PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • Ayub​—Teladan Ketekunan dan Integritas
    Menara Pengawal—2006 | 15 Agustus
    • Ayub​—Teladan Ketekunan dan Integritas

      ”Apakah engkau memperhatikan hambaku, Ayub, bahwa tidak ada seorang pun yang seperti dia di bumi, seorang pria yang tidak bercela dan lurus hati, takut akan Allah dan berpaling dari yang jahat?”​—AYUB 1:8.

      1, 2. (a) Musibah apa saja yang secara tidak terduga dialami oleh Ayub? (b) Gambarkan kehidupan Ayub sebelum ditimpa musibah.

      ADA seorang pria yang tampaknya memiliki segalanya​—kekayaan, status, kesehatan, dan keluarga yang bahagia. Lalu, tiga musibah hebat menimpanya secara berturut-turut. Dalam sekejap, ia jatuh miskin. Berikutnya, suatu badai yang aneh merenggut nyawa semua anaknya. Tidak lama kemudian, ia terjangkit penyakit parah yang mengakibatkan sekujur tubuhnya dipenuhi bisul yang menyakitkan. Saudara mungkin tahu bahwa pria itu adalah Ayub, tokoh utama dalam buku Alkitab yang menyandang namanya.​—Ayub, pasal 1 dan 2.

      2 ”Oh, sekiranya aku seperti pada bulan-bulan kamariah di masa lampau,” erangnya. (Ayub 3:3; 29:2) Sewaktu ditimpa malapetaka, siapa yang tidak merindukan hari-hari yang lampau? Dalam kasus Ayub, ia telah menempuh kehidupan yang baik, tampaknya terlindung dari kemalangan. Orang-orang terkemuka merespek dia dan meminta nasihatnya. (Ayub 29:5-11) Ia kaya, tetapi memiliki pandangan yang seimbang mengenai uang. (Ayub 31:24, 25, 28) Apabila ada janda atau anak yatim yang berkekurangan, ia membantu mereka. (Ayub 29:12-16) Dan, ia setia kepada istrinya.​—Ayub 31:1, 9, 11.

      3. Bagaimana Yehuwa memandang Ayub?

      3 Ayub menempuh kehidupan yang tidak bercela karena ia menyembah Allah. ”Tidak ada seorang pun yang seperti dia di bumi,” firman Yehuwa, ”seorang pria yang tidak bercela dan lurus hati, takut akan Allah dan berpaling dari yang jahat.” (Ayub 1:1, 8) Tetapi, sekalipun Ayub mempertahankan integritas moralnya, musibah demi musibah mencabik-cabik kehidupannya yang nyaman. Segala hasil kerja kerasnya lenyap, dan manusia batiniahnya diuji dengan rasa sakit, kepedihan hati, dan keputusasaan.

      4. Mengapa bermanfaat untuk memperhatikan cobaan berat yang Ayub alami?

      4 Tentu saja, Ayub bukan satu-satunya hamba Allah yang mengalami malapetaka dalam kehidupan pribadinya. Banyak orang Kristen dewasa ini juga mengalami hal yang serupa. Karena itu, ada dua pertanyaan yang patut kita pertimbangkan: Sewaktu ditimpa musibah, bagaimana kita dibantu dengan mengingat cobaan berat yang Ayub alami? Dan, bagaimana hal itu dapat mengajar kita untuk lebih berempati kepada orang lain yang sedang menderita?

      Sengketa Keloyalan dan Ujian Integritas

      5. Menurut Setan, mengapa Ayub melayani Allah?

      5 Kasus Ayub lain daripada yang lain. Tanpa sepengetahuan Ayub, Iblis mempertanyakan motif Ayub melayani Allah. Ketika Yehuwa menyoroti sifat-sifat bagus Ayub dalam sebuah pertemuan surgawi, Setan menjawab, ”Bukankah engkau sendiri yang memasang pagar di sekelilingnya dan di sekeliling rumahnya dan di sekeliling segala sesuatu yang ia miliki di sekelilingnya?” Dengan demikian, Setan menyatakan bahwa Ayub—dan secara tidak langsung, semua hamba Allah lainnya—dimotivasi oleh sifat mementingkan diri. ”Ulurkanlah kiranya tanganmu dan sentuhlah segala sesuatu yang ia miliki dan lihatlah apakah ia tidak akan mengutuki engkau di mukamu,” kata Setan kepada Yehuwa.—Ayub 1:8-11.

      6. Sengketa penting apa yang Setan ajukan?

      6 Sengketa ini penting. Setan menantang cara Yehuwa menjalankan kedaulatan-Nya. Apakah Allah memang bisa memerintah alam semesta ini dengan kasih? Atau, sebagaimana disiratkan Setan, apakah sifat mementingkan diri akan selalu menang pada akhirnya? Karena yakin akan integritas dan keloyalan hamba-Nya, Yehuwa membiarkan Iblis menggunakan Ayub sebagai contoh kasus. Maka, Setan segera menimpakan malapetaka demi malapetaka kepada Ayub. Sewaktu serangan awalnya gagal, Setan menimpakan penyakit yang menyakitkan kepada Ayub. ”Kulit ganti kulit, segala sesuatu yang dimiliki orang akan ia berikan ganti jiwanya,” tuduh Iblis.—Ayub 2:4.

      7. Cobaan apa saja yang dialami hamba-hamba Allah dewasa ini yang mirip dengan yang dihadapi Ayub?

      7 Meski tidak menderita sampai separah Ayub, kebanyakan orang Kristen dewasa ini ditimpa berbagai macam kesengsaraan. Banyak yang menghadapi penganiayaan atau problem keluarga. Kesulitan ekonomi atau kesehatan yang buruk bisa sangat meresahkan. Ada yang telah berkorban nyawa demi iman mereka. Tentu saja, kita tidak boleh berasumsi bahwa Setanlah yang menyebabkan setiap musibah yang kita derita. Sebenarnya, beberapa problem bahkan bisa diakibatkan oleh kesalahan kita sendiri atau kondisi fisik bawaan. (Galatia 6:7) Dan, kita semua terkena dampak yang menyengsarakan akibat usia tua dan bencana alam. Alkitab menyatakan dengan jelas bahwa pada masa sekarang, Yehuwa tidak secara mukjizat melindungi hamba-hamba-Nya dari semua penderitaan itu.—Pengkhotbah 9:11.

      8. Bagaimana Setan bisa jadi berupaya memanfaatkan kesengsaraan yang kita alami?

      8 Akan tetapi, Setan bisa memanfaatkan kesengsaraan yang kita alami untuk merongrong iman kita. Rasul Paulus mengatakan bahwa ia dibuat susah oleh ”duri dalam daging, yaitu malaikat dari Setan”, yang terus ”menampar” dia. (2 Korintus 12:7) Entah duri itu adalah problem fisik, misalnya penglihatan yang buruk, atau suatu hal lain, Paulus memahami bahwa Setan dapat menggunakan problem itu dan rasa frustrasi yang diakibatkannya untuk merenggut sukacita dan mematahkan integritasnya. (Amsal 24:10) Dewasa ini, Setan bisa menggerakkan anggota keluarga, teman sekolah, atau bahkan pemerintah yang bersifat diktator untuk menganiaya hamba-hamba Allah dengan satu atau lain cara.

      9. Mengapa kesulitan atau penganiayaan hendaknya tidak terlalu mengejutkan kita?

      9 Bagaimana kita dapat menghadapi problem-problem ini dengan berhasil? Dengan menganggapnya sebagai kesempatan untuk menunjukkan bahwa kasih kita kepada Yehuwa dan ketundukan kita kepada kedaulatan-Nya tidak tergoyahkan. (Yakobus 1:2-4) Apa pun penyebab penderitaan kita, dengan memahami pentingnya keloyalan kepada Allah, kita akan dibantu untuk tetap seimbang secara rohani. Rasul Petrus menulis kepada orang-orang Kristen, ”Saudara-saudara yang kukasihi, janganlah heran akan api yang membakar di antara kamu, yang kamu alami sebagai cobaan, seolah-olah hal yang aneh menimpamu.” (1 Petrus 4:12) Dan, Paulus menjelaskan, ”Semua orang yang ingin hidup dengan pengabdian yang saleh dalam persekutuan dengan Kristus Yesus juga akan dianiaya.” (2 Timotius 3:12) Setan masih menantang integritas Saksi-Saksi dari Yehuwa, seperti yang ia lakukan kepada Ayub. Malah, Alkitab menunjukkan bahwa Setan telah mempergencar serangannya atas umat Allah selama hari-hari terakhir ini.—Penyingkapan 12:9, 17.

      Kesalahpahaman dan Nasihat yang Buruk

      10. Hal apa yang membuat Ayub kurang beruntung dibandingkan kita?

      10 Ada satu hal yang membuat Ayub kurang beruntung dibandingkan kita. Ia tidak tahu mengapa malapetaka-malapetaka itu menimpanya. Ayub mengambil kesimpulan yang keliru bahwa dengan suatu cara ”Yehuwa yang telah memberi, Yehuwa yang telah mengambil”. (Ayub 1:21) Kemungkinan, Setan sengaja berupaya memberikan kesan kepada Ayub bahwa Allah-lah yang menyebabkan penderitaannya.

      11. Jelaskan reaksi Ayub terhadap malapetaka yang menimpanya.

      11 Ayub menjadi sangat kecil hati, meskipun ia tidak mau mengutuki Allah, seperti desakan istrinya. (Ayub 2:9, 10) ’Orang fasik tampaknya jauh lebih baik keadaannya daripada aku,’ katanya. (Ayub 21:7-9) ’Mengapa Allah menghukumku?’ ia tentu bertanya-tanya. Ada saat-saatnya ia ingin mati saja. ”Oh, sekiranya di Syeol kausembunyikan aku, sekiranya engkau merahasiakan aku sampai kemarahanmu surut!” serunya.—Ayub 14:13.

      12, 13. Bagaimana komentar ketiga teman Ayub mempengaruhi dirinya?

      12 Ada tiga teman Ayub yang mengunjungi dia, konon untuk ”menunjukkan simpati kepadanya dan menghiburnya”. (Ayub 2:11) Tetapi, mereka ternyata ”penghibur yang menyusahkan”. (Ayub 16:2) Mereka sebenarnya bisa menjadi sahabat tempat Ayub dapat meringankan beban pikiran akibat problem-problemnya, tetapi mereka malah membuatnya semakin bingung dan frustrasi.​—Ayub 19:2; 26:2.

      13 Masuk akal jika Ayub mungkin bertanya kepada diri sendiri, ’Apa salahku? Apa yang telah kulakukan sampai aku harus menanggung semua malapetaka ini?’ Teman-temannya memberikan penjelasan yang sama sekali menyesatkan. Mereka berasumsi bahwa Ayub menuai semua penderitaan ini karena telah melakukan suatu dosa serius. ”Siapakah yang tidak bersalah yang binasa?” tanya Elifaz. ”Menurut apa yang telah kulihat, orang yang merancang apa yang mencelakakan dan orang yang menabur kesusahan, mereka sendiri akan menuainya.”—Ayub 4:7, 8.

      14. Mengapa kita hendaknya tidak serta-merta mengaitkan penderitaan dengan tingkah laku yang tidak patut?

      14 Memang, problem bisa timbul jika kita menabur dalam daging dan bukannya dalam roh. (Galatia 6:7, 8) Namun, dalam sistem ini, kesusahan dapat muncul tidak soal bagaimana tingkah laku kita. Selain itu, sama sekali tidak benar bahwa orang yang tidak bersalah kebal dari segala malapetaka. Yesus Kristus, yang ”tidak tercemar, terpisah dari orang-orang berdosa”, mengalami kematian yang menyakitkan di tiang siksaan, dan rasul Yakobus mati sebagai martir. (Ibrani 7:26; Kisah 12:1, 2) Penalaran yang salah dari Elifaz dan kedua temannya menggerakkan Ayub untuk membela nama baiknya dan menegaskan bahwa ia tidak bersalah. Namun, tuduhan mereka yang bertubi-tubi bahwa Ayub pantas menderita bisa jadi telah mempengaruhi pandangannya tentang keadilan Allah.​—Ayub 34:5; 35:2.

      Mendapatkan Bantuan di Kala Sengsara

      15. Penalaran apa yang akan membantu kita di kala menderita?

      15 Adakah pelajaran yang dapat kita tarik? Musibah, penyakit, atau penganiayaan mungkin tampak sangat tidak adil. Orang lain tampaknya luput dari banyak problem demikian. (Mazmur 73:3-12) Kadang-kadang, kita mungkin harus mengajukan pertanyaan yang mendasar ini kepada diri sendiri, ’Apakah kasih saya kepada Allah menggerakkan saya untuk melayani Dia tidak soal apa yang terjadi? Apakah saya ingin sekali memberi Yehuwa ”jawaban kepada pribadi yang mencela Dia”?’ (Amsal 27:11; Matius 22:37) Jangan sekali-kali kita membiarkan komentar yang orang lain lontarkan tanpa dipikir membuat kita meragukan Bapak surgawi kita. Seorang Kristen yang setia yang didera penyakit kronis selama bertahun-tahun pernah mengatakan, ”Saya tahu bahwa apa pun yang Yehuwa izinkan, saya akan dapat menanggungnya. Saya tahu Ia akan memberi saya kekuatan yang dibutuhkan, seperti yang sudah-sudah.”

      16. Bagaimana Firman Allah membantu orang-orang yang menghadapi kesukaran?

      16 Mengenai taktik Setan, kita memiliki pemahaman yang tidak dimiliki Ayub. ”Kita bukannya tidak mengetahui siasatnya”, atau rancangan jahatnya. (2 Korintus 2:11) Lagi pula, ada banyak sekali hikmat praktis yang dapat kita gunakan. Di dalam Alkitab terdapat kisah pria dan wanita yang setia yang telah bertekun menanggung segala macam kesukaran. Rasul Paulus, yang paling banyak menderita, menulis, ”Segala perkara yang ditulis dahulu kala ditulis untuk mengajar kita, agar melalui ketekunan kita dan melalui penghiburan dari Tulisan-Tulisan Kudus, kita mempunyai harapan.” (Roma 15:4) Seorang Saksi di Eropa yang dipenjarakan karena imannya selama perang dunia kedua menukarkan jatah makanannya selama tiga hari dengan sebuah Alkitab. ”Barter itu ternyata sungguh mendatangkan berkat!” katanya. ”Meskipun perut saya lapar, saya menerima makanan rohani yang turut memelihara saya serta rekan-rekan yang lain dalam ujian yang kami hadapi selama masa sulit tersebut. Saya masih menyimpan Alkitab itu hingga hari ini.”

      17. Apa saja persediaan dari Allah yang dapat membantu kita bertekun?

      17 Selain penghiburan dari Kitab Suci, kita mempunyai banyak alat bantu pelajaran Alkitab yang memberikan bimbingan yang berguna untuk mengatasi berbagai problem. Jika Saudara memeriksa Indeks Publikasi Menara Pengawal, Saudara kemungkinan akan menemukan pengalaman seorang rekan Kristen yang pernah mengalami cobaan yang mirip dengan cobaan Saudara. (1 Petrus 5:9) Saudara juga bisa membicarakan keadaan Saudara dengan para penatua yang penuh pengertian atau orang Kristen lainnya yang matang. Di atas segalanya, melalui doa, Saudara dapat mengandalkan bantuan dari Yehuwa dan roh kudus-Nya. Bagaimana Paulus bertahan menghadapi ’tamparan-tamparan’ Setan? Dengan belajar mengandalkan kekuatan dari Allah. (2 Korintus 12:9, 10) ”Dalam segala perkara aku mempunyai kekuatan melalui dia yang memberikan kuasa kepadaku,” tulisnya.—Filipi 4:13.

      18. Bagaimana rekan-rekan Kristen dapat memberikan dukungan moril yang sangat berharga?

      18 Jadi, karena bantuan sudah tersedia, jangan pernah ragu-ragu untuk memanfaatkannya. ”Apakah engkau kecil hati pada hari kesesakan? Kekuatanmu akan kurang,” kata sebuah peribahasa. (Amsal 24:10) Sebagaimana rayap dapat merobohkan rumah kayu, perasaan kecil hati dapat meruntuhkan integritas seorang Kristen. Untuk menangkal bahaya ini, Yehuwa memberi kita dukungan melalui rekan-rekan kita, sesama hamba Allah. Seorang malaikat muncul kepada Yesus dan menguatkannya pada malam ia ditangkap. (Lukas 22:43) Dalam perjalanan ke Roma sebagai tahanan, Paulus ”bersyukur kepada Allah dan menjadi tabah” sewaktu ia bertemu dengan saudara-saudara di Pasar Apius dan Tiga Kedai Minum. (Kisah 28:15) Seorang Saksi asal Jerman mengingat bantuan yang ia terima setibanya di kamp konsentrasi Ravensbrück ketika ia masih remaja yang takut-takut. ”Seorang rekan Kristen langsung menemui saya dan menyambut saya dengan hangat,” kenang saudari ini. ”Saudari lain yang setia selalu menjaga serta melindungi saya, dan ia menjadi seperti ibu rohani bagi saya.”

      ”Buktikan Dirimu Setia”

      19. Apa yang membantu Ayub bertahan menghadapi upaya Setan?

      19 Yehuwa menggambarkan Ayub sebagai pria yang ”memegang erat integritasnya”. (Ayub 2:3) Meskipun merasa kecil hati dan tidak mengerti alasan di balik penderitaannya, Ayub tidak pernah goyah dalam sengketa keloyalan yang penting itu. Ayub tidak mau menyangkal apa yang selama ini menjadi pegangan hidupnya. Ia menegaskan, ”Sampai aku mati aku tidak akan menyingkirkan integritasku dari diriku!”​—Ayub 27:5.

      20. Mengapa ketekunan tidak akan sia-sia?

      20 Tekad serupa akan membantu kita mempertahankan integritas di bawah keadaan apa pun​—ketika menghadapi godaan, tentangan, atau kesulitan. ”Janganlah takut terhadap hal-hal yang akan engkau derita,” kata Yesus kepada sidang di Smirna. ”Lihat! Si Iblis akan terus melemparkan beberapa dari antara kamu ke dalam penjara agar kamu diuji sepenuhnya, dan agar kamu mengalami kesengsaraan [kesusahan, penderitaan, atau penindasan] selama sepuluh hari. Buktikanlah dirimu setia bahkan sampai mati, dan aku akan memberimu mahkota kehidupan.”—Penyingkapan 2:10.

      21, 22. Sewaktu mengalami kesengsaraan, pengetahuan apa bisa menghibur kita?

      21 Dalam sistem yang dikuasai Setan ini, ketekunan serta integritas kita akan diuji. Meskipun demikian, Yesus meyakinkan kita bahwa seraya kita menatap masa depan, kita tidak mempunyai alasan untuk takut. Yang penting adalah membuktikan diri setia. ”Kesengsaraan adalah sementara,” kata Paulus, sedangkan ”kemuliaan”, atau upah yang Yehuwa janjikan kepada kita, ’bobotnya makin lebih unggul dan abadi’. (2 Korintus 4:17, 18) Kesengsaraan Ayub pun hanya sementara jika dibandingkan dengan tahun-tahun penuh kebahagiaan yang ia nikmati sebelum dan sesudah cobaan yang ia derita.​—Ayub 42:16.

      22 Namun, mungkin saja ada saat-saat dalam kehidupan kita manakala cobaan tampaknya tak berujung dan penderitaan kelihatannya nyaris tak tertanggungkan. Dalam artikel berikut, kita akan membahas bagaimana pengalaman Ayub dapat mengajar kita hal-hal lain lagi tentang ketekunan. Kita juga akan melihat cara-cara menguatkan orang lain yang mengalami kesulitan.

  • ”Kamu Telah Mendengar tentang Ketekunan Ayub”
    Menara Pengawal—2006 | 15 Agustus
    • ”Kamu Telah Mendengar tentang Ketekunan Ayub”

      ”Kamu telah mendengar tentang ketekunan Ayub dan telah melihat kesudahan yang Yehuwa berikan, bahwa Yehuwa sangat lembut dalam kasih sayang dan ia berbelaskasihan.”​—YAKOBUS 5:11.

      1, 2. Cobaan apa yang dihadapi sepasang suami istri di Polandia?

      HARALD ABT baru menjadi Saksi-Saksi Yehuwa selama kurang dari setahun ketika pasukan Hitler menguasai kota Danzig (sekarang Gdańsk) di bagian utara Polandia. Lalu, situasi menjadi sulit, bahkan berbahaya, bagi orang-orang Kristen sejati di sana. Gestapo berupaya memaksa Harald menandatangani dokumen penyangkalan iman, tetapi ia menolak. Setelah beberapa minggu di penjara, Harald dikirim ke kamp konsentrasi Sachsenhausen, dan di sana ia berkali-kali diancam dan dipukuli. Seorang petugas menunjuk ke cerobong asap krematorium dan memberi tahu Harald, ”Kamu akan naik ke Yehuwa-mu lewat cerobong itu kalau dalam 14 hari ini kamu terus berpegang pada imanmu.”

      2 Sewaktu Harald ditangkap, istrinya Elsa, masih menyusui bayi perempuan mereka yang berumur sepuluh bulan. Tetapi, Elsa tidak luput dari perhatian Gestapo. Tidak lama kemudian, bayinya diambil darinya, dan ia dikirim ke kamp pembantaian di Auschwitz. Namun, ia tetap hidup selama bertahun-tahun, seperti halnya Harald. Dalam The Watchtower terbitan 15 April 1980, Saudara dapat membaca lebih banyak tentang bagaimana mereka bertekun. Harald menulis, ”Kalau dijumlahkan, saya menghabiskan 14 tahun kehidupan saya di kamp konsentrasi dan penjara karena iman saya kepada Allah. Saya pernah ditanya, ’Apakah istrimu membantumu bertekun menanggung semua itu?’ Ya, tentu saja! Sejak awal saya tahu bahwa ia tidak bakal mengkompromikan imannya, dan hal ini turut menguatkan saya. Saya tahu bahwa ia lebih suka melihat saya terbujur mati di usungan daripada tahu bahwa saya bebas karena telah berkompromi. . . . Elsa bertekun menanggung banyak kesukaran selama bertahun-tahun di kamp-kamp konsentrasi Jerman.”

      3, 4. (a) Teladan siapa saja yang dapat menganjurkan orang Kristen untuk bertekun? (b) Mengapa Alkitab mendesak kita untuk memeriksa pengalaman Ayub?

      3 Menanggung penderitaan pastilah tidak mudah, seperti yang dapat diceritakan oleh banyak Saksi. Oleh karena itu, Alkitab menasihati semua orang Kristen, ”Jadikanlah para nabi yang berbicara dengan nama Yehuwa sebagai pola dalam menanggung penderitaan dan menerapkan kesabaran.” (Yakobus 5:10) Selama abad demi abad, banyak hamba Allah dianiaya tanpa sebab. Teladan yang diberikan oleh ”banyak saksi bagaikan awan” itu dapat menganjurkan kita untuk terus berlari dengan tekun dalam perlombaan Kristen kita.​—Ibrani 11:32-38; 12:1.

      4 Dalam catatan Alkitab, Ayub adalah teladan ketekunan yang menonjol. ”Lihat! Orang yang telah bertekun kami nyatakan bahagia,” tulis Yakobus. ”Kamu telah mendengar tentang ketekunan Ayub dan telah melihat kesudahan yang Yehuwa berikan, bahwa Yehuwa sangat lembut dalam kasih sayang dan ia berbelaskasihan.” (Yakobus 5:11) Pengalaman Ayub memberi kita gambaran sekilas tentang upah yang menanti orang-orang setia, yang Yehuwa berkati. Dan, yang lebih penting lagi, kisah itu menyingkapkan kebenaran yang akan bermanfaat bagi kita selama masa-masa sulit. Buku Ayub membantu kita menjawab pertanyaan-pertanyaan ini: Sewaktu di bawah cobaan, mengapa kita harus berupaya memahami sengketa-sengketa utama yang tersangkut? Sifat dan sikap apa saja yang membantu kita bertekun? Bagaimana kita dapat menguatkan rekan-rekan Kristen yang sedang menderita?

      Memahami Situasinya secara Lengkap

      5. Sengketa utama apa yang harus selalu kita ingat kala menghadapi cobaan atau godaan?

      5 Agar tetap seimbang secara rohani ketika mengalami kesulitan, kita perlu memahami situasinya secara lengkap. Kalau tidak, problem pribadi bisa mengaburkan sudut pandangan rohani kita. Sengketa keloyalan kepada Allah adalah hal yang paling penting. Bapak surgawi kita mengajukan imbauan yang dapat kita camkan secara pribadi, ”Hendaklah berhikmat, putraku, dan buatlah hatiku bersukacita, agar aku dapat memberikan jawaban kepada dia yang mencela aku.” (Amsal 27:11) Sungguh hak istimewa yang unik! Meskipun kita lemah dan tidak sempurna, kita bisa membuat Pencipta kita bersukacita. Kita berbuat demikian apabila kasih kita kepada Yehuwa memungkinkan kita bertekun menghadapi berbagai cobaan dan godaan. Kasih Kristen yang sejati bertekun menanggung segala sesuatu. Kasih itu tidak berkesudahan.—1 Korintus 13:7, 8.

      6. Bagaimana Setan mencela Yehuwa, dan sampai sejauh mana?

      6 Buku Ayub dengan jelas menunjukkan bahwa Setan-lah pribadi yang mencela Yehuwa. Buku tersebut juga menyingkapkan sifat jahat musuh yang tidak kelihatan itu dan hasratnya untuk menghancurkan hubungan kita dengan Allah. Sebagaimana terlihat dalam kasus Ayub, Setan pada dasarnya menuduh semua hamba Yehuwa memiliki motif yang mementingkan diri dan ia berupaya membuktikan bahwa kasih mereka kepada Allah bisa mendingin. Ia mencela Allah selama ribuan tahun. Sewaktu Setan dicampakkan dari surga, suatu suara dari surga menjuluki dia ”penuduh saudara-saudara kita” dan mengatakan bahwa dia melancarkan tuduhan itu ”siang dan malam di hadapan Allah kita”. (Penyingkapan 12:10) Dengan bertekun dan setia, kita bisa memperlihatkan bahwa tuduhannya tidak benar.

      7. Apa cara terbaik untuk mengatasi kelemahan jasmani?

      7 Kita harus ingat bahwa si Iblis akan memanfaatkan kesengsaraan apa pun yang kita hadapi untuk menjauhkan kita dari Yehuwa. Kapan ia menggoda Yesus? Saat Yesus sedang lapar setelah berpuasa untuk waktu yang lama. (Lukas 4:1-3) Tetapi, berkat kekuatan rohaninya, Yesus bisa menolak godaan Iblis dengan tegas. Betapa pentingnya untuk melawan kelemahan jasmani apa pun—mungkin akibat penyakit atau usia tua—dengan kekuatan rohani! Sekalipun ’manusia lahiriah kita makin lemah’, kita tidak menyerah karena ’manusia batiniah kita pasti diperbarui dari hari ke hari’.—2 Korintus 4:16.

      8. (a) Bagaimana emosi negatif bisa melemahkan kita? (b) Sikap apa yang Yesus miliki?

      8 Selain itu, emosi negatif bisa cenderung merusak seseorang secara rohani. ’Mengapa Yehuwa membiarkan hal ini?’ seseorang mungkin bertanya-tanya. ’Kok saudara seiman tega memperlakukan saya seperti itu?’ tanya yang lain setelah diperlakukan dengan kurang baik. Perasaan semacam itu dapat mengaburkan perhatian kita dari sengketa-sengketa utama sehingga kita terfokus hanya pada keadaan diri sendiri. Dampak emosi akibat kekecewaan Ayub terhadap ketiga temannya yang menyesatkan tampaknya sama parahnya dengan dampak fisik akibat penyakit yang menimpanya. (Ayub 16:20; 19:2) Demikian pula, rasul Paulus menunjukkan bahwa kemarahan yang berkepanjangan dapat ”memberikan tempat [atau, kesempatan] bagi Iblis”. (Efesus 4:26, 27) Ketimbang melampiaskan kekecewaan atau kemarahan kepada orang-orang tertentu atau terlalu terfokus pada betapa tidak adilnya suatu situasi, orang Kristen sebaiknya meniru Yesus dengan ”mempercayakan diri [mereka] kepada pribadi yang menghakimi dengan adil-benar”, Allah Yehuwa. (1 Petrus 2:21-23) Dengan memiliki ”kecenderungan mental” seperti Yesus, kita dapat benar-benar bertahan melawan serangan Setan.—1 Petrus 4:1.

      9. Jaminan apa yang Allah berikan kepada kita sehubungan dengan beban yang harus kita tanggung atau godaan yang kita hadapi?

      9 Di atas segalanya, jangan sekali-kali menganggap problem kita sebagai bukti ketidaksenangan Allah. Kesalahpahaman demikian memedihkan hati Ayub ketika ia dihujani oleh kata-kata tajam dari orang-orang yang konon mau menghiburnya. (Ayub 19:21, 22) Alkitab meyakinkan kita melalui kata-kata ini, ”Dengan hal-hal yang jahat Allah tidak dapat dicobai dan dia juga tidak mencobai siapa pun.” (Yakobus 1:13) Sebaliknya, Yehuwa berjanji untuk membantu kita menanggung beban apa pun yang menimpa kita dan memberikan keluputan dari godaan apa pun yang mengadang kita. (Mazmur 55:22; 1 Korintus 10:13) Dengan mendekat kepada Allah kala sedang susah, kita dapat memiliki sudut pandangan yang tepat dan berhasil melawan si Iblis.​—Yakobus 4:7, 8.

      Bantuan untuk Bertekun

      10, 11. (a) Apa yang membantu Ayub bertekun? (b) Bagaimana Ayub terhibur karena memiliki hati nurani yang baik?

      10 Walaupun mengalami situasi penuh derita—termasuk serangan lisan dari para ”penghibur”-nya dan kebingungannya sendiri tentang apa sesungguhnya penyebab malapetakanya—Ayub tetap berintegritas. Apa yang dapat kita pelajari dari ketekunannya? Tak diragukan, alasan utama keberhasilannya adalah kesetiaannya kepada Yehuwa. Ia ”takut akan Allah dan berpaling dari yang jahat”. (Ayub 1:1) Itulah jalan hidupnya. Ayub tidak mau berpaling dari Yehuwa, bahkan sewaktu ia tidak mengerti mengapa kehidupannya tiba-tiba hancur berantakan. Ayub yakin bahwa ia harus melayani Allah di saat senang maupun di saat susah.​—Ayub 1:21; 2:10.

      11 Ayub juga terhibur karena memiliki hati nurani yang baik. Pada saat kehidupannya tampak akan berakhir, ia lega karena tahu bahwa ia telah berbuat sebisa-bisanya untuk membantu orang lain, bahwa ia telah menjunjung standar Yehuwa yang adil-benar, dan bahwa ia telah menghindari segala bentuk ibadat palsu.—Ayub 31:4-11, 26-28.

      12. Bagaimana Ayub menyambut bantuan yang ia terima dari Elihu?

      12 Tentu saja, Ayub masih perlu dibantu menyesuaikan sudut pandangannya tentang beberapa hal. Dan, ia dengan rendah hati menerima bantuan itu—faktor penting lain mengapa ia berhasil bertekun. Ayub dengan penuh respek mendengarkan nasihat Elihu yang bijaksana, dan ia dengan positif menyambut koreksi Yehuwa. ”Aku berbicara, tetapi aku tidak mengerti,” katanya mengakui. ”Aku menariknya kembali, dan aku bertobat dalam debu dan abu.” (Ayub 42:3, 6) Meskipun penyakitnya belum sembuh, Ayub bersukacita bahwa penyesuaian cara berpikirnya ini semakin mendekatkan dirinya kepada Allah. ”Aku sekarang mengetahui bahwa engkau [Yehuwa] sanggup melakukan segala sesuatu,” kata Ayub. (Ayub 42:2) Berkat uraian Yehuwa tentang keagungan-Nya, Ayub memahami dengan jauh lebih jelas kedudukannya sendiri dibandingkan dengan sang Pencipta.

      13. Apa manfaatnya bagi Ayub karena ia memperlihatkan belas kasihan?

      13 Akhirnya, Ayub adalah teladan belas kasihan yang sangat menonjol. Para penghibur palsunya telah sangat menyakiti hatinya, namun ketika Yehuwa meminta Ayub mendoakan mereka, ia melakukannya. Setelah itu, Yehuwa memulihkan kesehatan Ayub. (Ayub 42:8, 10) Jelaslah, perasaan getir tidak bisa membantu kita bertekun, tetapi kasih dan belas kasihan bisa. Dengan tidak memendam kekesalan, kita disegarkan secara rohani, dan haluan itulah yang Yehuwa berkati.—Markus 11:25.

      Penasihat Bijaksana yang Membantu Kita Bertekun

      14, 15. (a) Sifat-sifat apa yang akan membantu seorang penasihat menyembuhkan orang lain? (b) Jelaskan mengapa Elihu berhasil membantu Ayub.

      14 Pelajaran lain yang dapat kita peroleh dari kisah Ayub adalah betapa berharganya penasihat yang bijaksana. Orang seperti itu bagaikan saudara yang ”dilahirkan untuk waktu kesesakan”. (Amsal 17:17) Tetapi, sebagaimana diperlihatkan oleh pengalaman Ayub, ada penasihat yang menyakiti dan bukannya menyembuhkan. Penasihat yang baik perlu memperlihatkan empati, respek, dan kebaikan hati, seperti halnya Elihu. Para penatua dan orang Kristen matang lainnya mungkin harus menyesuaikan cara berpikir saudara-saudara yang dibebani berbagai problem, dan dalam hal ini, para penasihat tersebut bisa belajar banyak hal dari buku Ayub.​—Galatia 6:1; Ibrani 12:12, 13.

      15 Ada banyak pelajaran bagus dari caranya Elihu menangani masalah. Ia mendengarkan dengan sabar sebelum menanggapi komentar keliru dari ketiga teman Ayub. (Ayub 32:11; Amsal 18:13) Elihu menyapa Ayub dengan namanya dan berbicara kepadanya sebagaimana layaknya seorang sahabat. (Ayub 33:1) Tidak seperti ketiga penghibur palsu itu, Elihu tidak menganggap dirinya lebih unggul daripada Ayub. ”Dari tanah liat aku dibentuk, aku juga,” katanya. Ia tidak mau menambah penderitaan Ayub dengan kata-kata yang tanpa dipikir. (Ayub 33:6, 7; Amsal 12:18) Ketimbang mengkritik tindakan Ayub sebelumnya, Elihu memuji keadilbenarannya. (Ayub 33:32) Yang terpenting, Elihu melihat masalahnya dari sudut pandangan Allah, dan ia membantu Ayub berfokus pada fakta bahwa Yehuwa tidak akan pernah bertindak tidak adil. (Ayub 34:10-12) Ia menganjurkan Ayub untuk menantikan Yehuwa dan bukannya berupaya mempertunjukkan keadilbenarannya sendiri. (Ayub 35:2; 37:14, 23) Tentulah para penatua dan orang-orang lain dapat menarik manfaat dari pelajaran-pelajaran tersebut.

      16. Bagaimana ketiga penghibur palsu Ayub menjadi alat Setan?

      16 Nasihat Elihu yang bijaksana bertolak belakang dengan kata-kata Elifaz, Bildad, dan Zofar yang menyakitkan. ”Kamu sekalian tidak mengatakan apa yang benar tentang aku,” firman Yehuwa kepada mereka. (Ayub 42:7) Sekalipun mengaku berniat baik, mereka bertindak sebagai alat Setan dan bukannya teman yang setia. Sejak awal, ketiga-tiganya sudah menyimpulkan bahwa Ayub-lah yang harus dipersalahkan atas semua malapetakanya. (Ayub 4:7, 8; 8:6; 20:22, 29) Menurut Elifaz, Allah tidak mempercayai hamba-hamba-Nya, dan Ia tidak peduli apakah kita adil-benar atau tidak. (Ayub 15:15; 22:2, 3) Elifaz bahkan menuduh Ayub melakukan kesalahan yang tidak ia perbuat. (Ayub 22:5, 9) Sebaliknya, Elihu benar-benar membantu Ayub agar memiliki pandangan yang seimbang tentang hubungannya dengan Allah, dan itulah yang selalu menjadi tujuan seorang penasihat yang pengasih.

      17. Apa yang hendaknya kita ingat sewaktu mengalami cobaan?

      17 Ada lagi pelajaran mengenai ketekunan yang dapat kita peroleh dari buku Ayub. Allah kita yang pengasih memperhatikan keadaan kita; Ia mau dan sekaligus sanggup membantu kita dengan berbagai cara. Di awal artikel, kita membaca pengalaman Elsa Abt. Renungkanlah kesimpulannya berikut ini, ”Sebelum ditangkap, saya pernah membaca surat dari seorang saudari yang mengatakan bahwa di bawah cobaan yang berat, roh Yehuwa membuat kita diliputi ketenangan. Saya tadinya mengira ia agak membesar-besarkan hal itu. Tetapi, ketika saya sendiri mengalaminya, ternyata apa yang ia katakan itu benar. Hal itu benar-benar terjadi. Sulit membayangkannya, kalau kita belum mengalaminya sendiri. Namun, itulah yang benar-benar saya rasakan. Yehuwa membantu.” Elsa tidak sedang berbicara tentang apa yang dapat atau telah Yehuwa lakukan ribuan tahun yang lalu pada zaman Ayub. Ia berbicara tentang zaman kita. Ya, ”Yehuwa membantu”!

      Berbahagialah Orang yang Bertekun

      18. Manfaat apa saja yang Ayub tuai karena bertekun?

      18 Tidak banyak di antara kita yang akan menghadapi kesengsaraan separah yang dialami Ayub. Tetapi, apa pun cobaan yang mungkin ditimpakan oleh sistem ini atas kita, kita memiliki alasan yang kuat untuk mempertahankan integritas, seperti halnya Ayub. Sesungguhnya, ketekunan memperkaya kehidupan Ayub. Itu menyempurnakan dia, membuatnya lengkap. (Yakobus 1:2-4) Ketekunan menguatkan hubungannya dengan Allah. ”Dari kabar angin aku mendengar tentang engkau, tetapi sekarang mataku sendiri melihat engkau,” kata Ayub menandaskan. (Ayub 42:5) Setan terbukti sebagai pendusta karena ia tidak bisa mematahkan integritas Ayub. Ratusan tahun setelah itu, Yehuwa masih menyebut hamba-Nya Ayub sebagai teladan keadilbenaran. (Yehezkiel 14:14) Catatan integritas serta ketekunannya memotivasi umat Allah bahkan sampai sekarang.

      19. Menurut Saudara, mengapa ketekunan tidak sia-sia?

      19 Dalam suratnya kepada orang Kristen abad pertama tentang ketekunan, Yakobus menyebutkan kepuasan sebagai hasil ketekunan. Dan, ia menggunakan teladan Ayub untuk mengingatkan mereka bahwa Yehuwa dengan limpah mengupahi hamba-hamba-Nya yang setia. (Yakobus 5:11) Kita membaca di Ayub 42:12, ”Mengenai Yehuwa, dia memberkati akhir masa hidup Ayub lebih daripada masa permulaannya.” Allah mengembalikan milik Ayub yang hilang sebanyak dua kali lipat, dan ia menikmati umur panjang serta kehidupan yang bahagia. (Ayub 42:16, 17) Demikian pula, kesakitan, penderitaan, atau kepedihan hati apa pun yang mungkin kita alami selama akhir sistem ini akan dihapus dan terlupakan di dunia baru Allah. (Yesaya 65:17; Penyingkapan 21:4) Kita telah mendengar tentang ketekunan Ayub, dan kita bertekad, dengan bantuan Yehuwa, untuk meniru teladan Ayub. Alkitab berjanji, ”Berbahagialah orang yang terus bertekun menanggung cobaan, karena setelah diperkenan ia akan menerima mahkota kehidupan, yang dijanjikan Yehuwa kepada mereka yang terus mengasihi dia.”—Yakobus 1:12.

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan