | 8 September
    • Mengenali Tanda-tandanya

      ”Kesedihan itu emosi yang normal dan sehat; depresi adalah penyakit. Tantangannya adalah memahami dan mengenali perbedaannya.”—Dr. David G. Fassler.

      SEPERTI kebanyakan gangguan kesehatan lainnya, depresi memiliki gejala yang jelas. Tetapi, tanda-tandanya tidak selalu mudah dikenali. Mengapa? Karena hampir semua remaja ada kalanya mengalami suasana hati yang tidak enak, sebagaimana orang dewasa. Apa perbedaan antara kasus kesedihan biasa dan depresi? Perbedaan utamanya terletak pada intensitas dan durasi kondisi tersebut.

      Intensitas mencakup kadar perasaan negatif yang melanda sang remaja. Depresi lebih parah daripada sekadar perasaan putus asa sesaat; depresi adalah penyakit yang menguras emosi, yang secara serius mengganggu kesanggupan remaja untuk melakukan kegiatan secara normal. Dokter Andrew Slaby menggambarkan parahnya kondisi itu begini, ”Bayangkan nyeri fisik terhebat yang pernah Anda rasakan—patah tulang, sakit gigi, atau sakit bersalin—lipat gandakan sepuluh kali dan bayangkan Anda tidak tahu penyebabnya; barulah Anda mungkin dapat mengira-ngira seberapa menyiksanya depresi itu.”

      Durasi memaksudkan jangka waktu keadaan tanpa gairah hidup itu berlangsung. Menurut Leon Cytryn dan Donald H. McKnew, Jr., dua profesor di bidang klinis, ”seorang anak yang tidak memperlihatkan tanda-tanda terhibur atau pulih pada kehidupan normalnya dalam waktu seminggu setelah mengalami suasana hati yang tidak enak (apa pun penyebabnya)—atau dalam waktu enam bulan setelah mengalami apa yang baginya adalah kehilangan yang hebat—berada dalam risiko mengalami gangguan depresi”.

      Gejala-Gejala Umum

      Depresi didiagnosis hanya apabila seorang remaja memperlihatkan sejumlah gejala setiap hari, sangat sering dalam sehari, sedikitnya selama dua minggu. Serangan yang relatif singkat dianggap sebagai sebuah episode depresi. Distimia, bentuk depresi ringan yang lebih kronis, didiagnosis apabila gejala-gejalanya berlangsung setidaknya selama satu tahun tanpa kondisi bebas serangan selama lebih dari dua bulan. Dalam kasus-kasus itu, apa saja gejala umum depresi?a

      Perubahan suasana hati dan perilaku secara tiba-tiba. Remaja yang tadinya penurut mendadak menjadi suka melawan. Perilaku memberontak, bahkan kabur dari rumah merupakan gejala umum di antara remaja yang depresi.

      Terasing secara sosial. Sang remaja yang depresi menarik diri dari teman-teman. Atau, mungkin teman-teman itu yang menarik diri dari remaja yang depresi, karena memperhatikan perubahan yang tidak menyenangkan dalam sikap dan perilakunya.

      Berkurangnya minat dalam hampir semua kegiatan. Tak ada panas tak ada hujan, sang remaja tiba-tiba menjadi pasif dan bersikap masa bodoh. Hobi yang baru saja dianggap menarik sekarang dianggap membosankan.

      Perubahan yang mencolok dalam kebiasaan makan. Banyak pakar merasa bahwa kelainan perilaku makan seperti anoreksia, bulimia, dan makan berlebihan secara kompulsif sering kali muncul seiring dengan (dan kadang-kadang disebabkan oleh) depresi.

      Problem tidur. Sang remaja tidur terlalu singkat atau terlalu lama. Ada yang mengembangkan kebiasaan tidur yang tidak normal, bergadang sepanjang malam dan tidur sepanjang siang.

      Merosot dalam kesanggupan akademis. Remaja yang depresi merasa tidak cocok dengan guru dan teman-teman, kemudian nilainya mulai merosot. Tidak lama kemudian, sang remaja merasa enggan untuk pergi ke sekolah.

      Tindakan yang berisiko atau membahayakan diri sendiri. Perilaku yang ’bermain-main dengan maut’ mungkin memperlihatkan bahwa seorang remaja sudah enggan hidup. Melukai diri sendiri (seperti menyayat kulit) bisa jadi juga merupakan salah satu gejalanya.

      Merasa tidak berharga atau merasa bersalah secara berlebihan. Sang remaja menjadi sangat kritis terhadap diri sendiri, merasa dirinya gagal total, sekalipun faktanya bisa jadi memperlihatkan sebaliknya.

      Problem psikosomatik. Apabila tidak ada penyebab fisik yang dapat dijumpai, yakni sakit kepala, sakit perut, nyeri punggung, dan problem-problem serupa, dapat mengindikasikan adanya depresi tersembunyi.

      Sering berpikir ingin mati atau bunuh diri. Berminat secara ekstrem pada kematian dan hal-hal yang mengerikan dapat menunjukkan adanya depresi. Demikian pula ancaman-ancaman bunuh diri, yang hendaknya ditanggapi dengan serius.—Lihat kotak di bawah.

      Gangguan Bipolar

      Beberapa dari gejala yang sama ini mungkin tampak pada penyakit lain yang juga melumpuhkan—gangguan bipolar. Menurut Barbara D. Ingersoll, Ph.D dan Sam Goldstein, gangguan bipolar (juga dikenal sebagai gangguan manik-depresif) adalah ”suatu kondisi yang dicirikan oleh episode depresi yang diselingi dengan periode manakala suasana hati dan energi sangat meningkat—begitu meningkatnya hingga melampaui batas normal suasana hati yang baik”.

      Fase peningkatan ini disebut mania. Gejalanya mungkin mencakup berpikir dengan sangat cepat, cerewet, dan penurunan kebutuhan untuk tidur. Bahkan, si penderita dapat terjaga selama berhari-hari tanpa tidur, tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda kehabisan energi. Gejala lain dari gangguan bipolar adalah perilaku yang sangat impulsif tanpa memikirkan konsekuensinya. ”Mania sering kali mempengaruhi cara berpikir, penilaian, dan perilaku sosial dengan cara yang menimbulkan problem serius dan hal-hal yang memalukan,” kata sebuah laporan yang dibuat oleh Institut Kesehatan Mental Nasional AS. Berapa lama fase mania ini berlangsung? Kadang-kadang hanya beberapa hari; dalam kasus-kasus lain, mania terus berlangsung selama beberapa bulan sebelum akhirnya digantikan oleh pasangannya, depresi.

      Yang paling berisiko mengalami gangguan bipolar adalah orang-orang yang anggota keluarganya mengidap penyakit itu. Kabar baiknya adalah bahwa ada harapan bagi para penderita. ”Jika didiagnosis lebih awal, dan ditangani dengan sepatutnya,” kata buku The Bipolar Child, ”anak-anak itu serta keluarga mereka dapat menjalani kehidupan yang jauh lebih stabil.”

      Penting untuk diperhatikan bahwa satu gejala saja tidak memperlihatkan adanya depresi atau gangguan bipolar. Sering kali, diagnosis didapat dari serentetan gejala yang terlihat selama suatu jangka waktu tertentu. Namun, pertanyaannya masih tetap ada: Mengapa gangguan yang membingungkan ini melanda kaum remaja?

      [Catatan Kaki]

      a Gejala-gejala yang dipaparkan di sini dimaksudkan untuk menjadi tinjauan dan bukan sebagai kriteria untuk membuat diagnosis.

      [Kotak di hlm. 6]

      APABILA SEORANG ANAK INGIN MATI

      Menurut Pusat Pengendalian Penyakit AS, dalam setahun belakangan ini ada lebih banyak kaum muda di Amerika Serikat yang mati karena bunuh diri daripada jumlah total kematian karena kanker, penyakit jantung, AIDS, cacat lahir, stroke, pneumonia, influenza, serta penyakit paru-paru kronis. Fakta lain yang meresahkan: Terdapat peningkatan yang drastis dalam laporan kasus bunuh diri yang dilakukan di antara anak-anak berusia 10 sampai 14 tahun.

      Dapatkah kasus bunuh diri remaja dicegah? Dalam beberapa kasus, ya. ”Statistik memperlihatkan bahwa banyak kasus bunuh diri sebenarnya diawali dengan percobaan bunuh diri atau petunjuk dan peringatan lisan,” tulis Dr. Kathleen McCoy. ”Bahkan sewaktu anak remaja Anda sekadar mengisyaratkan pikiran-pikiran ingin bunuh diri, itulah waktunya untuk memberi perhatian yang sungguh-sungguh dan mungkin mencari bantuan profesional.”

      Merajalelanya depresi remaja menekankan perlunya para orang tua dan orang dewasa lainnya menanggapi dengan serius indikasi apa pun yang diberikan seorang remaja bahwa ia ingin mengakhiri kehidupannya. ”Dalam hampir setiap kasus bunuh diri yang telah saya tinjau, indikasi tentang rencana bunuh diri sang remaja diabaikan atau diremehkan,” tulis dr. Andrew Slaby dalam bukunya No One Saw My Pain. ”Anggota keluarga dan teman-teman tidak memahami besarnya perubahan yang mereka amati pada diri sang remaja. Karena perhatian mereka terpusat pada konsekuensinya, bukan pada problem yang mendasarinya, maka yang menjadi hasil diagnosisnya malah ’problem keluarga’ atau ’pemakaian narkoba’ atau ’anoreksia’. Kadang-kadang yang ditangani adalah kemarahan, kebingungan, dan kekesalannya, bukan depresinya. Problem yang mendasarinya tetap ada, menyiksa dan memedihkan.”

      Kesimpulannya: Tanggapi semua indikasi kecenderungan bunuh diri dengan serius!

      [Gambar di hlm. 7]

      Kadang-kadang, perilaku memberontak adalah tanda depresi tersembunyi

      [Gambar di hlm. 7]

      Remaja yang depresi sering kali kehilangan minat pada kegiatan yang dulunya disenangi

  • Menyingkapkan Akarnya
    Sedarlah!—2001 | 8 September
    • Menyingkapkan Akarnya

      ”Biasanya, depresi remaja tidak melibatkan satu faktor saja, tetapi kombinasi berbagai faktor penyebab stres.”—Dr. Kathleen McCoy.

      APA penyebab depresi remaja? Sejumlah faktor mungkin tersangkut. Antara lain, perubahan fisik dan emosi karena pubertas dapat membuat kaum remaja diliputi perasaan tidak pasti dan takut, menyebabkan mereka khususnya cenderung berpikir negatif. Juga, para remaja sering kali rentan terhadap emosi negatif sewaktu mereka merasa bahwa mereka ditolak oleh teman-teman sebaya mereka atau oleh seseorang yang begitu ditaksirnya. Selain itu, seperti ditunjukkan di artikel pembuka, kaum remaja dewasa ini sedang bertumbuh dalam suatu dunia yang dapat menekan mereka. Memang, kita sedang hidup pada ”masa kritis yang sulit dihadapi”.—2 Timotius 3:1.

      Yang menambah problemnya adalah, kaum muda sedang menghadapi tekanan hidup untuk pertama kalinya, dan mereka tidak memiliki keterampilan maupun pengalaman yang dimiliki orang dewasa. Oleh karena itu, para remaja sering kali menjadi seperti pelancong yang mencari-cari jalan di suatu daerah yang asing baginya—bingung dengan keadaan di sekitar mereka dan, dalam banyak kasus, tidak ingin mencari bantuan. Kondisi-kondisi itu dapat menjadi ladang yang subur untuk bertumbuhnya bibit depresi.

      Namun, ada sejumlah faktor yang turut menyebabkan depresi remaja. Marilah kita perhatikan beberapa saja di antaranya.

      Depresi dan Kehilangan

      Depresi kadang-kadang timbul setelah seseorang merasa benar-benar kehilangan—mungkin kematian orang yang dikasihi atau kehilangan salah satu orang tua akibat perceraian. Bahkan, kematian binatang peliharaan pun dapat membuat seorang remaja terpuruk ke dalam keputusasaan.

      Ada juga jenis kehilangan yang lebih tersamar. Sebagai contoh, pindah ke lingkungan tempat tinggal yang baru berarti meninggalkan lingkungan yang sudah dikenal baik serta teman-teman yang dikasihi. Bahkan mencapai cita-cita yang sangat diharap-harapkan—seperti lulus dari sekolah—dapat memicu perasaan kehilangan. Bagaimanapun juga, memulai fase baru dalam kehidupan bisa berarti kehilangan kemapanan dan perasaan aman yang pernah dinikmati sebelumnya. Kemudian, ada juga remaja yang harus tabah menghadapi penyakit kronis. Dalam keadaan seperti itu, kepedihan karena merasa diri berbeda dengan teman-teman—mungkin bahkan diabaikan oleh mereka—dapat membuat seorang remaja merasa seolah-olah dirinya telah kehilangan kehidupan normalnya sampai taraf tertentu.

      Memang, banyak remaja menghadapi kehilangan demikian tanpa menjadi terpuruk total. Memang mereka sedih, mereka menangis, mereka berduka, mereka berkabung—tetapi pada waktunya mereka menyesuaikan diri. Namun, mengapa kebanyakan remaja menghadapi tekanan hidup tetapi sanggup untuk pulih, sedangkan yang lain takluk kepada sengat depresi? Tidak ada jawaban yang mudah, karena depresi adalah gangguan yang kompleks. Tetapi, ada beberapa remaja yang mungkin lebih rentan lagi.

      Hubungan Biokimia

      Banyak profesional di bidang kesehatan mental yakin bahwa ketidakseimbangan biokimia dalam otak memainkan peranan kunci dalam depresi.a Ketidakseimbangan itu mungkin diturunkan secara genetik, karena para peneliti telah mendapati bahwa para remaja yang orang tuanya menderita depresi punya kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami kondisi itu. ”Dalam kebanyakan kasus, anak-anak yang depresi ternyata mempunyai setidaknya satu orang tua yang juga menderita depresi,” kata buku Lonely, Sad and Angry.

      Hal itu menimbulkan pertanyaan: Apakah anak-anak benar-benar mewarisi depresi, atau mereka sekadar belajar menjadi depresi karena tinggal dengan orang tua yang menderita gangguan itu? Pertanyaan ini memang sulit dijawab, karena otak sangat kompleks, demikian pula banyak faktor lain yang mungkin turut menimbulkan depresi pada remaja.

      Depresi dan Lingkungan Keluarga

      Depresi telah dianggap sebagai persoalan keluarga, dan itu memang beralasan. Seperti sudah ditunjukkan, mungkin terdapat komponen genetik yang menurunkan kecenderungan menderita depresi dari satu generasi ke generasi berikutnya. Namun, lingkungan keluarga juga dapat memiliki andil. ”Anak-anak yang dianiaya orang tuanya berada dalam risiko besar menderita depresi,” tulis dr. Mark S. Gold. ”Begitu juga anak-anak yang orang tuanya terlalu kritis dan yang memusatkan perhatian pada ketidakcakapan anak mereka.” Depresi dapat juga timbul apabila orang tua terlalu memanjakan anak mereka dan terlalu protektif. Akan tetapi, menariknya, seorang peneliti mendapati bahwa anak-anak bahkan lebih cenderung mengalami depresi apabila orang tua kurang memberikan perhatian kepada mereka.

      Akan tetapi, hal itu tidak berarti bahwa semua remaja yang depresi adalah korban pengasuhan yang buruk dari orang tua. Kalau mau dipukulratakan seperti itu, ada banyak faktor lain yang turut menyebabkan problem itu akan terabaikan. Namun, dalam beberapa kasus, lingkungan keluarga adalah faktor penting yang dapat mempengaruhi situasi itu. ”Anak-anak yang tinggal di lingkungan rumah yang di dalamnya terus-menerus ada ketegangan di antara orang tua, berada dalam risiko lebih besar menderita depresi daripada anak-anak yang tinggal di lingkungan rumah yang kurang bermasalah,” tulis Dr. David G. Fassler. ”Salah satu alasannya adalah bahwa orang tua yang cekcok menjadi begitu asyik dengan perselisihan mereka sampai-sampai mereka mengabaikan kebutuhan anak-anak mereka. Alasan lainnya, orang tua sering kali menjadikan anak-anak sebagai fokus perdebatan mereka, yang dapat membuat anak-anak itu merasa bersalah, marah, dan kesal.”

      Hal-hal itu hanyalah beberapa faktor yang dapat turut menyebabkan depresi remaja. Masih ada faktor-faktor lainnya. Sebagai contoh, beberapa pakar mengatakan bahwa faktor lingkungan (seperti kurang gizi, toksin, dan penyalahgunaan zat) dapat memicu depresi. Yang lain menyatakan bahwa pengobatan tertentu (seperti antihistamin dan obat penenang) dapat juga menyebabkan depresi. Selain itu, tampaknya anak-anak yang menderita ketidaksanggupan belajar khususnya rentan terhadap depresi, mungkin karena harga diri mereka cenderung sirna sewaktu mereka menyadari bahwa mereka tidak dapat mengimbangi teman-teman sekelasnya.

      Akan tetapi, tidak soal apa penyebabnya, adalah penting untuk memperhatikan pertanyaan: Bagaimana remaja yang depresi dapat dibantu?

      [Catatan Kaki]

      a Ada yang menduga bahwa meskipun banyak penderita terlahir dengan ketidakseimbangan ini, yang lainnya mengawali hidup secara normal tetapi kemudian menjadi lebih rentan terhadap depresi sewaktu suatu peristiwa traumatis mengubah kondisi kimiawi otak.

      [Gambar di hlm. 8, 9]

      Ketegangan keluarga sering kali memicu depresi

  • Cara Anda Dapat Membantu
    Sedarlah!—2001 | 8 September
    • Cara Anda Dapat Membantu

      ”Remaja yang depresi membutuhkan bantuan. Tetapi, anak-anak tidak dapat memperoleh sendiri bantuan itu. Orang dewasalah yang pertama kali harus mengenali problemnya dan menyikapinya dengan serius. Itulah yang sulit.”—Dokter Mark S. Gold.

      APA yang dapat Anda lakukan jika Anda menduga bahwa anak remaja Anda mengalami depresi? Pertama-tama, jangan terburu-buru mengambil kesimpulan berkenaan dengan persoalan itu. Malahan, gejala-gejalanya bisa jadi menunjuk ke sesuatu yang sama sekali lain.a Selain itu, semua anak muda mengalami periode galau hati dari waktu ke waktu. Namun, jika kondisinya tetap ada dan tampaknya bukan sekadar suasana hati yang tidak enak yang bersifat sementara, mungkin sebaiknya Anda menghubungi seorang dokter. Dalam hal ini, bagus untuk mengingat kata-kata Yesus, ”Orang sehat tidak membutuhkan tabib, tetapi orang sakit membutuhkannya.”—Matius 9:12.

      Secara jujur, berilah dokter Anda informasi apa pun yang berguna, termasuk perubahan yang terjadi baru-baru ini dalam kehidupan sang remaja yang mungkin turut menyebabkan tidak adanya gairah hidup. Pastikan bahwa sang dokter benar-benar menyimak gejala-gejala itu sebelum membuat diagnosis. ”Tidak mungkin mengumpulkan semua informasi yang diperlukan untuk mengevaluasi sepenuhnya seorang anak dalam satu kali pertemuan yang hanya berlangsung selama dua puluh menit,” kata Dr. David G. Fassler memperingatkan.

      Bertanyalah secara terbuka tentang apa saja kepada sang dokter. Sebagai contoh, jika sang dokter merasa bahwa anak remaja Anda menderita depresi klinis, Anda mungkin ingin bertanya mengapa ia tidak membuat diagnosis lainnya. Jika Anda meragukan evaluasi sang dokter, beri tahulah dia bahwa Anda ingin mencari pendapat kedua. Dokter yang jujur dan tulus pastilah tidak akan menghalangi Anda melakukan hal itu.

      Menerima dan Menghadapi Situasinya

      Jika anak remaja Anda menderita depresi klinis, jangan merasa malu atas situasi itu. Faktanya adalah depresi dapat menimpa bahkan kaum muda yang terbaik. Memang, Alkitab memperlihatkan bahwa emosi-emosi yang memedihkan hati pun melanda beberapa orang yang berupaya melakukan yang terbaik dalam melayani Allah, tidak soal usia mereka. Pertimbangkan Ayub yang setia, yang merasa diabaikan oleh Allah dan oleh karenanya mengungkapkan rasa jijiknya terhadap kehidupan. (Ayub 10:1; 29:2, 4, 5) Hana adalah seorang hamba Allah yang menjadi begitu ’pahit jiwanya’ sampai-sampai ia tidak mau makan. (1 Samuel 1:4-10) Kemudian, ada Yakub, seorang pria saleh yang berkabung selama berhari-hari setelah kematian putranya dan ”menolak untuk dihibur”. Yakub bahkan mengungkapkan keinginannya untuk menyusul putranya ke liang kubur! (Kejadian 37:33-35) Jadi, penderitaan emosi tidak selalu disebabkan oleh cacat rohani.

      Meskipun demikian, depresi pada seorang remaja dapat benar-benar membebani orang tua. ”Saya harus berhati-hati dalam apa yang saya lakukan dan katakan,” kata ibu seorang remaja yang depresi. ”Saya cemas, takut, cepat tersinggung, gampang marah, dan capai.” Seorang ibu lain mengakui, ”Kalau saya keluar dan melihat ada ibu yang berbelanja bersama anak gadisnya, hati saya hancur karena saya merasa saya sudah tidak bisa lagi menikmati hal itu dengan [putri saya] dan saya tidak akan pernah dapat menikmatinya lagi.”

      Perasaan-perasaan semacam itu wajar. Namun, kadang-kadang, hal itu bisa sangat menekan. Jika hal itu terjadi, mengapa tidak mencurahkan perasaan kepada seorang sahabat yang dipercaya? Amsal 17:17 menyatakan, ”Teman sejati penuh kasih setiap waktu, dan menjadi saudara yang dilahirkan untuk waktu kesesakan.” Juga, jangan lalaikan doa. Alkitab meyakinkan kita bahwa jika kita melemparkan beban kita kepada Allah, Ia akan mendukung kita.—Mazmur 55:22.

      Kecenderungan untuk Menyalahkan

      Banyak orang tua dari anak remaja yang depresi menjadi sangat kecil hati dan merasa bahwa merekalah yang seharusnya dipersalahkan atas situasi itu. ”Sewaktu anak Anda depresi,” kata seorang ibu mengakui, ”Anda memang merasa bersalah dan tidak ada yang dapat menghalangi Anda berpikir demikian. Anda terus bertanya-tanya, ’Apa yang salah? Di mana ujung pangkalnya? Bagaimana sampai saya bisa turut menyebabkan hal ini?’” Bagaimana orang tua dapat menjaga cara berpikir mereka tetap seimbang dalam hal ini?

      Tidak diragukan bahwa suasana yang keras dalam rumah dapat berdampak sangat negatif terhadap seorang anak. Sungguh tepat jika Alkitab menasihati para ayah, ”Janganlah membuat anak-anakmu kesal, agar mereka tidak patah semangat.” (Kolose 3:21) Oleh karena itu, para orang tua sebaiknya menganalisis metode mereka dalam berurusan dengan anak-anak mereka dan membuat penyesuaian yang sepatutnya. Namun, depresi tidak selalu diakibatkan oleh pengasuhan yang buruk dari orang tua. Bahkan, gangguan itu dapat dijumpai dalam lingkungan keluarga yang paling pengasih. Oleh karena itu, orang tua yang melakukan sebisa-bisanya untuk membantu anak-anak mereka tidak perlu merasa bersalah.

      Yang tak kalah pentingnya adalah tidak menyalahkan sang remaja yang mengalami depresi. Bagaimanapun, ia kemungkinan sama sekali tidak bisa mengendalikan gangguan itu. ”Saya tidak akan pernah menyalahkan dia karena kena cacar air atau pneumonia,” kata seorang ibu. ”Tapi kalau depresi,” dia mengakui, ”itulah yang saya lakukan. Saya menyalahkan anak saya karena menderita penyakit itu—yang membuat saya merasa tidak karuan.” Memandang depresi sebagai penyakit, alih-alih sebagai kelemahan, akan membantu orang tua dan orang lain memusatkan perhatian pada cara mereka dapat mendukung si penderita.

      Membesarkan seorang remaja yang depresi dapat menimbulkan ketegangan yang hebat pada hubungan antara kedua orang tua. ”Kami saling menyalahkan,” kata seorang istri, ”khususnya sewaktu kami berpikir tentang kehidupan yang pernah kami dambakan dan kehidupan yang kami sekarang jalani akibat sakitnya putra kami.” Tim, yang putrinya menderita depresi, mengakui, ”Memang mudah untuk menyalahkan teman hidup Anda. Jika orang tua mempunyai problem perkawinan sebelum anaknya mulai menunjukkan tanda-tanda depresi, perilaku si anak yang membingungkan akan semakin merunyamkan masalahnya sampai-sampai mereka merasa tidak tahan lagi.” Jangan biarkan depresi seorang anak mengakibatkan perpecahan dalam perkawinan Anda! Sebenarnya, tidak banyak yang dicapai dengan saling menyalahkan—entah diri sendiri, anak Anda, atau teman hidup Anda. Yang penting adalah menyediakan dukungan bagi si penderita.

      Menyediakan Dukungan

      Alkitab menasihati orang Kristen, ”Dengan perkataanmu hiburlah jiwa-jiwa yang tertekan.” (1 Tesalonika 5:14) Jika remaja yang depresi dibebani perasaan diri tidak berharga, Anda dapat membantu. Caranya? Tentu saja bukan dengan membuat pernyataan yang terkesan menghakimi seperti, ”Kamu tidak boleh merasa seperti itu” atau, ”Itu sikap yang salah.” Sebaliknya, berjuanglah untuk berempati dengan memperlihatkan ”sikap seperasaan”. (1 Petrus 3:8) Paulus menasihati orang Kristen untuk ’menangis bersama orang yang menangis’. (Roma 12:15) Ingatlah, seseorang yang sungguh-sungguh depresi merasa sangat pedih. Kepedihan itu tak terbayangkan, juga bukan aksi pura-pura untuk sekadar menarik perhatian. Setelah mendengarkan, cobalah membuat si penderita mencurahkan isi hatinya. Bertanyalah mengapa dia merasa demikian. Kemudian, dengan lembut dan sabar, bantulah remaja itu untuk menyadari mengapa ia tidak perlu menilai rendah diri sendiri. Meyakinkan kembali si penderita akan kasih dan belas kasihan Allah dapat membantu meringankan kekhawatirannya.—1 Petrus 5:6, 7.

      Mungkin ada langkah-langkah praktis lebih jauh yang dapat Anda ambil. Sebagai contoh, Anda mungkin perlu memastikan bahwa anak remaja Anda yang depresi mendapat cukup istirahat, gizi, dan olahraga. (Pengkhotbah 4:6) Jika ada obat yang diresepkan, adalah bijaksana untuk membantu sang remaja melihat pentingnya meminum obat itu. Jangan pernah menyerah dalam menyediakan dukungan, dan jangan pernah berhenti memperlihatkan kasih.

      Memang, depresi pada remaja dapat menjadi suatu pengalaman yang menyiksa, baik bagi si penderita maupun bagi anggota keluarga yang lain. Pada akhirnya, kesabaran, ketabahan, dan kasihlah yang akan menjadi fondasi untuk membantu remaja yang depresi.

      [Catatan Kaki]

      a Menurut laporan, beberapa kondisi medis—termasuk mononukleosis, diabetes, anemia, hipotiroidisme, dan hipoglikemia—dapat menimbulkan gejala-gejala yang mirip dengan gejala depresi.

      [Kutipan di hlm. 11]

      Seseorang yang sungguh-sungguh depresi merasa sangat pedih. Kepedihan itu tak terbayangkan

      [Kotak di hlm. 13]

      JIKA ANDA ADALAH REMAJA YANG DEPRESI

      Bukan Anda saja yang mengalaminya, dan situasi Anda bukannya tanpa harapan. Depresi Anda mungkin berkaitan dengan (1) ketidakseimbangan biokimia atau (2) keadaan dalam kehidupan yang sulit atau sama sekali tidak dapat Anda kendalikan. Apa pun halnya, bukan Anda yang harus dipersalahkan atas kondisi Anda. Namun, apa yang dapat Anda lakukan?

      Alkitab menyatakan bahwa ”ada sahabat yang lebih karib daripada saudara”. (Amsal 18:24) Mengapa tidak mencari sahabat demikian dan mencurahkan perasaan Anda kepadanya? Ayah atau Ibu Anda, atau orang dewasa lainnya yang matang dapat sangat membantu Anda dalam berjuang melawan depresi.

      Jika orang tua Anda menduga bahwa Anda menderita depresi klinis, mereka mungkin membawa Anda ke dokter yang berpengalaman dalam menangani gangguan itu. Hal itu adalah langkah yang bijaksana, karena sering kali depresi dapat sangat diringankan dengan pengobatan, apabila tersedia. Misalnya, apabila halnya menyangkut ketidakseimbangan kimia, dokter dapat meresepkan antidepresan (obat untuk mengurangi atau menghilangkan depresi). Jika itu yang Anda alami, jangan malu meminum obat itu. Obat itu akan memulihkan kondisi kimiawi tubuh Anda sehingga kembali seimbang, dan hal itu dapat menjadi faktor utama yang dapat membantu Anda memperoleh kembali sukacita dan kestabilan sampai taraf tertentu dalam kehidupan Anda.

      Banyak penderita depresi telah memperoleh penghiburan dengan membaca Alkitab dan dengan mendekat kepada Allah melalui doa. Alkitab memberi tahu kita, ”Yehuwa dekat dengan orang-orang yang patah hati; dan orang-orang yang semangatnya remuk ia selamatkan.”b—Mazmur 34:18.

      [Catatan Kaki]

      b Untuk mendapat lebih banyak informasi, lihat artikel ”Pertanyaan Kaum Muda . . . Bila Sedang Tertekan, Haruskah Saya Menceritakannya?” yang muncul di Sedarlah! terbitan 22 Oktober 2000.

      [Kotak/Gambar di hlm. 14]

      BANTUAN DAN HARAPAN BAGI PENDERITA DEPRESI

      Karena depresi adalah hal yang kompleks, tidak semua aspek permasalahan itu dapat dibahas dalam seri artikel yang singkat ini. Meskipun demikian, penerbit Sedarlah! yakin bahwa pokok-pokok yang disajikan dapat membantu para remaja dan orang tua mereka agar tabah menghadapi gangguan yang melemahkan ini.

      Anda mungkin memperhatikan bahwa banyak pengarahan yang terdapat dalam artikel sebelumnya didasarkan pada Alkitab. Memang, Alkitab adalah sebuah buku kuno. Tetapi, nasihatnya praktis dewasa ini, sama seperti sewaktu itu ditulis. Mengapa? Karena, meskipun zaman sudah berubah, sifat alami manusia tidak berubah. Kita dihadapkan pada persoalan-persoalan dasar yang sama dengan yang dialami oleh generasi-generasi sebelumnya. Bedanya, dewasa ini problem-problemnya lebih besar dan jauh lebih luas jangkauannya.

      Namun, ada alasan lain mengapa Alkitab sangat praktis: Alkitab diilhami oleh Allah. (2 Timotius 3:16) Sebagai Pencipta kita, Ia tahu apa yang kita butuhkan agar dapat menikmati kebahagiaan dan kepuasan dalam kehidupan.

      Tentu saja, Alkitab bukanlah buku medis. Oleh karena itu, Alkitab tidak menyangkal fakta bahwa kita perlu mencari pengobatan yang cocok untuk penyakit-penyakit, seperti depresi. Namun, Alkitab berisi prinsip-prinsip yang dapat membantu kita menghibur para penderita depresi. Lebih dari itu, Alkitab memuat janji Allah bahwa Ia akan segera menyembuhkan segala jenis penyakit kita. (Mazmur 103:3) Ya, Yehuwa bermaksud ”memulihkan semangat orang yang rendah hati dan menyembuhkan hati orang-orang yang remuk”.—Yesaya 57:15.

      Apakah Saudara ingin belajar lebih banyak tentang harapan yang mulia ini? Silakan hubungi Saksi-Saksi Yehuwa setempat atau menulis surat ke alamat yang cocok di halaman 5 majalah ini.

      [Gambar di hlm. 10]

      Berupayalah sungguh-sungguh untuk memperlihatkan sikap seperasaan

      [Gambar di hlm. 11]

      Jika remaja terus merasa tertekan, adalah bijaksana untuk berkonsultasi dengan dokter

      [Gambar di hlm. 12]

      Sebagai orang tua, jangan dengan gegabah langsung menyalahkan diri, teman hidup Anda, atau anak remaja Anda

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan