-
Bagian 6: 1946-1959 Kemakmuran Semu di Tengah-Tengah Perdamaian yang Sebenarnya Tidak AdaSedarlah!—1988 (No. 26) | Sedarlah!—1988 (No. 26)
-
-
Kemakmuran—Tetapi Sangat Mahal dan Menipu
Pada tahun 1945 penduduk Eropa dan Asia yang diporakporandakan oleh perang berada dalam kesulitan. Didorong oleh alasan kemanusiaan, tetapi juga kepentingan pribadi, Sekutu merumuskan Program Pemulihan Eropa. Ini merupakan suatu badan yang menawarkan bantuan keuangan untuk membangun kembali industri-industri Eropa yang telah hancur. Itu sangat dikenal sebagai ”Marshall Plan” (Rencana Marshall), sebutan yang memakai nama Sekretaris Negara A.S. pencetus gagasan itu, adalah suatu program swadaya yang mahal, tetapi efektif.
Pemulihan perekonomian dan perindustrian ternyata luar biasa. Sarana perindustrian modern yang lengkap dengan mesin-mesin yang mutakhir memungkinkan bangsa-bangsa yang kalah perang untuk mengejar, dan dalam beberapa hal mengungguli, negara-negara tetangga mereka yang menang perang, yang sering terpaksa harus puas dengan sarana perindustrian dan peralatan yang sudah ketinggalan zaman. Selama tahun 1950-an apa yang disebut keajaiban perekonomian Jerman sedang hebat-hebatnya, dan pada akhir dasawarsa itu, Jepang telah memulai program pembangunan yang memungkinkan mereka untuk menaklukkan bagian terbesar dari dunia secara komersial.
Sementara itu, negara-negara yang menang perang, juga berupaya menormalisasikan kebijakan dalam negeri dan perekonomian mereka. Pembangunan perumahan dan produksi barang-barang konsumen sangat dibatasi selama perang, karena setiap sektor perindustrian dikerahkan untuk industri tempur. Tetapi sekarang ada pasaran yang melimpah-ruah dengan barang-barang yang telah lama tidak dimiliki orang. Ini berarti tersedianya lapangan kerja bagi semua orang; setidak-tidaknya untuk sementara waktu, pengangguran bukan masalah. Dunia sekarang melaju ke suatu periode kemakmuran yang tidak dialaminya sejak masa sebelum Depresi Besar.
Tetapi kemakmuran itu mahal. Makin banyak ibu rumah tangga bekerja di luar rumah, sehingga kadang-kadang melalaikan anak-anak. Meningkatnya taraf hidup memungkinkan lebih banyak rekreasi, meskipun hal itu tidak selalu sehat. Menonton TV mulai menggantikan percakapan keluarga. Perpecahan dalam kehidupan keluarga menjurus kepada meningkatnya perceraian. Belakangan pola ini diimbangi oleh meningkatnya kecenderungan mereka yang lajang untuk hidup bersama tanpa menikah. Secara tidak langsung kedua pola itu meningkatkan kecenderungan untuk mengutamakan kepentingan pribadi dengan mengorbankan orang lain. Harkat-harkat rohani dan moral, yang telah sangat dikacaukan oleh perang, sekarang semakin lebih rusak lagi.
-
-
Bagian 6: 1946-1959 Kemakmuran Semu di Tengah-Tengah Perdamaian yang Sebenarnya Tidak AdaSedarlah!—1988 (No. 26) | Sedarlah!—1988 (No. 26)
-
-
[Gambar di hlm. 20]
Kemakmuran setelah perang menghasilkan perumahan yang menyenangkan dan mobil baru bagi banyak keluarga
[Keterangan]
H. Armstrong Roberts
-