PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • Ia Bertumbuh ”Seraya Yehuwa Menyertainya”
    Tirulah Iman Mereka
    • Samuel yang masih bocah

      PASAL TUJUH

      Ia Bertumbuh ”Seraya Yehuwa Menyertainya”

      1, 2. Bagaimana keadaannya saat Samuel berbicara kepada orang-orang Israel, dan mengapa ia perlu menggerakkan mereka untuk bertobat?

      SAMUEL menatap wajah orang-orang sebangsanya. Seluruh bangsa itu berkumpul di kota Gilgal, karena dipanggil oleh pria beriman ini, yang telah melayani sebagai nabi dan hakim selama puluhan tahun. Berdasarkan penanggalan modern, saat itu adalah bulan Mei atau Juni, dan sedang musim kering. Ladang-ladang gandum di daerah itu sudah menguning tanda siap dipanen. Kesunyian meliputi kerumunan orang itu. Bagaimana Samuel bisa menggerakkan hati mereka?

      2 Bangsa itu tidak mengerti betapa serius keadaan mereka. Mereka berkeras agar seorang raja manusia berkuasa atas mereka. Bangsa itu tidak sadar bahwa tindakan mereka sangat tidak merespek Allah mereka, Yehuwa, dan juga nabi-Nya. Sebenarnya, mereka menolak Yehuwa sebagai Raja mereka! Bagaimana Samuel bisa menggerakkan mereka untuk bertobat?

      Masa kecil Samuel dapat mengajar kita banyak hal tentang cara membangun iman kepada Yehuwa walau ada pengaruh buruk

      3, 4. (a) Mengapa Samuel menyinggung masa mudanya? (b) Mengapa teladan iman Samuel bermanfaat bagi kita dewasa ini?

      3 Samuel mulai berbicara. ”Aku sudah tua dan beruban,” katanya kepada bangsa itu. Rambutnya yang memutih menambah bobot kata-katanya. Lalu ia mengatakan, ”Aku telah berjalan di depanmu sejak masa mudaku sampai hari ini.” (1 Sam. 11:14, 15; 12:2) Walaupun sudah tua, Samuel tidak melupakan masa kecilnya. Kenangan masa kanak-kanaknya masih ia ingat jelas. Keputusan-keputusan yang dulu ia buat, sewaktu masih kecil, telah membawa dia ke dalam kehidupan yang penuh iman dan pengabdian kepada Allahnya, Yehuwa.

      4 Samuel perlu membangun dan mempertahankan iman, walaupun berulang kali dikelilingi orang-orang yang tidak beriman dan tidak loyal. Dewasa ini, membangun iman juga sulit karena kita hidup dalam dunia yang bejat dan tidak beriman. (Baca Lukas 18:8.) Mari perhatikan apa yang bisa kita pelajari dari teladan Samuel, mulai dari masa kecilnya.

      ”Melayani di Hadapan Yehuwa, Sewaktu Ia Masih Anak-Anak”

      5, 6. Bagaimana masa kecil Samuel unik, tetapi mengapa orang tuanya yakin bahwa ia akan terurus?

      5 Masa kecil Samuel unik. Tidak lama setelah disapih, mungkin pada usia tiga tahun atau lebih sedikit, ia mulai membaktikan kehidupannya dalam dinas di tabernakel suci Yehuwa di Syilo, sekitar 30 kilometer dari rumahnya di Rama. Orang tuanya, Elkana dan Hana, membaktikan anak mereka kepada Yehuwa dalam dinas istimewa, menjadikannya orang Nazir seumur hidup.a Apakah ini berarti Samuel dibuang, tidak dikasihi orang tuanya?

      6 Sama sekali tidak! Mereka tahu putra mereka akan terurus di Syilo. Imam Besar Eli pasti mengatur hal itu, karena Samuel bekerja di dekatnya. Ada juga sejumlah wanita yang membantu dalam berbagai aspek di tabernakel, tampaknya dengan cara yang terorganisasi.​—Kel. 38:8; Hak. 11:34-40.

      7, 8. (a) Dari tahun ke tahun, bagaimana orang tua Samuel memberi dukungan yang pengasih? (b) Orang tua dewasa ini bisa belajar apa dari orang tua Samuel?

      7 Terlebih lagi, Hana dan Elkana tidak pernah melupakan putra sulung mereka, yang lahir sebagai jawaban atas doa Hana. Ia meminta seorang putra kepada Yehuwa, dan ia berjanji untuk membaktikan kehidupan sang anak dalam dinas suci kepada Allah. Saat berkunjung setiap tahun, Hana membawakan mantel baru yang tak berlengan buatannya sendiri untuk Samuel gunakan dalam dinasnya di tabernakel. Samuel muda pasti sangat senang saat orang tuanya berkunjung. Ia pasti menikmati dukungan dan bimbingan pengasih dari orang tuanya karena mereka mengajarnya bahwa melayani Yehuwa di tempat yang unik itu merupakan hak istimewa yang besar.

      8 Orang tua dewasa ini dapat belajar banyak dari Hana dan Elkana. Pada umumnya, orang tua berfokus dalam menyediakan kebutuhan materi anak-anaknya tetapi mengabaikan kebutuhan rohani mereka. Namun, orang tua Samuel menempatkan kebutuhan rohani di tempat pertama, dan itu sangat berpengaruh dalam membentuk kepribadiannya di masa depan.​—Baca Amsal 22:6.

      9, 10. (a) Gambarkan keadaan tabernakel dan perasaan Samuel muda tentang tempat suci itu. (Lihat juga catatan kaki.) (b) Tanggung jawab Samuel mungkin mencakup apa saja, dan bagaimana anak-anak dewasa ini bisa meniru teladannya?

      9 Kita bisa bayangkan anak itu bertumbuh besar dan menjelajahi bukit-bukit di sekitar Syilo. Ia melihat ke bawah, ke kota dan lembah yang terbentang di bawahnya di salah satu sisinya, dan hatinya pasti dipenuhi perasaan sukacita dan bangga saat matanya tertuju pada tabernakel Yehuwa. Tabernakel itu benar-benar tempat yang suci.b Dibangun hampir 400 tahun yang lalu di bawah pengarahan Musa, itu merupakan satu-satunya pusat ibadat sejati di seluruh dunia kala itu.

      10 Samuel muda mulai mencintai tabernakel. Dalam kisah yang belakangan ia tulis, kita membaca, ”Samuel melayani di hadapan Yehuwa, sewaktu ia masih anak-anak, dengan efod linen yang diikatkan padanya.” (1 Sam. 2:18) Mantel tak berlengan yang sederhana itu tampaknya menunjukkan bahwa Samuel membantu para imam di tabernakel. Walaupun bukan golongan imam, Samuel mendapat tugas yang mencakup membuka pintu halaman tabernakel pada pagi hari dan membantu Eli yang sudah tua. Tetapi, walaupun ia sangat menikmati hak istimewanya, hati nuraninya yang polos belakangan mulai terganggu. Ada sesuatu yang sangat tidak beres di rumah Yehuwa.

      Tetap Bersih Walau Dikelilingi Kebejatan

      11, 12. (a) Hofni dan Pinehas mengabaikan apa? (b) Apa kefasikan dan kebejatan yang Hofni dan Pinehas lakukan di tabernakel? (Lihat juga catatan kaki.)

      11 Pada usia mudanya, Samuel menyaksikan kefasikan dan kebejatan yang parah. Eli punya dua anak, bernama Hofni dan Pinehas. Kisah Samuel menyatakan, ”Putra-putra Eli adalah pria-pria yang tidak berguna; mereka tidak mengindahkan Yehuwa.” (1 Sam. 2:12) Dua buah pikiran dalam ayat ini saling berkaitan. Hofni dan Pinehas adalah ”pria-pria yang tidak berguna” karena mereka tidak memedulikan Yehuwa. Mereka mengabaikan standar dan persyaratan-Nya yang luhur. Hal itu menyebabkan mereka melakukan dosa-dosa lainnya.

      12 Hukum Allah spesifik dalam mengatur tugas-tugas para imam dan cara mereka harus mempersembahkan korban di tabernakel. Itu tidak mengherankan! Korban-korban itu menggambarkan persediaan Allah untuk mengampuni dosa agar orang-orang bisa bersih di mata-Nya, sehingga pantas mendapat berkat dan bimbingan-Nya. Tetapi, Hofni dan Pinehas membuat imam lainnya ikut memperlakukan persembahan dengan sangat kurang ajar.c

      13, 14. (a) Bagaimana orang-orang yang tulus terpengaruh oleh kefasikan di tabernakel? (b) Bagaimana Eli gagal, baik sebagai ayah maupun sebagai imam besar?

      13 Bayangkan Samuel muda dengan mata terbelalak menyaksikan tindakan sewenang-wenang yang sangat lancang yang terus dibiarkan itu. Berapa banyak orang yang ia lihat​—termasuk yang miskin, rendah hati, dan tertindas—​mendekati tabernakel kudus itu dengan harapan mendapat penghiburan dan kekuatan rohani, tetapi malah pulang dengan kecewa, sakit hati, atau terhina? Dan, bagaimana perasaannya ketika tahu bahwa Hofni dan Pinehas juga mengabaikan hukum Yehuwa tentang moralitas seksual, karena mereka melakukan hubungan dengan beberapa wanita yang melayani di tabernakel? (1 Sam. 2:22) Mungkin ia berharap Eli akan memperbaiki keadaan itu.

      Samuel pasti merasa sangat terganggu melihat kefasikan putra-putra Eli

      14 Eli berada di kedudukan yang tepat untuk mengatasi masalah yang semakin besar ini. Sebagai imam besar, ia bertanggung jawab atas segala sesuatu yang terjadi di tabernakel. Sebagai seorang ayah, ia punya kewajiban untuk mengoreksi anak-anaknya. Lagi pula, anak-anaknya menyakiti diri mereka sendiri dan juga banyak sekali orang di negeri itu. Tetapi, Eli gagal dalam dua aspek ini, baik sebagai ayah maupun sebagai imam. Ia hanya memberi teguran yang lemah kepada anak-anaknya. (Baca 1 Samuel 2:23-25.) Namun, anak-anaknya butuh disiplin yang jauh lebih keras. Mereka melakukan dosa-dosa yang pantas dijatuhi hukuman mati!

      15. Apa peringatan keras yang Yehuwa berikan kepada Eli, dan bagaimana reaksi Eli?

      15 Permasalahan itu menjadi sangat parah sampai-sampai Yehuwa mengutus ”seorang abdi Allah”, nabi yang tidak disebut namanya, kepada Eli dengan membawa berita penghakiman yang keras. Yehuwa berkata kepada Eli, ”Engkau terus menghormati putra-putramu lebih daripadaku.” Oleh karena itu, Allah menubuatkan bahwa putra-putra Eli yang fasik akan mati pada hari yang sama dan bahwa keluarga Eli akan sangat menderita, bahkan kehilangan hak istimewa sebagai imam. Apakah pengingat yang kuat ini menghasilkan perubahan dalam keluarga itu? Kisahnya tidak menceritakan adanya perubahan apa pun.​—1 Sam. 2:27–3:1.

      16. (a) Apa yang kita baca tentang kemajuan Samuel muda? (b) Apakah Saudara merasa bahwa hal ini menghangatkan hati? Jelaskan.

      16 Apakah semua kebejatan ini memengaruhi Samuel muda? Dalam cerita yang suram ini, sesekali kita melihat secercah cahaya, kabar baik tentang pertumbuhan dan kemajuan Samuel. Ingatlah, seperti dikatakan di 1 Samuel 2:18, Samuel dengan penuh iman ”melayani di hadapan Yehuwa, sewaktu ia masih anak-anak”. Bahkan pada usia semuda itu, Samuel mengutamakan pelayanan kepada Allah dalam kehidupannya. Di ayat 21 pada pasal yang sama, kita membaca sesuatu yang lebih menghangatkan hati, ”Samuel, anak laki-laki itu, terus bertambah besar seraya Yehuwa menyertainya.” Seraya ia bertumbuh, hubungannya dengan Bapak surgawinya bertambah kuat. Hubungan pribadi yang erat dengan Yehuwa itulah yang menjadi perlindungan yang paling pasti dari berbagai jenis kebejatan.

      17, 18. (a) Bagaimana kaum muda Kristen bisa meniru teladan Samuel saat menghadapi kebejatan? (b) Apa yang menunjukkan bahwa Samuel memilih jalan yang benar?

      17 Samuel bisa saja dengan mudah bernalar bahwa jika imam besar dan putra-putranya saja menyerah kepada dosa, ia juga bisa melakukan apa pun yang ia inginkan. Tetapi kebejatan orang lain, termasuk orang yang punya kedudukan berwenang, bukanlah alasan untuk melakukan dosa. Sekarang, banyak anak muda Kristen mengikuti teladan Samuel dan ’terus bertambah besar seraya Yehuwa menyertai mereka’​—bahkan ketika orang-orang di sekitarnya gagal memberikan teladan yang baik.

      18 Apa hasilnya bagi Samuel karena menaati Yehuwa? Kita membaca, ”Sementara itu Samuel, anak laki-laki itu, tumbuh semakin besar dan semakin disukai, baik dari sudut pandangan Yehuwa maupun manusia.” (1 Sam. 2:26) Jadi Samuel disukai, setidaknya oleh orang-orang yang pendapatnya ia anggap penting. Yehuwa sendiri juga menyayangi anak ini karena imannya. Dan, Samuel tentu tahu bahwa Allahnya akan menyingkirkan semua keburukan yang terjadi di Syilo, tetapi ia mungkin bertanya-tanya kapan itu akan terjadi. Pada suatu malam, terjawablah pertanyaan itu.

      ”Berfirmanlah, Sebab Hambamu Ini Mendengarkan”

      19, 20. (a) Lukiskan apa yang terjadi atas Samuel pada suatu malam di tabernakel. (b) Bagaimana Samuel akhirnya tahu sumber suara itu, dan bagaimana ia memperlakukan Eli?

      19 Saat itu sudah hampir pagi tetapi hari masih gelap; cahaya lampu besar di tenda masih menerangi ruangan. Dalam kesunyian, Samuel mendengar suatu suara memanggil namanya. Ia pikir itu suara Eli, yang sekarang sudah sangat tua dan hampir buta. Samuel bangun dan ”berlari” kepada pria tua itu. Bisakah Saudara bayangkan anak ini, tanpa alas kaki cepat-cepat menghampiri Eli untuk mencari tahu apa yang ia butuhkan? Benar-benar menyentuh hati bahwa Samuel memperlakukan Eli dengan respek dan kebaikan hati. Walaupun dosanya banyak, Eli masih imam besar Yehuwa.​—1 Sam. 3:2-5.

      20 Samuel membangunkan Eli, dengan mengatakan, ”Ini aku, sebab engkau telah memanggilku.” Tetapi, Eli berkata ia tidak memanggilnya dan menyuruh anak itu kembali tidur. Ternyata, hal itu terjadi lagi dan lagi! Akhirnya, Eli sadar apa yang sebenarnya terjadi. Yehuwa sudah jarang memberi penglihatan atau pesan nubuat kepada bangsa-Nya, dan tidak sulit untuk mengetahui alasannya. Tetapi, Eli sadar bahwa Yehuwa berbicara lagi—sekarang kepada anak ini! Eli menyuruh Samuel kembali tidur dan mengajarnya untuk menjawab panggilan itu dengan benar. Samuel menurut. Tak lama kemudian, ia mendengar suara memanggilnya, ”Samuel, Samuel!” Anak itu menjawab, ”Berfirmanlah, sebab hambamu ini mendengarkan.”​—1 Sam. 3:1, 5-10.

      21. Dewasa ini, bagaimana kita bisa mendengar Yehuwa, dan mengapa itu penting?

      21 Akhirnya, Yehuwa memiliki hamba di Syilo yang mendengarkan-Nya. Itu menjadi pola hidup Samuel. Apakah itu juga pola hidup Saudara? Kita tidak perlu menunggu suara supernatural berbicara kepada kita pada malam hari. Dewasa ini, suara Allah bisa dikatakan selalu ada bagi kita. Itu semua ada dalam Firman-Nya yang sudah lengkap, Alkitab. Semakin kita mendengarkan Allah dan menanggapi, semakin iman kita bertumbuh. Itu juga yang terjadi dengan Samuel.

      Samuel muda menyampaikan berita penghukuman Yehuwa kepada Eli

      Walau takut, Samuel tetap beriman dan menyampaikan pesan berisi penghakiman Yehuwa kepada Eli

      22, 23. (a) Bagaimana pesan yang pada awalnya Samuel tidak berani sampaikan akhirnya menjadi kenyataan? (b) Bagaimana reputasi Samuel terus meningkat?

      22 Malam di Syilo itu merupakan malam bersejarah dalam kehidupan Samuel karena saat itulah ia memulai hubungan yang istimewa dengan Yehuwa, menjadi nabi dan juru bicara Allah sendiri. Pada awalnya, anak itu takut menyampaikan pesan Yehuwa kepada Eli, karena hal itu adalah pemberitahuan terakhir bahwa nubuat tentang keluarga Eli akan segera tergenap. Tetapi, Samuel mengerahkan keberaniannya​—dan Eli dengan rendah hati menerima penghakiman ilahi itu. Tak lama kemudian, semua yang Yehuwa katakan terjadi: Israel berperang dengan Filistin, Hofni serta Pinehas terbunuh pada hari yang sama, dan Eli sendiri mati ketika mengetahui bahwa Tabut suci Yehuwa telah direbut.​—1 Sam. 3:10-18; 4:1-18.

      23 Tetapi, reputasi Samuel sebagai nabi yang beriman terus meningkat. Kisahnya menjelaskan, ”Yehuwa sendiri menyertai dia,” dan menambahkan bahwa Yehuwa tidak membiarkan satu nubuat pun dari Samuel tidak terwujud.​—Baca 1 Samuel 3:19.

      ”Samuel Berseru kepada Yehuwa”

      24. Akhirnya, keputusan apa yang dibuat orang Israel, dan mengapa itu merupakan dosa serius?

      24 Tetapi, apakah bangsa Israel mengikuti arahan Samuel dan menjadi orang-orang yang rohani dan beriman? Tidak. Pada akhirnya, mereka memutuskan bahwa mereka tidak mau dihakimi hanya oleh seorang nabi. Mereka mau seperti bangsa lain yang diperintah oleh seorang raja manusia. Sesuai arahan Yehuwa, Samuel menuruti permintaan itu. Tetapi, ia harus menunjukkan betapa serius dosa yang telah mereka perbuat. Yang mereka tolak bukan sekadar manusia, melainkan Yehuwa sendiri! Jadi, ia memanggil bangsa itu ke Gilgal.

      Samuel lansia menengadah saat badai guntur melanda dan orang-orang di sekelilingnya ketakutan

      Samuel berdoa dalam iman, dan Yehuwa menjawab dengan guntur dan hujan

      25, 26. Di Gilgal, bagaimana Samuel yang sudah tua akhirnya membantu bangsanya mengerti seriusnya dosa mereka terhadap Yehuwa?

      25 Mari kita ikuti lagi saat-saat menegangkan sewaktu Samuel berbicara di depan orang Israel di Gilgal. Di sana, Samuel yang sudah tua mengingatkan orang Israel akan sejarah kesetiaan dirinya yang penuh iman. Kemudian, kita membaca, ”Samuel berseru kepada Yehuwa.” Ia meminta kepada Yehuwa guntur dan hujan.​—1 Sam. 12:17, 18.

      26 Guntur dan hujan? Di musim kering? Hal itu tidak pernah terjadi sebelumnya! Jika di antara bangsa itu ada yang skeptis atau mencemoohnya, hal itu tidak berlangsung lama. Tiba-tiba, langit menjadi gelap tertutup awan. Angin menerpa gandum di ladang. Guntur menggelegar dengan suara yang memekakkan telinga. Dan, hujan turun. Bagaimana reaksi bangsa itu? ”Sangat takutlah seluruh bangsa itu kepada Yehuwa dan kepada Samuel.” Akhirnya, mereka sadar betapa seriusnya dosa mereka.​—1 Sam. 12:18, 19.

      27. Bagaimana perasaan Yehuwa terhadap orang-orang yang meniru iman Samuel?

      27 Bukan Samuel, melainkan Allahnya, Yehuwa, yang telah menggerakkan hati bangsa yang suka memberontak itu. Dari usia muda sampai tua, Samuel menaruh iman kepada Allahnya. Dan, Yehuwa mengupahinya. Hingga sekarang, Yehuwa belum berubah. Ia masih mendukung orang-orang yang meniru iman Samuel.

      a Orang Nazir berada di bawah ikrar yang mencakup larangan minum minuman beralkohol dan larangan mencukur rambut. Kebanyakan orang mengambil ikrar itu hanya untuk sementara waktu saja, tetapi beberapa orang, seperti Simson, Samuel, dan Yohanes Pembaptis, menjadi orang Nazir seumur hidup.

      b Bait suci itu adalah bangunan berbentuk persegi, seperti sebuah tenda besar dengan rangka kayu. Tetapi, itu dibuat dari bahan-bahan yang terbaik​—kulit anjing laut, kain sulam yang indah, dan kayu-kayu mahal yang dilapisi perak dan emas. Bait suci itu ditempatkan di lapangan persegi, dan di lapangan itu terdapat mezbah besar yang indah untuk persembahan. Belakangan, ruang-ruang lainnya didirikan di sisi-sisi tabernakel untuk digunakan oleh para imam. Sepertinya, Samuel tidur di salah satu ruangan itu.

      c Kisahnya memberi dua contoh tindakan mereka yang kurang ajar. Salah satunya, Hukum secara spesifik menyebutkan bagian korban persembahan yang akan dimakan para imam. (Ul. 18:3) Tetapi di tabernakel, para imam yang fasik itu melakukan hal yang sangat berbeda. Mereka menyuruh pelayan mereka memasukkan garpu besar ke dalam kuali di mana daging sedang direbus, dan mengambil bagian apa pun yang tertancap di garpu itu! Dan juga, ketika orang-orang membawa korban untuk dibakar di mezbah, para imam fasik itu menyuruh pelayan-pelayan mengintimidasi orang yang mempersembahkan korban, meminta daging mentahnya bahkan sebelum lemaknya dipersembahkan kepada Yehuwa.​—Im. 3:3-5; 1 Sam. 2:13-17.

  • Ia Bertekun Walau Menghadapi Banyak Kekecewaan
    Tirulah Iman Mereka
    • Samuel yang sudah lansia

      PASAL DELAPAN

      Ia Bertekun Walau Menghadapi Banyak Kekecewaan

      1. Mengapa Syilo diliputi suasana dukacita dan perkabungan?

      SAMUEL bisa merasakan suasana dukacita di Syilo. Kota itu seolah-olah dibanjiri air mata. Kita tidak tahu ada berapa banyak rumah yang menggemakan isak tangis perkabungan dari para wanita dan anak-anak yang mendengar berita bahwa ayah, suami, putra, dan saudara lelaki mereka tidak akan pulang lagi. Kita hanya tahu bahwa Israel kehilangan sekitar 30.000 prajurit dalam kekalahan yang mengerikan di tangan orang Filistin, padahal mereka baru saja kehilangan 4.000 orang dalam pertempuran lainnya.​—1 Sam. 4:1, 2, 10.

      2, 3. Apa saja serangkaian bencana yang membuat Syilo mengalami keaiban dan kehilangan kemuliaan?

      2 Itu hanyalah satu bagian dari serangkaian bencana yang terjadi. Kedua putra Imam Besar Eli, Hofni dan Pinehas, maju berperang dari Syilo dengan membawa tabut perjanjian yang suci. Tabut yang berharga ini biasanya ditempatkan di ruang kudus di tabernakel, yaitu sebuah bait seperti tenda, dan merupakan simbol kehadiran Allah. Bangsa itu membawa Tabut tersebut ke pertempuran, dengan bodohnya berpikir bahwa Tabut itu bisa menjadi jimat dan menghasilkan kemenangan. Tetapi, orang Filistin merebut Tabut itu, serta membunuh Hofni dan Pinehas.​—1 Sam. 4:3-11.

      3 Tadinya, tabernakel di Syilo mendapat hak istimewa besar karena keberadaan Tabut itu di sana selama berabad-abad. Sekarang, itu tidak ada lagi. Ketika mendengar berita ini, Eli yang berusia 98 tahun jatuh terjengkang ke belakang dari kursinya dan mati. Menantunya, yang baru menjadi janda pada hari itu, mati saat melahirkan. Sebelum mati, ia mengatakan, ”Kemuliaan telah dibawa dari Israel ke pembuangan.” Ya, Syilo tidak akan pernah menjadi tempat yang sama seperti sebelumnya.​—1 Sam. 4:12-22.

      4. Apa yang akan kita bahas dalam pasal ini?

      4 Bagaimana reaksi Samuel atas kekecewaan yang sangat besar ini? Apakah imannya akan cukup kuat untuk membantu bangsa yang telah kehilangan perlindungan dan perkenan Yehuwa? Kadang-kadang, kita semua mungkin menghadapi kesukaran dan kekecewaan yang bisa menguji iman kita, jadi mari kita lihat hal apa lagi yang bisa kita pelajari dari Samuel.

      Ia ”Menjalankan Keadilbenaran”

      5, 6. Apa yang dikisahkan catatan Alkitab selama periode 20 tahun, dan apa kesibukan Samuel selama itu?

      5 Catatan Alkitab beralih dari Samuel ke Tabut yang kudus, yang menceritakan bahwa orang Filistin menderita karena merebut Tabut itu sehingga terpaksa mengembalikannya. Sewaktu catatan Alkitab kembali menceritakan Samuel, sekitar 20 tahun telah berlalu. (1 Sam. 7:2) Kesibukan apa yang dia lakukan selama itu? Alkitab memberikan jawabannya.

      Samuel menghibur para wanita dan anak-anak yang berduka

      Bagaimana Samuel membantu bangsanya menghadapi dukacita yang besar dan kekecewaan?

      6 Kita membaca bahwa sebelum periode 20 tahun itu, ”perkataan Samuel sampai ke seluruh Israel”. (1 Sam. 4:1) Catatannya menyingkapkan bahwa setelah 20 tahun itu, Samuel memiliki kebiasaan untuk mengunjungi tiga kota di Israel setiap tahun, menangani pertikaian dan menjawab pertanyaan. Lalu, ia kembali ke kampung halamannya di Rama. (1 Sam. 7:15-17) Jelaslah, Samuel tetap sibuk, dan selama 20 tahun itu, ada banyak hal yang ia kerjakan.

      Walau Alkitab tidak menyinggung Samuel selama periode 20 tahun, kita bisa yakin bahwa ia terus sibuk dalam pelayanan kepada Yehuwa

      7, 8. (a) Pesan apa yang Samuel sampaikan kepada bangsa itu setelah bekerja keras selama 20 tahun? (b) Bagaimana reaksi bangsa itu setelah diyakinkan Samuel?

      7 Amoralitas dan kebejatan putra-putra Eli telah mengikis iman bangsa itu. Tampaknya, banyak yang beralih ke penyembahan berhala sebagai akibatnya. Tetapi, setelah 20 tahun bekerja keras, Samuel menyampaikan pesan ini kepada bangsa itu, ”Apabila dengan segenap hatimu kamu kembali kepada Yehuwa, singkirkanlah allah-allah asing dari tengah-tengahmu dan juga patung-patung Astoret, dan arahkanlah hatimu tanpa tergoyahkan kepada Yehuwa dan layanilah dia saja, dan ia akan melepaskan kamu dari tangan orang Filistin.”​—1 Sam. 7:3.

      8 ”Tangan orang Filistin” menindas bangsa itu. Karena pasukan Israel sudah dikalahkan, orang Filistin merasa mereka bisa seenaknya menindas umat Allah. Tetapi, Samuel meyakinkan bangsa itu bahwa keadaannya akan berubah apabila mereka mau kembali kepada Yehuwa. Apakah mereka mau? Samuel senang karena mereka menyingkirkan berhala-berhala dan kemudian ”melayani Yehuwa saja”. Samuel mengadakan pertemuan besar di Mizpa, sebuah kota di pegunungan sebelah utara Yerusalem. Bangsa itu berkumpul, berpuasa, dan bertobat dari banyaknya dosa penyembahan berhala mereka.​—Baca 1 Samuel 7:4-6.

      Orang Filistin mengira pertemuan yang dilakukan umat Yehuwa yang bertobat adalah kesempatan untuk menindas mereka

      9. Orang Filistin melihat kesempatan apa, dan bagaimana umat Allah menanggapi bahaya itu?

      9 Tetapi, orang Filistin tahu tentang pertemuan besar ini dan melihat kesempatan. Mereka mengirim pasukan ke Mizpa untuk menghancurkan para penyembah Yehuwa itu. Orang Israel mendengar berita tentang bahaya yang mendekat tersebut. Karena takut, bangsa itu meminta agar Samuel berdoa untuk mereka. Itulah yang Samuel lakukan, sambil mempersembahkan korban. Sewaktu upacara kudus itu sedang berlangsung, orang Filistin sampai di Mizpa. Kemudian, Yehuwa menjawab doa Samuel. Dalam kemarahannya, Yehuwa seakan-akan mengaum. Ia ”mendatangkan guntur yang keras bunyinya ke atas orang Filistin”.​—1 Sam. 7:7-10.

      10, 11. (a) Mengapa bisa dikatakan bahwa guntur yang Yehuwa tujukan ke atas pasukan Filistin itu berbeda dari guntur biasa? (b) Apa hasil dari pertempuran yang berawal di Mizpa?

      10 Apakah orang-orang Filistin itu seperti anak kecil yang lari bersembunyi di belakang ibu mereka ketika mendengar suara petir? Tidak, mereka adalah prajurit berpengalaman yang tangguh. Jadi, bunyi guntur ini pasti sesuatu yang tidak pernah mereka dengar sebelumnya. Apakah karena sebegitu ”keras bunyinya”? Apakah bunyi itu terjadi saat langit sedang biru cerah, atau apakah mereka bingung karena bunyi itu bergema di bukit-bukit? Apa pun yang terjadi, bunyi itu membuat orang Filistin sangat gentar. Karena kebingungan, mereka berubah dari pihak yang menyerang menjadi pihak yang diserang. Pria-pria Israel menghambur keluar dari Mizpa, mengalahkan mereka, dan mengejar mereka sampai berkilo-kilometer ke tempat di sebelah barat daya Yerusalem.​—1 Sam. 7:11.

      11 Pertempuran itu menjadi titik balik. Orang Filistin terus dipukul kalah selama Samuel hidup sebagai hakim. Kota demi kota direbut kembali oleh umat Allah.​—1 Sam. 7:13, 14.

      12. Apa artinya Samuel ”menjalankan keadilbenaran”, dan sifat apa yang membantunya tetap produktif?

      12 Berabad-abad kemudian, rasul Paulus mencatat Samuel sebagai salah satu hakim dan nabi beriman yang ”menjalankan keadilbenaran”. (Ibr. 11:32, 33) Samuel melakukan apa yang baik dan benar di mata Allah dan mendorong orang lain berbuat hal yang sama. Dia tetap produktif karena menunggu Yehuwa dengan sabar, tetap setia menjalankan pekerjaannya walaupun menghadapi banyak kekecewaan. Ia juga menunjukkan sikap penuh penghargaan. Setelah kemenangan di Mizpa, Samuel mendirikan monumen untuk memperingati cara Yehuwa membantu umat-Nya.​—1 Sam. 7:12.

      13. (a) Sifat apa saja yang kita butuhkan jika ingin meniru Samuel? (b) Kapan saat yang bagus untuk mulai mengembangkan sifat-sifat seperti yang Samuel tunjukkan?

      13 Apakah Saudara juga ingin ”menjalankan keadilbenaran”? Jika ya, Saudara hendaknya belajar dari kesabaran Samuel dan sikapnya yang rendah hati serta penuh penghargaan. (Baca 1 Petrus 5:6.) Siapa di antara kita yang tidak butuh sifat-sifat itu? Samuel mengembangkan dan menunjukkan sifat-sifat itu sewaktu masih cukup muda, dan itu bagus karena di masa depan ia menghadapi kekecewaan yang lebih besar lagi.

      ”Putra-putramu Tidak Berjalan Menurut Jalan-jalanmu”

      14, 15. (a) Kekecewaan besar apa yang Samuel hadapi ketika ia ”sudah tua”? (b) Apakah Samuel adalah ayah yang buruk seperti Eli? Jelaskan.

      14 Kali berikutnya kita membaca tentang Samuel, ia ”sudah tua”. Saat itu, Samuel memiliki dua putra yang sudah tumbuh dewasa, Yoel dan Abiya, dan ia memberi mereka tanggung jawab untuk membantunya dalam pekerjaan sebagai hakim. Tetapi sayang, kepercayaannya ini salah tempat. Walaupun Samuel jujur dan adil, anak-anaknya menggunakan kedudukan mereka untuk kepentingan pribadi, memutarbalikkan keadilan serta menerima suap.​—1 Sam. 8:1-3.

      15 Suatu hari, para tua-tua Israel menghampiri nabi yang sudah tua ini untuk protes. Mereka berkata, ”Putra-putramu tidak berjalan menurut jalan-jalanmu.” (1 Sam. 8:4, 5) Apakah Samuel tahu tentang ini? Kisahnya tidak menceritakan hal itu. Tetapi, tidak seperti Eli, Samuel pasti bukan ayah yang tercela. Yehuwa menghardik dan menghukum Eli karena gagal mengoreksi kefasikan anak-anaknya, karena lebih menghormati anak-anaknya daripada Allah. (1 Sam. 2:27-29) Yehuwa tidak menemukan kesalahan yang sama dalam diri Samuel.

      Para tua-tua Israel berbicara dengan Samuel tentang kelakuan jahat putra-putranya

      Bagaimana Samuel menghadapi kekecewaan karena memiliki anak-anak yang jahat?

      16. Apa yang dirasakan orang tua dari anak-anak yang suka memberontak, dan bagaimana mereka bisa memperoleh banyak penghiburan dan bimbingan dari teladan Samuel?

      16 Setelah Samuel mengetahui kelakuan bejat putra-putranya, kisahnya tidak menceritakan rasa malu, keresahan, atau kekecewaan Samuel. Tetapi, banyak orang tua pasti bisa membayangkan perasaan Samuel waktu itu. Di zaman akhir ini, pemberontakan terhadap wewenang dan disiplin orang tua sudah sangat sering terjadi. (Baca 2 Timotius 3:1-5.) Orang tua yang mengalami kepedihan seperti itu bisa mendapat cukup banyak penghiburan dan bimbingan dengan memerhatikan teladan Samuel. Tindakan ketidaksetiaan anak-anaknya tidak mengubah pendirian Samuel sedikit pun. Ingatlah, bahkan jika perkataan dan disiplin tidak berhasil menggerakkan hati yang keras, teladan orang tua dapat sangat efektif. Dan, orang tua selalu memiliki kesempatan untuk membuat Bapak mereka sendiri, Allah Yehuwa, bangga​—sama seperti yang dilakukan Samuel.

      ”Angkatlah bagi Kami Seorang Raja”

      17. Apa yang diminta para tua-tua Israel kepada Samuel, dan bagaimana reaksinya?

      17 Putra-putra Samuel tidak memikirkan betapa besar pengaruh keserakahan dan keegoisan mereka. Para tua-tua di Israel berkata kepada Samuel, ”Sekarang angkatlah bagi kami seorang raja untuk menjadi hakim atas kami seperti halnya dengan semua bangsa lain.” Apakah permintaan itu terasa seperti penolakan atas Samuel? Bagaimana pun, ia sendiri telah mewakili Yehuwa dalam menghakimi bangsa itu selama puluhan tahun. Sekarang, mereka meminta agar yang menghakimi mereka bukan hanya nabi seperti Samuel, melainkan seorang raja. Bangsa-bangsa sekitar memiliki raja, dan orang Israel juga menginginkannya. Bagaimana reaksi Samuel? Kita membaca, ”Hal ini buruk di mata Samuel.”​—1 Sam. 8:5, 6.

      18. Bagaimana Yehuwa menghibur Samuel sekaligus menunjukkan betapa seriusnya dosa bangsa itu?

      18 Perhatikan jawaban Yehuwa ketika Samuel berdoa tentang hal ini, ”Dengarkanlah perkataan bangsa itu dalam segala hal yang mereka katakan kepadamu; sebab bukan engkau yang mereka tolak, tetapi akulah yang mereka tolak agar tidak menjadi raja atas mereka.” Samuel benar-benar terhibur, tetapi ini adalah penghinaan yang besar terhadap Allah Yang Mahakuasa! Yehuwa memberi tahu nabi-Nya untuk memperingatkan orang Israel tentang konsekuensi buruk yang harus mereka rasakan karena memiliki raja manusia. Ketika Samuel menyampaikan hal ini, bangsa itu berkeras, ”Tidak, melainkan seorang rajalah yang harus berkuasa atas kami.” Samuel selalu loyal kepada Yehuwa, sehingga ia mengurapi raja yang Yehuwa pilih.​—1 Sam. 8:7-19.

      19, 20. (a) Bagaimana sikap Samuel sewaktu menaati arahan Yehuwa untuk melantik Saul sebagai raja Israel? (b) Bagaimana Samuel terus membantu umat Yehuwa?

      19 Tetapi, bagaimana sikap Samuel sewaktu menjalankan hal itu? Dengan kesal atau enggan? Apakah ia membiarkan kekecewaan meracuni hatinya, membiarkan kebencian berurat berakar? Banyak orang mungkin akan bereaksi seperti itu, tetapi Samuel tidak. Ia mengurapi Saul dan mengakui bahwa pria itu adalah pilihan Yehuwa. Ia mencium Saul, sebagai tanda sambutan dan ketundukan kepada raja yang baru. Dan, ia mengatakan kepada bangsa itu, ”Sudahkah kamu melihat orang yang telah dipilih Yehuwa, bahwa tidak ada yang seperti dia di antara seluruh bangsa ini?”​—1 Sam. 10:1, 24.

      20 Samuel tidak berfokus pada kekurangan, tetapi pada kebaikan dalam diri pria yang telah Yehuwa pilih. Samuel sendiri berfokus pada catatan keloyalannya kepada Yehuwa, bukan pada pandangan orang yang berubah-ubah. (1 Sam. 12:1-4) Ia juga mengerjakan tugasnya dengan setia, menasihati umat Allah tentang bahaya rohani yang mungkin mereka hadapi dan menguatkan mereka agar tetap loyal kepada Yehuwa. Nasihatnya menggerakkan hati bangsa itu, dan bangsa itu memohon agar Samuel berdoa mewakili mereka. Samuel menjawab dengan sangat bagus, ”Mustahil bagiku untuk berdosa terhadap Yehuwa dengan tidak lagi berdoa demi kepentinganmu; dan aku harus mengajarkan kepadamu jalan yang baik dan benar.”​—1 Sam. 12:21-24.

      Teladan Samuel mengingatkan kita agar tidak pernah membiarkan iri hati atau kekesalan berakar dalam hati kita

      21. Bagaimana teladan Samuel bermanfaat apabila Saudara merasa kecewa karena orang lain mendapat posisi atau hak istimewa tertentu?

      21 Apakah Saudara pernah merasa kecewa ketika orang lain dipilih untuk posisi atau hak istimewa tertentu? Teladan Samuel adalah pengingat yang ampuh agar kita tidak pernah membiarkan iri hati atau kekesalan berakar dalam hati kita. (Baca Amsal 14:30.) Allah mempunyai banyak pekerjaan yang memuaskan bagi setiap hamba-Nya yang setia.

      ”Sampai Berapa Lamakah Engkau Akan Berkabung untuk Saul?”

      22. Mengapa Samuel benar sewaktu ia melihat apa yang baik dalam diri Saul pada awalnya?

      22 Samuel benar sewaktu melihat apa yang baik dalam diri Saul; dia adalah pria yang luar biasa. Perawakannya tinggi dan mengesankan. Ia pemberani dan cerdik tetapi bersahaja serta rendah hati sewaktu baru mulai jadi raja. (1 Sam. 10:22, 23, 27) Selain berbagai karunia tadi, ia memiliki kebebasan memilih, yaitu kemampuan yang sangat berharga untuk memilih jalan hidupnya dan membuat keputusannya sendiri. (Ul. 30:19) Apakah ia menggunakannya dengan baik?

      23. Sifat berharga apa yang pertama-tama hilang dari Saul, dan bagaimana ia menunjukkan keangkuhannya yang semakin menjadi-jadi?

      23 Sayangnya, ketika seseorang mendapat berlimpah-limpah kekuasaan, sifat yang pertama-tama hilang biasanya adalah kerendahan hati. Tidak lama kemudian, Saul menjadi arogan. Ia memilih untuk tidak menaati perintah Yehuwa yang disampaikan melalui Samuel. Suatu waktu, Saul menjadi tidak sabar dan mempersembahkan korban yang akan dipersembahkan oleh Samuel. Samuel harus memberinya koreksi yang keras dan menubuatkan bahwa kekuasaan sebagai raja tidak akan tetap dalam garis keturunannya. Saul bukannya belajar dari disiplin ini, ia malah melakukan tindakan ketidaktaatan yang lebih parah.​—1 Sam. 13:8, 9, 13, 14.

      24. (a) Bagaimana Saul tidak menaati Yehuwa dalam peperangan melawan orang Amalek? (b) Bagaimana reaksi Saul terhadap koreksi yang diberikan, dan apa keputusan Yehuwa?

      24 Melalui Samuel, Yehuwa memerintahkan Saul untuk berperang melawan orang Amalek. Yehuwa juga memerintahkan supaya Agag, rajanya yang fasik, dibunuh. Tetapi, Saul membiarkan Agag tetap hidup dan mengambil jarahan terbaik yang seharusnya dibinasakan. Ketika Samuel mengoreksinya, Saul menunjukkan betapa ia telah berubah. Bukannya menerima koreksi dengan rendah hati, ia malah berdalih, membenarkan diri dan tindakannya, mengesampingkan permasalahannya, serta berusaha melemparkan kesalahan kepada rakyat. Ketika Saul meremehkan dan menolak disiplin dengan mengatakan bahwa sebagian dari jarahan itu dimaksudkan untuk dipersembahkan kepada Yehuwa, Samuel mengucapkan kata-kata yang terkenal ini, ”Lihat! Menaati lebih baik daripada korban.” Samuel dengan berani menghardik Saul dan menyampaikan keputusan Yehuwa: Kekuasaan sebagai raja akan diambil dari Saul dan diberikan kepada orang lain​—seorang pria yang lebih baik.a​—1 Sam. 15:1-33.

      25, 26. (a) Mengapa Samuel berkabung untuk Saul, dan bagaimana Yehuwa menegurnya dengan lembut? (b) Pelajaran apa yang Samuel dapatkan ketika ia pergi ke rumah Isai?

      25 Samuel benar-benar sedih karena kesalahan Saul. Semalaman ia berseru kepada Yehuwa karena hal itu. Ia bahkan berkabung untuk Saul. Samuel melihat begitu banyak potensi dalam diri Saul, begitu banyak hal baik, tetapi sekarang harapan itu hancur berkeping-keping. Pria yang dulu ia kenal telah berubah​—ia telah kehilangan sifat-sifat terbaiknya dan berbalik melawan Yehuwa. Samuel tidak mau lagi bertemu dengan Saul. Belakangan, Yehuwa dengan lembut menegur Samuel, ”Sampai berapa lamakah engkau akan berkabung untuk Saul, padahal aku telah menolaknya sebagai raja yang berkuasa atas Israel? Isilah tandukmu dengan minyak dan pergilah. Aku akan mengutusmu kepada Isai, orang Betlehem, karena aku telah menyediakan seorang raja bagiku dari antara putra-putranya.”​—1 Sam. 15:34, 35; 16:1.

      26 Kehendak Yehuwa tidak bergantung kepada manusia yang tidak sempurna, yang loyalitasnya berubah-ubah. Jika seseorang menjadi tidak setia, Yehuwa akan menemukan orang lain untuk menjalankan kehendak-Nya. Jadi, Samuel yang sudah tua tidak lagi berdukacita karena Saul. Sesuai arahan Yehuwa, Samuel pergi ke rumah Isai di Betlehem, di mana ia bertemu dengan beberapa putra Isai yang perawakannya mengesankan. Tetapi, sejak awal, Yehuwa memperingatkan Samuel untuk tidak melihat penampilan fisik. (Baca 1 Samuel 16:7.) Akhirnya, Samuel bertemu dengan putra yang paling muda, dan inilah pilihan Yehuwa​—Daud!

      Samuel belajar bahwa kekecewaan sebesar apa pun dapat Yehuwa sembuhkan, selesaikan, atau bahkan ubah menjadi berkat

      27. (a) Apa yang membuat iman Samuel terus bertambah kuat? (b) Bagaimana perasaan Saudara terhadap teladan yang Samuel tinggalkan?

      27 Dalam tahun-tahun terakhir kehidupannya, semakin jelas bagi Samuel betapa benar pilihan Yehuwa untuk mengganti Saul dengan Daud. Saul mengembangkan sikap iri hati sampai-sampai ia ingin membunuh Daud, dan ia juga menjadi murtad. Tetapi, Daud menunjukkan sifat-sifat yang indah—keberanian, integritas, iman, dan loyalitas. Menjelang akhir kehidupan Samuel, imannya terus bertambah kuat. Ia melihat bahwa kekecewaan sebesar apa pun dapat Yehuwa sembuhkan, selesaikan, atau bahkan ubah menjadi berkat. Akhirnya, Samuel wafat, meninggalkan catatan kehidupan yang luar biasa yang hampir mencapai satu abad. Tidak mengherankan, seluruh bangsa Israel menangisi kematian pria yang beriman itu! Dewasa ini, umat Yehuwa hendaknya bertanya kepada diri sendiri, ’Apakah saya akan meniru iman Samuel?’

      a Samuel sendirilah yang menghukum mati Agag. Raja yang fasik itu maupun keluarganya tidak layak dikasihani. Berabad-abad kemudian, ”Haman, orang Agag”, tampaknya keturunan Agag, berusaha untuk membasmi umat Allah.—Est. 8:3. Lihat Pasal 15 dan 16 di publikasi ini.

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan