PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • g88_No26 hlm. 29-32
  • Kami Orang Liliput di Antara Orang Kerdil

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Kami Orang Liliput di Antara Orang Kerdil
  • Sedarlah!—1988 (No. 26)
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Pengalaman yang Pahit
  • Hidup sebagai Boneka Sirkus
  • Kehidupan Sirkus—Bukan Permainan Anak-Anak
  • Buku Kecil—Kesannya Besar
  • Akhirnya Menjadi Guru
  • Kehidupan Saya di Tenda Sirkus
    Sedarlah!—2004
  • Mengapa Saya Keluar dari Sirkus
    Sedarlah!—2007
  • Berkeliling dengan Rombongan Sirkus Adalah Impian Saya
    Menara Pengawal Memberitakan Kerajaan Yehuwa—2011
  • Saya Memilih Karier yang Tepat
    Sedarlah!—2007
Lihat Lebih Banyak
Sedarlah!—1988 (No. 26)
g88_No26 hlm. 29-32

Kami Orang Liliput di Antara Orang Kerdil

BEBERAPA tahun setelah Perang Saudara Spanyol, sewaktu saya masih muda, Ibu dan saya pergi ke sirkus di kota asal kami Cuenca. Pada waktu memasuki tenda utama dari sirkus itu, saya tiba-tiba mendengar suara yang nyaring berteriak, ”Senora, Senora, saya mau memberikan putri anda pekerjaan!” Ibu saya, yang terkejut, segera menjawab, ”Saya punya satu putri lagi yang dapat anda beri pekerjaan juga!” Pertemuan yang aneh ini sangat mengubah kehidupan kami.

Begini, adik perempuan saya Karmen dan saya tidak lebih tinggi dari boneka, benar-benar orang liliput, bahkan di antara orang kerdil. Tinggi badan Karmen dan saya hanya kira-kira 90 sentimeter. Itulah sebabnya nama panggung kami adalah Las Hermanas Minimas (Si Kembar Mini), sewaktu kami kemudian bermain dalam sirkus, gelanggang pertarungan sapi, festival setempat, dan kabaret di seluruh Spanyol, Perancis, dan Italia. Tetapi mari saya ceritakan sedikit bagaimana dunia pertunjukan menjadi bagian dari kehidupan kami.

Pengalaman yang Pahit

Ayah meninggal semasa Perang Saudara, sewaktu Karmen dan saya masih anak-anak. Menjadi orang kerdil dianggap kutukan oleh kebanyakan orang pada waktu itu. Maka dapat anda bayangkan bagaimana perasaan ibu saya yang tidak hanya punya satu tetapi dua anak kerdil. Bibi, paman, dan saudara sepupu semua merasa begitu malu karena kami sehingga beberapa bahkan dengan kejam menganjurkan agar Ibu mendorong kami ke dalam jurang untuk membuang kami. Anak-anak tetangga biasa melempari kami dengan batu, dengan kasar mengingatkan bahwa kami tidak diterima masyarakat. Kami tidak pernah akan keluar rumah seandainya tidak perlu pergi ke sekolah.

Sekolah cukup menyenangkan, terlepas dari perjalanan pulang setiap hari, yang sering kali merupakan pengalaman pahit karena kami dikejar oleh anak-anak lain, yang biasa mencemooh, mengejek, dan melempari kami dengan batu. Tetapi, guru kami, sangat berpengertian dan pengasih. Ia menyisihkan waktu tambahan untuk kami, mengajar kami tidak hanya kurikulum yang biasa tetapi juga segala macam ketrampilan pekerjaan tangan. Dan selain itu, ia mendapatkan langganan yang bersedia membeli pekerjaan tangan kami. Sekarang karena kami telah bertumbuh dewasa, setidaknya dalam usia, penting bagi kami untuk memikirkan suatu cara mencari nafkah.

Karmen dan saya tidak senang menjadi pusat keheranan orang, tetapi ke manapun kami pergi, orang akan memandang kami dengan tidak sopan. Ini membuat kami memutuskan untuk bekerja di rumah. Namun, akibatnya, kehidupan kami makin lebih terasing, pengucilan diri yang terus berlangsung sampai hari yang penting manakala Ibu dan saya pergi ke sirkus.

Hidup sebagai Boneka Sirkus

Adalah manajer sirkus sendiri yang berteriak kepada ibu saya dan yang ingin memberi pekerjaan kepada saya begitu ia melihat saya. Saya tidak begitu menyukai gagasan itu. Namun, ia memberikan argumen yang sangat meyakinkan. ”Bagaimana anda akan memenuhi kebutuhan diri sendiri kelak dalam kehidupan jika anda tidak bekerja sekarang?” ia bertanya, sekali lagi membangkitkan semua kekuatiran saya yang paling dalam tentang masa depan. Ia memperingatkan saya, ”Anda akhirnya akan ditampung dalam Misericordia.” (Misericordia, atau rumah belas kasihan, adalah nama yang diberikan pada waktu itu untuk Rumah Penyandang Cacat setempat.) Ini prospek yang bahkan lebih tidak saya sukai dibanding dengan main dalam sebuah sirkus. Saya selalu ingin menjadi guru.

Tetapi sekarang, mengajar hanya tinggal impian. Setelah beberapa minggu belajar tarian klasik, kami berdua mulai mengadakan perjalanan keliling Spanyol, sering bermain di depan hadirin yang kurang menghargai tetapi di lain waktu untuk anak-anak kecil yang antusias. Mereka begitu senang dengan pertunjukan kami sehingga mereka kadang-kadang ingin ibu mereka membeli kami sebagai boneka.

Pada waktu itu, hidup begitu menyenangkan, berkeliling ke tempat-tempat yang sebelumnya hanya ada dalam mimpi. Betapa berubah kehidupan kami! Setelah bertahun-tahun takut keluar rumah, sekarang kami menjadi pusat perhatian. Mengenang kembali, saya yakin bahwa keluar dari pengasingan diri membantu kami untuk menerima keadaan fisik kami tanpa menderita kerusakan emosional yang permanen.

Kehidupan Sirkus—Bukan Permainan Anak-Anak

Namun ada yang kurang dalam kehidupan kami yang baru. Dunia liliput kami ternyata bukan dunia permainan anak-anak yang suci seperti digambarkan di panggung. Tidak sedikit dari teman bermain kami yang kerdil biasa bertindak dengan cara yang tak terduga. Perasaan marah dan frustrasi mudah berkembang karena ”orang dewasa” sering kali tidak memperlakukan kami seperti orang normal. Kadangkala perasaan ini akan meluap dalam ledakan tindak kekerasan yang tak berperikemanusiaan. Tetapi menurut hemat saya beberapa orang kerdil ini melakukan kerusuhan untuk membangun kepercayaan diri.

Adik saya dan saya merasa tidak betah dalam lingkungan ini. Bagi kami, main dalam pertunjukan hanyalah untuk mencari nafkah yang layak, satu-satunya pekerjaan yang ada bagi kami di Spanyol waktu itu. Kami berupaya menjauhi semua kesulitan, dan akhirnya kami memperoleh respek dari semua orang. Kadang-kadang, petugas sirkus mengatakan kepada orang-orang kerdil yang suka berkelahi, ”Lihatlah Si Kembar Mini. Anda seharusnya meniru mereka!”

Selama tahun-tahun ini, saya tidak pernah melupakan peringatan yang pernah dikatakan manajer sirkus. Bagaimana saya akan memenuhi kebutuhan diri sendiri kelak dalam hidup? Maka walaupun kesehatan kami menurun, Karmen dan saya bekerja keras agar kami dapat menyimpan cukup banyak uang untuk masa sulit yang kami rasa pasti akan datang.

Walaupun demikian, saya sekarang melihat segi positif dari semua kerja keras itu. Terus sibuk dalam kehidupan sirkus yang penuh kegiatan ini membuat kami lebih mudah menerima keadaan fisik kami, dan tentunya kami terhindar dari menutup diri terhadap setiap orang. Di atas segala-galanya, kami terlalu sibuk sehingga tidak ada waktu untuk mengasihani diri sendiri.

Buku Kecil—Kesannya Besar

Setelah beberapa tahun, dalam salah satu perjalanan kami mengelilingi Spanyol, seorang remaja mendekati kami di tempat pekan raya, menjelaskan sesuatu tentang Kerajaan Allah. Gadis itu memberi kami dua buku kecil, yang dengan senang hati kami terima. Siang itu juga, kami mulai membaca sepintas lalu salah satu buku, Kebenaran yang Membimbing kepada Hidup yang Kekal. Apa yang kami baca benar-benar menyentuh hati kami, sampai kami mulai menceritakan kepada para pemain sirkus yang lain tentang apa yang telah kami baca. Tetapi kami merasa sangat kecewa sewaktu mengetahui bahwa tidak semua orang berminat dengan apa yang kami anggap begitu menggetarkan!

Dua tahun berlalu, kemudian seorang Saksi lain mengunjungi rumah kami di Madrid. Kami senang mendengar lagi tentang berita Kerajaan, dan Saksi itu bahkan berjanji akan kembali dengan Alkitab terjemahan Katolik agar kami dapat melihat sendiri bahwa Alkitab para Saksi tidak berbeda. Segera pelajaran Alkitab dimulai, dan tidak dibutuhkan waktu yang lama untuk meyakinkan kami bahwa kami telah menemukan kebenaran. Dalam waktu satu tahun saja, Karmen dibaptis, dan beberapa bulan kemudian, saya juga membaktikan kehidupan saya kepada Yehuwa dan dibaptis.

Akhirnya Menjadi Guru

Mengabar dari rumah ke rumah benar-benar suatu tantangan bagi kami berdua. Memang, kami sudah terbiasa bermain di panggung, tetapi berdiri di depan pintu dan berupaya memulai percakapan dengan seseorang yang tidak pernah kami lihat sebelumnya adalah hal yang sama sekali lain. Kami tidak pernah mengatasi sepenuhnya rasa malu dan takut yang berakar dalam. Kami bertanya pada diri sendiri, ’Bagaimana reaksi orang bila mereka melihat dua orang kerdil di depan pintu mereka?’ ’Apakah mereka tidak akan mengira bahwa kami adalah pengemis?’ Saya senang mengatakan bahwa hal ini jarang sekali terjadi.

Syukur atas kebaikan dan kesabaran saudara-saudara rohani, kami dapat mengatasi perasaan takut kami sedikit demi sedikit, dan pengabaran mulai banyak menyita waktu kami. Akhirnya, impian masa kecil saya menjadi kenyataan—saya akhirnya menjadi guru! Saya tidak mengajarkan dasar-dasar matematika, tata bahasa, atau semacam itu, tetapi dasar untuk memperoleh kehidupan kekal.

Memang, orang sering terpaku melihat orang-orang yang begitu kecil di depan pintu mereka. Sebaliknya, beberapa begitu heran mengetahui bahwa kami dapat berbicara seperti orang lain sehingga mereka mendengarkan berita kami dengan penuh perhatian.

Kami selalu merasa bahagia bila kami dapat pergi dari rumah ke rumah bersama saudara-saudara yang pengasih di sidang tempat kami bergabung. Mereka mendukung kami secara menakjubkan, bahkan dalam hal yang tampaknya kurang penting seperti menekan bel—sering kami sama sekali tidak dapat mencapainya! Di lain kesempatan, saudara-saudara dengan pengasih membantu kami naik tangga.

Kami sangat menghargai perhatian yang pengasih dari sidang. Mereka memperlihatkan kepada kami kasih yang sungguh-sungguh, bukan sekedar rasa kasihan yang akan membuat kami merasa rendah diri. Karmen mengalami kecelakaan beberapa bulan yang lalu, dan ia merasa sangat sulit untuk berdiri di atas kursi. Maka sewaktu ia harus mempersembahkan khotbah dalam Sekolah Pelayanan Teokratis, ada yang harus mengangkatnya dan menaruhnya di atas kursi. Anak-anak di sidang melihat kami dengan rasa ingin tahu, tetapi bukan keingintahuan yang tidak sopan seperti yang kami jumpai di jalan. Saudara-saudara memperlakukan kami sebagai orang yang normal, dan itu benar-benar membantu kami untuk merasa senang di sidang.

Kekuatiran akan masa depan, yang saya rasakan selama bertahun-tahun, telah lenyap. Perasaan takut tidak punya uang untuk hidup, setelah kami tidak dapat bekerja lagi, digantikan dengan harapan yang pasti akan masa depan yang lebih baik. Dahulu kami terus bekerja, menerima setiap kontrak yang ditawarkan kepada kami, selalu mengeluh tentang masa depan. Tetapi segera setelah kami mengenal kebenaran Firman Allah, kami mulai mengurangi pekerjaan dalam dunia pertunjukan. Pada waktu yang sama, kami belajar hidup sederhana.

Walaupun kami tidak naik panggung lagi, pekerjaan di rumah sehari-hari membuat kami sibuk. Seraya kami bertambah usia, problem fisik kami bertambah, dan bahkan menaiki tangga telah menjadi tantangan besar. Maka, kami harus mencari tempat tinggal di lantai dasar apartemen. Dengan cara ini kami tidak perlu terlalu bergantung kepada orang lain. Kami dengan bebas membaur dengan saudara-saudara dan tetap sibuk dalam kegiatan pengabaran, yang membantu kami mempertahankan semangat suka bergaul.

Mengenang kembali kira-kira 50 tahun yang lalu, saya masih heran bahwa kehidupan kami begitu banyak berubah. Tahun-tahun awal yang kami lewatkan dengan menyendiri diganti dengan kebisingan kehidupan dalam sirkus. Walaupun hidup kami lebih tenang sekarang, ini lebih menguntungkan karena kami membaktikan waktu kami untuk pengabaran umum. Kami berdua begitu bersyukur kepada Yehuwa bahwa Ia telah membuat kami melihat kebenaran FirmanNya, yang begitu banyak menghilangkan kekuatiran akan masa depan. Kami juga bersyukur atas perhatian yang pengasih dan dukungan yang hangat dari saudara-saudara Kristen kami, yang telah membantu kami menanggung beban menjadi orang liliput bahkan di antara orang kerdil.—Seperti diceritakan oleh Amparo Sánchez Escríbano.

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan