PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • Cerai, Perceraian
    Pemahaman Alkitab, Jilid 1
    • Surat Cerai. Walaupun kelonggaran untuk bercerai yang semula dalam hukum Musa belakangan telah disalahgunakan, kita hendaknya tidak menarik kesimpulan bahwa mudah saja bagi seorang suami Israel untuk menceraikan istrinya. Ada formalitas tertentu yang harus ia jalani. Ia perlu menulis sebuah dokumen, ”menulis surat cerai bagi dia”. Suami yang memutuskan bercerai harus ”menaruh [surat] itu di tangannya dan menyuruh dia pergi dari rumahnya”. (Ul 24:1) Meskipun Alkitab tidak memberikan perincian lain tentang prosedur tersebut, langkah hukum itu tampaknya mencakup konsultasi dengan pria-pria yang memang berwenang, yang pertama-tama berupaya mendamaikan pasangan itu. Waktu yang dibutuhkan untuk menyiapkan sertifikat itu dan melaksanakan perceraian secara hukum memberikan kesempatan kepada suami guna mempertimbangkan kembali keputusannya untuk bercerai. Harus ada dasar untuk perceraian, dan apabila peraturan ini diterapkan dengan benar, hal itu secara masuk akal mencegah tindakan gegabah untuk mengajukan cerai. Dengan demikian, hak dan kepentingan istri juga terlindung. Alkitab tidak menyingkapkan apa isi ”surat cerai”.

  • Cerai, Perceraian
    Pemahaman Alkitab, Jilid 1
    • Kemungkinan Kawin Lagi bagi Pasangan yang Sudah Bercerai. Ulangan 24:1-4 juga menetapkan bahwa wanita yang diceraikan ”harus keluar dari rumahnya, lalu pergi dan boleh menjadi milik pria lain”, artinya wanita itu bebas untuk kawin lagi. Disebutkan juga, ”Apabila pria yang kemudian ini menjadi benci kepadanya dan menulis surat cerai bagi dia dan menaruhnya di tangannya dan menyuruh dia pergi dari rumahnya, atau apabila pria yang kemudian mengambilnya sebagai istrinya itu mati, maka pemiliknya yang pertama yang telah menyuruh dia pergi tidak boleh mengambilnya kembali untuk dijadikan istri setelah wanita itu dicemari; sebab hal itu adalah sesuatu yang memuakkan di hadapan Yehuwa, dan engkau tidak boleh mendatangkan dosa atas negeri yang Yehuwa, Allahmu, berikan kepadamu sebagai milik pusaka.” Suami yang terdahulu tidak boleh mengambil kembali istri yang sudah ia ceraikan, barangkali untuk mencegah kemungkinan rekayasa di antara dia dan istri yang telah kawin lagi itu untuk memaksanya bercerai dari suami kedua atau menyebabkan kematiannya, sehingga ia dapat menikah lagi dengan suami yang sebelumnya. Jika teman hidupnya yang terdahulu mengambil dia kembali, hal itu najis di pandangan Allah; suami pertama akan membuat dirinya kelihatan bodoh karena telah menyuruh istrinya pergi sebagai wanita yang menurutnya telah melakukan ”sesuatu yang tidak pantas” dan kemudian, setelah dia secara sah dinikahi pria lain dan digunakan sebagai istrinya, pria itu mengambil dia kembali.

      Tidak diragukan, fakta bahwa suami yang semula tidak dapat menikahi kembali istri yang telah diceraikan sesudah sang istri menjadi milik pria lain, sekalipun pria tersebut telah menceraikan dia atau mati, membuat suami yang mempertimbangkan perceraian itu berpikir serius sebelum bertindak untuk mengakhiri perkawinan. (Yer 3:1) Akan tetapi, tidak disebutkan bahwa ia dilarang mengawini kembali istri yang diceraikan jika sang istri belum kawin lagi setelah ikatan perkawinan mereka terputus secara resmi.

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan