PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • g90_No35 hlm. 6-8
  • Siapa yang Membabati Hutan Tropis?

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Siapa yang Membabati Hutan Tropis?
  • Sedarlah!—1990 (No. 35)
  • Subjudul
  • Bahan Terkait
  • Keadaan Kritis Orang-Orang Miskin
  • Penyebab-Penyebab Lebih Jauh
  • Keuntungan yang Meningkat
  • Hutan Tropis Digagahi
    Sedarlah!—1998
  • Hutan Hujan​—Dapatkah Mereka Diselamatkan?
    Sedarlah!—2003
  • Manfaat Hutan Tropis
    Sedarlah!—1998
  • Hutan Hujan​—Dapatkah Kita Memanfaatkannya tanpa Menghancurkannya?
    Sedarlah!—2003
Lihat Lebih Banyak
Sedarlah!—1990 (No. 35)
g90_No35 hlm. 6-8

Siapa yang Membabati Hutan Tropis?

PERTANYAAN itu sering dijawab dengan menyalahkan golongan miskin di dunia. Selama berabad-abad, para petani di negara-negara tropis bercocok tanam dengan cara babat-bakar. Mereka membabat sebidang tanah di hutan lalu membakarnya, dan tepat sebelum atau segera sesudah itu, mereka menanaminya dengan tanaman penghasil. Abu pembakaran menjadi pupuknya.

Cara pertanian ini telah lama menyingkapkan kebenaran yang mengejutkan tentang hutan-hutan tropis. Sekitar 95 persen dari hutan tumbuh di tanah yang sangat tandus. Hutan mendaur-ulang makanan dengan begitu cepat sehingga kebanyakan tersimpan di pepohonan dan tanaman yang tinggi, aman terhadap hujan yang akan menghanyutkannya. Karena itu hutan tropis sangat cocok dengan lingkungannya. Tetapi berita tersebut tidak terlalu baik bagi sang petani.

Keadaan Kritis Orang-Orang Miskin

Dengan cepat, air hujan menghanyutkan makanan yang disediakan oleh abu pembakaran hutan. Perlahan-lahan, pertanian menjadi mimpi buruk. Seorang petani miskin Bolivia mengatakan, ”Tahun pertama, saya menebang pohon-pohon dan membakarnya. Jagung bertumbuh tinggi dan manis karena pupuk abu, dan kami semua berpikir bahwa kami akhirnya berhasil. . . . Tetapi sejak waktu itu, segalanya menjadi buruk. Tanah menjadi semakin gersang, tidak lagi menumbuhkan sesuatu kecuali rumput liar. Dan hama? Saya belum pernah melihat begitu banyak jenis . . . Harapan kami benar-benar kandas.”

Pada zaman dulu, seorang petani hanya sekedar membuka tanah-tanah baru di sebuah hutan dan membiarkan tanah yang lama tidak ditanami. Segera sesudah hutan itu pulih kepada keadaan semula, pohon-pohonnya dapat ditebangi lagi. Tetapi agar proses ini berhasil, tanah-tanah yang telah bersih dari pepohonan harus dikelilingi oleh hutan asalnya sehingga serangga, burung dan binatang dapat menebarkan benih dan menyerbuki pohon-pohon baru. Ini makan waktu.

Peledakan penduduk juga telah mengubah keadaan. Karena para petani hidup berdesakan, periode tanah tidak ditanami semakin lama semakin singkat. Sering kali, para petani pendatang sekedar menggarap tanah mereka habis-habisan dalam waktu beberapa tahun dan pindah ke hutan, membakar pohon-pohonnya secara besar-besaran.

Suatu faktor lain memperburuk keadaan. Kira-kira dua pertiga penduduk di negara-negara yang kurang maju bergantung pada kayu sebagai bahan bakar untuk memasak dan pemanasan. Lebih dari satu milyar penduduk dapat memenuhi kebutuhan bahan bakar mereka hanya dengan menebangi kayu bakar di hutan dengan lebih cepat daripada waktu untuk meremajakannya kembali.

Penyebab-Penyebab Lebih Jauh

Menyalahkan orang miskin memang mudah. Tetapi seperti dikatakan oleh pakar ekologi James D. Nations dan Daniel I. Komer ini sama dengan ”mempersalahkan para prajurit sebagai penyebab peperangan”. Mereka menambahkan, ”Mereka sekedar bidak-bidak dalam permainan seorang jenderal. Untuk mengerti peranan penduduk baru dalam penggundulan hutan, kita harus bertanya mengapa keluarga-keluarga ini memasuki hutan tropis. Jawabannya sederhana: karena tidak ada tanah bagi mereka di tempat lain.”

Di sebuah negara tropis, sekitar 72 persen tanah dimiliki oleh hanya 2 persen tuan tanah. Padahal, sekitar 83 persen keluarga petani tidak memiliki cukup tanah untuk dapat tetap hidup dari itu atau tidak memiliki tanah sama sekali. Pola itu berulang dalam berbagai tingkat di seluruh dunia. Biaya yang sangat besar untuk tanah swasta digunakan, bukan untuk menghasilkan pangan bagi rakyat setempat, tapi untuk meningkatkan produk ekspor yang akan dijual kepada bangsa-bangsa yang kaya di wilayah beriklim sedang.

Industri kayu gelondongan adalah biang keladi lain yang terkenal. Ini tidak saja merusak hutan secara langsung, tetapi juga menyebabkan hutan-hutan tropis mudah diserang kebakaran—dan manusia. Jalan-jalan untuk mengangkut kayu tersebut yang dibuat dengan membuldoser hutan-hutan yang belum tersentuh, mengakibatkan lebih banyak petani pindah ke daerah itu.

Dan jika pertanian gagal, seperti sering terjadi, para pengusaha peternakan sapi memborong tanah dan menjadikannya padang rumput untuk memberi makan sapi mereka. Ini khususnya terjadi di Amerika Selatan dan Tengah. Kebanyakan daging sapi yang mereka hasilkan diekspor kepada bangsa-bangsa yang lebih kaya. Rata-rata kucing piaraan di Amerika Serikat makan lebih banyak daging sapi dalam setahun daripada rata-rata rakyat di Amerika Tengah.

Akhirnya, bangsa-bangsa majulah yang membiayai pemusnahan hutan-hutan tropis—untuk memenuhi nafsu mereka yang serakah. Kayu tropis yang unik, hasil tanahnya, daging sapi, yang mereka beli dengan bersemangat dari bangsa-bangsa tropis menuntut pemusnahan atau perusakan atas hutan. Keinginan besar orang Amerika dan Eropa untuk mendapatkan kokain berarti penebangan ratusan ribu hektar hutan tropis di Peru untuk menghasilkan panen koka yang menguntungkan.

Keuntungan yang Meningkat

Banyak pemerintahan dengan aktif menganjurkan penebangan hutan. Mereka memberikan kelonggaran pajak untuk pengusaha peternakan, perusahaan kayu, dan pertanian tanaman ekspor. Ada negara yang akan memberikan sebidang tanah kepada seorang petani jika dia ”mengembangkan” tanah itu dengan cara membuka lahan pertanian di daerah hutan. Sebuah negeri di Asia Tenggara telah mengirim jutaan petani sebagai transmigran ke hutan-hutan tropis yang terpencil.

Alasan yang dikemukakan untuk kebijaksanaan itu ialah memanfaatkan hutan-hutan demi kefaedahan orang-orang miskin atau untuk meningkatkan ekonomi yang terus merosot. Tetapi sebagaimana disadari oleh para kritikus, bahkan keuntungan jangka pendek ini menyesatkan. Misalnya, tanah yang gersang untuk tanaman penghasil mungkin juga tidak lebih baik untuk sapi-sapi pengusaha ternak. Daerah peternakan pada umumnya ditelantarkan setelah sepuluh tahun.

Industri kayu sering tidak lebih baik keadaannya. Bila kayu-kayu keras tropis diambil dari hutan tanpa mempertimbangkan masa depannya, hutan-hutan semakin cepat berkurang. Bank Dunia memperkirakan bahwa lebih 20 negara dari 33 negara yang saat ini mengekspor kayu tropis mereka, akan kehabisan kayu dalam waktu sepuluh tahun lagi. Penggundulan hutan di Thailand begitu drastis sehingga negara ini harus mengeluarkan undang-undang melarang semua usaha kayu gelondongan. Diperkirakan hutan-hutan Filipina akan habis digunduli pada pertengahan tahun 1990-an.

Tetapi ironi yang paling menyedihkan adalah: Penelitian membuktikan bahwa sebidang tanah di hutan tropis dapat menghasilkan lebih banyak pendapatan jika tanah itu dibiarkan tetap utuh dan hasilnya—misalnya buah-buahan dan karet—dipanen. Ya, lebih banyak uang dapat dihasilkan daripada mengusahakan pertanian, peternakan atau penebangan pohon pada tanah yang sama. Meskipun begitu pemusnahan terus berlangsung.

Bola bumi ini tidak sanggup terus-menerus diperlakukan demikian. Sebagaimana dikatakan buku Saving the Tropical Forests (Menyelamatkan Hutan-Hutan Tropis), ”Jika kita meneruskan pemusnahan seperti sekarang ini masalahnya bukan apakah hutan tropis akan lenyap tetapi kapan ini akan terjadi.” Namun apakah dunia benar-benar akan menderita jika semua hutan tropis dimusnahkan?

[Gambar di hlm. 7]

Penyebab Penggundulan

Genangan yang disebabkan oleh bendungan

Pertanian babat-bakar

Industri kayu gelondongan

Peternakan

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan