PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • Para Suami dan Istri—Atasilah Percekcokan dengan Komunikasi
    Sedarlah!—1986 (No. 16) | Sedarlah!—1986 (No. 16)
    • Kebutuhan dari Hati

      ”Fungsi paling utama dari perkawinan,” menurut penasihat Marcia Laswell dan Norman Lobsenz, mungkin adalah ”mendapatkan dan memberikan . . . dukungan [emosi] kepada satu sama lain”. Dengan adanya serangan dari dunia di sekeliling kita, dukungan sedemikian dari orang-orang yang kita kasihi penting sekali. Kurangnya hal itu sangat menyakitkan hati, dan ”kepedihan hati mematahkan semangat”. (Amsal 15:13) Perasaan percaya diri dan semangat dapat dipatahkan.

      Jika hati disakiti karena teman hidup tidak peka, amarah sering kali akan meledak. ”Bila ia duduk saja di sana dan mengatakan bahwa saya terlalu emosional, saya menjadi begitu marah,” kata seorang istri. ”Akhirnya saya menangis dan merasa tidak keruan.” Atau seperti yang dirasakan Rudy, ’Saya perhatikan bahwa bila kami berduaan saja, Yanti bersikap acuh tak acuh, tetapi jika ada yang menelepon atau berkunjung, ia begitu gembira bersama mereka, saya diabaikan sama sekali. Saya merasa sangat sedih dan pada waktu yang sama marah karena merasa seolah-olah saya diperalat saja. Meskipun semua kebutuhannya saya sediakan, ia bersikap seolah-olah lebih senang bergaul dengan orang lain.’

      Ada pasangan yang memutuskan untuk menderita saja secara diam-diam, tetapi sebenarnya menjadi ”pintar bersandiwara”, seolah-olah semuanya beres dalam perkawinan mereka. Namun tubuh merasakan apa yang lebih senang diabaikan oleh otak. Rasa sakit yang kronis, sakit kepala, perut mulas, depresi, frigiditas, dan impotensi adalah keluhan-keluhan yang disampaikan kepada dokter oleh orang-orang yang mengalami konflik perkawinan yang tidak dapat diatasi. Sering kali, kekesalan yang makin meningkat mencapai puncaknya dalam perpisahan. Para peneliti memperkirakan bahwa separuh dari perkawinan-perkawinan pertama yang kini dilangsungkan di Amerika Serikat akan berakhir dalam perceraian.

      Tetapi apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi percekcokan dan memperkembangkan keakraban? Rahasianya: Terapkan prinsip-prinsip Alkitab. Allah, yang menciptakan hati dan pikiran, mengetahui kebutuhan hati dan emosi kita. Karena itu, Alkitab, yang berisi nasihatNya, memberikan bimbingan yang terbaik. Suatu pasangan tidak saja harus mengetahui tetapi dengan sungguh-sungguh berusaha menerapkan nasihat yang terilham ini. Jika Alkitab diterapkan, suatu pasangan dapat dibantu untuk memenuhi kebutuhan emosi satu sama lain secara memadai.—Efesus 5:22-33.

      ”Saya Tidak Tahu Apa Kemauannya”

      Memang tidak mudah untuk mengetahui kebutuhan emosi teman hidup. Seseorang mungkin ragu-ragu untuk mengutarakan kebutuhannya kepada orang lain karena kuatir ditolak, akan merasa lebih sakit hati lagi, atau kecewa—atau mungkin ia tidak mengetahui apa sebenarnya kebutuhan itu. ”Sungguh, saya tidak tahu apa kemauannya,” pengakuan seorang suami. ”Ia terus saja mengatakan bahwa kita harus berbicara, dan kemudian pada waktu sudah berbicara, ternyata apa yang saya katakan selalu salah. . . . Jadi karena rasanya serba salah, maka saya diam saja.”

      Tetapi, Alkitab menunjukkan bahwa, sebaliknya dari membungkam seperti suami ini, anda perlu menunjukkan pengertian. ”Rumah tangga dibangun dengan hikmat dan pengertian,” kata Amsal 24:3. (BIS) Maka, berusahalah mengerti apa yang ada di balik tindakan atau kata-kata teman hidup anda. Tanyalah pada diri sendiri, Mengapa ia mengatakan ini kepada saya? Apa yang sesungguhnya ia inginkan atau butuhkan?

      Kadang-kadang, seorang istri dapat membingungkan suami dengan emosinya yang berubah-ubah. Tetapi ”orang yang berpengertian berkepala dingin”. Dan berusaha ”menimba” problem yang sesungguhnya dari istrinya. (Amsal 17:27; 20:5) Apakah ia sedang berjuang melawan suatu beban emosi yang menekan? (Bandingkan Pengkhotbah 7:7, NW.) Apakah perasaan tidak senangnya terhadap waktu atau jam anda pulang dari pekerjaan sebenarnya suatu luapan terhadap sikap acuh tak acuh dan kurangnya kasih sayang dari anda? Atau apakah anda telah menyakitinya karena sesuatu hal yang bersifat sembrono? Apakah dibutuhkan usaha ekstra—dan waktu—untuk menyelesaikan persoalannya? Namun, memahami adanya kebutuhan itu, baru langkah pertama.—Amsal 12:18; 18:19.

      Membina Keakraban

      Dalam Alkitab, Ayub mengatakan bahwa ucapan bibirnya akan memberikan kekuatan kepada pendengarnya. (Ayub 16:5) Ini juga berlaku dalam perkawinan. Ucapan yang tulus yang menaikkan harga diri teman hidup sangat menguatkan. ”Suami-suami,” perintah Alkitab, ”hendaklah hidup dengan penuh pengertian terhadap istrimu, dan dengan kesadaran bahwa mereka adalah kaum yang lemah. Perlakukanlah mereka dengan hormat [menganggapnya berharga; sangat mahal].” (1 Petrus 3:7, BIS) Jika anda membuat istri anda merasa berharga, kekesalannya sering akan luluh.

      Memang, menurut kebiasaan, pasangan di negeri-negeri tertentu lebih akrab secara emosi. Namun, tidak soal adat-istiadat setempat, para suami yang menerapkan Alkitab dalam perkawinan, melihat betapa bernilainya keakraban secara emosi dengan istri. Karena mengetahui bahwa ia disayangi oleh suami, setiap istri akan merasa lebih mudah mengutarakan isi hatinya kepada suami, dan hal ini menambah kebahagiaan mereka.

      ”Seorang pendengar yang baik,” kata buku The Individual, Marriage and the Family, ”mempunyai kemampuan untuk membuat pihak yang lain merasa bahwa ia benar-benar penting dan apa yang ia katakan patut diperhatikan dan berarti.” Maka, pasangan-pasangan yang ingin memupuk keakraban harus menaruh perhatian kepada cara mereka mendengarkan. Seorang pendengar yang aktif memberikan perhatian penuh kepada pasangannya dan berusaha mengerti apa yang dikatakan pasangannya tanpa memotong, membantah, atau mengalihkan pokok pembicaraan. Mendengarkan dengan penuh tenggang-rasa, maupun memupuk minat pribadi yang tidak mementingkan diri terhadap masalah-masalah pasangan anda, merupakan inti dari keakraban.—Filipi 2:3, 4.

      Untuk memperbaiki keakraban, para penasihat perkawinan selanjutnya menyarankan: (1) Belajarlah menceritakan dan mempercayakan rahasia kepada teman hidup ketimbang kepada orang lain. (2) Aturlah waktu khusus setiap hari, atau sedikitnya tiap minggu, tanpa gangguan, saat-saat di mana anda dapat mencurahkan perasaan dan pikiran. (3) Saling menceritakan pengalaman kecil setiap hari. (4) Dengan tetap tentu perlihatkan kasih dalam perkara-perkara kecil—memberikan hadiah kecil namun yang tidak diharapkan, melakukan suatu tugas yang tidak disenangi pasangan kita (tanpa diminta), menuliskan kata-kata kasih sayang pada sebuah kartu dan menaruhnya di tas kerjanya, atau memberikan sentuhan atau pelukan yang tidak disangka-sangka.

      Namun, bahkan pasangan yang saling menyayangi kadang-kadang berselisih pendapat. Saran-saran di dalam kotak di atas dapat membantu agar perbantahan tidak menjadi perusak perkawinan.

      Bahkan meskipun perselisihan paham menjadi serius, janganlah mengorbankan perkawinan anda. Suatu pasangan, yang berpisah karena percekcokan, akhirnya berdamai kembali dengan membaca bersama nasihat Alkitab untuk perkawinan di Kolose 3:18, 19 dengan tekad menerapkannya. Ketika mereka dengan terus terang membicarakan perasaan yang menimbulkan kekesalan, kedua-duanya bertanya, ”Mengapa kau tidak mengatakan kepada saya sebelumnya bahwa kau merasa demikian?” Mereka saling mendengarkan dan berusaha memahami pandangan satu sama lain. Kini, setelah rujuk kembali selama hampir sepuluh tahun, sang suami mengakui, ”Keadaan makin bertambah baik, kami berterima kasih atas nasihat yang indah dalam Firman Allah Yehuwa. Usaha kami tidak sia-sia, kami berbahagia.”

  • Kaum Remaja—Bagaimana Kalian Dapat Meningkatkan Perdamaian Keluarga?
    Sedarlah!—1986 (No. 16) | Sedarlah!—1986 (No. 16)
    • Kaum Remaja—Bagaimana Kalian Dapat Meningkatkan Perdamaian Keluarga?

      ”SAYA menulis surat ini untuk minta bantuan anda,” demikian kata pembukaan sebuah surat dari seorang gadis remaja. ”Nampaknya saya selalu bertengkar dengan orangtua saya. Saya merasa sendirian dan sering kali tertekan. Jika tidak ada jalan keluar, saya akan mengakhiri kehidupan saya . . . P.S. Jangan menyarankan agar saya berbicara kepada orangtua saya. Tidak seorang pun mau mendengarkan saya.”

      Meskipun anda mungkin tidak begitu putus asa seperti gadis di atas, banyak remaja mengalami konflik yang serupa dalam keluarga mereka. Tugas sehari-hari, jam malam [jam berapa sudah harus pulang], pakaian dan dandanan, prestasi di sekolah, kencan dan sikap terhadap anggota-anggota keluarga yang lain—semua ini merupakan penyebab umum dari pertengkaran.

      Meskipun demikian, banyak remaja mendapati bahwa nasihat Alkitab, jika diterapkan, benar-benar dapat meningkatkan perdamaian. Dan jelas, sangat bermanfaat untuk berdamai dengan orangtua anda. (Lihat kotak pada halaman sebelah.) Namun, nasihat Alkitab mana yang akan membantu anda untuk mencapai hal itu?

      ’Hormati dan Taati’

      ”Taatilah orang tuamu . . . Hormatilah (hargai dan nilai sebagai sesuatu yang berharga) ayahmu dan ibumu . . . supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi,” perintah Alkitab di Efesus 6:1-3. Bukankah anda harus menghormati orangtua anda, yang memberi anda kehidupan, mengasuh anda pada waktu anda masih bayi yang tidak berdaya, dan berkorban untuk memberi anda pemondokan, pakaian, makanan, dan perawatan kesehatan? Ketaatan berarti anda akan melakukan apa yang diminta oleh orangtua yang takut akan Allah—meskipun itu sulit. Hal ini lebih mudah diucapkan dari pada dilakukan! Tetapi, dengan mentaati nasihat orangtua anda, yang jauh lebih berpengalaman dalam hidup ini, anda dapat menjadi lebih bijaksana dan anda akan terlindung dari dukacita yang menyakitkan.

      Memang, ini berarti anda harus belajar melakukan atau menerima beberapa hal tertentu yang anda rasa tidak menyenangkan. Namun ini latihan yang perlu untuk dapat mengatasi tekanan-tekanan dari dunia orang dewasa. Dr. Paul Gabriel, seorang ahli jiwa anak-anak, mendapati bahwa ”anak-anak yang berhasil mengatasi keadaan” adalah mereka yang ”dapat bersabar menahan frustrasi”. Mereka belajar mengatasi kekecewaan tanpa harus ”jatuh” dan belajar menerima hal-hal yang tak dapat dihindari. Alkitab juga menunjukkan bahwa penanggulangan keadaan yang buruk dapat membina kepribadian. Ratapan 3:27 menyatakan, ”Adalah baik bagi seorang pria memikul kuk pada masa mudanya.”

      Tetapi bagaimana jika anda merasa bahwa orangtua anda mengabaikan sudut pandangan anda? Alkitab menyarankan: (1) Berbicaralah dengan tenang dan jangan bertengkar. (Amsal 29:11) (2) Gunakan kata-kata yang ”manis”. Mintalah pertimbangan dan bantuan, dan jangan menuntut hal-hal itu. (Amsal 16:21) (3) Hendaklah rasional. Berikan alasan-alasan yang kuat untuk sudut pandangan anda dan bukan kata-kata yang tidak ada hubungannya, seperti, ”Semua orang melakukan hal itu.”—Lihat Filipi 4:5.

      Berbicara ”dari Hati yang Jujur”

      Ketika Gunawan masih remaja, ia merasa hanya mendapat sedikit dukungan emosi dari ibunya. Pembatasan-pembatasan yang diberikan ibunya nampaknya tidak masuk akal. Tanpa alasan yang sungguh-sungguh ibunya sering menuduhnya berbuat salah. Perasaan sakit dalam hati Gunawan menimbulkan pertengkaran setiap hari. Seorang rohaniwan yang ia dekati untuk minta bantuan di Balai Kerajaan Saksi-Saksi Yehuwa menganjurkan dia berbicara kepada ibunya ”dari hati yang jujur”.—Ayub 33:3.

      ”Saya berusaha keras agar ibu tahu bagaimana perasaan saya sesungguhnya. Saya membutuhkan pengertian dan dukungan emosional darinya,” kata Gunawan. ”Saya membantunya menyadari bahwa saya tidak melakukan apapun yang salah dan betapa sakit hati saya bahwa ia tidak mempercayai saya. Nah, ibu mulai mengerti perasaan saya, dan hubungan kami menjadi lebih baik. Juga, saya patuh kepadanya dan berusaha jangan sampai ia mempunyai alasan untuk tidak mempercayai saya.” Jika kebutuhan emosi seorang remaja tidak mendapat tanggapan, sering kali perasaan kesal makin menumpuk. Tetapi komunikasi dari hati ke hati dengan orangtua dapat memperbaiki suasana di rumah.

      Keadaan yang membaik dalam keluarga Gunawan dapat lebih dihargai jika anda tahu bahwa dalam keluarganya hanya ada ibu saja. Keluarga-keluarga semacam ini, yang mempunyai problem-problem yang unik, kini makin bertambah banyak, yaitu keluarga dengan hanya satu orangtua (ayah atau ibu saja).

      Keluarga dengan Hanya Satu Orangtua

      Pada jaman sekarang, satu dari antara tiap lima anak di Amerika Serikat tinggal hanya dengan ayah atau ibunya saja, dan keadaan serupa terdapat pula di negeri-negeri lain. Seorang ibu di Peru menceritakan tentang beban ”raksasa” yang harus ia pikul, yaitu bekerja hampir sepanjang hari, lalu mengurus tugas-tugas rumah tangga. Namun ia mengatakan, ”Apa yang membuat hidup ini lebih sulit ialah bila anak-anak tidak mengindahkan perintah saya.”

      Jika anda seorang anak dalam keluarga sedemikian, perlihatkan belas kasihan dengan memupuk apa yang disebut Alkitab ”seperasaan”. (1 Petrus 3:8) Jadilah anak yang penurut. Buktikan bahwa anda benar-benar seorang anak tidak hanya dengan membantu tugas-tugas rumah tangga tetapi juga dengan mendukung orangtua anda secara emosi. Bersukacitalah bahwa ada seseorang yang memperhatikan anda dan bertekad untuk mengasuh anda dengan baik. Jika anda berhasil mengatasi tantangan tambahan dalam suatu keluarga dengan hanya seorang ayah atau ibu saja, anda akan menjadi pribadi yang lebih baik.

      Memang, tidak ada keluarga yang sempurna. Meskipun begitu, pusatkan perhatian pada hal-hal positif dalam keluarga anda dengan penuh penghargaan dan kemudian tingkatkan perdamaian.

Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
Log Out
Log In
  • Indonesia
  • Bagikan
  • Pengaturan
  • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
  • Syarat Penggunaan
  • Kebijakan Privasi
  • Pengaturan Privasi
  • JW.ORG
  • Log In
Bagikan