PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • Hati Remuk, Iman Hancur
    Sedarlah!—2007 | September
    • Hati Remuk, Iman Hancur

      ”MAYAT bergelimpangan di mana-mana, dan kami tidak mengenali lagi di mana rumah kami,” kata seorang pria Sri Lanka setelah tsunami menghancurkan desanya pada bulan Desember 2004. Dalam sebuah artikel mengenai bencana itu, seorang redaktur agama berkata bahwa kadang-kadang ia sendiri ”berdoa dengan mengertakkan gigi”.

      Banyak yang beranggapan bahwa bencana alam adalah hukuman dari Allah. Seorang kolumnis menggambarkan badai yang meluluh-lantakkan segalanya sebagai ”tinju Allah”. Di Amerika Serikat, ada pemimpin agama yang menggambarkan kejadian seperti Badai Katrina itu sebagai ”murka Allah” terhadap ”kota-kota maksiat”. Di Sri Lanka, kelompok Buddhis yang militan menyalahkan orang Kristen atas terjadinya tsunami, sehingga memperparah perpecahan agama. Seorang pengurus kuil Hindu percaya bahwa dewa Syiwa marah karena orang-orang menempuh kehidupan yang tak bermoral. Seorang pemimpin agama Buddhis di Amerika Serikat berkata mengenai bencana alam, ”Kami tidak tahu mengapa hal-hal seperti ini terjadi. Kami bahkan tidak tahu mengapa kami ada di sini.”

      Sewaktu Anda melihat gambar rumah-rumah yang hancur, orang-orang yang tewas, dan orang-orang yang hatinya remuk, apakah Anda kadang-kadang bertanya-tanya, ’Mengapa Allah mengizinkan begitu banyak penderitaan?’ Atau apakah Anda berpikir, ’Allah pasti mempunyai alasan yang baik untuk membiarkan hal-hal seperti itu terjadi namun Dia belum menyingkapkannya’? Artikel berikut akan mengupas pokok ini. Selain itu, akan dibahas juga beberapa langkah praktis yang dapat diambil untuk mengurangi risiko cedera dan kematian andaikan bencana alam mengancam atau terjadi.

      [Gambar di hlm. 3]

      Banyak pemimpin agama tidak tahu mengapa Allah mengizinkan terjadinya bencana alam

  • Apakah Allah yang Bertanggung Jawab?
    Sedarlah!—2007 | September
    • Apakah Allah yang Bertanggung Jawab?

      ”ALLAH adalah kasih,” kata Alkitab. (1 Yohanes 4:8) Ia juga adil dan berbelas kasihan. ”Gunung Batu, sempurna kegiatannya, sebab segala jalannya adil. Allah yang setia, padanya tidak ada ketidakadilan; Dia adil-benar dan lurus hati.”​—Ulangan 32:4.

      Sebagai Pencipta, Allah Yehuwa mempunyai kemampuan untuk mengantisipasi segala sesuatu yang dapat menimbulkan bahaya, dan Ia mempunyai kuasa untuk mencegahnya. Mengingat fakta ini dan sifat-sifat yang dimiliki Allah seperti yang disebut di dalam Alkitab, dapat dimengerti jika banyak orang bertanya, Mengapa Allah membiarkan bencana alam terjadi?a Jutaan orang yang dengan tulus mengajukan pertanyaan itu telah mengetahui bahwa Allah sendiri telah menyediakan jawaban yang paling masuk akal di dalam Firman-Nya yang tertulis. (2 Timotius 3:16) Silakan pertimbangkan hal berikut.

      Mereka Menolak Kasih Allah

      Alkitab memberi tahu kita bahwa Allah memberikan kepada orang tua kita yang pertama semua hal yang mereka butuhkan untuk menikmati kehidupan yang bahagia dan aman. Selain itu, seraya mereka dan keturunan mereka menaati perintah Allah untuk ’beranakcucu dan bertambah banyak dan memenuhi bumi’, keluarga manusia yang bertambah besar dapat merasa yakin bahwa Allah akan terus memelihara mereka.​—Kejadian 1:28.

      Namun sungguh menyedihkan, Adam dan Hawa sengaja mengabaikan Pencipta mereka dengan tidak menaati-Nya dan memilih haluan melepaskan diri dari Allah. (Kejadian 1:28; 3:1-6) Mayoritas keturunan mereka mengikuti jejak mereka. (Kejadian 6:5, 6, 11, 12) Singkatnya, umat manusia secara keseluruhan telah memilih untuk menjadi majikan bagi diri sendiri dan bagi rumah mereka, yaitu bumi ini, tanpa bimbingan apa pun dari Allah. Sebagai Allah kasih yang merespek prinsip kebebasan memilih, Yehuwa tidak memaksakan kedaulatan-Nya atas umat manusia, meskipun haluan mereka bisa mendatangkan celaka.b

      Meskipun demikian, Yehuwa tidak meninggalkan keluarga manusia. Hingga hari ini ”dia membuat mataharinya terbit atas orang-orang yang fasik dan yang baik dan menurunkan hujan atas orang-orang yang adil-benar dan yang tidak adil-benar”. (Matius 5:45) Selain itu, Allah memberikan kepada umat manusia kemampuan untuk mempelajari bumi ini serta berbagai siklusnya, dan hingga taraf tertentu pengetahuan ini telah memungkinkan manusia meramalkan perubahan cuaca yang ekstrem dan bahaya-bahaya yang bisa terjadi, seperti letusan gunung berapi.

      Manusia juga telah mengetahui bagian-bagian mana di bumi ini yang lebih rawan gempa atau mengalami perubahan cuaca yang ekstrem. Di beberapa negeri, pengetahuan ini telah membantu menyelamatkan nyawa melalui pendidikan dan juga pengembangan metode konstruksi dan sistem peringatan dini yang lebih baik. Walaupun demikian, jumlah bencana alam yang dilaporkan setiap tahun kian meningkat. Faktor penyebabnya banyak dan rumit.

      Tinggal di Daerah Berisiko Tinggi

      Parahnya suatu bencana tidak selalu berkaitan dengan besarnya kekuatan alam itu sendiri. Kepadatan penduduk di daerah yang terimbas sering kali menentukan parahnya bencana itu. Menurut sebuah laporan yang diterbitkan oleh Bank Dunia, di lebih dari 160 negeri, lebih dari seperempat penduduknya tinggal di daerah-daerah yang rawan bencana alam dengan angka kematian yang tinggi. ”Seraya semakin banyak penduduk tinggal di daerah yang berisiko tinggi, sesuatu yang tadinya hanya kejadian alam dapat menjadi bencana,” kata ilmuwan Klaus Jacob dari Universitas Columbia di Amerika Serikat.

      Faktor-faktor lain yang memperparah keadaan ialah urbanisasi yang cepat dan tidak terencana, penggundulan hutan, dan penutupan banyak sekali lahan dengan beton sehingga menghambat peresapan air. Khususnya kedua hal yang terakhir itu dapat menimbulkan tanah longsor yang menghancurkan dan banjir besar.

      Faktor manusia juga dapat membuat gempa bumi menjadi bencana besar, karena bukan gelombang kejut berkekuatan besar yang menimbulkan banyak korban jiwa dan cedera melainkan bangunan-bangunan yang runtuh. Maka para seismolog mempunyai alasan yang kuat untuk mengatakan, ”Gempa bumi tidak menewaskan orang. Bangunan-bangunan-lah yang membuat orang tewas.”

      Ketidakbecusan pemerintah dapat menambah jumlah korban. Di sebuah negeri di Amerika Selatan, gempa-gempa bumi telah menghancurkan ibu kotanya tiga kali dalam kurun waktu 400 tahun terakhir. Dan sejak gempa terakhir, yang terjadi pada tahun 1967, jumlah penduduknya telah berlipat ganda menjadi lima juta orang. ”Tetapi ketentuan untuk izin bangunan yang dapat melindungi penduduk kurang memadai atau tidak ditegakkan,” kata majalah New Scientist.

      Pernyataan terakhir ini memang tepat sekali untuk kota New Orleans, di Louisiana, AS, yang dibangun di daerah yang rendah dan rawan banjir. Meskipun daerah itu dilengkapi dengan tanggul dan pompa, bencana yang ditakuti banyak orang akhirnya terjadi pada tahun 2005 sewaktu Badai Katrina melanda. ”Peringatan yang sudah lama diberikan” diabaikan atau ”ditanggapi dengan setengah hati,” kata sebuah laporan dalam USA Today.

      Tanggapan setengah hati seperti itu juga diperlihatkan terhadap pemanasan global, yang menurut banyak ilmuwan dapat meningkatkan bencana yang berkaitan dengan cuaca dan naiknya permukaan laut. Jelaslah, faktor politik, sosial dan ekonomi​—hal-hal yang tidak dibentuk oleh Allah—​harus dipertimbangkan. Faktor-faktor manusiawi ini mengingatkan kita akan kebenaran Alkitab bahwa manusia tidak mempunyai kuasa ”untuk mengarahkan langkahnya”. (Yeremia 10:23) Faktor manusia lainnya adalah sikap orang terhadap peringatan yang diberikan​—oleh alam maupun oleh kalangan berwenang.

      Belajar Mengenali Tanda Peringatan

      Pertama-tama harus diakui bahwa bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba tanpa peringatan. ”Waktu dan kejadian yang tidak terduga menimpa [kita] semua,” kata Pengkhotbah 9:11. Tetapi, sering kali ada beberapa petunjuk​—dari alam maupun dari kalangan berwenang—​bahwa bahaya sedang mengancam. Karena itu, bila orang-orang mengenali tanda bahayanya, mereka dapat memperbesar kemungkinan untuk selamat.

      Sewaktu tsunami menghantam Pulau Simeulue di Indonesia pada tahun 2004, hanya tujuh orang yang tewas dari sekian ribu penduduk. Karena mereka tahu bahwa surutnya air laut secara tidak normal bisa mendahului terjadinya tsunami, kebanyakan penduduk sudah melarikan diri sebelum air laut kembali lagi. Demikian pula, ada orang-orang yang selamat dari amukan badai dan letusan gunung berapi oleh karena mengindahkan peringatan. Karena peringatan dari alam biasanya mendahului peringatan dari kalangan berwenang, maka ada baiknya untuk mengenali kedua-duanya, terutama jika Anda tinggal di daerah yang rawan bencana.

      Namun sungguh menyedihkan, bahwa ada ”kecenderungan masyarakat untuk menyangkal bahaya meskipun hal itu sudah jelas,” kata seorang pakar vulkanologi. Hal ini khususnya demikian jika tanda bahaya yang keliru sudah umum atau bencana semacam itu terjadi di masa lampau. Dan, kadang-kadang mereka sama sekali tidak mau meninggalkan harta benda mereka, meskipun bahaya itu sudah di depan mata mereka.

      Di banyak daerah penduduknya begitu miskin sehingga tidak mampu pindah ke daerah yang lebih aman. Tetapi, sebaliknya dari memberi kesan yang salah tentang Pencipta kita, realitas kemiskinan justru menunjukkan kegagalan manusia. Sebagai contoh, para penguasa telah menghabiskan dana yang besar untuk persenjataan tetapi tidak berbuat banyak untuk membantu rakyat miskin.

      Meskipun demikian, sejumlah bantuan tersedia bagi kebanyakan orang, tidak soal bagaimana keadaan mereka. Bagaimana mungkin? Karena Allah, melalui Firman-Nya yang tertulis, Alkitab, telah memberi kita banyak prinsip bagus yang jika diterapkan dapat menyelamatkan kehidupan.

      Prinsip-Prinsip yang Menyelamatkan Kehidupan

      ◼ Jangan menguji Allah. ”Jangan menguji Yehuwa, Allahmu,” kata Ulangan 6:16. Orang Kristen sejati tidak menganut pandangan hidup yang bersifat takhayul, beranggapan bahwa Allah akan selalu melindungi mereka dari bahaya fisik. Karena itu, bila bahaya mengancam, mereka mengindahkan nasihat terilham, ”Cerdiklah orang yang melihat malapetaka kemudian menyembunyikan diri, tetapi orang yang kurang berpengalaman berjalan terus dan pasti menderita hukuman.”​—Amsal 22:3.

      ◼ Hargailah kehidupan melebihi daripada harta benda. ”Bahkan jika seseorang berkelimpahan, kehidupannya bukanlah hasil dari perkara-perkara yang ia miliki.” (Lukas 12:15) Ya, hal-hal materi ada manfaatnya, tetapi bagi orang yang sudah mati hal itu tidak bernilai lagi. Karena itu, orang-orang yang mengasihi kehidupan dan menghargai hak istimewa melayani Allah tidak mengambil risiko yang tidak perlu demi melindungi harta benda.​—Mazmur 115:17.

      Pada tahun 2004, Tadashi, yang tinggal di Jepang, meninggalkan rumahnya segera setelah terjadi gempa bumi dan sebelum pemerintah memberikan petunjuk. Baginya, kehidupan jauh lebih berharga ketimbang rumah dan harta miliknya. Akira, yang tinggal di daerah yang sama, menulis bahwa ”jumlah kerugian yang sesungguhnya bergantung, bukan pada harta benda yang hilang, melainkan pada sudut pandang seseorang. Saya memandang bencana ini sebagai kesempatan yang baik untuk menyederhanakan kehidupan saya.”

      ◼ Indahkanlah peringatan pemerintah. ”Tunduk [lah] kepada kalangan berwenang yang lebih tinggi.” (Roma 13:1) Jika ada perintah resmi untuk evakuasi atau untuk mengikuti beberapa prosedur keamanan lainnya, adalah bijaksana untuk menaatinya. Tadashi menghindar dari zona berbahaya karena menaati perintah evakuasi dan dengan demikian terhindar dari cedera atau kematian akibat gempa susulan.

      Jika tidak ada peringatan resmi tentang bahaya yang mengancam, orang-orang harus memutuskan sendiri kapan dan cara bertindak dengan mempertimbangkan semua fakta yang ada. Di beberapa daerah, pemerintah setempat mungkin menyediakan petunjuk yang sangat membantu dalam menghadapi bencana. Jika informasi demikian tersedia di daerah Anda, apakah Anda sudah mengetahuinya? Apakah Anda telah membahasnya bersama keluarga Anda? (Lihat kotak sisipan.) Di banyak bagian dunia ini, di bawah pengarahan kantor cabang Saksi-Saksi Yehuwa setempat, sidang-sidang jemaat Saksi-Saksi telah menetapkan prosedur keadaan darurat yang dapat diikuti seandainya bencana mengancam atau terjadi, dan prosedur ini telah terbukti sangat berguna.

      ◼ Perlihatkanlah kasih Kristen. ”Aku memberikan kepadamu perintah baru,” kata Yesus, ”agar kamu mengasihi satu sama lain . . . sebagaimana aku telah mengasihi kamu.” (Yohanes 13:34) Orang-orang yang memperlihatkan kasih yang rela berkorban seperti Kristus, berbuat sebisa mungkin untuk saling membantu membuat persiapan menghadapi bencana alam atau untuk luput darinya. Di kalangan Saksi-Saksi Yehuwa, para penatua sidang bekerja tanpa lelah menghubungi semua anggota jemaat untuk memastikan bahwa mereka selamat atau dapat menjangkau tempat yang aman. Selain itu, para penatua juga memastikan agar setiap orang mendapat kebutuhan pokok, seperti air minum yang bersih, makanan, pakaian, dan pengobatan yang perlu. Sementara itu, keluarga-keluarga Saksi yang tinggal di daerah yang aman membuka rumah mereka untuk menampung rekan Saksi yang mengungsi. Kasih seperti itu benar-benar merupakan ”ikatan pemersatu yang sempurna”.​—Kolose 3:14.

      Apakah bencana alam akan bertambah parah, seperti yang diramalkan? Mungkin saja, tetapi hanya untuk sementara waktu. Mengapa? Karena era tragis umat manusia yang melepaskan diri dari Allah akan segera berakhir. Setelah itu, seluruh bumi dan penduduknya akan sepenuhnya berada di bawah kedaulatan yang pengasih dari Yehuwa, dengan hasil-hasil yang menakjubkan, seperti yang akan diperlihatkan dalam artikel berikut.

      [Catatan Kaki]

      a Gempa bumi, perubahan cuaca yang ekstrem, letusan gunung berapi, dan sebagainya, sebenarnya bukanlah bencana. Hal itu baru disebut bencana alam jika berpengaruh atas kehidupan manusia dan harta-benda secara merugikan.

      b Untuk pembahasan yang lebih terperinci tentang alasan Allah untuk sementara membiarkan penderitaan dan kejahatan, lihatlah rangkaian artikel yang berjudul ”’Mengapa?’​—Menjawab Pertanyaan yang Paling Sulit”, dalam majalah ini terbitan bulan November 2006, dan juga pasal 11 buku Apa yang Sebenarnya Alkitab Ajarkan? yang diterbitkan oleh Saksi-Saksi Yehuwa.

      [Kotak/​Gambar di hlm. 7]

      SIAPKAH ANDA BEREVAKUASI?

      Kantor Manajemen Keadaan Darurat di kota New York menyarankan kepada para keluarga agar dalam perencanaan evakuasi, mereka memasukkan semua barang penting untuk keadaan darurat ke dalam sebuah tas yang kuat, praktis dan mudah dibawa-bawa. Termasuk di antaranya adalah barang-barang berikut:c

      ◼ Salinan dokumen-dokumen penting dalam wadah yang kedap air

      ◼ Kunci duplikat mobil dan rumah

      ◼ Kartu kredit atau debet serta uang tunai

      ◼ Air botol dan makanan kering atau yang tidak cepat rusak

      ◼ Senter (beberapa), radio AM/​FM, telepon genggam (jika Anda memilikinya), baterai ekstra

      ◼ Obat-obatan sedikitnya untuk keperluan satu minggu, daftar dosis, salinan resep, nama-nama dokter dan nomor telepon mereka. (Pastikan agar obat-obatan itu belum kedaluwarsa)

      ◼ Perlengkapan P3K

      ◼ Sepatu yang kuat dan nyaman, serta jas hujan

      ◼ Informasi tentang kontak dan tempat pertemuan bagi anggota keluarga, dan juga peta daerah

      ◼ Persediaan untuk perawatan anak

      [Catatan Kaki]

      c Daftar di atas berdasarkan daftar yang dikeluarkan oleh kalangan resmi, namun memuat sedikit perubahan. Bisa jadi tidak semua barang di atas diperlukan dalam situasi Anda atau untuk keadaan setempat, dan beberapa barang mungkin perlu ditambahkan. Misalnya, ada barang-barang lain yang khusus dibutuhkan oleh para lansia dan penyandang cacat.

      [Keterangan Gambar di hlm. 4]

      USGS, David A. Johnston, Cascades Volcano Observatory

  • Bencana-Bencana Akan Segera Berakhir
    Sedarlah!—2007 | September
    • Bencana-Bencana Akan Segera Berakhir

      GEMPA BUMI, peperangan, kelaparan, dan penyakit—hal-hal ini adalah beberapa peristiwa yang dinubuatkan Yesus yang akan menandai ”penutup sistem ini” pada masa hidup kita sekarang. (Matius 24:3, 7, 8; Lukas 21:7, 10, 11) Tentu saja, hal-hal tersebut bukanlah perbuatan Allah. Baik Yesus maupun Bapaknya, Allah Yehuwa, tidak bertanggung jawab atas semua hal itu.

      Tetapi Allah akan bertanggung jawab atas peristiwa-peristiwa yang akan menyusul sesudah itu, yakni, kedatangan Kerajaan Allah​—suatu pemerintahan surgawi di tangan Yesus Kristus—​dan kebinasaan atas semua yang menolak kedaulatan Yehuwa. (Daniel 2:44; 7:13, 14) Setelah itu, bumi akan diubah menjadi tempat yang aman dan damai, di mana tidak ada lagi perasaan takut akan bencana alam. Dalam arti yang lengkap, janji Allah akan dipenuhi, ”Umatku akan menetap di tempat tinggal yang penuh damai, di tempat kediaman yang tenteram, di tempat istirahat yang tanpa gangguan.”​—Yesaya 32:18.

      Dengarkan Allah dan Perolehlah Kehidupan!

      Seperti dijelaskan dalam artikel-artikel sebelumnya, mengindahkan peringatan dapat menyelamatkan kehidupan. Prinsip itu berlaku terlebih lagi atas peringatan Allah yang dimuat dalam Alkitab. ”Tetapi orang yang mendengarkan aku,” janji Allah, ”ia akan berdiam dengan aman dan tidak terganggu oleh kegentaran terhadap malapetaka.”​—Amsal 1:33.

      Saksi-Saksi Yehuwa berupaya sebisa-bisanya untuk mendengarkan Allah dengan membaca Firman-Nya yang terilham secara teratur dan menerapkan ajaran-ajarannya. Mereka mengundang Anda untuk melakukan hal yang sama. Ya, semua yang dengan taat mendengarkan Yehuwa tidak perlu takut akan masa depan dan malapetaka yang akan menimpa orang fasik. Sebaliknya, mereka dapat berharap untuk menikmati kehidupan kekal dalam Firdaus di bumi, tempat mereka akan ”mendapatkan kesenangan yang besar atas limpahnya kedamaian”.​—Mazmur 37:10, 11.

      [Kotak di hlm. 8]

      PENGHIBURAN BAGI YANG BERKABUNG

      Apakah ada orang yang Anda cintai yang telah meninggal, mungkin karena bencana alam atau tragedi lainnya? Hampir 2.000 tahun yang lampau, Lazarus, sahabat karib Yesus, meninggal pada usia muda. Setelah mendengar hal ini, Yesus berangkat ke Betani, desa Lazarus, dan membangunkan dia dari ”tidur” kematian.—Yohanes 11:1-44.

      Yesus melakukan mukjizat ini bukan hanya untuk memperlihatkan kasihnya kepada Lazarus dan keluarganya melainkan juga guna menguatkan janji Yesus untuk membangkitkan ”semua orang yang di dalam makam peringatan” selama pemerintahan Kerajaannya. (Yohanes 5:28, 29) Ya, dalam Firdaus yang akan datang, Yesus akan meniadakan semua kerugian yang ditimbulkan oleh pemberontakan di Eden.a​—1 Yohanes 3:8.

      [Catatan Kaki]

      a Untuk mendapatkan nasihat Alkitab tentang cara menghadapi dan mengatasi perasaan kehilangan karena kematian seorang yang dicintai dan juga untuk pembahasan yang lebih terperinci tentang janji kebangkitan, silakan lihat brosur Bila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal, yang diterbitkan oleh Saksi-Saksi Yehuwa.

      [Kotak/​Gambar di hlm. 9]

      GEMPA BUMI YANG MENGUBAH TUJUAN HIDUP SAYA

      Pada tahun 1971, saya seorang ibu muda yang berharap menjadi penyanyi soprano di opera. Saya telah meninggalkan kota kelahiran saya Winnipeg, Manitoba, Kanada, pada tahun 1957, untuk tinggal di dekat Hollywood, Kalifornia, AS, guna mengejar kecintaan saya yang utama, yakni musik.

      Selama sembilan musim panas, Ibu saya, seorang Saksi-Saksi Yehuwa, datang dari Kanada untuk mengunjungi saya. Ia menggunakan setiap kesempatan untuk berbicara kepada saya tentang Alkitab, meyakinkan saya bahwa buku itu memuat nasihat yang terbaik untuk kebahagiaan dan kehidupan keluarga. Saya mengasihi Ibu dan dengan penuh respek mendengarkannya. Namun, setiap kali dia pulang, saya membuang semua bacaan yang telah diberikannya, karena saya yakin haluan hidup saya sudah benar.

      Lalu, pagi-pagi buta pada hari Selasa bulan Februari 1971, sebuah gempa bumi berkekuatan 6,6 skala Richter mengguncang saya hingga terbangun. Bunyinya memekakkan telinga, dan guncangannya hebat sekali. Dengan ketakutan, saya berlari ke tempat putra saya dan merasa lega ketika mendapati dia aman di tempat tidurnya. Sewaktu guncangan berhenti, pecahan kaca dan semua isi lemari berserakan di lantai, dan air yang ada dalam kolam renang tertumpah ruah ke halaman rumah. Meskipun keluarga saya selamat, saya tidak bisa tidur lagi.

      Ibu telah berbicara tentang ”hari-hari terakhir”, yang salah satu cirinya adalah ”gempa bumi yang hebat”. (2 Timotius 3:1; Lukas 21:7-11) Pada musim panas tahun itu, Ibu berkunjung lagi seperti biasa sekali setahun, tetapi kali ini tanpa bacaan Alkitab. Karena sudah sembilan tahun Ibu memberi kesaksian kepada saya tanpa hasil, ia menganggap saya memang tidak berminat. Ibu sebenarnya keliru! Begitu dia tiba, saya menghujaninya dengan banyak pertanyaan. Tiba-tiba keinginan untuk menjadi penyanyi dan selebriti tidak begitu penting lagi bagi saya.

      Pada pekan itu juga, saya dan Ibu menghadiri pertemuan Kristen di Balai Kerajaan setempat, dan sejak itu saya hampir tidak pernah absen dari perhimpunan. Ibu mengatur agar saya mendapat pelajaran Alkitab di rumah. Saya dibaptis pada tahun 1973, dan kini saya menggunakan rata-rata 70 jam setiap bulan untuk memberitakan kabar baik Kerajaan Allah kepada orang lain. (Matius 24:14) Ya, gempa bumi itu bukannya menghancurkan iman saya akan Allah, melainkan telah membantu saya membangun iman.​—Sebagaimana diceritakan oleh Colleen Esparza.

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan