PERPUSTAKAAN ONLINE Menara Pengawal
PERPUSTAKAAN ONLINE
Menara Pengawal
Indonesia
  • ALKITAB
  • PUBLIKASI
  • PERHIMPUNAN
  • g95 8/9 hlm. 25-27
  • Orang yang Gila Judi​—Selalu Kalah

Tidak ada video untuk bagian ini.

Maaf, terjadi error saat ingin menampilkan video.

  • Orang yang Gila Judi​—Selalu Kalah
  • Sedarlah!—1995
  • Bahan Terkait
  • Calon-Calon Penjudi​—Kaum Remaja!
    Sedarlah!—1995
  • Apakah Judi untuk Orang Kristen?
    Sedarlah!—1994
  • Risiko yang Menyakitkan dari Judi
    Sedarlah!—1992
  • Apa Salahnya Berjudi?
    Sedarlah!—2002
Lihat Lebih Banyak
Sedarlah!—1995
g95 8/9 hlm. 25-27

Orang yang Gila Judi​—Selalu Kalah

”GILA judi adalah penyakit, sama seperti kecanduan alkohol dan obat bius adalah penyakit,” kata Profesor Jean Ades dari Prancis. ”Judi adalah kecanduan tanpa obat bius,” katanya, dan ”semakin banyak orang mendapati bahwa mereka kecanduan.” Bahkan setelah mereka yang gila judi kehilangan sejumlah besar uang, mereka sering terobsesi dengan kebutuhan untuk menutupi kekalahan mereka dengan semakin banyak berjudi. ”Kebanyakan orang yang kalah dengan cepat mengatasi kekecewaan mereka. Tetapi bagi beberapa orang, dorongan untuk berjudi begitu tidak terkendali sehingga hal itu dapat merusak kehidupan mereka,” tulis seorang jurnalis di Prancis. ”Mereka terus berjanji kepada diri sendiri bahwa mereka akan membuang kebiasaan itu, namun kebiasaan itu selalu mengendalikan mereka. Mereka pecandu judi.”

Seorang penjudi di Afrika Selatan mengakui, ”Jika Anda pecandu judi, dan Anda duduk di depan roda rolet atau meja blackjack, tidak ada hal lain yang lebih berarti. Adrenalin menggelora di pembuluh darah Anda, dan Anda akan mempertaruhkan setiap sen yang Anda miliki untuk hanya satu putaran roda lagi, atau jatuhnya kartu. . . . Dengan mengandalkan cadangan adrenalin saya, saya dapat tetap terjaga selama beberapa hari dan malam terus-menerus, memperhatikan kartu-kartu dan nomor-nomor, serta menunggu kemenangan besar yang senantiasa luput dari genggaman.” Kemudian ia menyimpulkan, ”Ada banyak orang lain seperti saya yang tidak dapat berhenti dengan beberapa ratus atau bahkan beberapa ribu rand (mata uang Afrika Selatan). Kami akan terus berjudi hingga semua yang kami miliki habis, dan hubungan keluarga kami hancur tanpa dapat diperbaiki lagi.”

Henry R. Lesieur, profesor sosiologi di Universitas St. John, New York, menulis bahwa hasrat untuk berjudi, entah menang atau kalah, begitu kuat ”sehingga banyak penjudi akan berjudi selama berhari-hari tanpa tidur, tanpa makan, dan bahkan tanpa pergi ke kamar kecil. Tersita dalam perjudian akan mendorong keluar semua urusan lain. Selama jangka waktu antisipasi, ada juga ’getaran’, biasanya dicirikan oleh telapak tangan yang berkeringat, denyut jantung yang cepat, dan rasa mual”.

Salah seorang bekas pecandu judi mengakui bahwa menang bukanlah daya pendorong untuk kebiasaan yang berkepanjangan ini, tetapi sebaliknya ini adalah ”desakan”, getaran dari judi itu sendiri. ”Judi mendatangkan emosi-emosi yang sangat berapi-api,” katanya. ”Pada waktu roda rolet sedang berputar, pada waktu Anda menunggu Keberuntungan untuk memberikan jawabannya, ada suatu saat manakala pikiran berputar terhuyung-huyung dan Anda hampir pingsan.” Seorang penjudi Prancis, André setuju, ”Bila Anda bertaruh 10.000 franc pada pacuan kuda dan tinggal 100 meter lagi sebelum garis finis, seseorang dapat mengatakan kepada Anda bahwa istri atau ibu Anda meninggal, namun Anda sedikit pun tidak memedulikannya.”

André melukiskan bagaimana ia dapat terus berjudi bahkan setelah kehilangan banyak uang. Ia meminjam dari bank, dari teman, dan dari lintah darat dengan bunga yang sangat tinggi. Ia mencuri cek dan memalsukan buku tabungan kantor pos. Ia menggoda wanita-wanita yang kesepian selama kunjungannya ke kasino dan kemudian lenyap dengan kartu-kartu kredit mereka. ”Pada waktu itu,” tulis seorang jurnalis Prancis, André ”bahkan tidak lagi peduli apakah ia akan pernah dapat membereskan keuangannya yang hancur. Ia pergi ke sana kemari semata-mata didorong obsesinya”. Ia terlibat dalam kejahatan dan dipenjarakan. Perkawinannya kandas.

Dalam banyak kasus, orang-orang yang gila judi, seperti para pecandu obat bius dan alkohol, terus berjudi, meskipun hal itu harus mereka bayar dengan pekerjaan mereka, bisnis mereka, kesehatan mereka, dan akhirnya, keluarga mereka.

Banyak kota di Prancis baru-baru ini telah membuka pintu untuk perjudian. Sementara bisnis-bisnis lain telah gagal, rumah-rumah gadai menjadi bisnis yang maju. Para pemiliknya mengatakan bahwa para penjudi sering kali kehilangan semua uang yang mereka miliki dan menjual cincin, arloji, pakaian, dan barang-barang berharga lain untuk membeli bensin untuk pulang. Di beberapa kota pesisir di Amerika Serikat, rumah-rumah gadai yang baru telah dibuka; di beberapa tempat tiga atau empat rumah gadai atau lebih dapat ditemukan dalam satu deret.

Beberapa orang bahkan telah terlibat dalam kehidupan kriminal agar dapat menunjang kebiasaan judi mereka. Penelitian yang masih diadakan hingga sekarang, menurut Profesor Lesieur, ”menyingkapkan banyak macam perilaku yang ilegal di antara orang-orang yang gila judi . . . pemalsuan cek, penggelapan, pencurian, perampokan bersenjata, penyelenggaraan taruhan, penipuan, melakukan permainan dengan penipuan, dan penjualan barang-barang curian”. Selain itu ada juga kejahatan kerah putih yaitu para penjudi mencuri dari majikan mereka. Menurut Gerry T. Fulcher, direktur dari Institut Pendidikan dan Perawatan Bagi Orang-Orang yang Gila Judi, 85 persen dari ribuan orang yang dinyatakan gila judi mengaku mencuri dari majikan mereka. ”Sebenarnya, dari sudut pandangan finansial secara murni, gila judi secara potensial lebih buruk dibandingkan dengan kecanduan alkohol dan penyalahgunaan obat bius bila digabungkan,” katanya.

Penelitian lebih jauh telah menyimpulkan bahwa kira-kira dua per tiga dari mereka yang gila judi yang tidak dipenjara dan 97 persen dari mereka yang dipenjara mengaku terlibat dalam perilaku yang ilegal untuk membiayai judi atau membayar utang-utang yang berhubungan dengan judi. Pada tahun 1993, di kota-kota pesisir Teluk Meksiko di Amerika Serikat, tempat judi yang dilegalisasi merajalela, terjadi 16 perampokan bank, pertambahan empat kali lipat dibanding tahun lalu. Seorang pria merampok seluruhnya delapan bank dengan jumlah 89.000 dolar untuk meneruskan kebiasaan judinya. Bank-bank lain telah mengalami perampokan bersenjata oleh para penjudi yang dipaksa membayar sejumlah besar uang kepada para kreditor.

”Bila orang-orang yang gila judi mencoba membuang kebiasaan itu, mereka akan mengalami gejala yang, sangat serupa dengan para perokok atau pecandu obat bius yang menghentikan kebiasaan mereka,” kata The New York Times. Akan tetapi, para penjudi mengakui bahwa menghentikan kebiasaan berjudi dapat lebih sukar daripada menghentikan kebiasaan lain. ”Beberapa dari kami juga telah mengalami kecanduan alkohol dan penyalahgunaan obat bius,” kata seseorang, ”dan kami semua setuju bahwa gila judi jauh lebih buruk daripada kecanduan lain apa pun.” Dr. Howard Shaffer, dari Pusat Penelitian Masalah Kecanduan di Universitas Harvard, mengatakan bahwa sekurang-kurangnya 30 persen dari orang-orang yang gila judi yang mencoba berhenti ”memperlihatkan tanda-tanda berupa lekas marah atau mengalami masalah dengan perut, gangguan tidur, tekanan darah dan denyut nadi yang lebih tinggi dari yang normal”.

Walaupun mereka terus bertaruh, kata Dr. Valerie Lorenz, direktur dari Pusat Penelitian Perjudian Patologis Nasional di Baltimore, Maryland, AS, ”mereka yang gila judi menghadapi problem-problem medis: sakit kepala yang kronis, migrain, sukar bernapas, sakit angina, berubahnya detak jantung dan kesemutan pada tangan dan kaki mereka”.

Kemudian ada pula kasus bunuh diri. Apa yang dapat lebih buruk dibandingkan dengan apa yang secara umum dikenal sebagai suatu ”kecanduan nonfatal” yang menyebabkan kematian? Di satu daerah di Amerika, misalnya, tempat banyak kasino perjudian dibuka baru-baru ini, ”angka bunuh diri berlipat ganda tanpa dapat dijelaskan”, demikian The New York Times Magazine melaporkan, ”meskipun tidak ada petugas kesehatan yang bersedia mengaitkan peningkatan tersebut dengan judi”. Di Afrika Selatan, tiga penjudi bunuh diri dalam satu pekan. Jumlah sebenarnya dari angka bunuh diri akibat judi dan utang yang disebabkan oleh hal ini, secara legal maupun ilegal, tidak diketahui.

Bunuh diri adalah cara yang tragis untuk mengakhiri cengkeraman judi yang seperti catok. Dalam artikel berikutnya, pertimbangkan bagaimana beberapa orang telah mendapatkan jalan keluar yang lebih baik.

[Blurb di hlm. 25]

Rumah-rumah gadai menjamur​—begitu pula kejahatan

    Publikasi Menara Pengawal Bahasa Indonesia (1971-2025)
    Log Out
    Log In
    • Indonesia
    • Bagikan
    • Pengaturan
    • Copyright © 2025 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
    • Syarat Penggunaan
    • Kebijakan Privasi
    • Pengaturan Privasi
    • JW.ORG
    • Log In
    Bagikan