-
Hendaklah Berhikmat—Takutlah Akan Allah!Menara Pengawal—2006 | 1 Agustus
-
-
Hendaklah Berhikmat—Takutlah Akan Allah!
”Takut akan Yehuwa adalah permulaan hikmat.”—AMSAL 9:10.
1. Mengapa banyak orang merasa bahwa takut akan Allah adalah konsep yang sulit dimengerti?
DAHULU, orang senang jika disebut sebagai orang yang takut akan Allah. Sekarang, banyak orang menganggap takut akan Allah sebagai konsep yang kuno dan sulit dimengerti. ’Jika Allah itu kasih,’ mereka mungkin bertanya, ’mengapa saya harus takut kepada-Nya?’ Menurut mereka, rasa takut adalah emosi yang negatif, yang bahkan membuat orang tidak berdaya. Akan tetapi, takut yang sejati akan Allah jauh lebih luas maknanya dan, sebagaimana akan kita lihat, bukan sekadar perasaan atau emosi.
2, 3. Apa saja yang tercakup dalam takut yang sejati akan Allah?
2 Dalam Alkitab, takut akan Allah adalah konsep yang positif. (Yesaya 11:3) Itu adalah perasaan hormat dan respek yang dalam kepada Allah, keinginan yang kuat untuk tidak membuat-Nya tidak senang. (Mazmur 115:11) Itu mencakup menerima dan berpaut erat pada standar moral Allah serta hasrat untuk hidup menurut apa yang Allah katakan benar atau salah. Sebuah karya referensi menyatakan bahwa takut yang sehat seperti itu menunjukkan ”suatu sikap mendasar terhadap Allah yang membuat seseorang berperilaku bijaksana dan menghindari segala bentuk kejahatan”. Tepatlah bila Firman Allah memberi tahu kita, ”Takut akan Yehuwa adalah permulaan hikmat.”—Amsal 9:10.
3 Ya, takut akan Allah meliputi berbagai aspek kegiatan manusia. Itu tidak saja berkaitan dengan hikmat, tetapi juga dengan sukacita, kedamaian, kemakmuran, umur panjang, harapan, kepercayaan, dan keyakinan. (Mazmur 2:11; Amsal 1:7; 10:27; 14:26; 22:4; 23:17, 18; Kisah 9:31) Itu berhubungan erat dengan iman dan kasih, bahkan menyangkut seluruh hubungan kita dengan Allah dan sesama manusia. (Ulangan 10:12; Ayub 6:14; Ibrani 11:7) Takut akan Allah mencakup keyakinan yang kuat bahwa Bapak surgawi kita memperhatikan kita secara pribadi dan siap mengampuni pelanggaran kita. (Mazmur 130:4) Hanya orang fasik yang tidak bertobat yang mempunyai alasan untuk merasa gentar di hadapan Allah.a—Ibrani 10:26-31.
Belajar Takut akan Yehuwa
4. Apa yang dapat membantu kita ”belajar takut akan Yehuwa”?
4 Karena takut akan Allah adalah dasar untuk membuat keputusan yang bijaksana dan menerima berkat Allah, bagaimana kita bisa ”belajar takut akan Yehuwa” dengan benar? (Ulangan 17:19) Banyak teladan pria dan wanita yang takut akan Allah yang dicatat dalam Alkitab ”untuk mengajar kita”. (Roma 15:4) Guna membantu kita mengerti apa sesungguhnya arti takut akan Allah itu, mari kita kupas kehidupan salah seorang teladan itu, yaitu Raja Daud dari Israel kuno.
5. Bagaimana kegiatan Daud sebagai gembala turut mengajar dia tentang takut akan Yehuwa?
5 Yehuwa menolak Saul, raja Israel yang pertama, karena ia takut kepada rakyatnya dan tidak takut kepada Allah. (1 Samuel 15:24-26) Di pihak lain, haluan hidup Daud dan hubungannya yang akrab dengan Yehuwa menunjukkan bahwa ia benar-benar takut akan Allah. Sejak kecil, Daud sering menggembalakan domba-domba ayahnya di luar rumah. (1 Samuel 16:11) Dengan mengamati langit malam yang bertabur bintang di sela-sela pekerjaannya sebagai gembala, Daud tentunya dibantu untuk memahami artinya takut akan Yehuwa. Meskipun Daud dapat melihat hanya sebagian kecil dari alam semesta yang mahaluas, ia mengambil kesimpulan yang benar—Allah layak direspek dan dipuja oleh kita. Ia belakangan menulis, ”Bila aku melihat langitmu, pekerjaan jarimu, bulan dan bintang-bintang yang telah engkau persiapkan, apakah manusia yang berkematian itu sehingga engkau mengingat dia, dan putra manusia sehingga engkau memperhatikan dia?”—Mazmur 8:3, 4.
6. Bagaimana perasaan Daud sewaktu ia mengamati keagungan Yehuwa?
6 Dengan tepat, Daud terkesan sewaktu menyadari betapa kecilnya ia dibandingkan dengan angkasa yang begitu luas. Hal ini tidak membuatnya ngeri, tetapi menggerakkan dia untuk memuji Yehuwa dan mengatakan, ”Langit menyatakan kemuliaan Allah; dan angkasa menceritakan pekerjaan tangannya.” (Mazmur 19:1) Rasa hormat akan Allah itu membuat Daud semakin dekat kepada Yehuwa dan ingin mempelajari serta mengikuti jalan-jalan-Nya yang sempurna. Bayangkan perasaan Daud ketika ia bernyanyi memuji Yehuwa, ”Engkau agung dan melakukan hal-hal yang mengagumkan; engkaulah Allah, satu-satunya. Ajarlah aku, oh, Yehuwa, tentang jalanmu. Aku akan berjalan menurut kebenaranmu. Bulatkanlah hatiku untuk takut akan namamu.”—Mazmur 86:10, 11.
7. Bagaimana takut akan Allah membantu Daud melawan Goliat?
7 Sewaktu orang Filistin menyerbu negeri Israel, jagoan mereka yang tingginya hampir tiga meter, Goliat, menantang orang Israel. Pada intinya, ia mengatakan, ’Pilih seorang pria untuk bertarung denganku satu lawan satu! Kalau dia menang, kami akan melayani kalian.’ (1 Samuel 17:4-10) Saul dan seluruh bala tentaranya gemetar ketakutan—tetapi Daud tidak. Ia tahu bahwa Yehuwa-lah yang harus ditakuti, bukan manusia mana pun, tidak soal seberapa kuatnya dia. ”Aku mendatangi engkau dengan nama Yehuwa yang berbala tentara,” kata Daud kepada Goliat, ”dan seluruh jemaat ini akan tahu bahwa Yehuwa menyelamatkan bukan dengan pedang ataupun tombak, karena ini adalah pertempuran Yehuwa.” Dengan pengumbannya serta sebutir batu—dan dengan bantuan Yehuwa—Daud merobohkan raksasa itu.—1 Samuel 17:45-47.
8. Apa yang kita pelajari dari teladan tokoh-tokoh Alkitab yang takut akan Allah?
8 Boleh jadi, rintangan atau musuh yang kita hadapi tidak kalah menakutkannya dengan yang dihadapi Daud. Apa yang dapat kita lakukan? Kita bisa mengatasinya dengan cara yang sama seperti Daud serta orang-orang setia lainnya—dengan takut yang saleh. Takut akan Allah dapat mengalahkan takut akan manusia. Hamba Allah yang setia Nehemia mendesak sesamanya orang Israel, yang ditindas oleh para penentang, ”Janganlah takut oleh karena mereka. Ingatlah kepada Yehuwa, Pribadi yang besar dan membangkitkan rasa takut.” (Nehemia 4:14) Dengan dukungan Yehuwa, Daud, Nehemia, dan hamba-hamba Allah lainnya yang setia berhasil melaksanakan tugas yang Allah berikan kepada mereka. Dengan takut akan Allah, kita pun bisa.
Menghadapi Problem dengan Takut akan Allah
9. Di bawah keadaan apa saja Daud memperlihatkan bahwa ia takut kepada Allah?
9 Setelah Daud membunuh Goliat, Yehuwa memberinya lebih banyak kemenangan. Tetapi, Saul yang dengki mencoba membunuh Daud—pertama-tama dengan spontan, lalu dengan licik, dan akhirnya dengan mengerahkan pasukan. Meskipun Yehuwa telah meyakinkan Daud bahwa ia akan menjadi raja, selama bertahun-tahun Daud harus melarikan diri, berperang, dan menantikan saat Yehuwa akan menjadikannya raja. Selama melewati semuanya ini, Daud memperlihatkan bahwa ia takut kepada Allah yang benar.—1 Samuel 18:9, 11, 17; 24:2.
10. Bagaimana Daud memperlihatkan bahwa ia takut akan Allah ketika menghadapi bahaya?
10 Sekali peristiwa, Daud melarikan diri kepada Akhis, raja kota Gat di Filistia, tempat kelahiran Goliat. (1 Samuel 21:10-15) Hamba-hamba raja menuding Daud sebagai musuh bangsa mereka. Bagaimana Daud menanggapi situasi yang membahayakan itu? Ia mencurahkan isi hatinya dalam doa kepada Yehuwa. (Mazmur 56:1-4, 11-13) Walaupun harus berpura-pura gila agar luput, Daud tahu bahwa Yehuwa-lah yang sebenarnya telah membebaskan dia dengan memberkati upayanya. Sikap Daud yang dengan sepenuh hati mengandalkan dan mempercayai Yehuwa memperlihatkan bahwa Daud benar-benar takut akan Allah.—Mazmur 34:4-6, 9-11.
11. Bagaimana kita dapat memperlihatkan bahwa kita takut akan Allah sewaktu mengalami cobaan, seperti halnya Daud?
11 Seperti Daud, kita dapat memperlihatkan bahwa kita takut akan Allah dengan mempercayai janji-Nya untuk membantu kita menghadapi problem. ”Gulingkanlah jalanmu kepada Yehuwa, dan andalkanlah dia, dan dia sendiri akan bertindak,” kata Daud. (Mazmur 37:5) Hal ini tidak berarti bahwa kita menyerahkan problem kita begitu saja kepada Yehuwa tanpa berbuat semampu kita lalu mengharapkan Ia bertindak demi kepentingan kita. Daud tidak berdoa memohon bantuan Allah lalu berpangku tangan. Ia menggunakan kesanggupan fisik serta intelektual yang Yehuwa karuniakan kepadanya dan berupaya mengatasi problem yang ia hadapi. Namun, Daud tahu bahwa keberhasilan tidak bergantung pada upaya manusia semata. Kita pun semestinya demikian. Setelah berbuat semampunya, kita harus menyerahkan selebihnya kepada Yehuwa. Malah, sering kali tidak ada yang dapat kita lakukan kecuali bersandar pada Yehuwa. Di sinilah takut akan Allah berperan dengan cara yang sangat pribadi. Kita bisa terhibur oleh pernyataan Daud yang sepenuh hati, ”Keakraban dengan Yehuwa adalah milik mereka yang takut akan dia.”—Mazmur 25:14.
12. Mengapa kita tidak boleh menganggap remeh soal doa, dan sikap apa yang jangan sekali-kali kita miliki?
12 Karena itu, kita tidak boleh menganggap remeh soal doa dan hubungan kita dengan Allah. Sewaktu menghampiri Yehuwa, kita harus ”percaya bahwa dia ada dan bahwa dia memberikan upah kepada orang yang dengan sungguh-sungguh mencari dia”. (Ibrani 11:6; Yakobus 1:5-8) Dan, sewaktu Ia membantu kita, kita mesti ’menyatakan rasa syukur’, seperti yang dinasihatkan rasul Paulus. (Kolose 3:15, 17) Jangan sekali-kali kita menjadi seperti orang-orang yang digambarkan oleh seorang Kristen terurap kawakan, ”Mereka pikir Allah itu semacam pelayan surgawi,” katanya. ”Kalau sedang membutuhkan sesuatu, mereka seolah-olah menjentikkan jari menyuruh-Nya datang. Lalu, setelah mendapatkan apa yang diinginkan, mereka ingin Dia pergi saja.” Sikap tersebut menyingkapkan bahwa mereka tidak takut kepada Allah.
Ketika Takut akan Allah Mengendur
13. Kapan Daud lalai merespek Hukum Allah?
13 Karena merasakan bantuan Yehuwa semasa kesesakan, rasa takut Daud akan Allah pun semakin dalam dan keyakinannya kepada Allah semakin kuat. (Mazmur 31:22-24) Tetapi, pada tiga peristiwa yang patut diperhatikan, rasa takut Daud akan Allah mengendur, dengan konsekuensi yang serius. Yang pertama menyangkut pengaturannya untuk memindahkan tabut perjanjian Yehuwa ke Yerusalem dengan pedati, bukannya dengan diusung oleh orang-orang Lewi, sebagaimana digariskan Hukum Allah. Sewaktu Uzza, yang menuntun pedati itu, memegang Tabut agar tidak jatuh, ia mati di tempat karena ”tindakan yang tidak hormat” itu. Ya, Uzza melakukan dosa yang serius, namun pada dasarnya, kelalaian Daud untuk merespek Hukum Allah itulah yang mengakibatkan peristiwa tragis tersebut. Takut akan Allah berarti melakukan segala sesuatu menurut cara Allah.—2 Samuel 6:2-9; Bilangan 4:15; 7:9.
14. Apa akibat tindakan Daud menghitung orang Israel?
14 Belakangan, karena digerakkan Setan, Daud menghitung orang Israel yang sanggup berperang. (1 Tawarikh 21:1) Tindakan Daud itu memperlihatkan bahwa rasa takutnya akan Allah sedang mengendur, dan akibatnya 70.000 orang Israel mati. Meskipun Daud bertobat di hadapan Yehuwa, ia dan orang-orang di sekitarnya sangat menderita.—2 Samuel 24:1-16.
15. Apa yang menyebabkan Daud jatuh ke dalam dosa seksual?
15 Dalam peristiwa lain, ketika rasa takutnya akan Allah mengendur untuk sementara waktu, Daud terjerumus dalam hubungan amoral dengan Bat-syeba, istri Uria. Daud tahu bahwa perzinaan atau bahkan mengingini teman hidup orang lain itu salah. (Keluaran 20:14, 17) Problemnya bermula ketika Bat-syeba yang sedang mandi terlihat oleh Daud. Rasa takut yang patut kepada Allah seharusnya langsung menggerakkan Daud untuk memalingkan mata dan pikirannya. Tetapi, Daud tampaknya ”terus memandang” Bat-syeba sehingga hawa nafsu pun mengalahkan rasa takutnya akan Allah. (Matius 5:28; 2 Samuel 11:1-4) Daud lupa bahwa Yehuwa terlibat dalam setiap aspek kehidupannya.—Mazmur 139:1-7.
16. Konsekuensi apa saja yang Daud derita akibat perbuatan salahnya?
16 Akibat hubungan gelap antara Daud dan Bat-syeba, lahirlah seorang putra. Tidak lama kemudian, Yehuwa mengutus nabi-Nya Natan untuk menyingkapkan dosa Daud. Setelah insaf, rasa takut Daud akan Allah pun pulih dan ia bertobat. Ia memohon dengan sangat kepada Yehuwa agar tidak membuangnya atau mengambil roh kudus-Nya dari dirinya. (Mazmur 51:7, 11) Yehuwa mengampuni Daud serta meringankan hukumannya, tetapi Ia tidak melindungi Daud dari segala konsekuensi buruk perbuatannya. Putra Daud meninggal, dan sejak itu keluarganya dirundung kepedihan hati serta tragedi. Betapa mahal harga yang harus dibayar akibat mengendurnya rasa takut akan Allah!—2 Samuel 12:10-14; 13:10-14; 15:14.
17. Gambarkan kepedihan yang diakibatkan oleh perbuatan dosa.
17 Dewasa ini, kelalaian untuk takut akan Allah dalam bidang moral juga bisa mendatangkan dampak yang serius dan berkepanjangan. Bayangkan kepedihan hati seorang istri yang masih muda saat mengetahui bahwa suaminya yang juga seorang Kristen berselingkuh ketika bekerja di luar negeri. Tak kuasa menahan rasa terpukul dan kepedihan hatinya, sang istri tertunduk lesu dan menangis sejadi-jadinya. Pasti butuh waktu yang sangat lama bagi suaminya untuk mendapatkan kembali kepercayaan dan respek sang istri. Konsekuensi tragis seperti itu bisa dielakkan dengan benar-benar takut akan Allah.—1 Korintus 6:18.
Takut akan Allah Mencegah Kita Berdosa
18. Apa tujuan dan cara kerja Setan?
18 Setan sedang gencar-gencarnya menghancurkan nilai-nilai moral dunia ini, dan ia khususnya ingin merusak orang Kristen sejati. Dalam upayanya, ia mengeksploitasi jalur yang paling cepat menuju hati dan pikiran—melalui indra-indra kita, khususnya mata dan telinga. (Efesus 4:17-19) Bagaimana reaksi Saudara seandainya Saudara tahu-tahu menjumpai gambar, kata, atau orang yang amoral?
19. Bagaimana takut akan Allah membantu seorang Kristen mengatasi godaan?
19 Perhatikan contoh Andre,b seorang penatua Kristen, ayah, dan dokter di Eropa. Sewaktu Andre sedang bertugas malam di rumah sakit, rekan-rekan wanitanya berulang kali menempelkan pesan—yang dihiasi gambar-gambar hati—di bantalnya, mengajaknya berhubungan seks. Andre dengan tegas menolak untuk bahkan mempertimbangkan ajakan mereka. Selain itu, untuk menjauhkan diri dari lingkungan yang buruk, ia mencari pekerjaan di tempat lain. Takut akan Allah terbukti sangat bijaksana dan mendatangkan berkat, sebab Andre kini melayani penggal waktu di kantor cabang Saksi-Saksi Yehuwa di negerinya.
20, 21. (a) Bagaimana takut akan Allah dapat turut mencegah kita berdosa? (b) Apa yang akan dibahas di artikel berikut?
20 Jika seseorang terus memikirkan hal-hal yang salah, jalan pikirannya bisa digiring sampai-sampai ia rela membuang hubungannya yang berharga dengan Yehuwa sebagai ganti sesuatu yang bukan haknya. (Yakobus 1:14, 15) Di pihak lain, jika kita takut akan Yehuwa, kita akan menghindari—bahkan meninggalkan—orang, tempat, kegiatan, dan hiburan yang dapat menyebabkan kita mengendurkan pertahanan moral kita. (Amsal 22:3) Perasaan malu atau pengorbanan apa pun yang mungkin harus ditanggung tidak ada artinya jika dibandingkan dengan kehilangan perkenan Allah. (Matius 5:29, 30) Jika kita takut akan Allah, kita tentunya juga tidak akan pernah dengan sengaja membuka diri terhadap segala sesuatu yang amoral, termasuk pornografi dalam bentuk apa pun. Sebaliknya, kita akan ’memalingkan mata kita agar tidak melihat apa yang tidak berguna’. Jika kita berbuat demikian, kita bisa mengandalkan Yehuwa untuk ’memelihara kita tetap hidup’ dan menyediakan segala sesuatu yang benar-benar kita butuhkan.—Mazmur 84:11; 119:37.
21 Ya, bertindak dengan takut yang sejati akan Allah selalu merupakan haluan yang bijaksana. Itu juga merupakan sumber kebahagiaan sejati. (Mazmur 34:9) Artikel berikut akan menjelaskannya.
[Catatan Kaki]
a Lihat artikel ”Pandangan Alkitab: Bagaimana Anda Dapat Takut Kepada Allah Kasih?” dalam Sedarlah!, 8 Januari 1998, yang diterbitkan oleh Saksi-Saksi Yehuwa.
b Nama telah diubah.
-
-
Takutlah akan Yehuwa—Berbahagialah!Menara Pengawal—2006 | 1 Agustus
-
-
Takutlah akan Yehuwa—Berbahagialah!
”Berbahagialah orang yang takut akan Yehuwa.”—MAZMUR 112:1.
1, 2. Apa yang dapat dihasilkan oleh takut akan Yehuwa?
KEBAHAGIAAN tidak mudah diperoleh. Kebahagiaan sejati bergantung pada membuat pilihan yang benar, melakukan apa yang benar, dan menjauhi apa yang salah. Pembuat kita, Yehuwa, telah memberi kita Firman-Nya, Alkitab, untuk mengajar kita cara menikmati jalan hidup yang terbaik. Apabila kita mencari dan mengikuti bimbingan Yehuwa, dengan demikian mempertunjukkan rasa takut akan Allah, kita dapat benar-benar puas dan bahagia.—Mazmur 23:1; Amsal 14:26.
2 Dalam artikel ini, kita akan membahas contoh-contoh dari zaman Alkitab dan zaman modern yang memperlihatkan bagaimana rasa takut yang sejati akan Allah bisa memberi kita kekuatan guna melawan tekanan untuk melakukan apa yang salah dan memberi kita keberanian guna melakukan apa yang benar. Kita akan melihat bahwa takut akan Allah bisa mendatangkan kebahagiaan dengan menggerakkan kita untuk mengoreksi haluan yang salah, sebagaimana yang harus dilakukan Raja Daud. Kita juga akan melihat bahwa takut akan Yehuwa merupakan pusaka yang benar-benar berharga yang dapat diwariskan oleh orang tua kepada anak-anak mereka. Ya, Firman Allah meyakinkan kita, ”Berbahagialah orang yang takut akan Yehuwa.”—Mazmur 112:1.
Memperoleh Kembali Kebahagiaan yang Hilang
3. Apa yang membantu Daud pulih dari dosa-dosanya?
3 Sebagaimana dibahas dalam artikel terdahulu, pada tiga peristiwa Daud lalai memperlihatkan rasa takut yang sepatutnya sehingga ia berdosa. Tetapi, dari cara ia menanggapi disiplin Yehuwa terlihat bahwa pada dasarnya ia takut akan Allah. Rasa hormat dan respeknya kepada Allah menggerakkan dia untuk mengakui kesalahan, mengoreksi haluan, dan meneguhkan kembali hubungan baik dengan Yehuwa. Meskipun kesalahannya mendatangkan penderitaan atas dirinya serta orang-orang lain, ia benar-benar bertobat sehingga Yehuwa terus mendukung serta memberkatinya. Contoh Daud pasti dapat memberikan ketabahan kepada orang Kristen dewasa ini yang mungkin terjerumus dalam dosa yang serius.
4. Bagaimana takut akan Allah dapat membantu seseorang memperoleh kembali kebahagiaan?
4 Perhatikan contoh Sonya.a Meskipun melayani sebagai penginjil sepenuh waktu, Sonya terlibat pergaulan buruk serta perilaku yang tidak bersifat Kristen dan harus dipecat dari sidang Kristen. Setelah insaf, Sonya melakukan apa saja yang dibutuhkan untuk memperbaiki hubungannya dengan Yehuwa. Belakangan, ia diterima kembali dalam sidang. Selama melewati semuanya itu, hasrat Sonya untuk melayani Yehuwa tidak pernah pudar. Akhirnya, ia kembali memasuki dinas perintis sepenuh waktu. Kemudian, ia menikah dengan seorang penatua Kristen teladan, dan kini ia dengan bahagia melayani bersama suaminya di sidang. Walaupun Sonya menyesal pernah menyimpang dari jalan Kristen untuk sementara waktu, ia bahagia karena rasa takut akan Allah telah membantunya pulih.
Lebih Baik Menderita daripada Berdosa
5, 6. Jelaskan bagaimana dan mengapa Daud dua kali membiarkan Saul tetap hidup.
5 Tentu saja, jauh lebih baik apabila takut akan Allah mencegah seseorang berbuat dosa. Daud pun bisa menjadi contoh. Sekali waktu, ketika mengejar Daud dengan tiga ribu prajurit, Saul masuk ke sebuah gua, padahal di gua itu juga Daud beserta anak buahnya sedang bersembunyi. Anak buah Daud mendesaknya untuk membunuh Saul. Bukankah Yehuwa menyerahkan musuh besar Daud ke tangannya? Dengan diam-diam, Daud mendekati Saul dan memotong punca bajunya. Karena Daud takut akan Allah, tindakan yang relatif tidak membahayakan itu pun sudah membuat hati nuraninya tersiksa. Daud membubarkan anak buahnya yang memanas-manasi dia, dan mengatakan, ”Mustahillah bagiku, dari sudut pandangan Yehuwa, bahwa aku akan melakukan hal ini kepada tuanku, orang yang diurapi Yehuwa.”b—1 Samuel 24:1-7.
6 Belakangan, Saul berkemah untuk bermalam, dan ”Yehuwa membuat [dia dan semua anak buahnya] tidur nyenyak”. Daud dan Abisyai, kemenakannya yang berani, menyelinap ke tengah-tengah perkemahan dan berdiri persis di samping kepala Saul. Abisyai ingin menghabisi Saul. Daud mencegah Abisyai dan bertanya, ”Siapakah yang mengedangkan tangannya terhadap orang yang diurapi Yehuwa dan tetap tidak bersalah?”—1 Samuel 26:9, 12.
7. Apa yang mencegah Daud berdosa?
7 Mengapa Daud tidak membunuh Saul padahal dua kali ia mendapat kesempatan untuk itu? Karena ia lebih takut kepada Allah daripada kepada Saul. Takut yang sepatutnya kepada Allah membuat Daud siap menderita, jika perlu, daripada berbuat dosa. (Ibrani 11:25) Ia sepenuhnya yakin bahwa Yehuwa memperhatikan umat-Nya dan dirinya secara pribadi. Daud tahu bahwa dengan menaati dan mempercayai Allah, ia akan memperoleh kebahagiaan dan banyak berkat, sedangkan mengabaikan Allah akan membuatnya tidak diperkenan Allah. (Mazmur 65:4) Ia juga tahu bahwa Allah akan memenuhi janji-Nya untuk menjadikan Daud raja serta menyingkirkan Saul pada waktu dan dengan cara-Nya sendiri.—1 Samuel 26:10.
Takut akan Allah Mendatangkan Kebahagiaan
8. Bagaimana sikap Daud di bawah tekanan patut diteladani?
8 Sebagai orang Kristen, kita bisa mengantisipasi ejekan, penganiayaan, dan berbagai cobaan lainnya. (Matius 24:9; 2 Petrus 3:3) Adakalanya, kita bahkan mungkin mengalami kesulitan yang melibatkan rekan-rekan seiman. Tetapi, kita tahu bahwa Yehuwa melihat segalanya, mendengar doa kita, dan pada waktu yang tepat, akan meluruskan segala sesuatu menurut kehendak-Nya. (Roma 12:17-21; Ibrani 4:16) Oleh karena itu, ketimbang takut kepada para penentang, kita takut kepada Allah dan berharap Ia akan membebaskan kita. Seperti Daud, kita tidak menuntut balas, dan juga tidak mengkompromikan prinsip yang adil-benar demi mengelak dari penderitaan. Pada akhirnya, hal ini mendatangkan kebahagiaan. Tetapi, bagaimana mungkin?
9. Berikan contoh bagaimana takut akan Allah dapat menghasilkan kebahagiaan meskipun ada penganiayaan.
9 ”Saya teringat kepada seorang ibu dan putrinya yang masih remaja, yang karena kenetralan Kristen, tidak mau membeli kartu partai politik,” kisah seorang utusan injil kawakan di Afrika. ”Mereka diserang dengan brutal oleh segerombolan laki-laki lalu disuruh pulang. Selama perjalanan pulang, sang ibu mencoba menghibur putrinya yang menangis, yang sulit memahami mengapa hal itu harus terjadi. Pada saat itu mereka tidak bersukacita, tetapi hati nurani mereka bersih. Belakangan, mereka sangat bahagia karena telah menaati Allah. Andaikata mereka membeli kartu partai, gerombolan itu tentu akan sangat senang dan pasti sudah memberi mereka limun serta mengiringi mereka pulang sambil menari-nari. Tetapi, sang ibu dan putrinya pasti akan menjadi orang yang paling tidak bahagia sedunia karena sadar bahwa mereka telah berkompromi.” Berkat takut akan Allah, mereka luput dari semua itu.
10, 11. Hasil baik apa saja yang dinikmati seorang wanita karena ia takut akan Allah?
10 Memperlihatkan takut akan Allah juga menghasilkan kebahagiaan sewaktu menghadapi cobaan sehubungan dengan merespek kesucian kehidupan. Sewaktu Mary mengandung anak ketiganya, dokter mendesak dia untuk melakukan aborsi. ”Kondisi Ibu sangat membahayakan,” katanya. ”Keadaan gawat bisa muncul kapan saja dan Ibu bisa mati dalam waktu 24 jam setelahnya. Dan, bayi Ibu juga akan mati. Selain itu, tidak ada jaminan bahwa bayi Ibu akan lahir normal.” Mary sedang belajar Alkitab bersama Saksi-Saksi Yehuwa namun belum dibaptis. ”Tetapi,” kata Mary, ”saya telah memutuskan untuk melayani Yehuwa, dan saya bertekad untuk tetap taat kepada-Nya, tidak soal apa pun.”—Keluaran 21:22, 23.
11 Selama kehamilannya, Mary terus giat belajar Alkitab dan mengurus keluarganya. Akhirnya, sang bayi pun lahir. ”Persalinannya memang lebih sulit daripada kedua anak pertama, tetapi tidak ada komplikasi yang serius,” tutur Mary. Takut akan Allah membantu Mary tetap memiliki hati nurani yang baik, dan tidak lama kemudian ia dibaptis. Ketika bayi itu sudah besar, ia juga belajar takut akan Yehuwa, dan ia kini melayani di salah satu kantor cabang Saksi-Saksi Yehuwa.
’Kuatkan Diri Saudara dengan Bantuan Yehuwa’
12. Bagaimana takut akan Allah menguatkan Daud?
12 Rasa takut Daud akan Yehuwa tidak hanya mencegah dia berbuat salah, tetapi juga menguatkan dia untuk bertindak dengan tegas dan bijaksana di bawah keadaan yang sulit. Selama setahun empat bulan, Daud beserta anak buahnya berlindung dari Saul di Ziklag di daerah orang Filistin. (1 Samuel 27:5-7) Sekali peristiwa, ketika para pria sedang pergi, kawanan penyamun Amalek membakar kota itu dan membawa pergi semua istri, anak-anak, dan kawanan domba mereka. Ketika Daud dan anak buahnya pulang dan mengetahui apa yang terjadi, mereka pun menangis. Kesedihan segera berubah menjadi kegetiran, dan anak buah Daud mengatakan hendak merajam Daud. Meskipun merasa sangat susah, Daud tidak putus asa. (Amsal 24:10) Rasa takutnya akan Allah menggerakkan dia untuk berpaling kepada Yehuwa, dan ia ”menguatkan dirinya dengan bantuan Yehuwa”. Berkat bantuan Allah, Daud dan anak buahnya menyusul orang Amalek dan mendapatkan kembali semuanya.—1 Samuel 30:1-20.
13, 14. Bagaimana takut akan Allah membantu seorang Kristen mengambil keputusan yang baik?
13 Hamba-hamba Allah dewasa ini juga menghadapi situasi yang mengharuskan mereka percaya kepada Yehuwa dan berani bertindak tegas. Salah satu contohnya adalah Kristina. Ketika masih kecil, Kristina belajar Alkitab dengan Saksi-Saksi Yehuwa. Tetapi, ia ingin menjadi pianis konser, dan ia membuat kemajuan pesat untuk mencapai cita-citanya itu. Selain itu, ia malu mengabar sehingga takut menerima tanggung jawab yang menyertai baptisan. Seraya terus mempelajari Firman Allah, Kristina mulai merasakan kuasanya. Ia juga belajar takut akan Yehuwa, dan ia menyadari bahwa Yehuwa mengharapkan hamba-hamba-Nya mengasihi Dia dengan segenap hati, pikiran, jiwa, dan kekuatan mereka. (Markus 12:30) Hal ini menggugah dia untuk membaktikan diri kepada Yehuwa dan dibaptis.
14 Kristina meminta bantuan Yehuwa untuk maju secara rohani. ”Saya tahu bahwa seorang pianis konser harus terus bepergian dan memenuhi kontrak untuk bermain di 400 konser dalam setahun,” jelas Kristina. ”Jadi, saya memutuskan menjadi guru supaya dapat menafkahi diri dan melayani sebagai penginjil sepenuh waktu.” Pada waktu itu, Kristina telah dijadwalkan untuk naik panggung dalam penampilan perdananya di sebuah gedung konser terkenal di negerinya. ”Konser perdana itu sekaligus konser terakhir saya,” kisahnya. Tidak lama kemudian, Kristina menikah dengan seorang penatua Kristen. Kini mereka bersama-sama melayani di salah satu kantor cabang Saksi-Saksi Yehuwa. Ia bahagia karena Yehuwa memberinya kekuatan untuk mengambil keputusan yang benar dan bahwa ia sekarang dapat menggunakan waktu serta tenaganya untuk melayani Allah.
Pusaka yang Berharga
15. Apa yang ingin Daud wariskan kepada anak-anaknya, dan bagaimana ia melakukannya?
15 ”Marilah, putra-putraku, dengarkanlah aku,” tulis Daud. ”Takut akan Yehuwa itulah yang akan kuajarkan kepadamu.” (Mazmur 34:11) Sebagai seorang ayah, Daud ingin mewariskan kepada anak-anaknya pusaka yang berharga—rasa takut yang sejati, seimbang, dan sehat kepada Yehuwa. Melalui perkataan dan perbuatan, Daud menggambarkan Yehuwa, bukan sebagai Allah yang suka menuntut dan mengerikan, yang siap memergoki siapa pun yang melanggar hukum-Nya, melainkan sebagai Bapak yang pengasih, penuh perhatian, dan suka mengampuni anak-anak-Nya di bumi. ”Kesalahan, siapa yang dapat mencatatnya?” tanya Daud. Lalu, untuk menunjukkan keyakinannya bahwa Yehuwa tidak terus mencari-cari kesalahan kita, ia menambahkan, ”Anggaplah aku bersih dari hal-hal yang tidak kusadari!” Daud yakin bahwa jika ia berupaya semampunya, Yehuwa akan memperkenan kata-kata serta pikirannya.—Mazmur 19:12, 14, Byington.
16, 17. Bagaimana orang tua dapat mengajarkan takut akan Yehuwa kepada anak-anaknya?
16 Daud menjadi anutan bagi para orang tua dewasa ini. ”Orang tua kami membesarkan kami dengan cara yang membuat kami senang berada dalam kebenaran,” kata Ralph, yang bersama adik laki-lakinya melayani di salah satu kantor cabang Saksi-Saksi Yehuwa. ”Sewaktu kami masih kecil, mereka melibatkan kami dalam percakapan tentang kegiatan sidang, dan semangat mereka terhadap kebenaran menular kepada kami. Mereka mendidik kami untuk yakin bahwa kami bisa melakukan hal-hal yang baik dalam dinas kepada Yehuwa. Bahkan, selama beberapa tahun, keluarga kami tinggal di negeri yang sangat membutuhkan pemberita Kerajaan dan turut mendirikan sidang-sidang baru.
17 ”Yang menjaga kami tetap berada di jalan yang benar bukanlah sederetan aturan yang kaku, melainkan fakta bahwa bagi orang tua kami, Yehuwa itu nyata dan sangat, sangat baik serta baik hati. Mereka berupaya lebih mengenal Yehuwa dan menyenangkan Dia, dan kami belajar dari rasa takut mereka yang sejati akan Allah dan kasih mereka akan Dia. Bahkan sewaktu kami berbuat salah, orang tua kami tidak membuat kami merasa bahwa Yehuwa tidak lagi mengasihi kami; mereka juga tidak dengan penuh kemarahan menetapkan pembatasan yang semena-mena. Sering kali, mereka mengajak kami duduk dan bercakap-cakap. Kadang-kadang sambil menangis, Ibu mencoba mencapai hati kami. Dan, itu berhasil. Kami belajar melalui perkataan dan perbuatan orang tua kami bahwa rasa takut akan Yehuwa itu indah dan menjadi Saksi-Nya itu menyenangkan, bukannya membebani.”—1 Yohanes 5:3.
18. Apa yang akan kita peroleh dengan takut akan Allah yang benar?
18 Di antara ”perkataan Daud yang terakhir”, kita membaca, ”Apabila orang yang berkuasa atas manusia itu adil-benar, memerintah dengan rasa takut akan Allah, maka halnya bagaikan cahaya fajar, pada waktu matahari bersinar.” (2 Samuel 23:1, 3, 4) Salomo, putra dan penerus Daud, tampaknya memahami hikmah di balik kata-kata itu, sebab ia meminta agar Yehuwa mengaruniainya ”hati yang taat” dan kesanggupan ”untuk memahami perbedaan antara yang baik dan yang jahat”. (1 Raja 3:9) Salomo mengakui bahwa takut akan Yehuwa merupakan haluan hikmat dan kebahagiaan. Belakangan, ia mengakhiri buku Pengkhotbah dengan kata-kata, ”Penutup dari perkara itu, setelah segala sesuatu didengar, adalah: Takutlah akan Allah yang benar dan jalankanlah perintah-perintahnya. Sebab inilah seluruh kewajiban manusia. Sebab Allah yang benar akan membawa segala perbuatan kepada penghakiman sehubungan dengan segala sesuatu yang tersembunyi, apakah itu baik atau buruk.” (Pengkhotbah 12:13, 14) Jika kita mengindahkan nasihat tersebut, kita akan mendapati bahwa ”hasil dari kerendahan hati dan takut akan Yehuwa” bukan hanya hikmat dan kebahagiaan, melainkan juga ”kekayaan dan kemuliaan dan kehidupan”.—Amsal 22:4.
19. Apa yang akan membantu kita mengerti ”rasa takut akan Yehuwa”?
19 Dari contoh-contoh pada zaman Alkitab dan zaman modern, kita belajar bahwa takut yang sepatutnya kepada Allah memainkan peranan yang positif dalam kehidupan hamba-hamba sejati Yehuwa. Rasa takut demikian tidak saja mencegah kita melakukan sesuatu yang tidak menyenangkan Bapak surgawi kita, tetapi juga dapat memberi kita keberanian untuk menghadapi musuh-musuh kita serta kekuatan untuk menanggung cobaan dan kesulitan yang mengadang kita. Jadi, marilah kita, tua dan muda, mengerahkan diri dengan sungguh-sungguh untuk mempelajari Firman Allah, merenungkan apa yang kita pelajari, dan mendekat kepada Yehuwa dalam doa yang teratur serta sepenuh hati. Dengan melakukannya, kita tidak hanya akan memperoleh ”pengetahuan tentang Allah”, tetapi juga mengerti ”rasa takut akan Yehuwa”.—Amsal 2:1-5.
[Catatan Kaki]
a Nama telah diubah.
b Ini mungkin salah satu pengalaman yang menyebabkan Daud menggubah Mazmur 57 dan 142.
-